tugas sakramentologi

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita bertanya pada anak-anak tentang cita-cita mereka, tentu mereka ingin menjadi besar, dengan kata lain, ingin bertumbuh menjadi dewasa.Memang, pertumbuhan menjadi ciri khas kita sebagai manusia, yang kita alami baik secara jasmani maupun rohani.Selayaknya, kita yang telah dibaptis ingin bertumbuh menjadi lebih dewasa di dalam Kristus. Allah sendiri menghendaki pertumbuhan iman ini, dan karena itu Ia mengaruniakan rahmat Sakramen Penguatan, yang dimaksudkan untuk melengkapi rahmat Pembaptisan. Sebagaimana secara alamiah seseorang lahir, bertumbuh, oleh karena makanan jasmani, maka secara rohani, iapun dilahirkan kembali di dalam Pembaptisan, menjadi dewasa oleh Penguatan dan bertumbuh dan dikuatkan oleh Ekaristi, yang adalah makanan rohani.Oleh karena itu sakramen Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi menjadi Sakramen- sakramen Inisiasi Kristen yang kesatuannya harus dipertahankan. 1.2 Asal-usul Sakramen Penguatan Apabila kamu memahami sakramen sebagai suatu “Bahasa isyarat”, kamu juga dapat memahami bagaimana dan mengapa sakramen dapat mengadakan perubahan. Hal ini terutama tampak nyata dalam Sakramen Penguatan. Pesan yang hendak disampaikan melalui Sakramen Penguatan adalah “Tuhan menghormati kamu dan memberimu kekuatan menghadapi persoalan-persoalan yang berat.” Tuhan menyatakannya melalui beberapa cara. Upacara Sakramen Krisma merupakan salah satu di antaranya. 1

Upload: nogiono

Post on 18-Nov-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika kita bertanya pada anak-anak tentang cita-cita mereka, tentu mereka ingin

menjadi besar, dengan kata lain, ingin bertumbuh menjadi dewasa.Memang, pertumbuhan

menjadi ciri khas kita sebagai manusia, yang kita alami baik secara jasmani maupun

rohani.Selayaknya, kita yang telah dibaptis ingin bertumbuh menjadi lebih dewasa di dalam

Kristus. Allah sendiri menghendaki pertumbuhan iman ini, dan karena itu Ia mengaruniakan

rahmat Sakramen Penguatan, yang dimaksudkan untuk melengkapi rahmat Pembaptisan.

Sebagaimana secara alamiah seseorang lahir, bertumbuh, oleh karena makanan

jasmani, maka secara rohani, iapun dilahirkan kembali di dalam Pembaptisan, menjadi

dewasa oleh Penguatan dan bertumbuh dan dikuatkan oleh Ekaristi, yang adalah makanan

rohani.Oleh karena itu sakramen Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi menjadi Sakramen-

sakramen Inisiasi Kristen yang kesatuannya harus dipertahankan.

1.2 Asal-usul Sakramen Penguatan

Apabila kamu memahami sakramen sebagai suatu “Bahasa isyarat”, kamu juga dapat

memahami bagaimana dan mengapa sakramen dapat mengadakan perubahan. Hal ini

terutama tampak nyata dalam Sakramen Penguatan. Pesan yang hendak disampaikan melalui

Sakramen Penguatan adalah “Tuhan menghormati kamu dan memberimu kekuatan

menghadapi persoalan-persoalan yang berat.” Tuhan menyatakannya melalui beberapa cara.

Upacara Sakramen Krisma merupakan salah satu di antaranya.

1

BAB II

ARTI SAKRAMEN PENGUATAN / KRISMA

2.1. Definisi Umum

Dalam kehidupan rohani, kita yang telah dilahirkan kembali oleh air dan Roh melalui

Pembaptisan, juga bertumbuh dewasa di dalam Kristus.Kedewasaan di dalam Kristus ini

ditandai oleh ketahanan kita untuk menolak dosa dan kuasa jahat yang menjadi musuh iman

kita. Untuk itu, Kristus melalui Gereja-Nya memberikan pada kita Sakramen Penguatan, yang

memperlengkapi kita untuk menghadapi peperangan rohani antara keinginan berbuat baik dan

pengaruh dunia yang sering kali bertentangan dengan iman kita.Karena pergumulan ini

bersifat rohani, maka Allah memberikan kepada kita sumber kekuatan, yaitu karunia yang

berasal dari Roh Kudus-Nya sendiri.Kepenuhan Roh inilah yang dijanjikan oleh Kristus

kepada para murid-Nya (Yoh 14:15-26).

Sakramen Penguatan disebut juga sebagai sakramen Krisma.Krisma sendiri berarti

pengurapan. Pengurapan ini menjelaskan nama Kristen yang berarti yang terurapiyang dapat

kita lihat kesempurnaannya pada diri Yesus Kristus, yang diurapi Allah dengan Roh Kudus-

Nya (Kis 10:38). Jadi Krisma bagi kita adalah pengurapan yang menjadikan kita seperti

Kristus, dengan menerima pengurapan Roh Kudus yang sama seperti yang diterima oleh

Kristus.Jadi Sakramen Krisma adalah :merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan

iman jemaat yang dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga masing-masing anggota ikut

bertanggung jawab dalam pengutusan menjadi saksi injil Yesus Kristus, baik dalam jemaat

maupun dalam masyarakat.

2.2 Sakramen Penguatan Menurut Kitab Suci

1. Yesus menjanjikan karunia Roh Kudus yang disebut-Nya sebagai Penolong dan Roh

Kebenaran yang akan menyertai para murid-Nya sampai selama-lamanya (lih. Yoh

14:16). Jadi, Kristus menginstitusikan sakramen ini, bukan dengan memberikannya

secara langsung, tetapi dengan menjanjikannya. Ia mengatakan, “Adalah lebih

berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak

2

akan datang kepadamu, tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepada-Mu

(Yoh 16:7).

2. Para Rasul menerima pemenuhan janji rahmat Penguatan dari Roh Kudus tersebut

pada hari Pentakosta. Setelah dipenuhi oleh Roh Kudus, para murid menjadi berani

untuk mewartakan “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” (Kis 2:11).

3. Curahan Roh Kudus merupakan tanda untuk saat mesianis pada hari-hari terakhir (lih.

Kis 2:17-18), yang mendatangkan karunia Roh Kudus.

4. Pengurapan Roh Kudus ini ditandai dengan penumpangan tangan (lih. Kis 8:14-17)

dan pengurapan dengan minyak harum yang disebut krisma. Oleh Penguatan, kita

semakin diikutsertakan dalam perutusan Yesus Kristus dan mengambil bagian di

dalam kepenuhan Roh Kudus, sehingga seluruh kehidupannya mengalirkan

keharuman Kristus (lih. 2 Kor 2:15).

5. Rasul Paulus mengajarkan agar sebagai umat beriman, kita perlu bertumbuh, agar

tidak terus menjadi manusia duniawi yang puas dengan susu, melainkan juga yang

dapat menerima makanan keras (1 Kor 3:2, Ibr 5:12). Pertumbuhan ini dimungkinkan

oleh Roh Kudus yang memberikan kekuatan kepada kita.

2.3Sakramen Penguatan Menurut Para Bapa Gereja

1. TERTULLIAN ( 155-222 ) Pada abad-abad awal, Sakramen Penguatan diberikan bersama-

sama dengan Pembaptisan. Ketiga sakramen, Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi diberikan

pada saat seseorang memulai kehidupan sebagai seorang Kristen. Tertullian (155-222)

mengatakan Pengurapan minyak diberikan setelah Pembaptisan.Pembasuhan tubuh oleh air

mendatangkan akibat rohani, yaitu penghapusan dosa, dan pengurapan tubuh oleh minyak

dan penumpangan tangan mendatangkan Roh Kudus.

2. ST. TEOFILUSdari Antiokhia (169-183), mengatakan bahwa kita disebut sebagai orang-

orang Kristen sebab kita diurapi oleh minyak (krisma) Tuhan.

3. ST. CYRILdari Jerusalem (313-386) memperingatkan bahwa minyak yang digunakan

dalam sakramen Penguatan adalah bukan minyak biasa. Seperti halnya roti dan anggur yang

setelah doa konsekrasi diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus, maka minyak itu setelah doa

permohonan kepada Roh Kudus diubah manjadi karunia rahmat Kristus untuk menanamkan

sifat Ilahi yang menguduskan jiwa kita oleh Roh Kudus.

3

4. ST. JEROME (347-420) mengajarkan bahwa penumpangan tangan setelah Pembaptisan

dan doa permohonan kepada Roh Kudus merupakan Tradisi Gereja. Bukti alkitabiah dari

Tradisi ini dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul.Namun meskipun seandainya hal ini tidak

didasari oleh Kitab Suci sekalipun, Tradisi ini sudah berakar di seluruh dunia, sehingga

memiliki kekuatan sebagai perintah.Karena banyak peraturan Gereja yang bersumber pada

Tradisi suci telah memperoleh kuasa dari hukum yang tertulis.

5. ST. THOMAS AQUINAS(1225-1274) mengutip Paus Melchiades mengatakan, bahwa

Roh Kudus yang turun melalui air pada waktu Pembaptisan yang membawa keselamatan,

menganugerahkan pembersihan dari dosa, tetapi dalam Penguatan, Ia menyampaikan

penambahan rahmat. Di dalam Pembaptisan kita dilahirkan kembali, setelah Pembaptisan kita

dikuatkan. St. Thomas juga mengajarkan, “melalui Baptisan kita ditulis bagaikan surat

rohani, dan melalui Penguatan, kita sebagai surat tertulis ditandatangani/ disahkan dengan

tanda Salib. Maka pengesahan ini menjadi kuasa para uskup yang memegang kuasa tertinggi

di dalam Gereja.”

4

BAB III

BUAH-BUAH SAKRAMEN PENGUATAN

3.1 Buah-buah Sakramen Penguatan

Pertama, sakramen Penguatan menyebabkan curahan Roh Kudus dalam kelimpahan,

seperti yang dialami oleh para Rasul pada hari Pentakosta.Curahan Roh Kudus dapat

menjadikan kita seperti para rasul: yaitu memiliki kasih yang berkobar kepada Kristus dan

keinginan memberikan diri untuk ikut serta dalam karya Keselamatan-Nya.

Kedua, sakramen Penguatan menghasilkan pertumbuhan dan pendalaman rahmat

Pembaptisan, yaitu menjadikan kita anak-anak Allah dengan lebih sungguh, meneguhkan

persatuan kita dengan Kristus, menambah karunia Roh Kudus, mengikat kita lebih sempurna

dengan Gereja, dan menganugerahkan pada kita kekuatan Roh Kudus sehingga kita lebih

berani menjadi saksi Kristus, dan membela iman dengan perkataan dan perbuatan.Kesatuan

dengan Kristus ini dapat mendorong kita untuk melakukan tugas-tugas apostolik, yang

bertujuan untuk membangun Gereja.

Ketiga, seperti halnya Pembaptisan, sakramen Penguatan mengukir suatutanda rohani

yang tak terhapuskan sebagai suatu karakter dalam jiwa.Ini adalah tanda bahwa Kristus telah

memeteraikan kita sebagai saksi-Nya dan memberikan pada kita kekuatan yang berasal dari-

Nya.

Keempat, karakter ini menyempurnakan imamat bersama yang diterima dalam

Pembaptisan.Gereja menghendaki agar semua anggotanya disempurnakan oleh Roh Kudus

dan dianugerahi dengan kepenuhan Kristus.Imamat bersama ini mencapai puncaknya pada

saat kita berpartisipasi di dalam perayaan Ekaristi, di mana Kristus hadir dengan segala

kepenuhan-Nya. Itulah sebabnya sakramen Penguatan berkaitan erat tidak hanya dengan

Pembaptisan tetapi juga dengan Ekaristi.

5

3.2 Tiga Dimensi Sakramen Penguatan

1. Dimensi Antropologis: Sesuai dengan kebutuhan dasar manusia

Materia sakramen penguatan adalah minyak. Ternyata minyak itu merupakan

simbolisasi yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Minyak digunakan untuk

macam-macam keperluan. Minyak digunakan untuk kesehatan atau kesembuhan. Bila orang

masuk angin, orang bisa menggosok badannya dengan minyak. Penumpangan tangan itu

bermakna; pemberian restu, pengalihan dan penerimaan tugas dan tanggung jawab tertentu.

2. Dimensi Sakramental- Eklesiologis: partisipasi dalam tugas Gereja

Penguatan atau krisma bukan hanya memberikan kekuatan dalam melawan kuasa

kejahatan, tetapi juga melantik dan memampukan seseorang untuk memikul tugas dan

tanggung jawab Gereja. Dalam penguatan atau krisma, orang yang telah memperoleh

penyelamatan tersebut diutus untuk mewartakan apa yang dialami itu bagi dunia. Krisma atau

penguatan menunjuk dengan baik segi tanggung jawab masing-masing pribadi itu bagi tugas

misioner Gereja.

3. Dimensi kristologis: Saksi Kristus

Gereja selalu memahami bahwa dalam baptisan roh kudus itu belum dicurahkan.

“Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama

Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh kudus ”

(Kis 2:38). Lalu apa bedanya dengan roh kudus yang dianugerahkan pada sakramen krisma?

Perbedaannya sebenarnya bukan terletak pada Roh kudusnya. Roh kudus yang sama hadir

dalam kedua sakramen, bahkan juga semua sakramen. Yang berbeda hanya pada fungsi atau

peranan roh kudus dalam masing-masing sakramen. Roh kudus dalam baptisan lebih

berfungsi menguduskan seseorang, mengampuni dosa orang, membuat dosa tersebut menjadi

anak Allah.

Dengan krisma, seseorang diikutsertakan secara penuh dalam imamat umum umat

beriman. Maka konsili Vatikan II juga mengajarkan bahwa sakramen penguatan memberikan

daya kekuatan kepada orang beriman untuk menjadi saksi Kristus (LG 11).

6

3.3 Sakramen Penguatan Membawa Efek Pada Kehidupan Rohani Kita

Sakramen Penguatan seharusnya membawa dampak yang besar dalam kehidupan

rohani kita. Namun kenyataannya, banyak dari yang sudah menerima Sakramen ini masih

merasa belum dewasa di dalam iman, atau belum sungguh bertumbuh di dalam iman. Bukan

berarti bahwa tidak ada Roh Kudus pada orang-orang tersebut, karena melalui Pembaptisan

dan Penguatan, Roh Kudus sudah hadir dan siap berkarya di dalam hidup mereka, hanya saja

sikap kesiapan hati pada saat penerimaan sakramen juga adalah sangat penting agar seseorang

dapat menerima kelimpahan buah-buahnya. Jadi terdapat kemungkinan, karunia Roh Kudus

yang diterima pada sakramen Penguatan baru dapat berdayaguna beberapa waktu sesudah

penerimaan sakramen, misalnya setelah melalui doa-doa pribadi, setelah sekian lama

mengikuti Misa Kudus, dan setelah mengikuti kegiatan-kegiatan rohani Gereja.

3.4 Tanda Kedewasaan Iman Dalam Kristus

Ada beberapa tanda kedewasaan iman dalam Kristus, yang dimungkinkan oleh

karunia Roh Kudus.

Pertama ialah jika kita dapat memusatkan perhatian kepada Kristus, dan bukan kepada

diri sendiri.Secara praktis kita melihat contoh yang nyata pada anak-anak kecil yang sampai

umur tertentu menginginkan dirinya terus menjadi pusat perhatian. Namun semakin besar,

sifatnya seharusnya berubah, dan dapat memperhatikan orang lain. Dalam ibadah dan doa-

doa kita, kitapun dapat melihat gejala serupa. Jika kita belum dewasa dalam iman, doa-doa

kita didominasi oleh doa permohonan yang berpusat pada kebutuhan kita, seperti, minta

rejeki, kesehatan, dll.

Namun jika kita terus bertumbuh, maka doa kita berkembang menjadi ucapan syukur

dan pujian penyembahan kepada Tuhan. Kita mulai dapat mengasihi Sang Pemberi berkat

dan bukannya mengasihi berkat-berkat-Nya. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh memohon

berkat pada Tuhan, tetapi seharusnya kita memusatkan perhatian kepada Tuhan terlebih

dahulu, sebab yang lain akan diberikan kepada kita kemudian. Dengan ini kita memenuhi

kehendak Tuhan yang berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka

semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33)

7

Kedua adalah kesediaan kita untuk memberikan diri kita untuk pekerjaan-pekerjaan

Allah di dunia. Dengan perkataan lain, kita mau melayani daripada dilayani. Bukankah hal ini

juga sangat nyata dalam kehidupan seorang anak?Anak kecil minta dilayani, tetapi yang

sudah besar dapat melayani anggota keluarga yang sedang membutuhkan bantuan. Jadi,

dalam kegiatan di Gereja dan masyarakat misalnya, kita tidak menuntut orang lain untuk

memperhatikan, melayani, dan menghormati kita, melainkan kita terdorong untuk membantu

dan melayani orang lain. Karena itu, selayaknya kita tidak berkomentar, Aku tidak senang ke

gereja Katolik, karena di gereja aku tidak mendapat perhatian. Walaupun tentu sebagai umat

seharusnya kita saling memperhatikan satu sama lain, namun jangan sampai kita lupa bahwa

tujuan utama kita beribadah di gereja adalah untuk bersyukur kepada Tuhan dan bersekutu

dengan-Nya. Baru kemudian, langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kulakukan agar

dapat turut meningkatkan keakraban umat.

Melayani Tuhan juga berarti mau menjalankan tugas mewartakan Injil (lih. Mat

28:19-20). Hal ini dapat kita lakukan dengan perkataan, tetapi terlebih lagi dengan perbuatan.

Sudah menjadi misi Kristus untuk menyelamatkan semua manusia, maka jika kita sungguh

mengasihi Kristus kita akan turut mengambil bagian dalam misi-Nya tersebut, yang juga

menjadi misi Gereja. Dengan perkataan lain, kita tidak hanya menjadi pengikut Kristus, tetapi

menjadi murid Kristus.

Ketiga adalah kita tidak mudah bertengkar dengan sesama, terutama dengan sesama

umat.Rasul Paulus menunjukkan hal ini dengan begitu jelas dalam suratnya kepada jemaat di

Filipi. Timotius diutus oleh Rasul Paulus untuk membacakan pesannya kepada jemaat di

sana, yang berisi nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus (Fil 2:1-11),

untuk menghindari segala bentuk perselisihan. Secara khusus ia menyebut nama dua orang

wanita yang bertengkar, Euodia dan Sintikhe (Fil 4:2) dan menasihati supaya mereka berhenti

berselisih dan menjadi sehati sepikir dalam Tuhan. Jika kita memiliki pengalaman berselisih

dengan sesama umat di gereja, bayangkanlah jika nama kita yang disebutkan di sana!

Keempat, kita bertumbuh di dalam iman jika kita mau dengan hati lapang memikul

salib yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupan kita, dengan harapan akan kebangkitan

bersama Kristus. Hal ini bertentangan dengan keinginan dunia. Banyak orang cenderung

menyukai ajaran teori kemakmuran jika mengikuti Yesus, daripada harus berjuang memikul

salib bersama Yesus, untuk dapat bangkit bersama Dia. Pendeknya, ingin mencapai

kebangkitan tanpa salib. Namun, melalui Kitab Suci, kita dapat melihat dengan jelas, bahwa

8

ajaran Tuhan bukanlah demikian. Yesus mengatakan, Setiap orang yang mau mengikuti Aku,

ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku(Mat 16:24). Artinya,

dengan rahmat Tuhan, kita harus berjuang untuk meninggalkan dosa dan segala keakuan kita,

serta mengambil bagian dalam penderitaan Kristus untuk dapat mencapai kebahagiaan

bersama-Nya (lih.Rom 6:5-11; 1 Pet 4:13). Bersama Kristus dan semua anggota Gereja-Nya,

kita dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Allah, (lih. 1 Kor 3:9) dengan mempersembahkan

segala penderitaan kita untuk dipersatukan dengan kurban Kristus, agar mendatangkan

keselamatan bagi orang-orang yang kita kasihi, dan untuk seluruh dunia.

Terakhir, tanda kedewasaan iman adalah jika kita mau mengikuti seluruh ajaran dan

kehendak Tuhan dan tidak memilih-milih dan menyesuaikan dengan kehendak kita sendiri.

Artinya, jangan sampai ajaran yang mudah kita terima, tetapi ajaran yang sukar dan

membutuhkan pengorbanan, kita tolak, seperti ajaran mengampuni orang yang menyakitkan

hati, mengasihi dan mendoakan orang yang membenci kita, larangan korupsi, dst. Jika kita

bertindak demikian, kita belum sungguh dewasa dalam iman.

Memang, kelima tanda ini merupakan perjuangan bagi setiap kita.Kita tidak perlu

berkecil hati jika belum secara sempurna mempraktekkannya.Yang terpenting adalah kita

terus berjuang supaya semakin hari kita semakin dapat menjadikan kelima tanda ini bagian

dari hidup kita.

9

BAB IV

TRADISI SAKRAMEN KRISMA

4.1 Inti Sakramen Krisma

Dengan menerima sakramen krisma, orang beriman diperkaya dengan daya kekuatan

Roh Kudus yang istimewa (bdk. LGa. 11). Keistimewaan itu menunjuk pada peristiwa Roh

Kudus, yang pada hari Pentakosta diutus TuhanYesus Kristus memenuhi parar asul.

Dalam tradisi Gereja, kehadiran Roh kudus atas orang beriman khususnya calon

Krisma ditandakan dengan penumpangan tangan dan pengurapan minyak Krisma oleh bapak

Uskup disertai dengan pembaruan janji babtis. Upacara penerimaan sakramen Krisma

biasanya dilaksanakan dalam perayaan Ekaristi. Adapun inti perayaan sakramen Krisma

adalah sebagai berikut :

1. Pembaruan janji babtis dimasukan dalam upacara Krisma untuk menghubungkan

sakramen Krisma dengan sakramen Babtis sebagai sakramen inisiasi.

2. Penumpangan tangan, Bapak Uskup mengulurkan kedua belah tanganya kearah

paracalon Krisma sambil mengucapkan doa permohonan akan kehadiran Roh Kudus

3. Pengurapan dengan minyak Krisma, bapak Uskup mencelupkan ibu jari tangan

kanannya kedalam minyak Krisma, lalu membuat tanda salib pada dahi calon sambil

berkata: ( Namacalon ) terimalah tanda kurnia Roh Kudus calon menjawab amin.

4.2 Para Pelaku Sakramen Krisma

Penerimaan Sakramen Krisma ialah melibatkan banyak orang agar upacara liturgisnya

dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan hikmat.Adapun para pelaku yang terpenting ialah:

1. Bapak uskup :Beliaulah pemimpin upacara sekaligus yang menerimakan Sakramen

Krisma. Namun dalam situasi tertentu bapak Uskup dapat memberikan wewenang

kepada Vikaris Jenderal( WakilUskup ) atau salah seorang imamnya untuk

menerimakan sakramen ini.

10

2. Imam Pembantu : Imam yang mendampingi Bapak Uskup selama Upacara

penerimaan sakramen ini.

3. Wali Krisma :Pendamping calon Krisma, bertugas mengantar calon kehadapan

Uskup untuk menerima sakramen. Dianjurkan supaya wali Babtislah yang menjadi

Wali Krisma, agar hubungan erat antara Pembabtisan dan Krisma menjadi jelas.

Namun orangtua calon boleh juga bertindaksebagai wali Krisma.

4. Calon Krisma: dialah yang secara resmi diutus oleh BapakUskup, WakilKristus,

untuk menjadi saksi Kristus ditengah masyarakatnya.

5. Umat Paroki: yang menjadi saksi bahwa calon telah dipandang sebagai orang Kristen

yang dewasa, dan diutus menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat, sekaligus

member dukung anatas pengutusan tersebut.

6. Petugas Krisma yang bukan Uskup diharap mengikuti aturan upacara Krisma atau

didalam misa atau diluar misa.

7. Kalau calon Krisma berjumlah banyak, petugas Krisma dapat dibantu oleh beberapa

imam lain yang hendaknya dipilih dengan ketentuan : menjabat suatu tugas khusus

dalam Keuskupan, yakni Vikaris Jendral atau Delegatus Uskup, Vikaris Distrik atau

daerah atau yang sederajat dengan jabatan-jabatan tersebut, atau menjabat pastor

paroki setempat asal calon Krisma diberikan atau para imam yang turut membimbing

dan menyiapkan para calon Krisma

4.3 Syarat-Syarat Menerima Sakramen Krisma

Agar Sakramen Krisma dapat diterima dengan layak dan sah, calon Krisma perlu

memenuhi syarat-syarat sebagaiberikut:

1. Sudah dibabtis dan belum pernah menerima sakramenKrisma

2. Sudah dipandang dapat menggunakan akal budinya

3. Dalam situasi darurat atau bahaya, misalnya bahaya mati, boleh menerimanya meski

tanpa persiapan menurut kebiasaan Gereja

11

4.4 Forma dan Materi Sakramen Krisma

Pada dasarnya, Sakramen Krisma diterimakan oleh seorang Uskup tetapi juga oleh Imam.

Seorang Uskup atau Imam menumpangkan tangannya diatas penerima seraya mengurapi dahi

dengan minyak Krisma sambil berkata : “Saudara… terimalah tanda karunia Roh Kudus.”

Penumpangan tangan yang dilakukan oleh Uskup atau Imam ini menjadi tanda lahiriah

penerimaan Roh Kudus (Bdk. Kis 8 : 14 – 17; 10, 44 48; 19, 1 – 7).

Minyak Krisma itu sendiri merupakan campuran minyak zaitun (atau kalau tidak

mungkin bisa juga dari minyak tumbuhan lain) dengan balsam (bahan wangi-wangian lain).

Minyak Krisma terbuat dari minyak zaitun. Karena minyak zaitun memiliki aroma yang

kurang sedap maka ditambahkan balsam wangi. Minyak Krisma diberkati oleh Uskup

Diosesan (Kan. 880) biasanya dalam misa Krisma pada pagi hari Kamis Putih dalam pekan

suci di Gereja Katedral bersama-sama dengan minyak suci yang lain (mis. minyak

pengurapan orang sakit). Kemudian minyak Krisma dibagi-bagikan ke seluruh wilayah

Keuskupan sebagai lambang persatuan dalam Gereja. Minyak Krisma juga digunakan untuk

dalam Sakramen Tahbisan. Minyak Krisma Sakramen Penguatan mengundang Roh Kudus

agar melindungi kita. Roh Kudus memberi kita kekuatan serta membimbing kita dalam

menyempurnakan persatuan kita dengan Yesus melalui tubuh-Nya di dunia, yaitu Gereja.

Roh Kudus membimbing kita bagaimana menjadi serupa dengan Kristus.  .

12

BAB V

PELAKSANAAN SAKRAMEN PENGUATAN

SEPANJANG SEJARAH GEREJA

5.1 Hal-hal dalam Sakramen Krisma

Kini, sering kita mendapati bahwa Sakramen Penguatan diberikan secara terpisah dari

Pembaptisan, sehingga ketiga sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi) tidak diberikan

sekaligus seperti pada abad-abad awal.Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:

Pertama, karena prinsip pengajaranquamprimum, yaitu Pembaptisan harus dilakukan

segera setelah kelahiran.St.Cyprian(250) mengajarkanPembaptisan yang memberikan rahmat

penghapusan dosa tidak boleh ditunda. Juga hal serupa diajarkan oleh St. Augustinus (422),

dalam pengajarannya tentang akibat dosa Adam yang membawa kematian, dan makna

Pembaptisan yang menghapuskan segala dosa dan karenanya membebaskan dari kematian

kekal. Penerapan baptisan bayi/ anak-anak oleh para Rasul dapat dilihat pada baptisan Lydia

dan Kristus beserta seluruh isi rumah mereka (lih. Kis 16:15; 18:8).

Penerapan baptisan bayi membawa dampak lebih lanjut.Karena pesatnya

pertumbuhan umat Kristen sejak abad ke-4, maka diperlukan kesiap-sediaan para imam dan

uskup untuk memberikan ketiga sakramen setiap waktu. Hal ini tentu saja tidak mudah,

sehingga Gereja dihadapkan oleh dua pilihan: Pertama, ketiga sakramen diberikan sekaligus,

namun Sakramen Penguatan dapat diberikan oleh imam, seperti yang diterapkan Gereja-

gereja Timur; atau kedua, Sakramen Penguatan dapat diberikan terpisah dari Pembaptisan,

karena hanya uskup yang dapat memberikan sakramen Penguatan. Surat bapa Paus

Innocentius (416) memutuskan pilihan yang kedua. Namun demikian, sampai abad ke-8 tetap

diusahakan pemberian ketiga sakramen sekaligus, dan jika Sakramen Penguatan tidak

diadakan segera setelah Pembaptisan karena uskup tidak dapat hadir, itu dianggap sebagai

kelalaian.

Jadi, meskipun pada abad ke-10, upacara ketiga sakramen diadakan sebagai satu

perayaan, kita mengetahui bahwa pelaksanaannya tidak mudah.Pada abad ke-12 melalui

13

PontificaleGuglielmiDurandi, diputuskan bahwa sakramen Penguatan dapat diberikan setelah

Pembaptisan hanya jika uskup dapat hadir, sehingga dapat disimpulkan, jika tidak demikian,

Penguatan diberikan terpisah dari Pembaptisan.

Tingginya tingkat kematian bayi pada abad ke-13 mengakibatkan peningkatan jumlah

Pembaptisan bayi. Uskup yang tidak bisa selalu hadir dalam pemberian ketiga sakramen

inisiasi menyebabkan terpisahnya pelaksanaan Pembaptisan dari Penguatan, sehingga

urutannya menjadi Pembaptisan, Ekaristi dan Penguatan.

Perkembangan penting lain yang menyebabkan pemisahan ketiga sakramen adalah

pengajaran bahwa Komuni Kudus hanya dapat diberikan pada anak-anak yang telah

mencapai usia akal sehat (‘theage of reason’), seperti yang dinyatakan oleh Konsili Lateran

(1215). Penundaan penerimaan Komuni pada anak-anak ini berkaitan dengan penghormatan

terhadap Ekaristi, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus (lih. 1 Kor 11:27). Penundaan

Komuni Kudus kemudian mengakibatkan penundaan Penguatan (sampai usia 16 tahun),

sehingga Penguatan dianggap sebagai sakramen orang dewasa.

Pemisahan sakramen Penguatan dari Pembaptisan ditetapkan oleh Konsili Lion

(1274) dengan ditetapkannya ke-7 sakramen. Paus Paulus V (1614) menegaskan kembali

bahwa ketiga sakramen tidak perlu harus digabungkan di dalam satu perayaan.Pemisahan ini

dimaksudkan untuk memberikan waktu persiapan yang layak bagi Sakramen Penguatan, dan

memberi kesempatan kepada uskup untuk bertemu dengan mereka yang sudah

dibaptis.Sayangnya, pemisahan ini sedikit banyak telah mengaburkan makna sakramen

inisiasi, terutama makna sakramen Penguatan.

Melihat kenyataan ini, maka Vatikan II memberikan beberapa keputusan penting

untuk menyatukan kembali ketiga sakramen inisiasi, yaitu:

1) Jika mungkin Pembaptisan diberikan di dalam perayaan Ekaristi, demikian juga

Penguatan, atau setidaknya didahului oleh Liturgi Sabda.

2) Ritus Penguatan direvisi untuk menyatakan kaitan yang erat dengan Baptisan dan

Ekaristi; Pembaharuan janji Baptis dan pernyataan iman diucapkan sebelum

Penguatan

14

3)Meskipun yang terbaik adalah uskup yang memberikan Sakramen Penguatan, namun

jika kebutuhan meningkat, maka uskup dapat memberikan kuasa kepada para imam

untuk tugas tersebut

4)Ditetapkannya Ritus Inisiasi bagi umat dewasa (RCIA= The Rite of Christian

Initiation for Adults) yang memberikan acuan untuk proses inisiasi yang terpadu,

dari persiapan katekumen, pemberian ketiga sakramen bagi umat dewasa,

mystagogia, yang melibatkan umat pendukung (sponsor) dan umat lainnya untuk

mendukung perjalanan iman para katekumen.

15

BAB VI

PENUTUP

Kesimpulan

Kita patut bersyukur karena Sakramen Penguatan yang kita terima, karena dengan

sakramen ini kita dikuatkan oleh Roh Kudus untuk bertumbuh dewasa di dalam

iman.Pengurapan Roh Kudus ini seharusnya mengobarkan kasih kita kepada Yesus Kristus,

yang menjadikan kita hidup sesuai martabat kita sebagai anak-anak Allah, berani menjadi

saksi-Nya, dan mengambil peran dalam tugas-tugas perutusan Gereja. Marilah kita mohon

pada Tuhan untuk menjadikan kita anggota-anggota Kristus yang hidup, yang mengandalkan

Tuhan dalam pergumulan kita untuk mengalahkan keinginan berbuat dosa, untuk menerima

dengan iman, salib yang Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan perjuangan untuk

mencapai segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga doa ini selalu bergema

di dalam hati kita, “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu. Nyalakanlah api cinta-

Mu di dalam hati kami. Utuslah Roh-Mu, ya Tuhan, dan kami semua akan diperbaharui dan

Engkau akan memperbaharui seluruh muka bumi.”

Dalam kehidupan rohani, kita yang telah dilahirkan kembali oleh air dan Roh melalui

Pembaptisan, juga bertumbuh dewasa di dalam Kristus.Kedewasaan di dalam Kristus ini

ditandai oleh ketahanan kita untuk menolak dosa dan kuasa jahat yang menjadi musuh iman

kita. Untuk itu, Kristus melalui Gereja-Nya memberikan pada kita Sakramen Penguatan, yang

memperlengkapi kita untuk menghadapi peperangan rohani antara keinginan berbuat baik dan

pengaruh dunia yang sering kali bertentangan dengan iman kita.

Penguatan atau krisma bukan hanya memberikan kekuatan dalam melawan kuasa

kejahatan, tetapi juga melantik dan memampukan seseorang untuk memikul tugas dan

tanggung jawab Gereja. Dalam penguatan atau krisma, orang yang telah memperoleh

penyelamatan tersebut diutus untuk mewartakan apa yang dialami itu bagi dunia.

Tanda kedewasaan iman adalah jika kita mau mengikuti seluruh ajaran dan kehendak

Tuhan dan tidak memilih-milih dan menyesuaikan dengan kehendak kita sendiri. Artinya,

jangan sampai ajaran yang mudah kita terima, tetapi ajaran yang sukar dan membutuhkan

pengorbanan, kita tolak, seperti ajaran mengampuni orang yang menyakitkan hati, mengasihi

16

dan mendoakan orang yang membenci kita, larangan korupsi, dst. Jika kita bertindak

demikian, kita belum sungguh dewasa dalam iman.

Krisma bagi kita adalah pengurapan yang menjadikan kita seperti Kristus, dengan

menerima pengurapan Roh Kudus yang sama seperti yang diterima oleh Kristus. Jadi

Sakramen Krisma adalah :merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan iman jemaat

yang dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga masing-masing anggota ikut bertanggung jawab

dalam pengutusan menjadi saksiinjilYesusKristus, baik dalam jemaat maupun dalam

masyarakat. Dengan krisma kita semakin didewasakan dalam iman baik perkataan dan

perbuatan yang ada dalam kehidupan ini.

17

DAFTAR PUSTAKA

MengikutiYesusKristus 2 BukupegangancalonBabtis, Komkat KAS,Kanisius 1997.

www.Katolisitas. Org, Sakramenkrisma/ penguatan

“The SacramentalGazette, Confirmation: Why?”; Rm Richard Lonsdale; Catholic1

Publishing Company; www.catholic1.com

E.Martasudjita,Pr. “Sakramen-sakramen Gereja” Penerbit Kanisius 2003.

18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Asal-usul Sakramen Penguatan ................................................................................. 1

BAB II ARTI SAKRAMEN PENGUATAN / KRISMA

2.1. Definisi Umum ........................................................................................................ 2

2.2 Sakramen Penguatan Menurut Kitab Suci ................................................................ 2

2.3 Sakramen Penguatan Menurut Para Bapa Gereja ..................................................... 3

BAB III BUAH-BUAH SAKRAMEN PENGUATAN

3.1 Buah-buah Sakramen Penguatan ......................................................................... 5

3.2 Tiga Dimensi Sakramen Penguatan ..................................................................... 6

3.3 Sakramen Penguatan Membawa Efek Pada Kehidupan Rohani Kita ..................7

3.4 Tanda Kedewasaan Iman Dalam Kristus ..............................................................7

BAB IVTRADISI SAKRAMEN KRISMA

4.1 Inti Sakramen Krisma .............................................................................................. 10

4.2 Para PelakuSakramenKrisma .................................................................................. 10

4.3 Syarat-SyaratMenerimaSakramenKrisma ............................................................... 11

4.4 Forma dan Materi Sakramen Krisma ....................................................................... 12

BAB V PELAKSANAAN SAKRAMEN

SEPANJANG SEJARAH GEREJA

5.1 Pelaksanaan Sakramen Krisma ................................................................................ 13

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan ....................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 18

19

SAKRAMEN KRISMA

D

I

S

U

S

U

N

OLEH:

KELOMPOK III :MESRINA SIMBOLON

NIA NOVITA BR.BANGUN

NURHAYATI

PELTA GINTING

RANITA VASYA BR.SEMBIRING

RIKA TRIFINA GINTING

MATA KULIAH : SAKRAMENTOLOGI

DOSEN : EDDY SURANTA SEMBIRING ,S.S

SEMESTER : IV (EMPAT)

RUANG : STA. ELISABETH

20

SEKOLAH TINGGI PASTORAL SANTO BONAVENTURA

KEUSKUPAN AGUNG MEDAN

2013/2014

Kata Pengantar

PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang

Mahakuasaatasberkatdanrahmatnyapenulisdapatmenyelesaikanmakalah yang berjudul

“SAKRAMEN KRISMA”.TidaklupajugapenulisucapkanterimakasihkepadaBapak Oskar

Rafael Tampubolon,.M.PdKsebagaidosendarimatakuliah Moral Kristiani yang

telahmemberikantugasinikepadaparaMahasiswa/i .

MakalahinidisusungunamemenuhitugasmatakuliahSakramentologidi SekolahTinggi

Pastoral Santo Bonaventura KeuskupanAgung Medan

sehinggamembantuMahasiswa/idalammemahamipembelajarandalamseg

ipengetahuandanaturan-aturandalamkehidupan.

Penulismenyadaribahwadalam proses

penyelesaianmakalahinitidakterlepasdariperandanpemikiransertaintervensidaribanyakpihak.

Karenaitudalamkesempatanini, penulisinginmenyampaikanterimakasihkepadasemuapihak

yang membantupenulisdalammenyelesaikanpenulisanmakalahini yang

tidakdapatpenulissebutkansatu per

satu.Penulismenyadaribahwadalampenulisaninimasihterdapatbanyakkekurangandanjauhdarik

esempurnaansehinggakritikdan saran yang membangunsangat kami

harapkan.Semogamakalahinibisabermanfaatdanmenjadipedomanbagikitasemua.Amin.

Delitua, 22Maret 2014

Penulis

21

Kelompok III

22