tugas sakramentologi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita bertanya pada anak-anak tentang cita-cita mereka, tentu mereka ingin
menjadi besar, dengan kata lain, ingin bertumbuh menjadi dewasa.Memang, pertumbuhan
menjadi ciri khas kita sebagai manusia, yang kita alami baik secara jasmani maupun
rohani.Selayaknya, kita yang telah dibaptis ingin bertumbuh menjadi lebih dewasa di dalam
Kristus. Allah sendiri menghendaki pertumbuhan iman ini, dan karena itu Ia mengaruniakan
rahmat Sakramen Penguatan, yang dimaksudkan untuk melengkapi rahmat Pembaptisan.
Sebagaimana secara alamiah seseorang lahir, bertumbuh, oleh karena makanan
jasmani, maka secara rohani, iapun dilahirkan kembali di dalam Pembaptisan, menjadi
dewasa oleh Penguatan dan bertumbuh dan dikuatkan oleh Ekaristi, yang adalah makanan
rohani.Oleh karena itu sakramen Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi menjadi Sakramen-
sakramen Inisiasi Kristen yang kesatuannya harus dipertahankan.
1.2 Asal-usul Sakramen Penguatan
Apabila kamu memahami sakramen sebagai suatu “Bahasa isyarat”, kamu juga dapat
memahami bagaimana dan mengapa sakramen dapat mengadakan perubahan. Hal ini
terutama tampak nyata dalam Sakramen Penguatan. Pesan yang hendak disampaikan melalui
Sakramen Penguatan adalah “Tuhan menghormati kamu dan memberimu kekuatan
menghadapi persoalan-persoalan yang berat.” Tuhan menyatakannya melalui beberapa cara.
Upacara Sakramen Krisma merupakan salah satu di antaranya.
1
BAB II
ARTI SAKRAMEN PENGUATAN / KRISMA
2.1. Definisi Umum
Dalam kehidupan rohani, kita yang telah dilahirkan kembali oleh air dan Roh melalui
Pembaptisan, juga bertumbuh dewasa di dalam Kristus.Kedewasaan di dalam Kristus ini
ditandai oleh ketahanan kita untuk menolak dosa dan kuasa jahat yang menjadi musuh iman
kita. Untuk itu, Kristus melalui Gereja-Nya memberikan pada kita Sakramen Penguatan, yang
memperlengkapi kita untuk menghadapi peperangan rohani antara keinginan berbuat baik dan
pengaruh dunia yang sering kali bertentangan dengan iman kita.Karena pergumulan ini
bersifat rohani, maka Allah memberikan kepada kita sumber kekuatan, yaitu karunia yang
berasal dari Roh Kudus-Nya sendiri.Kepenuhan Roh inilah yang dijanjikan oleh Kristus
kepada para murid-Nya (Yoh 14:15-26).
Sakramen Penguatan disebut juga sebagai sakramen Krisma.Krisma sendiri berarti
pengurapan. Pengurapan ini menjelaskan nama Kristen yang berarti yang terurapiyang dapat
kita lihat kesempurnaannya pada diri Yesus Kristus, yang diurapi Allah dengan Roh Kudus-
Nya (Kis 10:38). Jadi Krisma bagi kita adalah pengurapan yang menjadikan kita seperti
Kristus, dengan menerima pengurapan Roh Kudus yang sama seperti yang diterima oleh
Kristus.Jadi Sakramen Krisma adalah :merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan
iman jemaat yang dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga masing-masing anggota ikut
bertanggung jawab dalam pengutusan menjadi saksi injil Yesus Kristus, baik dalam jemaat
maupun dalam masyarakat.
2.2 Sakramen Penguatan Menurut Kitab Suci
1. Yesus menjanjikan karunia Roh Kudus yang disebut-Nya sebagai Penolong dan Roh
Kebenaran yang akan menyertai para murid-Nya sampai selama-lamanya (lih. Yoh
14:16). Jadi, Kristus menginstitusikan sakramen ini, bukan dengan memberikannya
secara langsung, tetapi dengan menjanjikannya. Ia mengatakan, “Adalah lebih
berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak
2
akan datang kepadamu, tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepada-Mu
(Yoh 16:7).
2. Para Rasul menerima pemenuhan janji rahmat Penguatan dari Roh Kudus tersebut
pada hari Pentakosta. Setelah dipenuhi oleh Roh Kudus, para murid menjadi berani
untuk mewartakan “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” (Kis 2:11).
3. Curahan Roh Kudus merupakan tanda untuk saat mesianis pada hari-hari terakhir (lih.
Kis 2:17-18), yang mendatangkan karunia Roh Kudus.
4. Pengurapan Roh Kudus ini ditandai dengan penumpangan tangan (lih. Kis 8:14-17)
dan pengurapan dengan minyak harum yang disebut krisma. Oleh Penguatan, kita
semakin diikutsertakan dalam perutusan Yesus Kristus dan mengambil bagian di
dalam kepenuhan Roh Kudus, sehingga seluruh kehidupannya mengalirkan
keharuman Kristus (lih. 2 Kor 2:15).
5. Rasul Paulus mengajarkan agar sebagai umat beriman, kita perlu bertumbuh, agar
tidak terus menjadi manusia duniawi yang puas dengan susu, melainkan juga yang
dapat menerima makanan keras (1 Kor 3:2, Ibr 5:12). Pertumbuhan ini dimungkinkan
oleh Roh Kudus yang memberikan kekuatan kepada kita.
2.3Sakramen Penguatan Menurut Para Bapa Gereja
1. TERTULLIAN ( 155-222 ) Pada abad-abad awal, Sakramen Penguatan diberikan bersama-
sama dengan Pembaptisan. Ketiga sakramen, Pembaptisan, Penguatan dan Ekaristi diberikan
pada saat seseorang memulai kehidupan sebagai seorang Kristen. Tertullian (155-222)
mengatakan Pengurapan minyak diberikan setelah Pembaptisan.Pembasuhan tubuh oleh air
mendatangkan akibat rohani, yaitu penghapusan dosa, dan pengurapan tubuh oleh minyak
dan penumpangan tangan mendatangkan Roh Kudus.
2. ST. TEOFILUSdari Antiokhia (169-183), mengatakan bahwa kita disebut sebagai orang-
orang Kristen sebab kita diurapi oleh minyak (krisma) Tuhan.
3. ST. CYRILdari Jerusalem (313-386) memperingatkan bahwa minyak yang digunakan
dalam sakramen Penguatan adalah bukan minyak biasa. Seperti halnya roti dan anggur yang
setelah doa konsekrasi diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus, maka minyak itu setelah doa
permohonan kepada Roh Kudus diubah manjadi karunia rahmat Kristus untuk menanamkan
sifat Ilahi yang menguduskan jiwa kita oleh Roh Kudus.
3
4. ST. JEROME (347-420) mengajarkan bahwa penumpangan tangan setelah Pembaptisan
dan doa permohonan kepada Roh Kudus merupakan Tradisi Gereja. Bukti alkitabiah dari
Tradisi ini dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul.Namun meskipun seandainya hal ini tidak
didasari oleh Kitab Suci sekalipun, Tradisi ini sudah berakar di seluruh dunia, sehingga
memiliki kekuatan sebagai perintah.Karena banyak peraturan Gereja yang bersumber pada
Tradisi suci telah memperoleh kuasa dari hukum yang tertulis.
5. ST. THOMAS AQUINAS(1225-1274) mengutip Paus Melchiades mengatakan, bahwa
Roh Kudus yang turun melalui air pada waktu Pembaptisan yang membawa keselamatan,
menganugerahkan pembersihan dari dosa, tetapi dalam Penguatan, Ia menyampaikan
penambahan rahmat. Di dalam Pembaptisan kita dilahirkan kembali, setelah Pembaptisan kita
dikuatkan. St. Thomas juga mengajarkan, “melalui Baptisan kita ditulis bagaikan surat
rohani, dan melalui Penguatan, kita sebagai surat tertulis ditandatangani/ disahkan dengan
tanda Salib. Maka pengesahan ini menjadi kuasa para uskup yang memegang kuasa tertinggi
di dalam Gereja.”
4
BAB III
BUAH-BUAH SAKRAMEN PENGUATAN
3.1 Buah-buah Sakramen Penguatan
Pertama, sakramen Penguatan menyebabkan curahan Roh Kudus dalam kelimpahan,
seperti yang dialami oleh para Rasul pada hari Pentakosta.Curahan Roh Kudus dapat
menjadikan kita seperti para rasul: yaitu memiliki kasih yang berkobar kepada Kristus dan
keinginan memberikan diri untuk ikut serta dalam karya Keselamatan-Nya.
Kedua, sakramen Penguatan menghasilkan pertumbuhan dan pendalaman rahmat
Pembaptisan, yaitu menjadikan kita anak-anak Allah dengan lebih sungguh, meneguhkan
persatuan kita dengan Kristus, menambah karunia Roh Kudus, mengikat kita lebih sempurna
dengan Gereja, dan menganugerahkan pada kita kekuatan Roh Kudus sehingga kita lebih
berani menjadi saksi Kristus, dan membela iman dengan perkataan dan perbuatan.Kesatuan
dengan Kristus ini dapat mendorong kita untuk melakukan tugas-tugas apostolik, yang
bertujuan untuk membangun Gereja.
Ketiga, seperti halnya Pembaptisan, sakramen Penguatan mengukir suatutanda rohani
yang tak terhapuskan sebagai suatu karakter dalam jiwa.Ini adalah tanda bahwa Kristus telah
memeteraikan kita sebagai saksi-Nya dan memberikan pada kita kekuatan yang berasal dari-
Nya.
Keempat, karakter ini menyempurnakan imamat bersama yang diterima dalam
Pembaptisan.Gereja menghendaki agar semua anggotanya disempurnakan oleh Roh Kudus
dan dianugerahi dengan kepenuhan Kristus.Imamat bersama ini mencapai puncaknya pada
saat kita berpartisipasi di dalam perayaan Ekaristi, di mana Kristus hadir dengan segala
kepenuhan-Nya. Itulah sebabnya sakramen Penguatan berkaitan erat tidak hanya dengan
Pembaptisan tetapi juga dengan Ekaristi.
5
3.2 Tiga Dimensi Sakramen Penguatan
1. Dimensi Antropologis: Sesuai dengan kebutuhan dasar manusia
Materia sakramen penguatan adalah minyak. Ternyata minyak itu merupakan
simbolisasi yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Minyak digunakan untuk
macam-macam keperluan. Minyak digunakan untuk kesehatan atau kesembuhan. Bila orang
masuk angin, orang bisa menggosok badannya dengan minyak. Penumpangan tangan itu
bermakna; pemberian restu, pengalihan dan penerimaan tugas dan tanggung jawab tertentu.
2. Dimensi Sakramental- Eklesiologis: partisipasi dalam tugas Gereja
Penguatan atau krisma bukan hanya memberikan kekuatan dalam melawan kuasa
kejahatan, tetapi juga melantik dan memampukan seseorang untuk memikul tugas dan
tanggung jawab Gereja. Dalam penguatan atau krisma, orang yang telah memperoleh
penyelamatan tersebut diutus untuk mewartakan apa yang dialami itu bagi dunia. Krisma atau
penguatan menunjuk dengan baik segi tanggung jawab masing-masing pribadi itu bagi tugas
misioner Gereja.
3. Dimensi kristologis: Saksi Kristus
Gereja selalu memahami bahwa dalam baptisan roh kudus itu belum dicurahkan.
“Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama
Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh kudus ”
(Kis 2:38). Lalu apa bedanya dengan roh kudus yang dianugerahkan pada sakramen krisma?
Perbedaannya sebenarnya bukan terletak pada Roh kudusnya. Roh kudus yang sama hadir
dalam kedua sakramen, bahkan juga semua sakramen. Yang berbeda hanya pada fungsi atau
peranan roh kudus dalam masing-masing sakramen. Roh kudus dalam baptisan lebih
berfungsi menguduskan seseorang, mengampuni dosa orang, membuat dosa tersebut menjadi
anak Allah.
Dengan krisma, seseorang diikutsertakan secara penuh dalam imamat umum umat
beriman. Maka konsili Vatikan II juga mengajarkan bahwa sakramen penguatan memberikan
daya kekuatan kepada orang beriman untuk menjadi saksi Kristus (LG 11).
6
3.3 Sakramen Penguatan Membawa Efek Pada Kehidupan Rohani Kita
Sakramen Penguatan seharusnya membawa dampak yang besar dalam kehidupan
rohani kita. Namun kenyataannya, banyak dari yang sudah menerima Sakramen ini masih
merasa belum dewasa di dalam iman, atau belum sungguh bertumbuh di dalam iman. Bukan
berarti bahwa tidak ada Roh Kudus pada orang-orang tersebut, karena melalui Pembaptisan
dan Penguatan, Roh Kudus sudah hadir dan siap berkarya di dalam hidup mereka, hanya saja
sikap kesiapan hati pada saat penerimaan sakramen juga adalah sangat penting agar seseorang
dapat menerima kelimpahan buah-buahnya. Jadi terdapat kemungkinan, karunia Roh Kudus
yang diterima pada sakramen Penguatan baru dapat berdayaguna beberapa waktu sesudah
penerimaan sakramen, misalnya setelah melalui doa-doa pribadi, setelah sekian lama
mengikuti Misa Kudus, dan setelah mengikuti kegiatan-kegiatan rohani Gereja.
3.4 Tanda Kedewasaan Iman Dalam Kristus
Ada beberapa tanda kedewasaan iman dalam Kristus, yang dimungkinkan oleh
karunia Roh Kudus.
Pertama ialah jika kita dapat memusatkan perhatian kepada Kristus, dan bukan kepada
diri sendiri.Secara praktis kita melihat contoh yang nyata pada anak-anak kecil yang sampai
umur tertentu menginginkan dirinya terus menjadi pusat perhatian. Namun semakin besar,
sifatnya seharusnya berubah, dan dapat memperhatikan orang lain. Dalam ibadah dan doa-
doa kita, kitapun dapat melihat gejala serupa. Jika kita belum dewasa dalam iman, doa-doa
kita didominasi oleh doa permohonan yang berpusat pada kebutuhan kita, seperti, minta
rejeki, kesehatan, dll.
Namun jika kita terus bertumbuh, maka doa kita berkembang menjadi ucapan syukur
dan pujian penyembahan kepada Tuhan. Kita mulai dapat mengasihi Sang Pemberi berkat
dan bukannya mengasihi berkat-berkat-Nya. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh memohon
berkat pada Tuhan, tetapi seharusnya kita memusatkan perhatian kepada Tuhan terlebih
dahulu, sebab yang lain akan diberikan kepada kita kemudian. Dengan ini kita memenuhi
kehendak Tuhan yang berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka
semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33)
7
Kedua adalah kesediaan kita untuk memberikan diri kita untuk pekerjaan-pekerjaan
Allah di dunia. Dengan perkataan lain, kita mau melayani daripada dilayani. Bukankah hal ini
juga sangat nyata dalam kehidupan seorang anak?Anak kecil minta dilayani, tetapi yang
sudah besar dapat melayani anggota keluarga yang sedang membutuhkan bantuan. Jadi,
dalam kegiatan di Gereja dan masyarakat misalnya, kita tidak menuntut orang lain untuk
memperhatikan, melayani, dan menghormati kita, melainkan kita terdorong untuk membantu
dan melayani orang lain. Karena itu, selayaknya kita tidak berkomentar, Aku tidak senang ke
gereja Katolik, karena di gereja aku tidak mendapat perhatian. Walaupun tentu sebagai umat
seharusnya kita saling memperhatikan satu sama lain, namun jangan sampai kita lupa bahwa
tujuan utama kita beribadah di gereja adalah untuk bersyukur kepada Tuhan dan bersekutu
dengan-Nya. Baru kemudian, langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kulakukan agar
dapat turut meningkatkan keakraban umat.
Melayani Tuhan juga berarti mau menjalankan tugas mewartakan Injil (lih. Mat
28:19-20). Hal ini dapat kita lakukan dengan perkataan, tetapi terlebih lagi dengan perbuatan.
Sudah menjadi misi Kristus untuk menyelamatkan semua manusia, maka jika kita sungguh
mengasihi Kristus kita akan turut mengambil bagian dalam misi-Nya tersebut, yang juga
menjadi misi Gereja. Dengan perkataan lain, kita tidak hanya menjadi pengikut Kristus, tetapi
menjadi murid Kristus.
Ketiga adalah kita tidak mudah bertengkar dengan sesama, terutama dengan sesama
umat.Rasul Paulus menunjukkan hal ini dengan begitu jelas dalam suratnya kepada jemaat di
Filipi. Timotius diutus oleh Rasul Paulus untuk membacakan pesannya kepada jemaat di
sana, yang berisi nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus (Fil 2:1-11),
untuk menghindari segala bentuk perselisihan. Secara khusus ia menyebut nama dua orang
wanita yang bertengkar, Euodia dan Sintikhe (Fil 4:2) dan menasihati supaya mereka berhenti
berselisih dan menjadi sehati sepikir dalam Tuhan. Jika kita memiliki pengalaman berselisih
dengan sesama umat di gereja, bayangkanlah jika nama kita yang disebutkan di sana!
Keempat, kita bertumbuh di dalam iman jika kita mau dengan hati lapang memikul
salib yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupan kita, dengan harapan akan kebangkitan
bersama Kristus. Hal ini bertentangan dengan keinginan dunia. Banyak orang cenderung
menyukai ajaran teori kemakmuran jika mengikuti Yesus, daripada harus berjuang memikul
salib bersama Yesus, untuk dapat bangkit bersama Dia. Pendeknya, ingin mencapai
kebangkitan tanpa salib. Namun, melalui Kitab Suci, kita dapat melihat dengan jelas, bahwa
8
ajaran Tuhan bukanlah demikian. Yesus mengatakan, Setiap orang yang mau mengikuti Aku,
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku(Mat 16:24). Artinya,
dengan rahmat Tuhan, kita harus berjuang untuk meninggalkan dosa dan segala keakuan kita,
serta mengambil bagian dalam penderitaan Kristus untuk dapat mencapai kebahagiaan
bersama-Nya (lih.Rom 6:5-11; 1 Pet 4:13). Bersama Kristus dan semua anggota Gereja-Nya,
kita dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Allah, (lih. 1 Kor 3:9) dengan mempersembahkan
segala penderitaan kita untuk dipersatukan dengan kurban Kristus, agar mendatangkan
keselamatan bagi orang-orang yang kita kasihi, dan untuk seluruh dunia.
Terakhir, tanda kedewasaan iman adalah jika kita mau mengikuti seluruh ajaran dan
kehendak Tuhan dan tidak memilih-milih dan menyesuaikan dengan kehendak kita sendiri.
Artinya, jangan sampai ajaran yang mudah kita terima, tetapi ajaran yang sukar dan
membutuhkan pengorbanan, kita tolak, seperti ajaran mengampuni orang yang menyakitkan
hati, mengasihi dan mendoakan orang yang membenci kita, larangan korupsi, dst. Jika kita
bertindak demikian, kita belum sungguh dewasa dalam iman.
Memang, kelima tanda ini merupakan perjuangan bagi setiap kita.Kita tidak perlu
berkecil hati jika belum secara sempurna mempraktekkannya.Yang terpenting adalah kita
terus berjuang supaya semakin hari kita semakin dapat menjadikan kelima tanda ini bagian
dari hidup kita.
9
BAB IV
TRADISI SAKRAMEN KRISMA
4.1 Inti Sakramen Krisma
Dengan menerima sakramen krisma, orang beriman diperkaya dengan daya kekuatan
Roh Kudus yang istimewa (bdk. LGa. 11). Keistimewaan itu menunjuk pada peristiwa Roh
Kudus, yang pada hari Pentakosta diutus TuhanYesus Kristus memenuhi parar asul.
Dalam tradisi Gereja, kehadiran Roh kudus atas orang beriman khususnya calon
Krisma ditandakan dengan penumpangan tangan dan pengurapan minyak Krisma oleh bapak
Uskup disertai dengan pembaruan janji babtis. Upacara penerimaan sakramen Krisma
biasanya dilaksanakan dalam perayaan Ekaristi. Adapun inti perayaan sakramen Krisma
adalah sebagai berikut :
1. Pembaruan janji babtis dimasukan dalam upacara Krisma untuk menghubungkan
sakramen Krisma dengan sakramen Babtis sebagai sakramen inisiasi.
2. Penumpangan tangan, Bapak Uskup mengulurkan kedua belah tanganya kearah
paracalon Krisma sambil mengucapkan doa permohonan akan kehadiran Roh Kudus
3. Pengurapan dengan minyak Krisma, bapak Uskup mencelupkan ibu jari tangan
kanannya kedalam minyak Krisma, lalu membuat tanda salib pada dahi calon sambil
berkata: ( Namacalon ) terimalah tanda kurnia Roh Kudus calon menjawab amin.
4.2 Para Pelaku Sakramen Krisma
Penerimaan Sakramen Krisma ialah melibatkan banyak orang agar upacara liturgisnya
dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan hikmat.Adapun para pelaku yang terpenting ialah:
1. Bapak uskup :Beliaulah pemimpin upacara sekaligus yang menerimakan Sakramen
Krisma. Namun dalam situasi tertentu bapak Uskup dapat memberikan wewenang
kepada Vikaris Jenderal( WakilUskup ) atau salah seorang imamnya untuk
menerimakan sakramen ini.
10
2. Imam Pembantu : Imam yang mendampingi Bapak Uskup selama Upacara
penerimaan sakramen ini.
3. Wali Krisma :Pendamping calon Krisma, bertugas mengantar calon kehadapan
Uskup untuk menerima sakramen. Dianjurkan supaya wali Babtislah yang menjadi
Wali Krisma, agar hubungan erat antara Pembabtisan dan Krisma menjadi jelas.
Namun orangtua calon boleh juga bertindaksebagai wali Krisma.
4. Calon Krisma: dialah yang secara resmi diutus oleh BapakUskup, WakilKristus,
untuk menjadi saksi Kristus ditengah masyarakatnya.
5. Umat Paroki: yang menjadi saksi bahwa calon telah dipandang sebagai orang Kristen
yang dewasa, dan diutus menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat, sekaligus
member dukung anatas pengutusan tersebut.
6. Petugas Krisma yang bukan Uskup diharap mengikuti aturan upacara Krisma atau
didalam misa atau diluar misa.
7. Kalau calon Krisma berjumlah banyak, petugas Krisma dapat dibantu oleh beberapa
imam lain yang hendaknya dipilih dengan ketentuan : menjabat suatu tugas khusus
dalam Keuskupan, yakni Vikaris Jendral atau Delegatus Uskup, Vikaris Distrik atau
daerah atau yang sederajat dengan jabatan-jabatan tersebut, atau menjabat pastor
paroki setempat asal calon Krisma diberikan atau para imam yang turut membimbing
dan menyiapkan para calon Krisma
4.3 Syarat-Syarat Menerima Sakramen Krisma
Agar Sakramen Krisma dapat diterima dengan layak dan sah, calon Krisma perlu
memenuhi syarat-syarat sebagaiberikut:
1. Sudah dibabtis dan belum pernah menerima sakramenKrisma
2. Sudah dipandang dapat menggunakan akal budinya
3. Dalam situasi darurat atau bahaya, misalnya bahaya mati, boleh menerimanya meski
tanpa persiapan menurut kebiasaan Gereja
11
4.4 Forma dan Materi Sakramen Krisma
Pada dasarnya, Sakramen Krisma diterimakan oleh seorang Uskup tetapi juga oleh Imam.
Seorang Uskup atau Imam menumpangkan tangannya diatas penerima seraya mengurapi dahi
dengan minyak Krisma sambil berkata : “Saudara… terimalah tanda karunia Roh Kudus.”
Penumpangan tangan yang dilakukan oleh Uskup atau Imam ini menjadi tanda lahiriah
penerimaan Roh Kudus (Bdk. Kis 8 : 14 – 17; 10, 44 48; 19, 1 – 7).
Minyak Krisma itu sendiri merupakan campuran minyak zaitun (atau kalau tidak
mungkin bisa juga dari minyak tumbuhan lain) dengan balsam (bahan wangi-wangian lain).
Minyak Krisma terbuat dari minyak zaitun. Karena minyak zaitun memiliki aroma yang
kurang sedap maka ditambahkan balsam wangi. Minyak Krisma diberkati oleh Uskup
Diosesan (Kan. 880) biasanya dalam misa Krisma pada pagi hari Kamis Putih dalam pekan
suci di Gereja Katedral bersama-sama dengan minyak suci yang lain (mis. minyak
pengurapan orang sakit). Kemudian minyak Krisma dibagi-bagikan ke seluruh wilayah
Keuskupan sebagai lambang persatuan dalam Gereja. Minyak Krisma juga digunakan untuk
dalam Sakramen Tahbisan. Minyak Krisma Sakramen Penguatan mengundang Roh Kudus
agar melindungi kita. Roh Kudus memberi kita kekuatan serta membimbing kita dalam
menyempurnakan persatuan kita dengan Yesus melalui tubuh-Nya di dunia, yaitu Gereja.
Roh Kudus membimbing kita bagaimana menjadi serupa dengan Kristus. .
12
BAB V
PELAKSANAAN SAKRAMEN PENGUATAN
SEPANJANG SEJARAH GEREJA
5.1 Hal-hal dalam Sakramen Krisma
Kini, sering kita mendapati bahwa Sakramen Penguatan diberikan secara terpisah dari
Pembaptisan, sehingga ketiga sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi) tidak diberikan
sekaligus seperti pada abad-abad awal.Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
Pertama, karena prinsip pengajaranquamprimum, yaitu Pembaptisan harus dilakukan
segera setelah kelahiran.St.Cyprian(250) mengajarkanPembaptisan yang memberikan rahmat
penghapusan dosa tidak boleh ditunda. Juga hal serupa diajarkan oleh St. Augustinus (422),
dalam pengajarannya tentang akibat dosa Adam yang membawa kematian, dan makna
Pembaptisan yang menghapuskan segala dosa dan karenanya membebaskan dari kematian
kekal. Penerapan baptisan bayi/ anak-anak oleh para Rasul dapat dilihat pada baptisan Lydia
dan Kristus beserta seluruh isi rumah mereka (lih. Kis 16:15; 18:8).
Penerapan baptisan bayi membawa dampak lebih lanjut.Karena pesatnya
pertumbuhan umat Kristen sejak abad ke-4, maka diperlukan kesiap-sediaan para imam dan
uskup untuk memberikan ketiga sakramen setiap waktu. Hal ini tentu saja tidak mudah,
sehingga Gereja dihadapkan oleh dua pilihan: Pertama, ketiga sakramen diberikan sekaligus,
namun Sakramen Penguatan dapat diberikan oleh imam, seperti yang diterapkan Gereja-
gereja Timur; atau kedua, Sakramen Penguatan dapat diberikan terpisah dari Pembaptisan,
karena hanya uskup yang dapat memberikan sakramen Penguatan. Surat bapa Paus
Innocentius (416) memutuskan pilihan yang kedua. Namun demikian, sampai abad ke-8 tetap
diusahakan pemberian ketiga sakramen sekaligus, dan jika Sakramen Penguatan tidak
diadakan segera setelah Pembaptisan karena uskup tidak dapat hadir, itu dianggap sebagai
kelalaian.
Jadi, meskipun pada abad ke-10, upacara ketiga sakramen diadakan sebagai satu
perayaan, kita mengetahui bahwa pelaksanaannya tidak mudah.Pada abad ke-12 melalui
13
PontificaleGuglielmiDurandi, diputuskan bahwa sakramen Penguatan dapat diberikan setelah
Pembaptisan hanya jika uskup dapat hadir, sehingga dapat disimpulkan, jika tidak demikian,
Penguatan diberikan terpisah dari Pembaptisan.
Tingginya tingkat kematian bayi pada abad ke-13 mengakibatkan peningkatan jumlah
Pembaptisan bayi. Uskup yang tidak bisa selalu hadir dalam pemberian ketiga sakramen
inisiasi menyebabkan terpisahnya pelaksanaan Pembaptisan dari Penguatan, sehingga
urutannya menjadi Pembaptisan, Ekaristi dan Penguatan.
Perkembangan penting lain yang menyebabkan pemisahan ketiga sakramen adalah
pengajaran bahwa Komuni Kudus hanya dapat diberikan pada anak-anak yang telah
mencapai usia akal sehat (‘theage of reason’), seperti yang dinyatakan oleh Konsili Lateran
(1215). Penundaan penerimaan Komuni pada anak-anak ini berkaitan dengan penghormatan
terhadap Ekaristi, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus (lih. 1 Kor 11:27). Penundaan
Komuni Kudus kemudian mengakibatkan penundaan Penguatan (sampai usia 16 tahun),
sehingga Penguatan dianggap sebagai sakramen orang dewasa.
Pemisahan sakramen Penguatan dari Pembaptisan ditetapkan oleh Konsili Lion
(1274) dengan ditetapkannya ke-7 sakramen. Paus Paulus V (1614) menegaskan kembali
bahwa ketiga sakramen tidak perlu harus digabungkan di dalam satu perayaan.Pemisahan ini
dimaksudkan untuk memberikan waktu persiapan yang layak bagi Sakramen Penguatan, dan
memberi kesempatan kepada uskup untuk bertemu dengan mereka yang sudah
dibaptis.Sayangnya, pemisahan ini sedikit banyak telah mengaburkan makna sakramen
inisiasi, terutama makna sakramen Penguatan.
Melihat kenyataan ini, maka Vatikan II memberikan beberapa keputusan penting
untuk menyatukan kembali ketiga sakramen inisiasi, yaitu:
1) Jika mungkin Pembaptisan diberikan di dalam perayaan Ekaristi, demikian juga
Penguatan, atau setidaknya didahului oleh Liturgi Sabda.
2) Ritus Penguatan direvisi untuk menyatakan kaitan yang erat dengan Baptisan dan
Ekaristi; Pembaharuan janji Baptis dan pernyataan iman diucapkan sebelum
Penguatan
14
3)Meskipun yang terbaik adalah uskup yang memberikan Sakramen Penguatan, namun
jika kebutuhan meningkat, maka uskup dapat memberikan kuasa kepada para imam
untuk tugas tersebut
4)Ditetapkannya Ritus Inisiasi bagi umat dewasa (RCIA= The Rite of Christian
Initiation for Adults) yang memberikan acuan untuk proses inisiasi yang terpadu,
dari persiapan katekumen, pemberian ketiga sakramen bagi umat dewasa,
mystagogia, yang melibatkan umat pendukung (sponsor) dan umat lainnya untuk
mendukung perjalanan iman para katekumen.
15
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Kita patut bersyukur karena Sakramen Penguatan yang kita terima, karena dengan
sakramen ini kita dikuatkan oleh Roh Kudus untuk bertumbuh dewasa di dalam
iman.Pengurapan Roh Kudus ini seharusnya mengobarkan kasih kita kepada Yesus Kristus,
yang menjadikan kita hidup sesuai martabat kita sebagai anak-anak Allah, berani menjadi
saksi-Nya, dan mengambil peran dalam tugas-tugas perutusan Gereja. Marilah kita mohon
pada Tuhan untuk menjadikan kita anggota-anggota Kristus yang hidup, yang mengandalkan
Tuhan dalam pergumulan kita untuk mengalahkan keinginan berbuat dosa, untuk menerima
dengan iman, salib yang Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan perjuangan untuk
mencapai segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga doa ini selalu bergema
di dalam hati kita, “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu. Nyalakanlah api cinta-
Mu di dalam hati kami. Utuslah Roh-Mu, ya Tuhan, dan kami semua akan diperbaharui dan
Engkau akan memperbaharui seluruh muka bumi.”
Dalam kehidupan rohani, kita yang telah dilahirkan kembali oleh air dan Roh melalui
Pembaptisan, juga bertumbuh dewasa di dalam Kristus.Kedewasaan di dalam Kristus ini
ditandai oleh ketahanan kita untuk menolak dosa dan kuasa jahat yang menjadi musuh iman
kita. Untuk itu, Kristus melalui Gereja-Nya memberikan pada kita Sakramen Penguatan, yang
memperlengkapi kita untuk menghadapi peperangan rohani antara keinginan berbuat baik dan
pengaruh dunia yang sering kali bertentangan dengan iman kita.
Penguatan atau krisma bukan hanya memberikan kekuatan dalam melawan kuasa
kejahatan, tetapi juga melantik dan memampukan seseorang untuk memikul tugas dan
tanggung jawab Gereja. Dalam penguatan atau krisma, orang yang telah memperoleh
penyelamatan tersebut diutus untuk mewartakan apa yang dialami itu bagi dunia.
Tanda kedewasaan iman adalah jika kita mau mengikuti seluruh ajaran dan kehendak
Tuhan dan tidak memilih-milih dan menyesuaikan dengan kehendak kita sendiri. Artinya,
jangan sampai ajaran yang mudah kita terima, tetapi ajaran yang sukar dan membutuhkan
pengorbanan, kita tolak, seperti ajaran mengampuni orang yang menyakitkan hati, mengasihi
16
dan mendoakan orang yang membenci kita, larangan korupsi, dst. Jika kita bertindak
demikian, kita belum sungguh dewasa dalam iman.
Krisma bagi kita adalah pengurapan yang menjadikan kita seperti Kristus, dengan
menerima pengurapan Roh Kudus yang sama seperti yang diterima oleh Kristus. Jadi
Sakramen Krisma adalah :merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan iman jemaat
yang dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga masing-masing anggota ikut bertanggung jawab
dalam pengutusan menjadi saksiinjilYesusKristus, baik dalam jemaat maupun dalam
masyarakat. Dengan krisma kita semakin didewasakan dalam iman baik perkataan dan
perbuatan yang ada dalam kehidupan ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
MengikutiYesusKristus 2 BukupegangancalonBabtis, Komkat KAS,Kanisius 1997.
www.Katolisitas. Org, Sakramenkrisma/ penguatan
“The SacramentalGazette, Confirmation: Why?”; Rm Richard Lonsdale; Catholic1
Publishing Company; www.catholic1.com
E.Martasudjita,Pr. “Sakramen-sakramen Gereja” Penerbit Kanisius 2003.
18
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Asal-usul Sakramen Penguatan ................................................................................. 1
BAB II ARTI SAKRAMEN PENGUATAN / KRISMA
2.1. Definisi Umum ........................................................................................................ 2
2.2 Sakramen Penguatan Menurut Kitab Suci ................................................................ 2
2.3 Sakramen Penguatan Menurut Para Bapa Gereja ..................................................... 3
BAB III BUAH-BUAH SAKRAMEN PENGUATAN
3.1 Buah-buah Sakramen Penguatan ......................................................................... 5
3.2 Tiga Dimensi Sakramen Penguatan ..................................................................... 6
3.3 Sakramen Penguatan Membawa Efek Pada Kehidupan Rohani Kita ..................7
3.4 Tanda Kedewasaan Iman Dalam Kristus ..............................................................7
BAB IVTRADISI SAKRAMEN KRISMA
4.1 Inti Sakramen Krisma .............................................................................................. 10
4.2 Para PelakuSakramenKrisma .................................................................................. 10
4.3 Syarat-SyaratMenerimaSakramenKrisma ............................................................... 11
4.4 Forma dan Materi Sakramen Krisma ....................................................................... 12
BAB V PELAKSANAAN SAKRAMEN
SEPANJANG SEJARAH GEREJA
5.1 Pelaksanaan Sakramen Krisma ................................................................................ 13
BAB VI PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 18
19
SAKRAMEN KRISMA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK III :MESRINA SIMBOLON
NIA NOVITA BR.BANGUN
NURHAYATI
PELTA GINTING
RANITA VASYA BR.SEMBIRING
RIKA TRIFINA GINTING
MATA KULIAH : SAKRAMENTOLOGI
DOSEN : EDDY SURANTA SEMBIRING ,S.S
SEMESTER : IV (EMPAT)
RUANG : STA. ELISABETH
20
SEKOLAH TINGGI PASTORAL SANTO BONAVENTURA
KEUSKUPAN AGUNG MEDAN
2013/2014
Kata Pengantar
PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang
Mahakuasaatasberkatdanrahmatnyapenulisdapatmenyelesaikanmakalah yang berjudul
“SAKRAMEN KRISMA”.TidaklupajugapenulisucapkanterimakasihkepadaBapak Oskar
Rafael Tampubolon,.M.PdKsebagaidosendarimatakuliah Moral Kristiani yang
telahmemberikantugasinikepadaparaMahasiswa/i .
MakalahinidisusungunamemenuhitugasmatakuliahSakramentologidi SekolahTinggi
Pastoral Santo Bonaventura KeuskupanAgung Medan
sehinggamembantuMahasiswa/idalammemahamipembelajarandalamseg
ipengetahuandanaturan-aturandalamkehidupan.
Penulismenyadaribahwadalam proses
penyelesaianmakalahinitidakterlepasdariperandanpemikiransertaintervensidaribanyakpihak.
Karenaitudalamkesempatanini, penulisinginmenyampaikanterimakasihkepadasemuapihak
yang membantupenulisdalammenyelesaikanpenulisanmakalahini yang
tidakdapatpenulissebutkansatu per
satu.Penulismenyadaribahwadalampenulisaninimasihterdapatbanyakkekurangandanjauhdarik
esempurnaansehinggakritikdan saran yang membangunsangat kami
harapkan.Semogamakalahinibisabermanfaatdanmenjadipedomanbagikitasemua.Amin.
Delitua, 22Maret 2014
Penulis
21