tugas betaaaa

31
STRUKTUR DAN KULTUR Posted May 26, 2009 Filed under: jurnal | Jurnal Toddopuli (Cerita Untuk Anak-Anak) 1. Pengajuan Masalah: Pertanyaan yang dibawa oleh Jurnal kali ini adalah: “Apakah Republik Indonesia, secara struktur dan kultur sudah padan?” Struktur, mencakup masalah-masalah organisasi administrasi, baik badan legislatif, eksekutif, yudikatif dan perangkat administrasi kenegaraan lainnya, hasil-hasil kerja mereka seperti UUD, UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan sebagainya. Singkatnya hal-hal yang bersifat kelembagaan dan produk-produk institusional formal yang digunakan oleh lembaga-lembaga tersebut untuk menyelenggarakan pengelolaan masyarakat, terutama memberdayakan masyarakat dan membangun bangsa atau komunitas yang dikelola oleh lembaga tersebut sebagai penanggungjawabnya. Sedangkan kultur di sini, saya batasi dalam arti pola pikir dan mentalitas serta perilaku yang dilahirkan oleh pola pikir dan mentalitas tertentu. Pada rangkaian nilai dominan pada suatu kurun waktu, terutama nilai dominan di kalangan penyelenggara negara atau kekuasaan politik. Pertanyaan « Apakah Republik Indonesia , secara struktur dan kultur sudah padan? » , tidak lain dari pertanyaan menyangkut hubungan antara struktur dan kultur ». Struktur dan kultur di sini, tentu saja mempunyai hulu dan muara serupa yaitu dari dan untuk manusia, dengan perspektif untuk memanusiawikan manusia, kehidupan dan masyarakat. Karena keadaan berkembang, struktur dan kultur pun berkembang. Tidak statis dan apalagi untuk sampai mengatakannya sebagai « mumpuni », seperti penilaian puas diri yang dilakukan oleh Teras Narang, Gubernur Kalimantan Tengah dalam wawancara teleivisinya di TVRI Kalimantan Tengah tanggal 20 Mei 2009 lalu. Tidak jarang kultur tidak sesuai dengan struktur, atau sebaliknya struktur tidak rasuk dengan kultur. Kepadanan keduanya, lebih bersifat relatif, bukan mutlak atau mumpuni ». Mumpuni, barangkali, merupakan pandangan subyektif yang menyederhanakan soal secara hitam-putih. 2. KALAU KULTUR DAN STRUKTUR TIDAK RASUK: Tidak rasuknya kultur dan struktur pada suatu kurun waktu, bisa mengawali suatu keresahan sosial besar, jika

Upload: uny

Post on 18-Jan-2023

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STRUKTUR DAN KULTURPosted May 26, 2009Filed under: jurnal |Jurnal Toddopuli(Cerita Untuk Anak-Anak)1. Pengajuan Masalah:Pertanyaan yang dibawa oleh Jurnal kali ini adalah: “ApakahRepublik Indonesia, secara struktur dan kultur sudah padan?”Struktur, mencakup masalah-masalah organisasi administrasi,baik badan legislatif, eksekutif, yudikatif dan perangkatadministrasi kenegaraan lainnya, hasil-hasil kerja merekaseperti UUD, UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dansebagainya. Singkatnya hal-hal yang bersifat kelembagaan danproduk-produk institusional formal yang digunakan olehlembaga-lembaga tersebut untuk menyelenggarakan pengelolaanmasyarakat, terutama memberdayakan masyarakat dan membangunbangsa atau komunitas yang dikelola oleh lembaga tersebutsebagai penanggungjawabnya.Sedangkan kultur di sini, saya batasi dalam arti pola pikirdan mentalitas serta perilaku yang dilahirkan oleh pola pikirdan mentalitas tertentu. Pada rangkaian nilai dominan padasuatu kurun waktu, terutama nilai dominan di kalanganpenyelenggara negara atau kekuasaan politik.Pertanyaan « Apakah Republik Indonesia , secara struktur dankultur sudah padan? » , tidak lain dari pertanyaan menyangkuthubungan antara struktur dan kultur ». Struktur dan kultur disini, tentu saja mempunyai hulu dan muara serupa yaitu daridan untuk manusia, dengan perspektif untuk memanusiawikanmanusia, kehidupan dan masyarakat. Karena keadaan berkembang,struktur dan kultur pun berkembang. Tidak statis dan apalagiuntuk sampai mengatakannya sebagai « mumpuni », sepertipenilaian puas diri yang dilakukan oleh Teras Narang, GubernurKalimantan Tengah dalam wawancara teleivisinya di TVRIKalimantan Tengah tanggal 20 Mei 2009 lalu. Tidak jarangkultur tidak sesuai dengan struktur, atau sebaliknya strukturtidak rasuk dengan kultur. Kepadanan keduanya, lebih bersifatrelatif, bukan mutlak atau mumpuni ». Mumpuni, barangkali,merupakan pandangan subyektif yang menyederhanakan soal secarahitam-putih.2. KALAU KULTUR DAN STRUKTUR TIDAK RASUK:Tidak rasuknya kultur dan struktur pada suatu kurun waktu,bisa mengawali suatu keresahan sosial besar, jika

ketidakrasukan ini tidak segera terpecahkan. Dilihat dari segilain, maka ketidakrasukan ini bisa dikatakan bahwa tingkatlaju perkembangan kultur dan struktur sebagai bangunanatas (super structure), tidak sepadan dengan laju perkembanganbangunan bawah (basic structure). Struktur atas berobah, sepertipemerintahan, tapi bangunan bawah belum menyertainya. Misal,ketika Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berdiri pada 1 Oktober1949, secara bangunan atas, yaitu sistem pemerintahannya sudahberobah sama sekali dibandingkan dengan masa sebelumnya ketikaTiongkok dikelola oleh Kuo Mintang Chiang Kaishek, tapibangunan bawahnya, tidak serta-merta berobah mengikutiperobahan yang terjadi di bangunan atas (super structure)nya.Bangunan bawah yang belum berobah ini menjadi dasar ekonomidan sosial bagi kultur dominan, bukan yang berhegemoni, masihkultur atau nilai-nilai lama seperti posisi perempuan yangdipandang rendah. Politik pemerintah RRT yang dipimpin olehPartai Komunis, struktur yang berhegemoni, tentang kesetaraanlelaki perempuan di semua bidang, tidak atau belum terwujudoleh dominasi nilai-nilai atau kulturlama Confusionisme yangmempunyai akar ratusan tahun.Demikian juga halnya dengan Perancis setelah Perang Dunia II.Ketika Charles deGaulle kembali dari Inggris dan memimpinpemerintah baru, dengan bantuan Marshall Plan, secarastruktural, terutama bangunan atasnya, Perancis berkembangcepat. Pabrik-pabrik didirikan, pertanian dimekanisasi,infrastruktur diperbaiki dan dikembangkan. Tapi nilai-nilaiKatolisisme mengekang perkembangan, terutama membelenggutenaga produksi. Untuk memotong belenggu nilai-nilai ini makameletuslah Revolusi Mei 1968.Revolusi Agustus 1945, yang kemudian melahirkan RepublikIndonesia, juga merupakan contoh bahwa ketidakrasukan strukturdan kultur akan meletuskan konflik, keresahan sosial, bahkanrevolusi. Revolusi Agustus 1945 menunjukkan bahwa struktur dankultur kolonial tidak rasuk dengan kultur lokal, baik baruatau pun lama, yang memerlukan struktur baru.Ketidakrasukan kultur dan struktur ini pulalah yangmenggerakkan Gerakan Mandau Talawang Panca Sila (GMTPS) padatahun 1950an untuk bangkit memberontaki Pemerintahan Soekarno,menuntut struktur baru yaitu Kalimantan Tengah sebagaiprovinsi tersendiri. Tentang hal ini N. Budi Baskoro,cendekiawan muda Kalimantan Tengah yang bermukim di Yogyakartaantara lain menulis:

“Pembentukan Kalimantan Tengah dihidupi oleh imaji terciptanya masyarakat Dayak yangmaju dan modern. Hal ini sulit direngkuh ketika bagian wilayah Provinsi KalimantanTengah ini masih menginduk pada Provinsi Kalimantan Selatan, yang beribu kotaBanjarmasin akibat keterisolasian yang menghambatnya.Keyakinan meraih kemajuandalam pembentukan provinsi Kalimantan Tengah, didasari atas potensi sumber dayaalamnya. Hal ini tergambar secara eksplisit dalam pidato J.M. Nahan, juru bicara PanitiaPenyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah di Banjarmasin dihadapan Menteri DalamNegeri pada 25 Juni 1954 [Tjilik Riwut, 1958:117 – 119].” 1)Kalimantan Tengah masih menginduk pada Provinsi Kalimantan Selatanadalah masalah struktur sedang “terciptanya masyarakat Dayak yangmaju dan modern” bisa dikatakan masalah kultur.Keterpurukan Kalimantan Tengah sampai pada dewasa ini pun, sayakira, tidak luput dari masalah struktur dan kultur. Belum rasuknyakultur dan struktur.3. BEBERAPA PANDANGAN TENTANG MODERNISASI:Berbicara tentang keterpurukan, apalagi keterpurukan menyeluruh,total, berarti kita sedang berbicara tentang masalah pemberdayaandan pembangunan. Seperti diuraikan oleh N. Budi Baskoro dalamartikel yang sama bahwa berbicara tentang perspektif pembangunanterdapat dua pandangan yang paling terkenal yaitu teori modernisasidan teori ketergantungan.“Inti teori modernisasi adalah bahwa negara berkembang, seperti Indonesia, membutuhkansuntikan modal dari negara maju, untuk memompa pertumbuhan ekonomi. Efek pertumbuhanekonomi tersebut lantas diyakini akan menulari masyarakat secara luas [trickle down effect].Selain itu, dari segi budaya, masyarakat negeri berkembang mesti mengubah sikap mentalnyaagar selaras dengan tujuan ‘kemajuan’. Istilah ‘kemajuan’ di sini, tentulah, acuannya negara-negara Barat sebagai negara industri.” 2)Tokoh utama teori yang pernah diterapkan oleh Orde Baru ini, adalahRostow yang bukunya pernah dijadikan sebagai kitab suci “agamapembangunan”nya. Karena dengan menggunakan Barat sebagai acuan makamodernisasi dan kemajuan, identik dengan Baratisasi danindustrialisasi. Kemajuan dalam pengertian demikian, hendak dicekokkansebagai pengertian yang mempunyai makna universal, mempunyai pemaknaantunggal. Agaknya pandangan bahwa modernisasi sama dengan Baratisasi inicukup besar penganutnya di negeri ini, termasuk di Kalimantan Tengah,seperti yang tercermin pada anggapan bahwa terpuruknya KalimantanTengah karena tidak menguasai tekhnologi canggih.N. Budi Baskoro menguraikan lebih lanjut:“Teori modernisasi melihat ketidakberhasilan pembangunan adalah karena faktor mentalitasmasyarakat yang memang susah didorong untuk maju dan sering kali disebut malas. MenurutDavid McClelland, yang termasyhur dengan teorinya need for achievement, ini disebabkankarena tiadanya semangat mengejar prestasi di kalangan masyarakat tersebut. Lebih dari itu,kegagalan pembangunan juga dilihat karena menempatkan orang yang tepat dalam sektor-sektor pembangunan [the wrong man in the wrong place]. Kemiskinan pun, contohnya lagi,

dilihat sebagai semata problem internal suatu negara, semisal karena tingkat pendidikan yangrendah dan kekurang kreatifan masyarakat negara tersebut”.3)“Sedangkan teori ketergantungan hadir sebagai kritik terhadap teori modernisasi. Teori inimelihat bahwa suntikan modal luar negeri tidak selalu dapat menghidupkan ekonomi, tapijustru malah mengeksploitasi sumber daya manusia dan alam Negara berkembang. Dalampandangan ini, roda ekonomi di negara berkembang kemudian mengikuti perputaran modalyang dikucurkan dan dikendalikan oleh negara industri maju tersebut. Akibatnya, ibarat roda,negara berkembang hanya merupakan bagian pinggiran [periferi], yang diputar oleh negerimaju sebagai pusatnya [center]”. 4)Teori ini pun pernah diterapkan di negeri kita yang di KalimantanTengah, tersisa pada keadaan di Hampalit, perusakan hutan secara luarbiasa, pencemaran lingkungan, termasuk sungai-sungai kita yang penuhdengan air raksa, pandangan ketiadaan modal sebagai kendala majudiangkat selalu sebagai alasan. Secara nasional hutang kita menumpuk.Mentalitas tergantung pun berkembang hingga pelosok denganberkembangnya Tatum(ratap-tangis) dalam bentuk-bentuk baru. Penterapanteori Rostow, André Gunder Frank dan kawan-kawan agaknya tidakmelepaskan Kalimantan Tengah dari keterpurukan totalnya di kalanganmayoritas warga. Sekarang pasar luar ingin dijadikan pelampung barumelalui pengembangan intensif perkebunan kelapa sawwit yang memiskinkandan sampai sekarang tidak memberikan perbaikan bagi kehidupan mayoritaswarga serta penghasilan daerah, seperti yang diakui sendiri oleh TerasNarang selaku Gubernur sambil menyalah—nyalahkan eselon bawahannyaseperti para bupati,5) apalagi ia merasa secara struktural,administrasi Kalimantan Tengah sudah “mumpuni” 6).Teori lain yang sudah dan sedang dilakukan sejak hampir 20 tahun, mulaidari Kalimantan Barat adalah teori dan praktek pemberdayaan danpembangunan. Teori ini berangkat dari proses penyadaran, berdasarkanpengalaman Pastur Brasilia, Paulo Freire agar masyarakat lapisan bawahyang selalu mayoritas, bangkit menjadi aktor pemberdayaan diri merekasendiri secara bersama-sama dan bersolidaritas. Untuk itu merekamendirikan Credit Union (CU), kredit simpan pinjam yang bermula dariJerman seusai Perang Dunia II. Proses penyadaran untuk menjadi subyekdilakukan bersamaan dengan usaha menanggulangi masalah-masalah nyatasecara bersama-sama di kalangan anggota CU dan melalui upaya-upayanyata ini kesadaran, tatanan pemikiran baru (mind set) menjadi subyekditegakkan, ditingkatkan setingkat demi setingkat dan terus-menerus.Tatanan nilai merupakan basis lahir dan berkembangannya CU dan berbagaikegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Upaya ini tidak tergantung padakucuran dana dari luar, tapi menggunakan dana yang tersedia dandikumpukan di kalangan para anggota sendiri. CU sekarang berkembang diKalimantan Tengah dan juga pulau-pulau lain tanahair. Berangkat dari CUdi Kalimantan Tengah telah lahir paling tidak lima toko swalayanKoperasi Persekutuan Dayak (KPD), yaitu di Palangka Raya, Tumbang

Malahoi, Tumbang Jotoh, Muara Teweh dan Nihan. Asset CU dan KPDsekarang sudah mencapai jumlah miliaran. Saya kira, apa yang dilakukanoleh CU dan KPD merupakan bentuk kongkret dari perekonomian kerakyatan,ekonomi oleh, dari dan untuk rakyat. Sekali pun fokus pada kegiatanguna mencapai kedaulatan rakyat di bidang ekonomi, tapi CU dan KPD jugamelakukan penyadaran di bidang-bidang lain seperti kebudayaan, politik,arti penting manusia sebagai kapital utama pemberdayaan diri danpembangunan. 7)Jika Chris Barker ketika berbicara tentang pembangunan dan menyentuhsoal « keagenan », maka barangkali CU dan KPD memang bisa dinamakansebagai agen pemberdayaan sebagai basis pembangunan. CU dan KPD « Dalamhal ini, karena budaya merupakan konstruksi sosial, maka orang punyapeluang untuk memproduksi, menciptakan makna-makna tertentu. Dalampengertian ini, manusia tidak semata bersifat pasif, melainkan aktifmenciptakan “makna-makna baru” . KPD dan CU melalui dikursus-diskursusserta kegiatan-kegiatan lapangannya menciptakan pemaknaan baru yanglain dari “bahasa-bahasa yang telah teregulasi secara sosial[social regulated way of speaking untuk kepentingan tersebut [Chris Barker,2005]”. 8)Dilihat dari hubungan struktur dan kultur, nampak bahwa pada CU dan KPDterdapat kepadanan relatif antara keduanya walau pun jauh dari mumpuni.Mensosialisasikan makna-makna baru dan memberikannya wujud atau bentuknyata untuk diskursus-diskursusnya, sebagai sanggahan terhadap “bahasa-bahasa yang telah teregulasi secara sosial” sebagai wahana pikirantunggal (la pensée unique), merupakan tantangan yang dihadapi CU dan KPDsebagai gerakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Pengejawantahandiskursus-diskursus merupakan bagian utama dari proses penyadaran untukpemberdayaan, menata ulang mind set masyarakat sehingga pada saat iamenjadi nilai dominan, saat ia dari ide menjelma kekuatan material, iakuasa menata ulang struktur. Artinya melalui pergulatan kultur,struktur ditata kembali untuk mampu mewujudkan masyarakat yangmanusiawi.4. HUBUNGAN KULTUR DAN STRUKTUR:Barangkali contoh-contoh di atas sedikit banyak bisa mengatakan betapaketerkaitan antara struktur dan kultur, bagaimana la pensée unique,seperti anggapan bahwa apa yang berlaku di Barat sebagai model danidentik dengan kemajuan, peradaban, dan modernisasi telahmembuatpemberdayaan dan pembangunan di negara-negari yang disebut“Dunia Ketiga” gagal karena ciri-ciri lokal tidak dimasukkan ke dalampertimbangan.Padahal tiap-tiap daerah mempunyai nilai dan standarmereka masing-masing. Prof. Dr. Sajogyo di Palangka Raya 8 tahun laluketika berbicara tentang soal ini antara lain mengatakan tentang “JalanKalimantan” untuk membangun Kalimantan. Kata Kalimantan tentu saja bisadigantikan dengan Sulawesi, Papua, dan lain-lain karena yang ia

maksudkan tidak lain dari bahwa dalam membangun, seniscayanyadiperhitungkan kebudayaan local. Tanpa memperhatikan kebudayaan local,maka pembangunan dan struktur yang tidak serasi dengan kultur setempatakan mengalami kegagalan. Ignacy Sachs, ekonom dari l’Ecoles des HautesEtudes en Sociales (l’EHESS), Paris, dalam salah kuliah-kuliah dankarya-karya tulisnya selalu menekankan arti penting tekhnologiaplikatif untuk pengertian serupa dengan Prof. Dr. Sajogyo. “Untukmenguasai mesin dan teknologi kita perlu mengertinya lebih dahulu,yaitu menyelami dan mengerti kebudayaan dan jiwa yangmenciptakannya”, tulis Soejatmoko (1922-1989) dalam artikelnya diMajalah Konfrontasi No. 22, 1954, berjudul ”Pembangunan Sebagai MasalahKebudayaan”. 9) “ Uraian ini penting sebagai kritik terhadap banyakpihak yang kerap menyatakan “mengambil teknologi negara Barat tapitidak kebudayaannya”, sebuah pengadopsian parsial yang banyak terjadidalam kasus pembangunan di Indonesia. Selanjutnya kata Soedjatmoko,usaha menyelami kebudayaan Barat akan membantu kita dalam mencari asas-asas dinamik otonom pada masyarakat Indonesia. Uraian tentang pencarian“asas-asas otonom dalam kebudayaan sendiri” ini adalah poin yang patutdiapresiasi. Penekanan pada “asas otonom dari kebudayaan sendiri”tersebut dimaksudkan bahwa perubahan sosial-budaya dalam prosespembangunan harus dilakukan dengan kesadaran oleh para pelakupembangunan itu”. 10) Kalau pembangunan adalah masalah kultur danstruktur dimaksudkan untuk melaksanakan pembangunan menuju ke arahkemajuan, maka struktur pun dengan demikian merupakan masalahkebudayaan.Dalam acara tanya-jawab di televisi (21 Mei 2009), Presiden BambangSusilo Yudoyono (SBY) ketika menyinggung soal struktur dan kultur inidi Indonesia masih terdapat banyak ketidakrasukan. Undang-undang yangdihasilkan DPR banyak yang tidak tanggap keadaan, seperti halnya UUlama masih ada yang tetap diberlakukan walau pun tidak sesuai lagi.Perda tumpang-tindih. Dari segi mentalitas, SBY menyentuh yangdisebutnya masih tergantung Pusat, KKN masih berlangsung. Pengakuan SBYtentang belum rasuknya kultur dan struktur ini, kemudian dirincikanmelalui contoh-contoh kongkret bagaimana ia langkah-langkahnya,rancangan-rancangan perda-perdanya menjadi terlambat karenamenunggu persetujuan pusat. Misalnya dalam soal pengadaan listrik, soalRencana Tata Ruang Wilayah yang masih belum mendapat persetujuanpemerintah pusat. 11)Kerasukan antara kultur dan struktur suatu keniscayaan bagi kemajuanmanusiawi, berarti untuk menuju ke arah tersebut seniscayanya perlusuatu konsep integral atau grand design masyarakat yang tercermin dalampilihan politik yang integral pula. Bukan parsial. Konsepsi integralatau grand designini akan berdampak langsung ke segala sektor ketika iadipilih untuk dilaksanakan, termasuk bidang kultur. Sehubungan dengan

soal ini , kiranya apa yang diketengahkan oleh N. Budi Baskoro layakdiindahkan bahwa “Simpul wacana tentang adanya kekuatan konstruksisosial dan kapasitas agen untuk memberikan pemaknaan berbeda dalampraktik kebudayaan, ini ialah kajian budaya tidak bersifat hitam-putihdalam memandang fenomena kebudayaan. Kajian budaya, dalam hal ini,menolak sikap reduksionisme, terutama reduksionisme ekonomi, di manamasalah kebudayaan hanya bisa dijelaskan berdasarkan sudut pandangekonomi-politik, sekalipun faktor ini turut mempengaruhikontekstualitas kajian budaya » 12).5. GRAND DESIGN DAN KALIMANTAN TENGAH:Sepanjang sejarah 52 tahunnya, provinvi Kalimantan Tengah memiliki 12gubernur yaitu RTA Milono (1957-1958), Tjilik Riwut (1958-1967), Ir.Reynold Sylvanus (1967-1978), W.A.Gara (1978-1983), Eddy Sabara (1983-1984), Gatot Amrih , SH (1984-1993), Drs. Warsito Rasman (1983-1999),Rappiudin Hamarung (1999-2000), Drs. Asmawi Agani (2000-2005), DR.Sodjuangan Situmorang Msi (23 Maret s/d 4 Agustus 2005, Agustin TerasNarang SH (2005- sekarang).13) Di antara kedua belas gubernur ini 5gubernur dari etnik Dayak, 5 dari etnik Jawa, 1 dari etnik Bugis dansatu dari etnik Batak. Asal etnik mempunyai pengaruh terhadap kehidupanberbagai sektor, termasuk kultur di Kalimantan Tengah. Bisa dikatakanbahwa gubernur-gubernur yang berasal dari etnik non Dayak, akan membawadampak makin tidak rasuknya struktur dan kultur baik disebabkan karenapilihan politik yang tanpa grand design atau tanpa wacana publik tanggapdengan aspirasi mayoritas yaitu etnik Dayak, mau pun karena kurangnyapengetahuan dan pengkhayatan mereka terhadap kultur setempat. Ketidakrasukan ini meninggalkan jejak sampai hari ini. Penafsiran bahwa NegaraKesatuan Republik Indonesia identik dengan Republik Undonesia yangsentralistik, barangkali turut berperan tidak meleluasakan bagigubernur untuk membuat suaru grand design atau wacana publik untukprovinsi. Gubernur hanyalah kepanjangan tangan Jakarta.Sesuai zamannya, wacana publik atau grand design gubernur-gubernurangkatan Tjilik Riwut , “simbol utama dibangunnya Provinsi KalimantanTengah” jika menggunakan istilah N. Budi Baskoro, mempunyaiketerbatasan, sangat parsial seperti yang terbaca dari petikantulisannya dalam bahasa Dayak Ngaju, jauh hari sebelum Indonesiamerdeka, berjudul“Kamiar Oetoes Itah Dayak Hong 100 Njelo” (Kemajuan Suku DayakDalam 100 Tahun”, berikut :“… Apabila aku melihat kemajuan sukuku pada masa ini dibanding dengan suku lainsangat berbeda pada abad kedua puluh ini. Baik di sekolah, baik kemajuan di dusun-dusun,baik dari segi politik, baik dalam menata kota, memang sangat jauh ketinggalandibandingkan dari suku lain… Kalau kita melihat dari suku-suku lain apa lagi suku-suku diJawa sangat jauh tertinggal. Apa bila aku tidak keliru Suku Dayak sudah mengenal sekolahkurang lebih 100 tahun yang lalu termasuk di pedalaman-pedalaman Kalimantan Tengah.Tetapi kita merasa heran karena sudah selama ini, Suku Dayak masih tetap tertinggal

dibandingkan sukusuku lain di sekeliling kita. Apa lagi kalau kita melihat kemajuan sukulain seperti Suku Batak, dalam 75 tahun terlihat jelas kemajuan mereka…” 14)Dalam artikel serupa, selanjutnya Tjilik Riwut mengajukan pertanyaanreflektif, mengapa ketertinggalan itu terjadi justru dalam erakemajuan. Tjilik Riwut juga menggugah dengan pertanyaan-pertanyaanlain, yakni tentang apa yang menghambat kemajuan, bisakah mengejarkemajuan itu dan apakah suku Dayak cukup puas dengan keadaan saja.Dalam artikel itu, selanjutnya, Tjilik Riwut mencoba menguraipenyebab hambatan-hambatan tersebut. Berikut penggalan petikannya:“… Karena seperti yang kita ketahui, apa bila ada suku kita yang sudah masuk SekolahDewasa, Standaar School (sepengathuan penulis hanya sekolah ini yang ada di sini), danjika ada yang sudah selesai dari sekolah ini dan ingin melanjutkan ke sekolah yang lebihtinggi seperti kursus Mantri Verpleger, Mantri Cacar, Sekolah Guru atau Sekolah Belandaatau Sekolah Dagang, dll. Tapi sangat diherankan pasti ada saja yang menjadi penghalangsehingga perjuangan anak-anak muda ini tidak dapat diteruskan (terhambat), seolah-olahada kata-kata yang dibisikkan ke telinga kita: “Apa guna kalian masuk sekolah tinggi-tinggi,sekolah Belanda, menjadi orang berpangkat karena sudah cukup bagi kalian jika sudahbisa mengenal huruf, bisa membaca dan menulis karena nantinya kalian juga harusbertani mengolah tanah di antara hutan lebat”.” 15)Sesuai kurun zamannya, kemajuan bagi Tjilik Riwut pada waktu itudiartikandengan sekolah. Oetoes Dayak yang berekolah. Wacana publikyang parsial tanpa ada grand design. Karena itu begitu ia menjadigubernur Kalimantan Tengah, ia mendirikan asrama-asrama untukmemfasilitas mahasiswa-mahasiswi asal Kalimantan Tengah yang belajar diluar Kalimantan Tengah seperti di Asrama Palangka Raya JalanPakuningratan Yogyakarta. Ia juga mengirim anak-anak Kalimantan Tengahke luar negeri untuk melanjutkan studi mereka. Beasiswa disediakan.Pengiriman pemuda-pemudi Kalimantan Tengah keluar daerah bisa dipahamisebagai persiapan kultural Tjilik Riwut guna membangun struktur barudengan kultur baru. Angkatan pertama lulusan “Asrama Pakuningratan”inilah kemudian yang mengelola kekuasaan daerah provinsi KalimantanTengah yang diperoleh melalui pemberontakan bersenjata. Denganmenggunakan tenaga-tenaga “Angkatan Pertama Asrama Pakuningratan”,sebagai basis sumber daya manusia, Tjilik Riwut mencoba membangunsebuah struktur baru yang tanggap dengan aspirasi kultur Dayak. TjilikRiwut melihat benar arti penting manusia Dayak yang bermutu,pendidikan, untuk membangun Kalimantan Tengah sesuai imajipemberontakan 1956an sekali pun tak mempunyai wacana integral. Terkesanpada saya bahwa dalam perkembangannya Tjilik Riwut dalam upayanyamembangun Kalimantan Tengah, mula-mula menggunakan pendekatan parsial,tapi kemudian sedikit demi sedikit bergeser ke jurusan integral.Pendekatan yang tak lagi sempat ia wujudkan dengan meletusnya TragediSeptember 1965 yang mengobah imbangan kekuatan dan peta politik diKalimantan Tengah. Pedekatan Tjilik Riwut, pada kurun waktu yang

sama,nampaknya berbeda dengan pendekatan Gubernur Oewang Oerai diKalimantan Barat. Oewang Oerai lebih menggunakan pendekatan struktural,kurang melirik pada masalah kultural. Kekurangan Oewang Oerai ini maudicoba dan ditangani oleh Institut Dayakologi, sebuah lembagaswasta,sejak 20 tahun lebih hingga sekarang dengan capaian-capaiantertentu.Sesudah Tjilik Riwut , gubernur-gubernur berikutnya lebih tergantungpada wacana Jakarta, sesuai dengan tafsiran terhadap NKRI yangsentralistik. Kalimantan Tengah lebih berkedudukan sebagai obyek dansumber pengerukan material. Kebudayaan Dayak boleh dikatakan tidakdilirik. Struktur negara secara keseluruhan digunakan bukan untukpemberdayaan dan pembangunan daerah, tidak untuk pelestarian danrevitalisasi kultural. Barangkali dari keadaan beginilah maka kulturalDayak dan bidang-bidang lain bisa dikatakan terpuruk. Infra strukturlebih bertitikberat guna melayani usaha eksploatasi sumber daya alamyang dilakukan secara membabi-buta(savage, sauvage).Dari sejarah Kalimantan Tengah, kalau penglihatan saya benar, nampakbahwa peran gubernur secara individual, sebagai penanggungjawabpengelolaan daerah, mutu, komitmen publik, wacana publik gubernursangat menentukan dan berpengaruh, di samping konsep tentang apabagaimana yang bernama Republik Indonesia dan NKRI itu. RTA Milono(1957-1958), Tjilik Riwut (1958-1967), Ir. Reynold Sylvanus (1967-1978), W.A.Gara (1978-1983), Eddy Sabara (1983-1984), Gatot Amrih , SH(1984-1993), Drs. Warsito Rasman (1983-1999), Rappiudin Hamarung (1999-2000), Drs. Asmawi Agani (2000-2005), DR. Sodjuangano Situmorang MSi(23 Maret s/d 4 Agustus 2005, Agustin Teras Narang SH berbeda pilihanpolitik, wacana integralnya (kalau pun ada), komitmen, gaya, kuat-lemahnya komitmen, satu dari yang lain. Latar-belakang mereka punberbeda. Yang pernah turut mandi darah menegakkan Republik,melahirkan dan membangun dibandingkan mereka yang lulusan tiga pintu(pintu keluarga, pintu sekolah, dan pintu kantor) jauh dari masyarakat.Perbedaan-perbedaan ini menentukan apa bagaimana yang mereka lakukanmelalui kebijakan-kebijakan, bagaimana pandangan dan kebijaksanaanmereka dalam hubungan antara kultur dan struktur.Agustin Teras Narang dan Ahmad Diran bisa dikatakan sebagai pasangangubernur dan wakil gubernur generasi ketiga, generasi tiga pintu, bukanangkatan yang keluar dari keadaan mandi darah, dan yang mempunyaikesempatan duduk di bangku sekolah tinggi berbeda dengan angkatanpertama. Dengnan latar kesempatan demikian, tentunya mereka lebihbanyak bergaul dengan dunia ilmu pengetahuan dan wacana nasional dandunia dibandingkan dengan generasi pertama. Mereka pun hidup di eraotonomi daerah dan demokrasi relatif. Acuan-acuan konsepsional,tentunya lebih banyak mereka peroleh dibandingkan dengan generasipemula.

Dengan latar-belakang demikian pasangan Teras-Diran menawarkan danmelaksanakan visi “Membuka Isolasi Menuju Kalimantan Tengah YangSejahtera dan Bermartabat”. Visi ini oleh Baskoro dinilai sebagai“ternyata kompatibel dengan mimpi kolektif masyarakat KalimantanTengah” 16). Dalam wawancaranya di TVRI Palangka Raya 20 Mei 2009,Teras Narang menjelaskan bahwa yang ia maksudkan dengan « membukaisolasi” mencakup berbagai bidang. “Membuka isolasi” secaramenyeluruh, seperti isolasi dari hubungan luar, isolasiintelektualitas, isolasi budaya, dan lain-lain. Kunci untuk «membuka isolasi » ini terletak pada infrastruktur. Karena itu makapembangunan jembatan dan jalan diintensifkan. Dengan menggunakankunci ini maka menurut Teras Narang « Pertumbuhan ekonomi Kaltengbakal meroket », “Kalteng nantinya akan mampu menjadi contoh diIndonesia sebagai daerah yang mampu memberikan yang terbaikkan untukmemajukan ekonomi » 18)Saya setuju dengan pembangunan infra struktur untuk KalimantanTengah. Tapi apakah infra struktur benar merupakan « kunci ajaib »seperti yang diyakini oleh Teras-Diran ? Hal ini belum meyakinkansaya.Dalam rangka menghadiri Ubud International Writers and ReadersFestival tahun 2007, saya melihat betapa infra struktur di Balitelah terbangun baik. Tapi di samping itu, saya juga melihat jelasbahwa kemiskinan, pengangguran, perdagangan manusia, kerusakanlingkungan, masih saja ada menggauli masyarakat Bali. Tingkat hiduppun tak nampak meningkat dengan adanya “kunci gaib” infra strukturitu. Dengan memegang « kunci ajaib » infra struktur, Teras-Diranberkeyakinan dan percaya benar akan terjadi yang disebut Rostow,tokoh teori modernisasi, « trickle down effect » (kucuran ke bawah) atau topdown efect, yang tidak saya saksikan di Jawa atau pun Bali. Kalaupengamatan saya benar, maka infra struktur bukanlah “kunci ajaib”,kalau pun ia “kunci ajaib” barangkali ia lebih banyakmenyejahterakan pemilik uang, pemilik tambang, perkebunan dan parapengusaha. Yang saya saksikan adalah up effect. Tanah penduduk makinberkurang, pedesaan masih saja dilanda kemiskinan. Anak-anak banyakyang putus sekolah. Hutang masih melilit rakyat. Artinya“kunciajaib” itu hanya suatu praduga karena masalah pemberdayaanyang menjadi dasar pembangunan dan kemajuan tidak terletak pada“kunci ajaib” tersebut. Paling-paling yang akan nampak adalahperobahan fisik tapi tidak menyentuh tingkat hidup dan kultur sertamutu manusia. Dengan memegang “kunci ajaib infra struktur”, pasanganTeras-Diran menjelang akhir masa jabatan mereka, sangat kurangmemperhatikan masalah kebudayaan, yang menjadi dasar pemberdayaandan pembangunan berkelanjutan serta bersolidaritas walau pundicantumkan sebagai poin prioritas nomor ke-enam. “Kunciajaib infra

struktur” Teras-Diran, dalam kenyataan telah mengabaikan bidang-bidang kultur. Pasangan ini tidak mempunyai politik kebudayaan yangjelas sehingga laju kerusakan budaya di Kalimantan Tengahmeningkat. Titik-berat tidak semestinya mengabaikan sektor-sektorlain yang sekunder atau pun tersier dan seterusnya. Tantangan,keterpurukan Kalimantan Tengah bersifat menyeluruh, maka jawabannyapun bersifat menyeluruh. “Kunci ajaib infra-struktur” akhirnya tidaklain dari varian teori modernisme Rostow. Ada ketimpangan antarahubungan kultur dan struktur. Dilihat dari segi wacana, ia masihberada pada tahap parsial. Jika benar bahwa « kunci ajaib infra-struktur » ini buah dari wacana parsial, apakah bedanya denganreduksionisme intelektualitas ? Jika demikian, bagaimana menjelaskanbahwa « kunci ajaib infra-struktur » Teras-Diran bisa disebut «“ternyata kompatibel dengan mimpi kolektif masyarakat KalimantanTengah” ?6. SIMPUL RENUNGAN :Dari tuturan di atas, saya kira pengakuan Presiden Susilo BambangSudoyono tentang adanya ketimpangan hubungan, tidak rasuknyahubungan antara kultur dan struktur yang jauh dari « mumpuni »,barangkali menarik untuk direnungkan. Pengakuan SBY juga menunjukkanbelum terwujudnya « otonomi kebudayaan » dan pemikiran di kalangankita. Penggunaan reduksioniome masih kuat, sedangkan pendekatankompleksitas yang disarankan oleh seorang filosof dan sosiologPerancis, Edgar Morin jauh dari lirikan. Sejalan dengan pendekatankompleksitas Edgar Morin ini adalah pendapat yang diajukan oleh N.Budi Baskoro bahwa « Justru jika persoalan mendasar dijawab dengansolusi sektoral, maka akan ditemui ketersesatan yang tiada berujung». Jika demikian, seperti yang dikatakan oleh A. Mustofa Bisri : «jangan-jangan para pemimpin dan rakyat negeri ini justru masih belummerdeka, bahkan lebih terjajah daripada zaman dahulu » dan « kitasendiri yang belum bisa melepaskan diri dari mental anak jajahan ».Persoalan « mental anak jajahan » adalah persoalan kultur. 19)***Palangka Raya, Mei 2009———————————–Andriani S. Kusni & JJ. KusniCatatan Kaki:1). Lihat: Baskoro, N. Budi, “Pembangunan Bumi Tambun Bungai:Sebuah Telaah Kebudayaan” (Dari Dokumentasi Andriani S. Kusni & JJ.Kusni).2). Ibid.3). Ibid.4).Ibid. Teori ini terutama diajukan oleh kelompok André GunderFrank.5). Lihat: Harian Kalteng Pos, Palangka Raya, Sabtu 9 Mei 2009.

6). Wawancara Gubernur Kalimantan Tengah,Teras Narang dengan TVRIKalimantan Tengah, 20 Mei 2009.7). Wawancara Andriani S. Kusni dan JJ. Kusni dengan pimpinanKoperasi Persekutuan Dayak, Palangka Raya (antara lain : Rinting,Danar, Salawati, dan lain-lain), di Palangka Raya, tanggal 14 April2009.8). Dikutip dari N. Baskoro, « Pembangunan Bumi Tambun Bungai :Sebuah Telaah Kebudayaan » (Dari Dokumentasi Andriani S. Kusni & JJ.Kusni).9). Lihat : Soedjatmoko, « Pembangunan Sebagai MasalahKebudayaan » in : Majalah Konfrontaasi, No. 22, Jakarta, 1954.Lihat juga : N. Budi Baskoro, « Pembangunan Bumi Tambun Bungai: Sebuah Telaah Kebudayaan » (Dari Dokumentasi Andriani S.Kusni dan JJ. Kusni).10). Ibid.11). Lihat :Harian Dayak Pos, Palangka Raya, 26 Mei 2009.12). Ibid.13). Lihat : Harian Dayak Pos, Palangka Raya, 23 Mei 2009.14). Riwut, Tjilik, « Kamiar Oetoes Itah Dajak Hong 100 Njelo »in :Soeara Pakat, 23 Desember 1939. « Soeara Pakat” adalah organ resmiorganisasi Pakat Dajak. Lihat juga: Laksono, P.M., dkk, “P.M.Laksono, dkk., 2006, Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia: Belajar dan TjilikRiwut, Yogyakarta: Galang Press, Yogyakarta, 2006, hlm-hlm. 96 – 97].15). Ibid.16). Lihat: Baskoro, N. Budi, “Pembangunan Bumi Tambun Bungai:Sebuah Telaah Kebudayaan” (Dari Dokumentasi Andriani S. Kusni DanJJ. Kusni).17). Lihat: Harian Dayak Pos, Palangka Raya, 23 Mei 2009.18. Lihat: Baskoro, N. Budi, “Pembangunan Bumi Tambun Bungai: SebuahTelaah Kebudayaan” (Dari Dokumentasi Andriani S. Kusni Dan JJ.Kusni).19). Lihat: Harian Kalteng Pos, Palangka Raya, Jumat, 22 Mei 2009.BIBLIOGRAFI :

- Baskoro, N. Budi, « Pembangunan Bumi Tambun Bungai :SebuahTelaah Kebudayaan », Yogyakarta, Mei 2009 (Dari DokumentasiKusni, Andriani S., dan Kusni, JJ).

- Barker, Chris, “Cultural Studies: Teori dan Praktik”, Penerbit Bentang,Yogyakarta, 2005.

- Lay, Cornelis (ed), “Membangun NKRI Dari Bumi Tambun BungaiKalimantan Tengah”, Pemprov Kalimantan Tengah & Jurusan IlmuPemerintahan Fisipol UGM, 2007.

- Laksono, P.M, dkk, “Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia:Belajar dari Tjilik Riwut”, Penerbit Galang Press, Yogyakarta,2006.

- Said, Edward, 2001, “Orientalisme”, Bandung: Penerbit Pustaka,Bandung, 2001,[Cetakan Keempat]

- Soedjatmoko, 1983, “Dimensi Manusia dalam Pembangunan: PilihanKarangan”, LP3ES

- Jakarta, 1983.- Riwut, Tjilik, « Kalimantan Memanggil », Penerbit Endang, Jakarta,

1958.- Harian Dayak Pos, Palangka Raya, Mei 2009.- Harian Kalteng Pos, Palangka Raya, Mei 2009.- Kusni, Andriani S. & Kusni, JJ, « Wawancara Dengan Pimpinan KPD

Palangka Raya, 14 April 2009.https://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2009/05/26/struktur-dan-kultur/

PERAN KERATON YOGYAKARTA DALAM KEHIDUPAN SOSIALBUDAYA MASYARAKAT YOGYAKARTA

KARYA TULIS

Diajukan untuk mengikuti Ujian NasionalTahun Ajaran 2011 – 2012

oleh :

DIANA KARTINI PUTRIINDRIA APRIYANTY

MIA HALPIANIRICKSY ROSWANDI

SIFFA ANNISA FITRI RAMADANI

    KELAS

XII IPA 5

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 KABUPATEN TANGERANGJalan Hamid Achari No. 18 Telp. ( 021 ) 5940 4976 Cikupa 15710

TANGERANG

© 2011

Karya Tulis yang berjudul

PERAN KERATON YOGYAKARTA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYAMASYARAKAT YOGYAKARTA

telah dibaca dan disetujui pada 7 Januari 2012

oleh

Pembimbing 1

Drs. Wawan GunawanNIP 1965 12 24 1991 03 31 007

Pembimbing 2

Sulastri S.PdNIP 1966 11 27 1991 01 2 001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esakarena atas berkat ramat serta kehendak-Nya lah kami dapat menyusun danmenyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.

Penulisan karya tulis ini bertujuan sebagai salah satu syarat untukmengikuti Ujian Nasional Tahun ajaran 2011 - 2012 dengan tema Peran Keraton DalamKehidupan Sosial Budaya Masyarakat Yogyakarta. Selain untuk persyaratan mengikutiUjian Nasional, tujuan kami dalam penulisan karya tulis ini adalah untuk memaparkantentang kehidupan sosial budaya Keraton Yogyakarta serta peranannya terhadapmasyarakat di sekitar Keraton Yogyakarta.

Dalam penyelesaian karya tulis ini, kami banyak mengalami kesulitan,terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang sosialbudaya Keraton Yogyakarta. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnyakarya tulis ini dapat terselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya. Karenaitu sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.      Allah S.W.T. sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, yang telah memberikanrahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun karya tulis ini.

2.      Kepala Sekolah SMA Negeri 4 Kabupaten Tangerang, Drs. Shofa’I Adnan, M.M ataskepercayaan yang diberikannya.

3.      Bapak Drs. Wawan Gunawan sebagai pembimbing 1, yang tidak bosan memberikanpengarahannya kepada kami.

4.      Ibu Sulastri S.Pd sebagai pembimbing 2, yang juga tidak bosan membimbing danmemberi materi kepada kami.

5.      Ayah dan Ibu kami tercinta yang telah banyak memberikan dorongan dan semangatbaik secara moral maupun spiritual.

6.      Rombongan Pemandu Wisata Keraton Yogyakarta, yang ikut membantu melengkapi data-data kami.

7.      Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsungyang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapadan masih perlu banyak belajar dalam penulisan karya tulis, bahwa karya tulis inimasih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanyakritik dan saran yang positif agar karya tulis ini menjadi lebih baik dan bergunadi masa yang akan datang.

Harapan kami, mudah-mudahan karya tulis yang sederhana ini bisa bermanfaatdan berguna bagi para pembacanya. Amin.

Cikupa, 19 Desember 2011

                       Penulis            DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………………..iHalaman Pengesahan……………………………………………………………………...iiHalaman Motto…………………………………………………………………………...iiiHalaman Persembahan……………………………………………………………………ivLembar Pengesahan……………………………………………………………………….vKata Pengantar ………………………………………………………………………...…viDaftar Isi………………………………………………………………………………....viiAbstrak…………………………………………………………………………………....ix

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………..…..1A.    Latar Belakang Masalah…………………………………………………............………....1B.     Perumusan Masalah………………………………………………………………...............2C.     Tujuan Penulisan…………………………………………………………………................2D.    Hipotesis…………………………………………………………………………................

3E.     Metode Penulisan…………………………………………………………………...............3F.      Sistematika Penulisan………………………………..…………………………................…4

Bab II Deskripsi Umum……………………………………………………………..…….....6A.    Peran………………………………………………………………………………..............6B.     Keraton……………………………………………………………………………..............7C.     Sosial dan Budaya………………………………………………………………..................8D.    Pengertian Masyarakat…………………………………………………………..................13

Bab III Isi……………………………………………………………………………….....15A.    Sejarah Keraton Yogyakarta…………………………………………………….................15B.     Keraton Sebagai Ikon Yogyakarta…………………………………….…………................55C.     Kebudayaan Keraton Yogyakarta……………………………………………….................57D.    Masyarakat dan Keraton Yogyakarta……………………………………………................63E.     Peran Sultan Dalam Pemerintahan di Yogyakarta………………………………...................64

Bab IV Penutup.…………………………………………………………………………...72

A.    Kesimpulan………………………………………………………………………...............72

B.     Saran……………………………………………………………………..………..............73

Riwayat Hidup…………………………………………………………………………......74

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..79

Lampiran

ABSTRAK

Karya tulis yang berjudul Peran Keraton Dalam Kehidupan SosialBudaya Masyarakat Yogyakarta ini membahas tentang peranan sosialbudaya Keraton Yogyakarta terhadap kehidupan masyarakatYogyakarta serta macam – macam kebudayaan Keraton Yogyakarta.

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memaparkantentang kehidupan sosial budaya Keraton Yogyakarta sertaperanannya terhadap masyarakat di sekitar Keraton Yogyakarta.

Metode yang diperlukan adalah dengan mengadakanpengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi sertapenulis melakukan teknik pengumpulan data melalui media massa,dalam hal ini menggunakan media internet serta buku-buku. Lalupenulis melakukan wawancara kepada beberapa pemuka ataupemandu wisata Keraton Yogyakarta sebagai pembanding yang kamianggap cukup mengerti tentang masalah ini.Berdasarkan hasil penelitian, peranan sosial budaya KeratonYogyakarta cukup berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatYogyakarta terutama masyarakat di sekitar Keraton Yogyakarta.Karena Keraton Yogyakarta telah menjadi salah satu identitasjati diri masyarakat Yogyakarta terutama masyarakat di sekitarKeraton Yogyakarta.

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Daerah Istimewa Jogjakarta atau yang lebih dikenal dengannama Yogyakarta, merupakan kota yang terkenal dengan sejarahdan warisan budayanya, seperti keraton. Keraton Yogyakartadidirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pascaperjanjian Giyanti di tahun 1755. Keraton sebagai pionirYogyakarta mempunyai pengaruh yang sangat penting bagibudaya masyarakat Jawa di Yogyakarta dan merupakan bagiandari sejarah hidup dan tradisi masyarakat Jawa. Digunakan selain sebagai rumah sultan juga untuk acara kebudayaan danupacara penting Keraton Yogyakarta.  

Masyarakat percaya bahwa keraton merupakan referensibudaya mereka. Dengan fungsi yang terbatas pada sektorinformal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharismatersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya diProvinsi Daerah Istimewa  Yogyakarta. Beberapa studi yangdilakukan pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kesetiaanmasyarakat kepada keraton sangat tinggi. Pengaruh tersebutsemakin meluas semenjak raja dapat menggabungkankepemimpinan yang karismatik dengan kepemimpinan yangrasional dan modern.Salah seorang raja tersebut adalah Sultan Hamengku BuwonoIX. Ia adalah figur yang menonjol pada masa perjuangan saatmendirikan Republik Indonesia. Hubungan erat antaramasyarakat Yogyakarta dan keraton tampak nyata dalamkesenian, ritual, dan upacara adat mereka. Misalnya padapernikahan tradisional, pengantin pria dan wanita bolehmengenakan pakaian keluarga kerajaan yang disebut ‘basahan’.Dahulu hanya keluarga kerajaan yang boleh memakai pakaiantersebut. Meski dengan modernisasi yang dialami Yogyakartanamun Keraton Yogyakarta tetap dihormati masyarakatnya.Bahkan hingga kini sultan masih dianggap sebagai kepalabudaya di Yogyakarta dan sangat dicintai oleh rakyatnya.

B. Perumusan Masalah1.   Bagaimana sejarah Keraton Yogyakarta?2.   Apa yang mempengaruhi Keraton Yogyakarta sebagai ikon

Yogyakarta?

3.   Mengapa Keraton Yogyakarta tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaannya?

4.   Bagaimana hubungan masyarakat dengan keluarga keraton?5.   Bagaimana peranan sultan sebagai kepala pemerintahan di

Yogyakarta?C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian kegiatan ini antara lain :

1. Untuk mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta2. Untuk mengenal keraton sebagai ikon Yogyakarta3. Untuk mengetahui budaya-budaya di Yogyakarta4. Untuk mengetahui peran keraton dalam masyarakat5. Untuk mengetahui pemerintahan di Yogyakarta yang dipimpin

oleh sultanD. Hipotesis      Keraton sebagai pionir Yogyakarta mempunyai pengaruh yangsangat penting bagi budaya masyarakat Jawa di Yogyakarta.Masyarakat percaya bahwa Keraton merupakan referensi budayamereka. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yangsekarang lebih dikenal dengan nama Keraton Yogyakartamerupakan pusat dari museum hidup kebudayaan Jawa yang ada diDaerah Istimewa Yogyakarta. Tidak hanya menjadi tempat tinggalraja dan keluarganya semata, Keraton juga menjadi kiblatperkembangan budaya Jawa, sekaligus penjaga nyala kebudayaantersebut. Meski dengan modernisasi yang dialami Yogyakartanamun Keraton Yogyakarta tetap dihormati masyarakatnya yangmendalami mistisisme dan ilmu filsafat.

E. Metode PenelitianPembahasan suatu masalah memerlukan data yang di dapat dari

hasil penelitian secara umum untuk mencari data yang di anggapperlu dan mendukung penelitian. Untuk itu metode yangdigunakan adalah :1. Observasi

Cara ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan denganterjun langsung ke lokasi, yaitu Keraton Yogyakarta. Dengancara ini dapat memberikan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Yang dilakukan pada harirabu, tanggal 6 juli 2011 di Keraton Yogyakarta.2.    Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data ialah dengan menggali informasidari buku – buku dan media internet.3.    Teknik Wawancara

Tujuan dari teknik wawancara ini adalah agar diperolehgambaran yang lebih lengkap mengenai topik yang dibahas yaitudengan melakukan wawancara meliputi beberapa pemuka ataupemandu wisata Keraton Yogyakarta sebagai pembanding yang kamianggap cukup mengerti tentang masalah ini.

F. Sistematika PenulisanSetelah kerangka pendahuluan serta data-data yang

diperlukan telah terkumpul, selanjutnya ditetapkan kerangkadasar dalam penyusunan secara sistematis.

BAB IIDESKRIPSI UMUM

A.  PeranPeran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang

pimpinan yang terutama.Berikut ini adalah pengertian dan definisi sosial menurutbeberapa ahli :1.   Levinson

Sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto, sebagai berikut:Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukanindividu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, perananmeliputi norma - norma yang dikembangkan  dengan  posisi atau  tempat  seseorang  dalam  masyarakat, peranan  dalam arti  ini  merupakan  rangkaian  peraturan - peraturan  yangmembimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatani.2. Biddle  dan  Thomas

Peran  adalah  serangkaian  rumusan  yang membatasi perilaku - perilaku  yang  diharapkan  dari  pemegang kedudukan  tertentu. Misalnya  dalam  keluarga,  perilaku ibu  dalam  keluarga  diharapkan  bisa  memberi anjuran, memberi  penilaian,  memberi  sangsi  dan  lain - lain.

B.   Keraton1.   Pengertian Keraton

Keraton atau kraton ( bahasa Jawa ) adalah daerah tempatseorang penguasa ( raja atau ratu ) memerintah atau tempattinggalnya ( istana ). Dalam pengertian sehari - hari, keratonsering merujuk pada istana penguasa di Jawa. Dalam bahasaJawa, kata kraton ( ke – ratu - an ) berasal dari katadasar ratu yang berarti penguasa. Kata Jawa ratu berkerabatdengan kata dalam bahasa Melayu; datuk / datu. Dalam bahasaJawa sendiri dikenal istilah kedaton yang memiliki akar katadari datu, di Keraton Surakarta istilah kedaton merujuk kepadakompleks tertutup bagian dalam keraton tempat raja dan putra-putrinya tinggal. Masyarakat Keraton pada umumnya memilikigelar kebangsawanan.a.   Keraton Yogyakarta

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakartamerupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningratyang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah IstimewaYogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secararesmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950,kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempattinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masihmenjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton inikini juga merupakan salah satu objek wisata di KotaYogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yangmenyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagaipemberian dari raja - raja Eropa, replika pusaka keraton, dangamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salahsatu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memilikibalairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yangluas.

C. Pengertian BudayaBudaya atau kebudayaaan berasal dari bahasa

Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamakdari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal yangberkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasaldari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa

diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.Kata culturejuga kadang diterjemahkan sebagai " kultur " dalambahasa Indonesia.Berikut ini definisi - definisi kebudayaan yang dikemukakanbeberapa ahli:1.   Edward B. Taylor

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yangdidalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan - kemampuan lainyang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.2.   M. Jacobs dan B.J. Stern

Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentukteknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta bendayang kesemuanya merupakan warisan sosial.3.    Koentjaraningrat

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, danhasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yangdijadikan milik diri manusia.4.    Dr. K. Kupper

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedomandan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baiksecara individu maupun kelompok.5.    William H. Haviland

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yangdimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jikadilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilakuyang dipandang layak dan dapat di terima oleh semuamasyarakat.6.    Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasilperjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman danalam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untukmengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup danpenghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yangpada lahirnya bersifat tertib dan damai.7.    Francis Merill

Pola - pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksisocial. Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh

sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukanmelalui interaksi simbolis.8.    Bounded et.al

Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangandan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol – simboltertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yangdigunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara paraanggota suatu masyarakat. Pesan - pesan tentang kebudayaanyang di harapkan dapat di temukan di dalam media,pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacamitu.9.    Mitchell ( Dictionary of Soriblogy )

Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakanatau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yangtelah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkansecara genetikal.10.  Robert H Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individudari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma -norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang di perolehbukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisanmasa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atauinformal.11.  Arkeolog R. Seokmono

Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupabenda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulanmengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputisistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari - hari kebudayaan itu bersifatabstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda - bendayang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,berupa perilaku dan benda - benda yang bersifat nyata,misalnya pola - pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,organisasi sosial, religi seni dan lain - lain, yangkesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalammelangsungkan kehidupan bermasyarakat

D. Pengertian MasyarakatMasyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu

kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyaikepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan,Negara semua adalah masyarakat.

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untukmenyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya.Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dansebagainya manusia memberi reaksi dan melakukan interaksidengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan olehhubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.

Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakatdari beberapa ahli sosiologi dunia:1.    Menurut Selo Sumardjan

Masyarakat adalah orang – orang yang hidup bersama danmenghasikan kebudayaan.2.    Menurut Karl Marx

Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatuketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanyapertentangan antara kelompok  –  kelompok yang terbagi secaraekonomi.3.    Menurut Emile Dsurkheim

Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.4.    Menurut Paul B. Horton & C. Hunt

Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri,hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal disuatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama sertamelakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulanmanusia tersebut.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanDari pembahasan dalam karya tulis ini, kesimpulan kami

adalah sebagai berikut :

a) Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahunJawa 1682. Luas Keraton Yogyakarta adalah 14.000m2.Keraton Yogyakarta mulai berdiri didirikan oleh SultanHamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyantidi tahun 1755.

b) Daerah Istimewa Yogyakarta atau yang lebih dikenal dengannama Jogja, merupakan kota yang terkenal dengan sejarahdan warisan budayanya, seperti keraton. Keraton ialahsebuah istana yang mengandung arti, arti keagamaan, artifilsafat dan arti kultural ( kebudayaan ).

c) Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baikyang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno danbersejarah . Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika

nilai - nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungiKeraton Yogyakarta. Diantaranya adalah upacara-upacaraadat, tari - tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom).Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik,Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka sertaLabuhan.

d) Keraton Yogyakarta sebagai pionir Yogyakarta mempunyaipengaruh yang sangat penting bagi budaya masyarakat Jawadi Yogyakarta. Pengaruh tersebut makin meluas semenjakRaja dapat menggabungkan kepemimpinan yang karismatikdengan kepemimpinan yang rasional dan modern. Hubunganerat antara masyarakat Yogyakarta dan Keraton Yogyakartatampak nyata dalam kesenian, ritual, dan upacara adatmereka. Misalnya pada pernikahan tradisional, pengantinpria dan wanita boleh mengenakan pakaian keluarga kerajaanyang disebut ‘basahan’. Dahulu hanya keluarga kerajaanyang boleh memakai pakaian tersebut.

e) Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mulanya diselenggarakandengan menggunakan susunan pemerintahan warisan dariMataram. Pemerintahan dibedakan menjadi dua urusan besaryaitu Parentah Lebet (urusan dalam) yang juga disebutParentah Ageng Karaton, dan Parentah Jawi (urusan luar)yang juga disebut Parentah Nagari. Sultan memegang seluruhkekuasaan pemerintahan Negara. Dalam menjalankankewajibannya sehari - hari Sultan dibantu lembaga PepatihDalem yang bersifat personal.

B. SaranBerdasarkan hasil penelitian di atas, saran kami adalah

terus lestarikan Keraton Yogyakarta dengan cara menjaga danmerawat bangunan dan tata ruang serta benda - bendapeninggalan sultan-sultan. Karena Keraton Yogyakarta ialahsebuah istana yang mengandung banyak arti, arti keagamaan,arti filsafat dan arti kultural ( kebudayaan ). Yang masihmenjunjung tinggi nilai - nilai filosofinya. Oleh sebab itu,maka warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dandipertahankan dari klaim pihak asing. Serta tetapmelestarikan dan menjaga warisan – warisan kebudayaan yang

ada di negara kita, khususnya warisan – warisan kebudayaanyang berasal dari Keraton Yogyakarta sebagai pionirYogyakarta adalah salah satu kiblat kebudayaan Jawa,sekaligus penjaga nyala kebudayaan tersebut..

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. (2006). Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia.Jakarta: Equinox Publishing.

Cristiano, T. (2004). Authority. Retrieved from Stanford Encylopedia Of Philosophy:http://www.seop.leeds.ac.uk/entries/authority/ 

Elson, R. E. (2008). The Idea of Indonesia: A History. UK: Cambridge University Press.

Ferzacca, S. (2002, Mar - Jun). A Javanese Metropolis and Mental Life. Ethos, Vol. 30(No.1/2), 95 - 112.

Gauthama, M. P. (Ed.). (2003). Budaya Jawa Dan Masyarakat Modern. Jakarta: P2KTPWBPPT.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kroef, J. M. (1952, July). Society and Culture in Indonesian Nationalism. The AmericanJournal of Sociology, Vol. 58(No. 1),11-24.

Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Murniatmo, G., Sumintarsih, Sukari, Ariani, C., & Nurwanti, Y.H. (2000). Aktualisasi NilaiBudaya Bangsa Di Kalangan GenerasiMuda DI Yogyakarta. Departemen Pendidikan DanKebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional. Jakarta: Depdikbud.

Soemardjan, S. (1962). Social Changes in Jogjakarta. New York:Cornell University Press.

Woodward, M. (2010). Muslims in Global Societies Series (Vol. III). (G. Marranci, & B. S.Turner, Eds.) Springer.

www.jogja.com/tourism/info

www. pariwisata.jogja.go.id

www.sahabatjogja.com

www.yogyes.com

www. news.okezone.com

www.   jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id

www.jogjaicon.blogspot.com

www.kusumanugraha.blogspot.com

www.wikipedia.com

www.jogjakota.go.id

www.dodiksetiawan.wordpress.com