tugas komnet

23
Nama : Nur Indah Prasetyawati NIM : 14111620084 Kelas : Biologi. A/ 7 JAWABAN UTS KOMNET 1. Desain pembelajaran menurut model: a. Model ADDIE Pengembangan perangkat desain pembelajaran terdapat beberapa model, salah satunya adalah Model ADDIE. Model ADDIE adalah salah satu model desain pembelajaran yang memperlibatkan tahapan tahapan dasar sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah di pelajari. Model ADDIE ini muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Model ADDIE juga dapat diterapkan untuk profesionalitas guru dan tenaga kependidikan di lembaga – lembaga pendidikan. Model ini menggunakan tahap pengembangan yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation. Sehingga dari tahap pengembangan yang digunakan, model ini sering diset dengan model ADDIE. 1. Analysis Analysis (Analisi) merupakan tahap awal yang digunakan dalam desain pembelajaran. Tahap ini merupakan suatu tahapan yang menjelaskan mengenai hal-hal yang

Upload: isif

Post on 20-Feb-2023

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama : Nur Indah Prasetyawati

NIM : 14111620084

Kelas : Biologi. A/ 7

JAWABAN UTS KOMNET

1. Desain pembelajaran menurut model:

a. Model ADDIE

Pengembangan perangkat desain pembelajaran terdapat

beberapa model, salah satunya adalah Model ADDIE. Model

ADDIE adalah salah satu model desain pembelajaran yang

memperlibatkan tahapan – tahapan dasar sistem

pembelajaran yang sederhana dan mudah di pelajari. Model

ADDIE ini muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan

oleh Reiser dan Mollenda. Model ADDIE juga dapat

diterapkan untuk profesionalitas guru dan tenaga

kependidikan di lembaga – lembaga pendidikan. Model ini

menggunakan tahap pengembangan yaitu Analysis, Design,

Development, Implementation, Evaluation. Sehingga dari tahap

pengembangan yang digunakan, model ini sering diset

dengan model ADDIE.

1.      Analysis

Analysis (Analisi) merupakan tahap awal yang

digunakan dalam desain pembelajaran. Tahap ini merupakan

suatu tahapan yang menjelaskan mengenai hal-hal yang

harus dipelajari oleh peserta didik. Analisis ini juga

digunakan untuk mengklarifikasi apakah ada masalah yang

akan dihadapi sehingga nantinya dapat menemukan solusi

yang tepat untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan

program pembelajaran.

“Tahap analisis merupakan suatu proses

mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta

belajar, yaitu menganalisis kebutuhan, mengidentifikasi

masalah, dan melakukan analisis tugas.” (Muhammad Afandi

dan Badarudin, 2011:24). Sehingga hasil yang diharapkan

dapat sesuai dengan hal-hal yang diharapkan sebelumnya.

 2.      Design

Design (Desain) merupakan tahap setelah proses

analisis dimana tahap ini adalah tidak lanjut atau

kegiatan inti dari langkah analisis. Desain pembelajaran

juga dikatakan sebagai rancangan dalam proses

pembelajaran. Desain disusun dengan mempelajari masalah,

kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap

analisis kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu

tujuan dari tahap ini adalah menentukan strategi

pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat mencapai

tujuan dalam proses pendidikan, khususnya dalam mencapai

standar kompetensi yang telah ditentukan dalam proses

pembelajaran.

 3.      Development

Setelah terbentuknya desain pembelajaran pada tahap

kedua, tahap selanjutnya adalah development atau tahap

pengembangan, dimana desain yang sudah tersusun atau

sudah terbuat kemudian ditindak lanjuti prosesnya melaui

uji coba. Apakan desain yang sudah dibuat tersebut layak

untuk digunakan atau tidak. Jika memang desain yang sudah

diuji cobakan tersebut berhasil atau dapat digunakan,

maka desain harus dikembangkan agar lebih baik dan

tentunya mendukung proses pembelajaran untuk mencapai

tujuannya.

Tahap pengembangan ini juga harus dikombinasikan

atau dipadukan dengan media – media yang kiranya dapat

mendukung pembelajaran. Selain itu, hal – hal yang berada

disekitarnya tentunya harus berhubungan dan mendukung

satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, pembelajaran

akan berjalan dengan baik jika hal yang satu dengan yang

lain berhubungn dengan baik.

 4.      Implementation

Suatu rencana pembelajaran yang telah dibuat tidak

akan kita ketahui hasilnya apabila tidak ada suatu

tindakan yang dilakukan. Adanya tindakan tersebut sangat

berarti karena pembelajaran akan memunculkan hal baru

berupa dampak yang dapat dijadikan pengalaman atau bahkan

acuan apabila telah membuahkan hasil, untuk itulah perlu

adanya implementasi yang berarti pelaksanaan atau

penerapan dari suatu rencana dimana ini merupakan salah

satu model ADDIE yang menjadi satu kesatuan dengan tahap-

tahap sebelumnya sebagai penyempurna dan cukup

berpengaruh dalam pelaksanaan pembelajaran. 

 5.      Evaluation

Perencanaan pembelajaran yang disiapkan secara

matang akan melewati tahap-tahap pengembangan model ADDIE

ini dengan lancar dan berakhir pada tahap yang disebut

dengan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap dimana tindakan

yang dilakukan adalah bertujuan untuk mengetahui

keberhasilan suatu rencana pembelajaran, hal-hal yang

dilakukan guna suksesnya tahap ini tidak semata-mata utuh

pada tahap ini saja namun evaluasi dapat terjadi pula

pada tahap-tahap sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi

tersebut hendaklah memperhatikan tujuan-tujuan yang

hendak dicapai pada awal perencanaan karena suatu

evaluasi atau penilaian memiliki kriteria guna mengetahui

ketercapaiannya sampai batas yang ditentukan atau tidak

dan dari kegiatan tersebut diperlukan adanya informasi

dan data-data yang diperlukan dari obyek yang akan

dievaluasi guna kelancaran proses evaluasi.

(Sumber:http://putrawijilsetyana.wordpress.com/

2013/04/02/perencanaan- pembelajaran-dan-model-

pembelajaran-addie/)

b. Model ASSURE

Model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model

desain pembelajaran untuk menghasilkann suatu produk,

biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,

multimedia pembelajaran, atau modul.

Menurut Afandi dan Badarudin, (2011:22) “Model

ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah

formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau

disebut juga model berorientasi kelas”.  Model ini  adalah

salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu

untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi,

menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta

evaluasi.

Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik

dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang

direncanakan dan disusun secara sistematis dengan

mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif dan  bermakna bagi peserta didik.

Pembelajaran dengan menggunakan Model ASSURE

mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya

pembelajaran yang efektif dan bermakan bagi peserta didik.

B.     TAHAPAN TAHAPAN MODEL ASSURE

Menurut Heinich et al (2005)  ( dalam Afandi dan

Badarudin, 2011: 22-23) model ini singkat, menurut model

ini terdapat beberapa langkah dalam penyusunan sebuah

bahan ajar, yaitu

1.       ANALYZE LEARNER  (Analisis Pelajar)

Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik

dapat menemui kebutuhan belajar siswa yang penting

sehingga mereka mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan

dalam pembelajaran secara maksimal. Analisis pelajar

meliputi tiga faktor kunci dari diri pelajar yang

meliputi :

a)        General Characteristics (Karakteristik Umum)

Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui

variable yang konstan, seperti, jenis kelamin, umur,

tingkat perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi

serta etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi

patokan dalam merumuskan strategi dan media yang tepat

dalam menyampaikan bahan pelajaran. contoh: Jika pelajar

kurang tertarik terhadap materi yang disajikan, diatasi

dengan menggunakan media yang memiliki tingkat stimuli

yang tinggi, seperti: penggunaan animasi, video,

permainan simulasi, dll.

b)         Specific Entry Competencies ( Mendiagnosis kemampuan

awal pembelajar)

Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa

pengetahuan awal siswa merupakan sebuah subyek patokan

yang berpengaruh dalam bagaimana dan apa yang dapat

mereka pelajari lebih banyak sesuai dengan perkembangan

psikologi siswa (Smaldino, 2011). Hal ini akan memudahkan

dalam merancang suatu pembelajaran agar penyamapain

materi pelajaran dapat diserap dengan optimal oleh

peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

c)          Learning Style (Gaya Belajar)

Gaya belajar yang dimiliki setiap pelajar berbeda-

beda dan mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan

pengetahuan termasuk di dalamnya interaksi dengan dan

merespon dengan emosi ketertarikan terhadap pembelajaran.

Terdapat tiga macam gaya belajar yang dimiliki peserta

didik, yaitu: 

1. Gaya belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih

banyak melihat seperti membaca

2. Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu belajar akan

lebih bermakna oleh peserta didik jika pelajarannya

tersebut didengarkan dengan serius,

3. Gaya belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran

akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik jika dia

sudah mempraktekkan sendiri.

 2.  STATES OBJECTIVIES  (Menyatakan Tujuan)

Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan

tujuan pembelajaran yang baik berdasarkan buku atau

kurikulum. Tujuan pembelajaran akan menginformasikan

apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang

dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada

pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk

dipelajari. Dalam merumuskan tujuan  pembelajaran juga 

perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan

pemilihan media yang tepat. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam proses perumusan tujuan ialah :

Tentukan ABCD

Setiap rumusan tujuan pembelajaran ini haruslah

lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu

dalam menentukan model belajar, pemanfaatan media dan

sumber belajar berikut asesmen dalam KBM.  Rumusan baku

ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:

A = audience

Pelajar atau peserta didik dengan segala

karakterisktiknya. Siapa pun peserta didik, apa pun latar

belakangnya, jenjang belajarnya, serta kemampuan

prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci.

B = behavior

Perilaku belajar yang dikembangkan dalam

pembelajaran. Perilaku belajar mewakili kompetensi,

tercermin dalam penggunaan kata kerja. Kata kerja yang

digunakan biasanya kata kerja yang terukur dan dapat

diamati.

C = conditions

Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan

bagi pelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media

dan metode serta sumber belajar menjadi bagian dari

kondisi belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada

istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan

selama proses belajar mengajar berlangsung.

D = degree

Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan

sebagai dibaku sebagai bukti bahwa pencapaian tujuan

pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini

dapat dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan

kata-kata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi,

kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur

pencapaian kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran.

1. Domain Kognitif

2. Domain Afektif

3. Motor Domain Skill

4. Domain Interpersonal

3.   SELECT METHODS, MEDIA, AND MATERIAL (Memilih metode,

media dan bahan )

Dalam langkah ini, pendidik akan membangun jembatan

anatara peserta didik dan tujuan rencana sistematis untuk

menggunakan media dan teknologi.Metode, media dan materi

harus dipilih secara sistematis. Setelah mengetahui gaya

belajar peserta didik dan memiliki gagasan yang jelas

tentang apa yang akan di sampaikan,maka harus dilakukan

pemilihan:

Metode pembelajaran yang di gunakan harus tepat

untuk memenuhi tujuan bagi para peserta didik, yang lebih

unggul daripada yang lain atau yang memberikan semua

kebutuhan dalam belajar bersama, seperti kerja kelompok.

Media yang cocok untuk dipadukan sama dengan metode

pembelajaran yang dipilih, tujuan, dan peserta didik.

Media bisa berupa teks, gambar, video, audio, dan

multimedia komputer. Penyampaian dapat disajikan dengan

mencari materi yang tersedia untuk mendukung penyampaian.

Materi harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Materi yang disediakan untuk peserta didik sesuai

dengan yang dibutuhkan dalam menguasai tujuan. Materi

bisa juga dimodifikasi, peserta didik bisa merancang dan

membuat materi sendiri. Materi dapat berupa program

perangkat lunak khusus, musik, kaset video, gambar, dan

peralatan seperti overhead prejector, komputer, printer,

scanner, TV dll. Materi mungkin perlu disesuaikan dengan

kebutuhan peserta didik atau tempat pembelajaran dan

peralatan.

4.  UTILIZE MEDIA, AND MATERIALS (Memanfaatkan Media dan

Materi)

Langkah keempat dalam model pembelajaran ASSURE

adalah memanfaatkan penggunaan media dan materi oleh

peserta didik dan pendidik. Menjelaskan bagaimana

pendidik akan menerapkan media dan materi. Untuk setiap

jenis media dan materi yang tercantum di bawah dipilih,

dimodifikasi, dan di desain. Pendidik harus menjelaskan

secara rinci bagaimana pendidik akan menerapkannya ke

dalam pelajaran, pendidik juga membantu peserta didik.

Dalam memanfaatkan materi ada beberapa langkah:

Preview materi

       Pendidik harus melihat dulu materi sebelum

mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses

pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat

untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.

Siapkan bahan

       Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan

media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik.

Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan

media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu

untuk memastikan keadaan media.

Siapkan lingkungan

       Pendidik harus mengatur fasilitas yang

digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan

media sesuai dengan lingkungan sekitar.

Peserta didik

       Memberitahukan peserta didik tentang tujuan

pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar

peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara

mengevaluasi materinya.

Memberikan pengalaman belajar

Di Dalam Mengajar dan belajar harus menjadi

pengalaman Kelas, bukan suatu cobaan

5. REQUIRE LEARNER PARTICIPATION (Partisipasi Pelajar)

Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu

dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti

memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi. Dalam

hal ini guru harus menyiapkan pengalaman pembelajaran

bagi siswa. Jika materi berbasis guru, seharusnya guru

lebih bersifat  professional. Jika berpusat pada siswa,

guru harus berperan sebagai fasilitator, membantu siswa

untuk mengeksplorasi materi, mendiskusikan isi materi,

menyiapkan materi seperti fortopolio, atau

mempresentasikan dengan teman sekelas mereka.

Belajar yang paling baik bagi siswa yaitu jika

mereka secara aktif terlibat dalam pembelajaran. Siswa

yang pasif lebih banyak memiliki permasalahan dalam

belajar, karena guru hanya mencoba untuk memberikan

stimulus, tanpa mempedulikan respon dari siswa. Apapun

strategi pembelajarannya guru harus dapat menggabungkan

strategi satu dengan yang lain, diantaranya strategi

tanya-jawab, diskusi, kerja kelompok, dan strategi

lainnya agar siswa aktif dalam pembelajarannya. Dengan

demikian, seorang guru harus menjelaskan bagaimana cara

agar setiap siswa belajar secara aktif.

6.    EVALUATE AND REVISE ( Penilaian dan Revisi)

Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi

perencanaan pembelajaran serta pelaksanaannya. Evaluasi

dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa jauh

teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat

mencapai tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari

hasil evaluasi akan diperoleh kesimpulan: apakah

teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah baik,

atau harus diperbaiki lagi.

Berkaitan dengan evaluasi, evaluasi dilakukan

sebelum, selama dan sesudah pembelajaran. Sebagai contoh,

sebelum proses pembelajaran, karakteristik siswa diukur

guna memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan

yang dimiliki siswa dengan metode dan bahan ajar yang

akan digunakan. Selama dalam proses pembelajaran,

evaluasi bisa dilakukan menggunakan umpan balik, evaluasi

diri atau kuis pendek siswa. Evaluasi yang dilakukan pada

saat proses pembelajaran berlangsung memiliki tujuan

diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi

masalah pembelajaran dan kesulitan-kesulitan yang ada.

Sedangkan sesudah pembelajaran, evaluasi dilakukan untuk

mengetahui pencapaian siswa. Evaluasi bukanlah tujuan

akhir pembelajaran, namun sebagai titik awal menuju

siklus berikutnya.

Langkah terakhir dalam siklus pembelajaran ini

adalah melihat kembali dan mengamati hasil data evaluasi

yang telah terkumpul. Pengajar harus melakukan refleksi

terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan serta

masing-masing komponennya.

(Sumber:

http://putrawijilsetyana.wordpress.com/2013/04/01/model-

pembelajaran-assure/)

c. Model KEMP

Jerol E. Kemp berasal dari California State Univercity

di Sanjose. Kemp mengembangkan model desain instruksional

yang paling awal bagi pendidikan. Model Kemp memberikan

bimbingan keada para siswanya untuk berpikir tentang

masalah – masalah umum dan tujuan –tujuan pembelajaran.

Model ini juga mengarahkan para pengembang desain

instruksional untuk melihat karakteristik para siswa serta

menentukan tujuan- tujuan belajar yang tepat. Langkah

berikutnya adalah spesifikasi isi pelajaran dan

mengembangkan pretest dari tujuan – tujuan yang telah

ditetapkan. Selanjutnya adalah menetapkan strategi dan

langkah – langkah dalam kegiatan belajar mengajar serta

sumber- sumber belajar yang akan digunakan. Selanjutnya ,

materi / isi (content) kemudian di evaluasi atas dasar

tujuan – tujuan yang telah di rumuskan. Langkah berikutnya

adalah melakukan identifikasi dan revisi didasarkan atas

hasol- hasil evaluasi.

Perencanaan desain pembelajaran model Kemp dapat

digunakan pada tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan,

maupun perguruan tinggi. Desain Pembelajaran Model Kemp

ini dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan, yakni :

1. Apa yang harus di pelajari siswa (tujuan pembelajaran )

2. Apa atau bagaimana prosedur,dan sumber- sumber belajar

apa yang tepat untuk mencapai hasil belajar yang

diinginkan (kegiatan, media, dan sumber belajar yang

digunakan).

3. Bagaimana kita tahu bahwa hasil belajar yang diharapkan

telah tercapai (evaluasi)

Langkah – langkah pengembangan desain pembelajaran

model Kemp, terdiri dari delapan langkah, yakni :

1. Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau

kompetensi dasar, yaitu tujuan umum yang ingin di capai

dalam mengajarkan masing- masing pokok bahasan.

2. Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis

ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah

latar belakang pendidikan dan sosial budaya siswa

memungkinkan untuk mengikuti program , serta langkah-

langkah apa yang perlu diambil.

3. Menentukan tujuan instruksional secara spesifik,

operasional, dan terukur (dalam KTSP adalah indikator).

Dengan demikian, siswa akan tahu apa yang harus

dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya

bahwa ia telah berhasil. Bagi guru, rumusan itu akan

berguan dalam menyusun tes kemampuan /keberhasilan dan

pemilihan materi/bahan belajar yang sesuai.

4. Menentukan materi/ bahan ajar yang sesuai dengan tujuan

instruksional khusus (indikator) yang telah dirumuskan.

Masalah yang sering kali dihadapi guru- guru adalah

begitu banyakknya materi pelajaran yang harus diajarkan

dengan waktu yang terbatas. Demikian juga, timbul

kesulitan dalam mengorganisasikan materi/ bahan ajar

yang akan disajikan kepada para siswa. Dalam hal ini

diperlukan ketepatan guru dalam memilih dan memilah

sumber belajar, materi, media,dan prosedur pembelajaran

yang akan digunakan.

5. Menetapkan penjajagan atau tes awal (preassesment). Ini

diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan

awal siswa dalam memenuhi prasyarat belajar yang

dituntut untuk mengikuti program pembelajaran yang akan

dilaksanakan. Dengan demikian, guru dapat memilih

materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang

tidak perlu, sehingga siswa tidak menjadi bosan.

6. Menentukan strategi belajar mengajar, media dan sumber

belajar. Kriteria umum untuk pemilihan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional

khusus (indikator) tersebut, adalah efisiensi,

keefektifan, ekonomis, kepraktisan, melalui suatu

analisis alternatif.

7. Mengoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan

meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan

tenaga.

8. Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk

mengontroldan mengkaji keberhasilan program secara

keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat

evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan.

Semua komponen diatas saling berhubungan satu dengan

yang lainnya, bila adanya perubahan atau data yang

bertentangan pada salah satu komponen mengakibatkan

pengaruh pada komponen lainnya. Dalam lingkaran model Kemp

menunjukkan kemungkinan revisi tiap komponen bila

diperlukan. Revisi dilakukan dengan data pada komponen

sebelumnya maupun sesudahnya. Berbeda dengan pendekatan

sistem dalam pembelajaran, perencanaan desain pembelajaran

ini bisa dimulai dari komponen mana saja, jadi perencanaan

desain boleh dimulai dengan merencanakan pokok bahasan

terlebih dahulu, atau mungkin dengan evaluasi. Komponen

mama yang di dahulukan serta di prioritaskan yang dipilih

bergantung kepada data apa yang sudah siap, tersedia,

situasi,dan kondisi sekolah,atau bergantung pada pembuat

perencanaan itu sendiri.

d. Model Pick and Hanafin

Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran

yang terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis

keperluan, fase desain, dan fase pengembangan dan

implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini,

penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap

fase. Model ini adalah model desain pembelajaran

berorientasi produk.

Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah

analisis kebutuhan. Fase ini diperlukan untuk

mengidentifikasi kebutuhankebutuhan dalam mengembangkan

suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan

dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan

dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran,

peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua

keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck (1988)

menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu

sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.

Fasa yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah

fase desain. Di dalam fase ini informasi dari fase

analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan

menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan

Peck (1988) menyatakan fase desain bertujuan untuk

mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang paling

baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Salah

satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen

story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran

berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media

pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis

keperluan. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian

perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke

fase pengembangan dan implementasi.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase

pengembangan dan implementasi. Hannafin dan Peck (1988)

mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah

penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian

formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan

dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat

membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk

menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti

kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan

pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian

ini akan digunakan dalam proses pengubahsuaian untuk

mencapai kualitas media yang dikehendaki. Model Hannafin

dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan

pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian

dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga

fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan

Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu

penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian

formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses

pengembangan media sedangkan penilaian.

(Sumber:http://www.tkplb.org/documents/etrainingmedia

%20pembelajaran/3.Konsep_Dasar_Desain_Pembelajaran.pdf)

2. Kerangka desain multimedia menurut padangan teori belajar :

a. Behaviorisme

Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958)

yang di Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme.

Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang

dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta

hubungan antara stimulus dan respons pada dunia

sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku,

termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya

rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan

diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan.

Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri

(instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap

perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus -

respons.

Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap

introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme

ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja, yang

dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan,

teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori

belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia

kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar artinya

perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh

lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah

manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;

behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana

perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo

Mechanicus).

b. Sibernetik (Pemrosesan Informasi)

Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani

(Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang

diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi

sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh

Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics.

Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang

didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi)

antara sistem dan lingkungan dan antar sistem,

pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan

memperhatikan lingkungan.

Seiring perkembangan teknologi informasi yang

diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun

1966, penggunaan komputer sebagai media untuk

menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini

juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk

berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku

materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau

pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar

siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai

adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki

perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan

berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran

digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT

c. Classical Conditioning

Menurut teori conditioning (Ivan Petrovich Pavlo:1849-

1936), belajar adalah suatu proses perubahan yang

terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang

kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan

seseorang itu belajar haruslah kita memberikan

syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar

menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan

yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal

belajar yang terjadi secara otomatis.

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah

laku manusia. juga tidak lain adalah hasil daripada

conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau

kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap

syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang

dialaminya di dalam kehidupannya.

Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori

ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara

otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak

dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu

ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak

dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata ter-

gantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya

sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan

perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori

conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan

dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya

dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja;

umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecakapan-

kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada

anak-anak kecil.

(Sumber:https://www.academia.edu/6548719/

TEORI_KOMUNIKASI_COMMUNICATION_THEORY)