struma nodusa non toksik

37
PLENO Makalah Kelompok Blok 21 – Metabolik Endokrin Struma Nodusa Non Toksik Kelompok : D4 1. BERNARD LEONARDO 102008159 2. YANI HARTIWI 102008174 3. WENY TANDIRURA 102008185 4. FELICIA KANZIL 102008194 5. NURUL HAKIKI 102008201 6. WILLIAM GRANDINATA 102008210 7. BELLINDA MAGDALENA 102008224 8. NURLIYANA RAMLI 102008296 9. SYAFIQAH NAJWA 102008303 10. M. KHAIRUL HAFIZ 102008311 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KEDOKTERAN WACANA ,2010 Jl. Arjuna Utara No. 6 , Jakarta 11510 ([email protected]) Daftar isi 1

Upload: nurliyana-ramli

Post on 05-Sep-2015

152 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

metabolik endokrin struma nodusa non toksiktiroid

TRANSCRIPT

PLENOMakalah Kelompok Blok 21 Metabolik EndokrinStruma Nodusa Non Toksik

Kelompok: D41. BERNARD LEONARDO 1020081592. YANI HARTIWI 1020081743. WENY TANDIRURA 1020081854. FELICIA KANZIL 1020081945. NURUL HAKIKI 1020082016. WILLIAM GRANDINATA 1020082107. BELLINDA MAGDALENA 1020082248. NURLIYANA RAMLI 1020082969. SYAFIQAH NAJWA 10200830310. M. KHAIRUL HAFIZ 102008311

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KEDOKTERAN WACANA ,2010Jl. Arjuna Utara No. 6 , Jakarta 11510([email protected])Daftar isiKata pengantar................................................................................................................3Skenario..........................................................................................................................4Langkah I........................................................................................................................4Langkah II.......................................................................................................................4Langkah III.....................................................................................................................5Langkah IV.....................................................................................................................6Langkah V.......................................................................................................................6Pembahasan ....................................................................................................................6Anamnesa .......................................................................................................................7Pemeriksaan..................................................................................................................8Working diagnose.........................................................................................................17Differensial dignose.....................................................................................................18Etiologi ......................................................................................................................20Epidemiologi................................................................................................................22Patofisiologi................................................................................................................23Penatalaksanaan..........................................................................................................24 Komplikasi..................................................................................................................26Prognosis.....................................................................................................................27Preventif .....................................................................................................................27Kesimpulan..................................................................................................................28Daftar pustaka.............................................................................................................29

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Tidaklah mudah untuk menyusun suatu makalah, dimana belum ada banyak pengalaman dan literatur yang memadai sebagai penunjang. Namun dengan usaha sungguh sungguh dan bantuan dari beberapa pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan.Untuk itu tak lupa penulis ucapakan terimakasih yang sebesar besarnya kepada segenap pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan, terutama kepada para dosen atas sumbangsinya terhadap penulisan makalah ini.Penulis menyadari sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari batas kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun guna melengkapi segala kekurangan dari makalah ini. Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat berguna di waktu waktu yang akan datang, dan dapat dipergunakan dalam mengkaji materi yang berkaitan dengan Metabolik Endokrin.Atas perhatiannya penulis sampaikan terimakasih.

Nurliyana Ramli,Jakarta, 4 Disember 2010

Skenario :Seorang laki-laki, 70 tahun , datang ke klinik tempat anda bekerja dengan keluhan terdapat benjolan di leher bagian depan yang kian hari makin membesar, sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil dan tidak dihiraukan pasien, namun sekarang pasien sulit menelan dan pasien mengeluh tidak bisa bernapas dengan lapang. Pasien juga mengeluh suaranya menjadi serak akhir-akhir ini. Pada pemeriksaan fisik, tampak benjolan pada leher berdiameter 20 cm, konsistensi keras, dan sukar digerakkan dari dasarnya. Pada palpasi daerah leher tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening. TD : 120/80 mmHg , Nadi 82x/menit, nafas 26x/menit, suhu tubuh 36.8CLANGKAH I IDENTIFIKASI ISTILAH YANG TIDAK DIKETAHUI Tidak diketemukan

LANGKAH IIIDENTIFIKASI MASALAHMelalui proses diskusi, ditemukan beberapa permasalahan yang terdapat dalam skenario.Laki-laki 70 tahun terdapat benjolan dileher semakin membesar sehingga pasien sulit menelan, bernafas, dan suara menjadi serak.

LANGKAH IIIANALISA MASALAHMIND MAP

AnamnesisFisik PemeriksaanPrognosis PreventifPenunjang

Benjolan di leher dengan konsistensi keras, sukar digerakkan dan menyebabkan sulit menelan dan bernafas dan suara menjadi serak. WD: struma nodosa non toksik Komplikasi DD Penatalaksanaan Etiologi Epidemiologi Patofisiologi

LANGKAH IVHIPOTESISBerdasarkan gejala benjolan dileher dengan konsistensi keras sukar digerakkan dan menyebabkan sulit bernafas, menelan, dan suara menjadi serak diduga menderita struma nodosa non toksik.LANGKAH VSASARAN PEMBELAJARAN1. Anamnesa2. Pemeriksaan3. Diagnosis kerja4. Diagnosis banding5. Etiologi6. Epidemiologi7. Patofisiologi8. Penatalaksanaan9. Komplikasi 10. Prognosis11. Preventif

PembahasanPada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, sehingga tidak mempengaruhi bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda tanda hipertiroidisme.

ANAMNESA11. Kaji riwayat penyakit : Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama keluarga bila ada harus curiga adanya malignancy tiroid tipe medulare. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak malignancy 33-37% Kecepatan tumbuh tumor nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan), misalnya tipe anaplastik pertumbuhannya sangat cepat dan diikuti rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut

2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita. Pegunungan dan pantai

3. Usia dan jenis kelamin Nodul timbul pada usia < 20 th atau > 50 th. Laki-laki resiko malignancy 20-70%

4. Kebiasaan makan : bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya faktor goitrogenik.

5. Penggunaan obat-obatan Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir Sudah berapa lama digunakan Tujuan pemberian obat.

6. Keluhan klien Sesak napas apakah bertambah sesak bila beraktivitas Sulit menelan Leher bertambah besar Suara serak / parau Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.

7. Struma non toksik eutiroid/hipotiroid Kulit kering, berat badan bertambah/ gemuk Malas dan banyak tidur Gangguan pertumbuhan

8. Struma toksik/hipertirod Kurus, irritable, keringat dingin Gelisah Palpitasi Hipertoni simpatikus (kulit basah, dingin dan tremor). 1

PEMERIKSAANPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik untuk kelenjar tirod melibatkan 3 cara yaitu :1. Inspeksi 2. Palpasi 3. Auskultasi Status Lokalis :1. Inspeksi Benjolan Warna Permukaan Bergerak waktu menelan2. Palpasi Permukaan, suhu Batas : Atas : Kartilago tiroid Bawah : incisura jugularis Medial : garis tengah leher Lateral : M. SternokleidomastoideusPada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :1. jumlah nodul2. konsistensi3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi 1. Inspeksi leher anterior Pasien dalam posisi selesa sama ada duduk atau berdiri dengan posisikan kepala pasien agak kebelakang. Dan dengan menggunakan pencahayaan tangensial yang ditujukan secara langsung kearah dagu pasien, perhatikanlah dengan seksama daerah dibawah kartilago krikoid untuk menemukan kelenjar tiroid. Batas bawah kelenjar tiroid akan terlihat. Kemudian mintalah pasien mendongakkan kepala , lalu minta pasien menelan (memberi air minum). Perhatikan dengan seksama gerakan ke atas dari kelenjar tiroid saat menelan tadi. Pada saat menelan , kartilago tiroid,krikoid dan kellenjar tiroid akan terlihat naik, kemudian turun kembali ke tempat asalnya.2

2. Inspeksi leher lateral Setelah selesai melakukan inspeksi leher anterior dilanjutkan dengan memerhatikan leher dari samping. Perkirakan kontur yang halus dan lurus dari kartilago krikoid sehingga takik suprasternal. Kemudian ukur sebarang tonjolan pada kontur imaginasi tadi dengan menggunakan penggaris yang diletakkan di area yang menonjol.3

Palpasi 1. Palpasi leher anterior Pasien dalam posisi seperti diatas, pemeriksa akan berdiri di hadapan pasien dan coba temukan lokasi ismus tiroid dengan cara palpasi diantara kartilago krikoid dan takik suprasternal. Dengan menggunakan tangan kiri coba untuk retraksi otot sternocleidomastoid dan tangan kanan akan meraba tiroid untuk menentukan letak, konsistensi, ukuran dan mobilitas tiroid. Pasien disuruh untuk menelan saat melakukan palpasi untuk merasakan gerakan keatas dari kelenjar tiroid.3

2. Palpasi leher posterior Pasien dalam posisi seperti diatas, pemeriksa akan berdiri di belakang pasien Pasien diminta untuk menundukkan kepalanya sedikit untuk tujuan merelaksasi otot sternomastoid. Jari-jari (umumnya 3 jari) dari kedua-dua tangan diletakkan dileher pasien dengan keadaan jari telunjuk tepat dibawah kartilago krikoid. Pasien disuruh menelan saat dipalpasi dan rasakanlah ismus tiroid naik. Geserlah trakea ke arah kanan dengan jari-jari tangan kiri, lalu dengan jari-jari tangan kanan anda rabalah bahagian lateral untuk menemukan lobus kanan kelenjar tiroid pada celahantra trakea yang tergeser tadi dengan otot sternomastoid, dan temukanlah tepi lateralnya (lateral margin). Hal yang sama dilakukan untuk menemukan lobus kiri. Permukaan anterior dari lobus lateral biasanya hampir seukuran phalanx dari ibu jari dan terasa seperti karet. Perhatikan ukuran , bentuk dan konsistensi kelenjar tiroid dan temukan adanya nodus atau nyeri.Pada palpasi harus diperhatikan : lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya) ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter) konsistensi mobilitas infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal)Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang ganas.Nodul tiroid dicurigai ganas bila: Konsistensi keras Permukaan tidak rata Batas tak tegas Sulit digerakkan dari jaringan di sekitarnya Adanya perubahan warna kulit/ ulkus Didapati pembesaran kelenjar getah bening Adanya benjolan pada tulang pipih atau ditemukan adanya metastase di paru.Kecenderungan keganasan pada nodul tungggal lebih besar daripada multi nodusa.Auskultasi Bila kelenjar tiroid membesar , dengan stetoskop yang diletakkan dilokasi kelenjar tiroid tadi dapat terdengar bunyi bruit, yaitu bunyi sejenis yang terdengar pada murmur jantung. Bruit dapat sinkronik dengan sistolik atau diastolik atau terus menerus mungkin dapat terdengar pada penyakit hipertiroid.

Pemeriksaan PenunjangLaboratoriumMengukur fungsi tiroidPemeriksaan menggunakan RIA (Radioimmuno-assay) dan ELISA (Enzyme-Linked Immunoassay) dalam serum atau plasma darah. Akan tetapi biasanya pada kasus goiter nontoksik kadar FT4 dan TSH dalam serum adalah normal. Table 1 : Berikut merupakan yang akan diukur 3 : Spesimen Cara pemeriksaan Nilai rujukan

TT4 (Tiroksin Total)Serum Chemilumetric immunoassay6-12ml/dl

TT3 (Tri-iodotironin Total)SerumChemilumetric immunoassay4-23 th 80-200ng/dl 24 tahun 80-120ng/dl

FT4 (Free Tiroksin)SerumChemilumetric immunoassay0.8-1.8 ng/dl

TSH (Thyroid Stimulating Hormone)SerumChemilumetric immunoassay0.3-5.0 mIU/L

Mencari penyebab gangguan fungsi tiroidDitemukan 5 macam antigen-antibodi spesifik pada tiroid:1. Antibodi tiroglobulin miksedema, Graves, Hashimoto dan kanker tiroid2. Antibodi mikrosomal tiroid autoimmun, kanker tiroid3. Antibodi CA2 tiroiditis de Quervain4. Antibodi permukaan sel5. TSAb (Thyroid Stimulating Antibodies) Graves, Hashimoto3

Pencitraan UltrasonografiUltrasonografi digunakan sebagai penuntun biopsi. Ultrasonografi memberikan informasi tentang morfologi kelenjar tiroid dan merupakan modalitas yang andal dalam menentukan ukuran, volume kelenjar tiroid serta dapat membedakan apakah nodul tersebut bersifat kistik , padat atau campuran kistik-padat. Gambaran ultrasonogram dengan karakterisktik dan risiko kemungkinan ganas adalah apabila ditemukan nodul yang hipechogenik, mikrokalsifikasi, batas ireguler, peningkatan aliran vascular pada nodul (melalui pemeriksaan dengan teknik Doppler), serta bila ditemukan invasi atau limfadenopati regional.

Sidik TiroidPencitraan isotopic yang akan memberikan gambaran morfologi fungsional, yang berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Radiofarmaka yang digunakan adalah I-131, Tc-99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18FDG. I-131 memiliki perilaku yang sama dengan iodium stabil, yaitu ikut dalam roses trapping dan organifikasi untuk membentuk hormone tiroid, sedangkan Tc-99m hanya ikut dalam proses trapping. Pencitraan dengan Tc-99m MIBI, TI-210 atau F-18 FDG digunakan untuk mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma tiroid pasca tiroidektomi atau radiotioblasi.

Berdasarkan distribusi radioaktivitas pada sidik tiroid dapat dilihat : Distribusi difus rata di kedua lobus (normal) Distribusi kurang/tidak menangkap/ radioaktvitas pada suatu area/nodul disebut sebagai nodul dingin (cold nodule) Penangkapan radioaktivitas pada suatu area/nodul lebih tinggi dari jaringan disekitarnya disebut sebagai nodul panas (hot nodule). Penangkapan radioaktivitas disuatu daerah nodul sedikit meninggi/hampir sama dengan sekitarnya disebut sebagai nodul hangat (warm nodule); nodul hangat disebabkan oleh hyperplasia jaringan tiroid fungsional di daerah tersebut.Nodul tiroid autonom adalah nodul tiroid fungsional yang tampak sebagai nodul panas dan menekan fungsi jaringan tiroid normal sekitarnya. Jaringan tiroid normal akan berfungsi kembali setelah nodul tiroid otonom tersebut diablasi dengan iodium radioaktif atau pembedahan.Pencitraan isotopic (sidik tiroid) dilakukan untuk mengetahui apakah suatu nodul tiroid menangkap radioaktivitas atau tidak, mendeteksi tiroid aberan (misalnya tiroid lingual atau substernal), mendeteksi jaringan tiroid sisa pasca tiroidektomi atau jaringan metastase fungsional dari karsinoma tiroid berdeferensiasi.

CT Scan atau MRI Pemggunaannya lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub sterna dan kompresi trakea karena nodul.Studi in-vitroPenentuan kadar hormon tiroid atau TSHs diperlukan untuk mengetahui fungsi tiroid. Nodul yang fungsional (nodul autonom) dengan kadar TSHs tersupresi dan hormone tiroid normal dapat menyingkirkan keganasan. Kadar kalsitonin perlu diperiksa bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medulare atau Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) tipe 2. 4

Biopsi Biopsi Aspirasi Jarum Halus ( BAJAH)Biopsi aspirasi jarum halus merupakan langkah awal dalam pengelolaan nodul tiroid. Di tangan yang ahli, ketepatan diagnostis BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil negative palsu keganasan antara 1-6%. Sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu, yang sering kali disebabkan oleh tiroiditis Hashimoto. 10-20% hasil bajah interdeterminate atau mencurigakan, kira-kira 20% dari jumlah tersebut berasal dari nodul ganas.Hal ini disebabkan kesukaran dalam membedakan lesi ganas dari tumor sel Hurthle yang jinak atau tumor folikuler yang kaya sel. Sebagian besar (80%) nodul demikian memberikan gambaran nodul dingin pada sidik tiroid.Ketepatan diagnostic meningkat bila sebelum biopsy dilakukan penyidikan isotopic atau ultrasonografi. Sidik tiroid diperlukan untuk menyingkirkan nodul tiroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik, sedangkan ultrasonografi selain untuk menbedakan nodul kistik dsari padat dan menentukan ukuran nodu juga berguna untuk menuntuk diagnostic. Teknik ini aman,murah, dan dapat dipercaya serta dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Dengan BAJAH tindakan bedah dapat dikurangi sampai 50% kasus nodul tiroid dan pada waktu bersamaan meningkatkan ketepatan kasus keganasan pada tiredektomi. Hasil sitologi BAJAH dapat dikelompokan menjadi jinak (negative), curiga (indeterminate) atau ganas (positif).Tabel 2 Hasil Sitologi Diagnostik BAJAH tiroid

Jinak (negatif)Tiroid normalNodul kolloidKistaTiroiditis subakutTiroiditis HashimotoCuriga (Indeterminate)Neoplasma sel folikularNeoplasma sel HurtleTemuan kecurigaan keganasan tapi tidak pastiGanas (positif)Karsinoma tirod papilerKarsinoma tiroid medularKarsinoma tiroid anaplastik

Langkah-Langkah Diagnosis Struma Nodosa Non Toksik

Struma Nodosa Non Toksik

Sidik tiroid

Panas Hangat Dingin

Observasi L-Thyriksin 4 5 blnUSG

Sidik tiroidUlangan kista padat campuran

FNA FNA FNA+ AspPanas Dingin

Observasi FNA

DIAGNOSA KERJA

Struma Nodosa Non ToksikStruma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali. Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaanDerajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkanDerajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal Derajat III: terlihat pada jarak jauh. Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik, Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :

Berdasarkan jumlah nodulBila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktifDikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

Berdasarkan konsistensinyaNodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

Penderita dapat mengeluh gejala-gejala penekanan pada leher, terutama bila menggerakkan kepala ke atas atau ke bawah dan juga mengeluh kesulitan menelan. Kelumpuhan pita suara akibat keterlibatan nervus laringeus rekuren jarang terdapat. Bisa didapatkan gejala hipotiroid ringan, tetapi kebanyakan penderita-penderita ialah eutiroid. Pembesaran tiroid menyatakan adanya hipotiroidisme kompensata. pemeriksaan lab menunjukkan tiroksin bebas yang rendah atau normal, dan biasanya kadar TSH normal.5

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit Hashimoto

Deskripsi Penyakit Hashimoto adalah suatu kelainan yang mempengaruhi tiroid, kelenjar kecil yang terletak di pangkal leher, di bawah jakun. Kelenjar tiroid adalah bagian dari sistem endokrin, yang menghasilkan hormon yang mengkoordinasikan kegiatan tubuh.

Dalam penyakit Hashimoto, juga dikenal sebagai tiroiditis limfositik kronis, sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid. Peradangan yang dihasilkan sering menyebabkan kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme).

GejalaPenyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala yang unik.Penyakit biasanya berkembang perlahan-lahan selama beberapa tahun dan menyebabkan kerusakan tiroid kronis yang mengakibatkan penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda-tanda dan gejala terutama orang-orang dari kelenjar tiroid kurang aktif (hipotiroidisme).

Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas. Tanda dan gejala tersebut meliputi:

21

Kelelahan dan kelesuan Meningkatkan sensitivitas terhadap dingin Sembelit Kulit pucat, kulit kering Wajah bengkak Suara parau Tingkat kolesterol darah tinggi Lemah otot Menoragia Depresi Nyeri otot, kaku terutama di bahu dan pinggul Sakit dan kaku pada sendi dan bengkak pada lutut atau sendi kecil di tangan dan kaki

Pada pembengkakan leher tidak menimbulkan rasa nyeri atau rasa penuh di leher. Jika diraba kelenjar terasa membesar, teksturnya seperti karet tetapi tidak lembut (keras), kadang terasa berbenjol-benjol.

PengobatanPengobatan untuk penyakit Hashimoto dapat mencakup pengamatan dan penggunaan obat-obatan.

Jika penyakit Hashimoto menyebabkan kekurangan hormon tiroid, penderita mungkin memerlukan terapi penggantian hormon tiroid. Hal ini biasanya melibatkan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis levothyroxine (levothroid, Levoxyl, Synthroid). Levothyroxine sintetis identik dengan tiroksin, versi alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid. Obat telan mengembalikan kadar hormon yang memadai dan membalikkan semua gejala hipotiroidisme.4

Struma Nodosa ToksikStruma nodosa toksik juga dikenal sebagai Plummers disease. Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal.4

Karsinoma TiroidKarsinoma kelenjar tiroid biasanya berbentuk nodul keras, tunggal, dingain pada scan isotop, dan padat pada ultrasonografi tiroid, yang sangat berbeda dengan bagian-bagian kelenjar lainnya. Pada goiter multinodular, kanker berupa nodul dominan lebih besar, lebih keras, dan (lagi-lagi) jelas-jelas dari bagian kelenjar sekelilingnya. Kira-kira 10% karsinoma tiroid, terutama pada anak-anak disertai pembesaran kelenjar getah bening leher, tapi pemeriksaan teliti biasanya akan mengungkapkan nodul dingin pada tiroid. Jarang, akan ada perdarahan, nekrosis, dan pembentukan kista pada nodul ganas, tetapi pada ultrasonografi tiroid akan mendapat echo interna yang berbatas jelas yang berguna untuk lesi ganas semi kistik dan kista murni yang tidak gana. Akhirnya, karsinoma tiroid dapat ditemukan tanpa sengaja sebagai suatu fokus kanker mikroskopik di tengah-tengah kelenjar yang diangkat untuk alasan-alasan lain, seperti misalnya: penyakit Graves, atau goiter multinodular.4

ETIOLOGI

1. Dedifiensi yodium.Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya: Choroid Ciliary body Kelenjar susu Plasenta Kelenjar air ludah Mukosa lambung Intenstinum tenue Kelenjar gondok

Akan tetapi sebagian besarnya dimanfaatkan di kelenjar tiroid. maka jika kadar yodium di kelenjar tiroid berkurang akan menyebabkan seseorang menderita penyakit goiter. Pembentukan goiter apabila defisiensi yodium sederhana pada intake kurang dari 50g/dl. Pada defisiensi yodium berat terjadi apabila intake kurang dari 25g/dl maka selalu mengakibatkan hipotiroid dan kretinisme. Seharusnya pada orang dewasa intake optimal yodium adalah 150-300 g/dl.

2. Kelebihan yodium Pembentukan goiter karena kelebihan yodium jarang berlaku dan selalunya berlaku apabila pernah menderita penyakit autoimun tiroid.3. Goitrogens Obat - Propylthiouracil, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, dan ekspektoran yang mengandung yodium. Makanan sayuran dari genus Brassica (cth, kol, lobak , rumpai laut , singkong) Agen lingkungan arang baru, phenolic , phthalate , resorsinol4. Dyshormogenesis faktor keturunan, ada defek pada jalur biosintesis hormon tiroid.5. Riwayat radiasi di kepala dan leher terdedah dengan radiasi saat masa kanak-kanak akan mengakibatkan terbentuk nodule benign atau malignan.6. Kehamilan hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu Gonadotropin akan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.7. Kondisi yang menyebabkan kebutuhan terhadap tiroksin bertambah yaitu : Masa pertumbuhan Pubertas Menstruasi Kehamilan Laktasi Menopause Infeksi

Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Penambahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar timid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia.

EPIDEMIOLOGIInternasional Lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia memiliki beberapa bentuk gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Dua puluh sembilan persen dari populasi dunia tinggal di daerah yang memiliki kekurangan yodium (terutama di Asia, Amerika Latin, Afrika Tengah, dan wilayah Eropa). Dari mereka yang berisiko, 655 juta telah diketahui gangguan tersebut telah menjadi goiter (gondok). Di daerah kekurangan yodium-dunia, goiter lebih umum daripada di Amerika Serikat. Prevalensi goiter dapat diperkirakan berdasarkan asupan yodium penduduk. Seperti dilaporkan oleh World Health Organization (WHO), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan Dewan Internasional untuk Pengendalian Gangguan Kekurangan Yodium (ICCIDD), tidak adanya kekurangan yodium (yaitu, urin yodium rata-rata> 100 mg / dL) dikaitkan dengan prevalensi goiter kurang dari 5%; defisiensi yodium ringan (yaitu, median yodium urin 50-99 mg / dL), dengan prevalensi gondok sebesar 5-20%; kekurangan yodium sedang (misalnya, median yodium urin 20-49 mg / dL), dengan prevalensi gondok sebesar 20-30% dan defisiensi yodium berat (yaitu, median yodium urin 20-49 mg / dL), dengan prevalensi goiter yang lebih besar dari 30%. Mortalitas / Morbiditas Goiter endemik yang timbul dari kekurangan yodium yang terkait dengan hipertrofi tiroid kadang-kadang besar, hipotiroidisme, dan kretinisme. Goiter sporadis umumnya asimtomatik dan ditemukan baik dengan pemeriksaan fisik dokter atau keluhan pasien atas pengamatan pembesaran leher. Terkadang, goiter dapat menghasilkan gejala yang disebabkan oleh tekanan pada struktur leher anterior, termasuk trakea (mengi, batuk, hystericus globus [tekanan pada leher anterior]), esofagus (disfagia), dan saraf laring (suara serak). Walaupun jarang terjadi, penyumbatan bisa berbahaya karena penyempitan trakea dan pengembangan trakheitis dengan edema dan tracheomalacia, menyebabkan penyempitan saluran nafas berat dengan obstruksi serius yang berakibat pada keadaan darurat pernapasan.

RasTidak ada studi epidemiologi meyakinkan yang menunjukkan ras memainkan peran penting dalam pengembangan goiter nontoxic. Secara umum, kondisi sosial ekonomi rendah di negara-negara nonindustrial mengakibatkan kekurangan yodium, memiliki peran yang lebih penting daripada ras dalam pengembangan gondok. Seks Goiter berdifusi dan nodular lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Menurut perkiraan terbaik, kejadian goiter pada wanita adalah 1,2 - 4,3 kali lebih besar dari pada pria. Umur Goiter sporadis dari dyshormonogenesis, kelainan genetik dalam protein yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, terjadi selama masa kanak-kanak. Goiter endemik karena kekurangan yodium terjadi selama masa kanak-kanak, dengan ukuran goiter yang semakin meningkat dengan usia. Penyebab lain goiter sporadis jarang terjadi sebelum pubertas dan tidak memiliki usia puncak kejadian. Kejadian nodul tiroid meningkat dengan usia.6

PATOFISIOLOGIEtiologi goiter nontoksik antara lain adalah defisiensi yodim atau gangguan kimia intratiroid yang disebabkan oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini kapasitas kelenjar tiroid untuk menyekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hiperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid sering bersifat eksaserbasi dan remisi, disertai hipervolusi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar tiroid. Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang engandung folikel-folikel tiroid.Perkembangan goiter nontoksik pada pasien dengan dishormogenesis atau defisiensi iodine berat dan, kemudian peningkatan sekresi TSH. TSH mengiduksi hiperplasia tiroid difus, yang diikuti oleh hiperplasia fokal dengan nekrosis dan perdarahan akhirnya terjadinya daerah-daerah hiperplasia fokal baru. Hiperplasia fokal atau nodular biasanya melibatkan satu klon sel yang mungkin mampu atau tidak untuk mengambil iodin atau mensitesa tiroglobulin. Jadi, nodul-nodul ini akan variasi dari nodul panas yang dapat mengkonsentrasikan iodin sampai nodul dingin yang tidak dapat, dan dari nodul koloid yang dapat mensintesis tiroglobulin sampai mikrofolikular yang tidak dapat. Mula-mula hiperplasia ini TSH-dependent, tapi kemudian nodul menjadi TSH-independent atau autonomous. Jadi goiter TSH-dependent nontoksik difus tersu berjalan untuk jangka waktu tertentu dan akhirnya jadi goiter toksik multinodular atau nontoksik TSH-independent. Mekanisme untuk perkembangan pertumbuhan otonom dan fungsi nodul-nodul tiroid mungkin melibatkan mutasi yang terjadi pada pembelahan sel yang diinduksi TSH dalam suatu onkogen yang mengaktifkan protein Gs dalam membran sel. Mutasi dari onkogen ini yang disebut onkogen gsp telah ditemukan dalam proporsi yang tinggi pada nodul-nodul ang berasal dari penderita goiter multinodular. Aktivasi kronik pada protein Gs akan menghasilkan proliferasi dan hiperfungsi sel tiroid bahkan bila TSH tersupresi.7

PENATALAKSANAAN1)Biasanya hanya dipantau,tanpa terapi spesifik2)Jika goiter semakin membesar sehingga sukar bernafas,pengobatan harus dilakukan seperti:Medika mentosa Tidak ada pengobatan khusus untuk goiter non toksik: 1) Hormon tiroid (L-tiroksin) T4 digunakan untuk mengurangi ukuran atau menekan pertumbuhan goiter yang lebih lanjut. Contoh : Levothyroxine (Synthroid, Levoxyl, Unithroid, Levothroid) Dosis Dewasa : 50-75 mcg / d PO; mengevaluasi TSH dalam 6 minggu, menyesuaikan dosis untuk menjaga TSH rendah dalam kisaran referensi (yaitu, sekitar 0,3-1 IU / mL) Dosis anak-anak : Tidak ditetapkan Kontraindikasi : hipersensitivitas,insufisiensi adrenal; hipertiroidisme subklinis,angina tidak stabil, tachyarrhythmia.

2)Antitiroid agen Mengurangi ukuran goiter. Contoh : Natrium iodida, atau 131 I (Iodotope) Dosis Dewasa: 100 Ci / gondok g dikoreksi selama 24 jam 131 aku tiroid serapan Dosis anak-anak : tidak direkomendasikan Kontraindikasi :hipersensitivitas, kehamilan, menyusui, hambatan kritis dari gondok Sekiranya ada tiroiditis subakut/kronik, dapat diberikan kortikosteroid.

Non Medika mentosa Sumplemen yodium : pengambilan garam beryodium secara oral atau pemberian secara IM minyak beryodium setiap tahun. Peningkatan kandungan iodin pada air, tanaman atau makanan pada hewan untuk mengurangkan goiter karena defisiensi iodin. Pengambilan goitrogen harus dihentikan.

Tindakan a. SurgeryIndikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :1. keganasan2. penekanan3. kosmetikTindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.b. Radioactive yodiumRadioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :1. inoperabel2. kontraindikasi operasi3. ada residu tumor setelah operasi4. metastase yang non resektabel

Terapi ini dilakukan untuk mengurangi saiz goiter tersebut. Terapi ini dilakukan apabila operasi tidak dapat dilakukan.

c. Konsultasi Berkonsultasi dengan endokrinologi dalam goiter non toksik yang rumit dengan pembentukan nodul atau gejala obstruktif.konsultasikan dengan ahli bedah tiroid jika indeks kecurigaan yang tinggi untuk keganasan ada pada pasien dengan suara serak, limfadenopati, dan paparan radiasi sebelumnya.8

KOMPLIKASI1. Perdarahan. Resiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi.2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme udara. 3. Trauma pada nervus laringeus rekurens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang kuat dan ke hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.4. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.5. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan klinik dan biokomia yang tepat pasca bedah.6. Hipokalsemi. Karena terangkatnya kelenjar paratiroid pada saat pembedahan.7. Hipertiroidisme. Karena dosis hormon atau obat yang berlebih.8. Obstruksi saluran napas9

PROGNOSISPrognosis baik. Meskipun tanpa pengobatan penderita goiter nontoksik bisa hidup. Penderita goiter nontoksik biasanya harus minum levrotiroksin seumur hidup. Mereka harus menghindari iodida yang dapa tmenginduksi hipertiroidisme atau, bila tidak ada pemberian tiroksin, hipotiroidisme. Kadang-kadang, adenoma tunggal atau beberapa adenoma akan menjadi hiperplastik dan mengakibatkan goiter nodular toksik. Goiter nontoksik sering familial dan anggota keluarga yang lain harus diperiksa dan diawasi untuk kemungkinan timbulnya goiter. 10

PREVENTIFPencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisasi air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu seperti di penatalaksananan di atas seperti operasi,yodium radioaktif,pemberian tiroksin dan anti tiroid.Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran. b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.5

KESIMPULANHipotesis diterima. Berdasarkan gejala benjolan dileher dengan konsistensi keras sukar digerakkan dan menyebabkan sulit bernafas, menelan, dan suara menjadi serak diduga menderita struma nodosa non toksik

DAFTAR PUSTAKA1. Struma . Diunduh dari : http://www.bedahugm.net/struma/. Pada 24 Nopember 2010.2. Yasavati K, Mardi S, Johanna SP, Indriani K, Dan H et al/dkk. Pemeriksaan Tiroid. Buku Panduan Ketrampilan Medik, FK UKRIDA , Jakarta. 2010;5: 36-8.3. Herawati S. Kelenjar tiroid. Modul Blok-21, Metabolik Endokrin 2, FK UKRIDA Jakarta. 2010:54. Stephanie L. Goiter , Nontoxic. Diupdate pada 22 Maret 2010. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview, pada 25 Nopember 2010. 5. Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2 ,2003,Penerbit Buku Kedokteran,halaman 682-694 6. Lee SL. Goiter non-toxic. 22 Maret 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/120392-followup. Pada 26 Nopember 2010.7. Schteingart DE. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam: Price SA.Patofisiolgi konsep klinis proses-proses dasar penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.p.1225-34.8. Anonim.Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya. 2004. 9. Irga. Keganasan tiroid. Diunduh dari : http://www.irwanashari.com/2008/01/keganasan-tiroid.html. Pada 25 Nopember 2010. 10. Greenspan FS, Baxter JD. Kelainan-kelainan tiroid. Dalam: Wijaya C, Maulany RS, Samsudin S. alih bahasa Endokrinologi dasar & klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000. hal. 245-72.

27