lapsus dr dewi fix

63
LAPORAN KASUS MENINGOENSEFALITIS DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA TIPE SPASTIK + SUSPECT TB PARU + MARASMUS OLEH : LANIRA ZARIMA N. (H1A 008 038) PEMBIMBING : dr. Ni Luh Kade Dewi Sangawati, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA 1

Upload: gowindamijaya

Post on 01-Feb-2016

63 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

nnnnnnnnn

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Dr Dewi FIX

LAPORAN KASUS

MENINGOENSEFALITIS DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA

TIPE SPASTIK + SUSPECT TB PARU + MARASMUS

OLEH :

LANIRA ZARIMA N.

(H1A 008 038)

PEMBIMBING :

dr. Ni Luh Kade Dewi Sangawati, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2012

1

Page 2: Lapsus Dr Dewi FIX

BAB I

PENDAHULUAN

Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok

yang rawan terhadap kekurangan gizi (Kemenkes RI, 2011).

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan

sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah

gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk

umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa

(Hasaroh Y, 2010).

Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan tingginya prevalensi

gizi kurang pada anak balita, kurang vitamin A (KVA), anemia defisiensi zat besi dan kurang

yodium. Prevalensi gizi kurang pada periode 1989-1999 menurun dari 29,5% menjadi 27,5%

atau rata-rata terjadi penurunan 0,40% per tahun. Namun pada periode 2000-2005 terjadi

peningkatan prevalensi gizi kurang dari 24,6% menjadi 28,0%. Kemudian pada tahun 2007

terjadi penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4% menjadi 4,9% pada tahun

2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut, antara lain tingkat kemampuan

keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga,

pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah, dan membagi makanan di

tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan

dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas.

(Depkes RI, 2008).

Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs)

yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan 48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015 setiap

negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Dua

dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi

gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan

defisit energi (indikator kelima) (Depkes RI, 2008).

2

Page 3: Lapsus Dr Dewi FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens. Nama

lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan

meningocerebritis.

KRITERIA ANAK GIZI BURUK

1. Gizi Buruk t anpa Komplikasi

a) BB/TB: < -3 SD dan atau;

b) Terlihat sangat kurus dan atau;

c) Adanya Edema dan atau;

d) LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2. Gizi Buruk dengan Komplikasi

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda

komplikasi medis berikut ini :

a) Anoreksia

b) Pneumonia berat

c) Anemia berat

d) Dehidrasi berat

e) Demam sangat tinggi

f) Penurunan kesadaran

3

Page 4: Lapsus Dr Dewi FIX

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk (Depkes RI, 2011)

KLASIFIKASI GIZI BURUK

4

Page 5: Lapsus Dr Dewi FIX

Terdapat 3 tipe gizi buruk, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe

yang berbeda-beda.

1. Marasmus

Berikut ini adalah gejala pada marasmus :

a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-

ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit.

b) Wajah seperti orang tua dan kulit keriput

c) Jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada

d) Iga gambang dan perut cekung

e) Otot paha mengendor (baggy pants)

f) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih merasa lapar

g) Sering disertai dengan penyakit infeksi dan diare (Almatsier S, 2009).

Gambar 2. Marasmus

2. Kwashiorkor

Manifestasi klinis dan penampilan tipe kwashiorkor, yaitu :

a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis.

b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut dan

rontok, pada penyakit yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c) Otot mengecil (hipotrofi)

d) Edema yang dapat terjadi di seluruh tubuh

e) Wajah membulat dan sembab dengan pandangan mata anak sayu

5

Page 6: Lapsus Dr Dewi FIX

f) Pembesaran hepar, hepar yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

kenyal pada perabaan permukaan licin dan pinggir/tepi yang tajam.

g) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).

h) Sering disertai penyakit infeksi, diare, dan anemia (Almatsier S, 2009).

Gambar 3. Kwashiorkor

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi

untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian di samping menurunnya

berat badan < 60% dari normal, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor,

seperti edema, kelainan rambut, dan kelainan kulit (Almatsier S, 2009).

Gambar 4. Gambaran Klinis Marasmus-Kwashiorkor

6

Page 7: Lapsus Dr Dewi FIX

Marasmus Kwashiorkor

Tampak sangat kurus Bilateral pitting oedema, berawal dari telapak kaki

dan tungkai bawah, dapat meluas hingga tangan dan

lengan serta wajah (moon -face).

Lemak dan jaringan otot minimal, tampak seperti

tulang terbungkus kulit, hingga turgor kulit berkurang.

Penurunan massa jaringan otot dan lemak mungkin

tertutupi oleh edema.

Kurus, kulit kering, mengendor, keriput, tulang pipi

dan dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan

dalam, tampakan wajah seperti orang tua (old man’s

appearance).

Lesi kulit, atrofi, kulit tampak pecah-pecah dan

mudah terkelupas, rapuh, mudah terkena infeksi

(dermatosis).

Rambut normal Perubahan warna rambut (kuning/kemerahan), tipis,

kering dan rapuh, serta mudah dicabut/rontok.

Sering terkena infeksi, namun dengan gejala klinis

minimal (tidak selalu timbul demam).

Sering terkena infeksi akibat lesi kulit

Sering berhubungan dengan dehidrasi Sering berhubungan dengan dehidrasi yang mungkin

tertutupi oleh edema.

Perubahan status mental, waspada, dan rewel. Perubahan status mental, hingga apatis atau letargis.

Rewel bila disentuh.

EPIDEMIOLOGI GIZI BURUK

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia

telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita

yang BB/U < -3SD (menurut Z-score WHO-NCHS) sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3%

menjadi 7,2% tahun 1992, dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya

pemerintah, seperti pemberian makanan tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan

peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada

tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998,

8,1% tahun 1999 dan 6,3% tahun 2001. Namun, pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali

menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%. Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-

kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi, seperti diare dan infeksi saluran

7

Page 8: Lapsus Dr Dewi FIX

pernafasan akut (ISPA), Tuberkulosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO

menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19%

diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lainnya

(Depkes RI, 2011).

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan

laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data

Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun

2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa provinsi dan yang

tertinggi terjadi di dua provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi gizi buruk dan kurang di

provinsi NTB adalah 24,8%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa prevalensi

gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Depkes RI, 2008).

PENYEBAB GIZI BURUK

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk, yaitu :

1. Penyebab Langsung

Gizi buruk dapat disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak

sering sakit dan terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh

berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak

mendapatkan makanan bergizi seimbang, atau pola makan anak yang salah. Kaitan

infeksi dan malnutrisi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan karena

keduanya saling terkait dan saling memperberat. Infeksi kronik akan menyebabkan

kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada

sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi

esensial yang bisa disebabkan penyerapan makanan yang buruk dari saluran

pencernaan (malabsorbsi) atau kehilangan zat-zat gizi dan cairan-elektrolit yang

berlebihan oleh karena diare, muntah, dan perdarahan (Hasaroh Y, 2010).

2. Penyebab Tidak Langsung

Ketersediaan pangan dalam rumah tangga, perilaku dan pola hidup, serta peran serta

dari pelayanan kesehatan. Faktor-faktor lain diantaranya adalah kemiskinan, tingkat

pendidikan yang rendah, dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi

buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan

8

Page 9: Lapsus Dr Dewi FIX

keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam

jumlah yang cukup baik ketersediaannya maupun gizinya (Hasaroh Y, 2010).

Sedangkan menurut Nelson (2007), secara garis besar penyebab marasmus adalah :

a) Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang

terlalu encer.

b) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral

misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

kongenital.

c) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,

deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,

hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

d) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI

kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.

e) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

f) Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

g) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab

maramus yang lain disingkirkan.

h) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

kurang akan menimbulkan marasmus.

i) Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,

meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan

kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat

dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama

gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

DAMPAK GIZI BURUK

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem organ karena

umumnya gizi buruk ini juga disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro

nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan merusak sistem pertahanan

tubuh terhadap mikroorganisme sehingga tubuh mudah sekali terkena infeksi.

9

Page 10: Lapsus Dr Dewi FIX

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena

berberbagai disfungsi yang dialami. Ancaman yang timbul, antara lain hipotermia (mudah

kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang di

bawah kadar normal), dan kekurangan elektrolit serta cairan tubuh. Jika fase akut tertangani,

namun tidak di follow-up dengan baik maka akan menyebabkan anak tidak dapat mengejar

ketinggalannya dan berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan

perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,

penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensoris, gangguan pemusatan

perhatian, penurunan rasa percaya diri, dan juga menurunnya prestasi anak (Hasaroh Y,

2010).

PENEGAKKAN DIAGNOSIS GIZI BURUK

Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis

terdiri dari anamnesis awal dan lanjutan.

1. Anamnesis Awal (Kedaruratan)

Bila didapatkan hal-hal di bawah ini, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi

dan/atau syok, yang harus diatasi segera.

a) Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

b) Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare

(encer/darah/lender)

c) Kapan terakhir berkemih

d) Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin

2. Anamnesis Lanjutan

Untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah

kedaruratan tertangani.

a) Diet (pola makan) dan kebiasaan makan sebelum sakit

b) Riwayat pemberian ASI

c) Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

d) Hilangnya nafsu makan

e) Kontak dengan campak atau tuberkulosis paru

f) Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

10

Page 11: Lapsus Dr Dewi FIX

g) Batuk kronik

h) Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

i) Berat badan lahir

j) Riwayat tumbuh kembang

k) Riwayat imunisasi

l) Apakah ditimbang setiap bulan ?

m) Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

n) Diketahui atau tersangka infeksi HIV

3. Pemeriksaan Fisik

a) Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.

Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB

b) Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk.

c) Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun

d) Demam (suhu aksilar ≥ 37,5oC) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,5oC)

e) Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung

f) Sangat pucat

g) Pembesaran hati dan ikterus

h) Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites.

i) Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)

j) Ulkus pada mulut

k) Fokus infeksi : THT, paru, kulit

l) Lesi kulit pada kwashiorkor

m) Tampilan tinja

n) Tanda dan gejala infeksi HIV (Tim Adaptasi WHO-Indonesia, 2009).

TATA LAKSANA GIZI BURUK

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah

dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang

ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan 2 pendekatan.

Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,

demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan,

11

Page 12: Lapsus Dr Dewi FIX

Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC). Sedangkan gizi buruk

tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan (Depkes RI, 2011).

Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 4 fase, yaitu fase

stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak lanjut.

1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi

Semua anak dengan gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah <

3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberikan makan

gula pasir atau larutan glukosa 10% segera setelah masuk rumah sakit. Jika fasilitas

setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak

gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai

panduan.

Tatalaksana :

♣ Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.

♣ Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan

glukosa 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT.

♣ Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2-3 jam, siang dan malam, selama minimal 2

hari.

♣ Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.

12

Page 13: Lapsus Dr Dewi FIX

♣ Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena

(bolus) sebanyak 5 ml/kgBB, atau larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.

♣ Berikan antibiotik

Pemantauan :

♣ Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30

menit.

♣ Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan

glukosa atau gula 10%.

♣ Jika suhu rektal < 35,5°C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia

disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani

sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan :

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,

lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam, siang dan

malam.

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia

Diagnosis : Suhu aksilar < 35,5°C

Tatalaksana :

♣ Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

♣ Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut

hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung pada anak) atau lampu di

dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke

kulit dengan metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu

pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.

♣ Berikan antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan :

♣ Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5°C atau

lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan

bila suhu mencapai 36,5oC.

♣ Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam

hari.

13

Page 14: Lapsus Dr Dewi FIX

♣ Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.

Pencegahan :

♣ Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin,

dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut.

♣ Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering.

♣ Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya sewaktu dan setelah mandi atau

selama pemeriksaan medis).

♣ Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di

malam hari.

♣ Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,

sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan

mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh

sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya

dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala

dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana :

♣ Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan

syok.

♣ Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika

melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama. Setelah 2 jam, berikan

ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang

sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak

anak mau minum, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.

♣ Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.

♣ Jika masih diare, berikan ReSoMal setiap kali diare. Untuk anak usia < 1 tahun :

50-100 ml tiap BAB, usia ≥ 1 tahun : 100-200 ml tiap BAB.

4. Memperbaiki Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pemantauan :

14

Page 15: Lapsus Dr Dewi FIX

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam

selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada

terhadap gejala kelebihan cairan yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal

jantung dan kematian. Periksalah frekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan

jumlah produksi urin, serta frekuensi buang air besar dan muntah.

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada

diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah, cekungan mata dan fontanela berkurang

serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi. Tetapi anak gizi

buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah

terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda

kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit),

hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1

jam.

Pencegahan :

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak 

gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit

standar.

♣ Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

♣ Pemberian F-75 sesegera mungkin

♣ Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair

Tatalaksana :

♣ Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang

sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-

75, F-100, atau ReSoMal.

♣ Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

♣ Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl)

5. Mengobati Infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak

ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu,

anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke

rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia

merupakan tanda infeksi berat.

15

Page 16: Lapsus Dr Dewi FIX

Tatalaksana :

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk :

♣ Antibiotik spektrum luas

♣ Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya,

atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum

berumur 9 bulan.

♣ Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas :

♣ Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, berikan Kotrimoksazol per

oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP per kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari.

♣ Jika ada komplikasi, seperti hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis

dan tampak sakit berat, atau jelas ada infeksi, berikan :

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan

dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU jika

tidak tersedia amoksisilin, berikan Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6

jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH DENGAN :

Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

♣ Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati

dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.

♣ Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria,

disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), berikan antibiotik yang sesuai.

♣ Berikan obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.

♣ Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat pada gizi buruk,

obat antituberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga

menderita tuberkulosis.

Pemantauan :

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan

sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan

penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki Kekurangan Zat Gizi Mikro

16

Page 17: Lapsus Dr Dewi FIX

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering

ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak

mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya

pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah

infeksi.

Tatalaksana :

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu :

♣ Multivitamin

♣ Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

♣ Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

♣ Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

♣ Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

♣ Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan

sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur Dosis

< 6 bulan 50 000 (1/2 kapsul biru)

6 – 12 bulan 100 000 (1 kapsul biru)

1– 5 tahun 200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan

terakhir, berikan vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

7. Memberikan Makanan Untuk Stabilisasi dan Transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab

keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana :

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makanan awal adalah :

♣ Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering, dan rendah osmolaritas maupun

rendah laktosa.

♣ Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral.

♣ Energi 100 kkal/kgBB/hari

♣ Protein 1-1,5 g/kgBB/hari

17

Page 18: Lapsus Dr Dewi FIX

♣ Cairan 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

♣ Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75

yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini :

Hari Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1 – 2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml

3 – 5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml

6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapat

dipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk

pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling

berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan.

Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien. Pemberian makanan sepanjang

malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama tanpa pemberian makanan

(puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral

pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan

sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak, maka anak perlu

mendapatkan ekstra air/cairan.

Terdapat 5 rencana pemberian cairan dan makanan untuk fase stabilisasi, yang

disesuaikan dengan 5 kondisi yang didapatkan pada penderita.

1. Rencana I untuk kondisi I (jika ditemukan syok/renjatan, letargis, dan muntah dan

atau diare atau dehidrasi).

2. Rencana II untuk kondisi II (jika letargis dan muntah dan atau diare atau

dehidrasi).

3. Rencana III untuk kondisi III (jika muntah dan atau diare atau dehidrasi).

4. Rencana IV untuk kondisi IV (jika ditemukan letargis).

5. Rencana V untuk kondisi V (jika tidak ditemukan syok/renjatan, letargis, muntah

dan atau diare atau dehidrasi).

Bagan 1. Rencana I (Ditemukan renjatan/syok, letargis, dan muntah/diare atau dehidrasi)

18

Page 19: Lapsus Dr Dewi FIX

Bagan 2. Rencana II (Ditemukan letargis dan muntah/diare atau dehidrasi)

19

Page 20: Lapsus Dr Dewi FIX

Bagan 3. Rencana III (Ditemukan muntah/diare atau dehidrasi)

Bagan 4. Rencana IV (Jika penderita gizi buruk ditemukan letargis)

20

Page 21: Lapsus Dr Dewi FIX

Bagan V. Rencana V (Tidak menunjukkan tanda bahaya atau kondisi penting tertentu)

Pemantauan :

21

Page 22: Lapsus Dr Dewi FIX

Pantau dan catat setiap hari jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan, muntah,

frekuensi defekasi dan konsistensi feses, dan berat badan.

8. Memberikan Makanan Untuk Tumbuh Kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya

nafsu makan dan edema minimal atau hilang.

Tatalaksana :

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar

(F-100) disebut fase transisi :

♣ Ganti F-75 dengan F-100, berikan F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama

2 hari berturut-turut.

♣ Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai

anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi

ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.

♣ Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi

sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

♣ Setelah transisi bertahap, berikan anak :

Pemberian makanan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai dengan

kemampuan anak).

Energi 150-220 kkal/kgBB/hari

Protein 4-6 g/kgBB/hari

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak sudah

mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk

menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to used therapeutic

food : RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet dapat digunakan

pada fase rehabilitasi.

Pemantauan :

Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan

napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit

dan nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan

dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari

penyebabnya). Lakukan segera :

♣ Kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam.

22

Page 23: Lapsus Dr Dewi FIX

♣ Kemudian tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut :

115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana

dijelaskan sebelumnya.

♣ Atasi penyebab

Bagan 6. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Tumbuh Kejar

Penilaian Kemajuan :

23

Page 24: Lapsus Dr Dewi FIX

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan

mendapatkan F-100 :

♣ Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan

♣ Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari

♣ Jika kenaikan berat badan :

Kurang (< 5 gram/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap.

Sedang (5-10 gram/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi atau

mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

Baik (> 10 gram/kgBB/hari)

9. Memberikan Stimulasi Untuk Tumbuh Kembang

♣ Ungkapan kasih sayang

♣ Lingkungan yang ceria

♣ Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari

♣ Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

♣ Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,

memandikan, dan bermain).

10. Mempersiapkan Untuk Tindak Lanjut di Rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2SD (setara dengan > 80%) dapat dianggap anak telah

sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan

pendek. 

Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :

♣ Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif.

♣ BB/PB atau BB/TB > -3SD

♣ Komplikasi sudah teratasi

♣ Ibu telah mendapat konseling gizi

♣ Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

♣ Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua :

♣ Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi

pemberian makan yang sering.

24

Page 25: Lapsus Dr Dewi FIX

♣ Terapi bermain yang terstruktur

♣ Sarankan :

Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

  Pemulangan Sebelum Sembuh Total 

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu

untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial

juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat

jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil :

♣ Anak seharusnya :

Telah menyelesaikan pengobatan antibiotik 

Mempunyai nafsu makan baik 

Menunjukkan kenaikan berat badan yang baik 

Edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang

♣ Ibu atau pengasuh seharusnya :

Mempunyai waktu utuk mengasuh anak

Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah

dan frekuensi).

Mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin,

nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Tindak Lanjut Bagi Anak yang Pulang Sebelum Sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak

sembuh :

♣ Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal

untuk melakukan supervisi dan pendampingan.

♣ Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan

berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat

badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

25

Page 26: Lapsus Dr Dewi FIX

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RSUP NTB : 10 Juni 2015

No. RM : 561827

Diagnosis Masuk : Meningitis TB

Diagnosis Akhir : Meningoensefalitis

IDENTITAS

a. Identitas Pasien

Nama Lengkap : Hasbullah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 10 tahun

Agama : Islam

Alamat : Bima

b. Identitas Keluarga

Identitas Ibu Ayah

Nama Ny. F Tn. A

Umur 35 tahun 40 tahun

Pendidikan SD SD

Pekerjaan IRT Wiraswasta

HETEROANAMNESIS (11 Juni 2015)

c. Keluhan Utama : Kejang

d. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan pasien rujukan RSUD Bima dengan diagnosis meningitis TB.

Menurut orang tua pasien, pasien mengalami kejang sekitar 12 hari sebelum masuk RSUP

Nusa Tenggara Barat. Kejang dialami sebanyak 3 kali dalam sehari, yang berlangsung

sekitar 30 menit – 1 jam. Saat kejang pasien terlihat kaku, kedua tangan menghentak-

hentak dan keluar busa dari mulut. Diantara kejang, pasien sempat sadarkan diri. Saat

26

Page 27: Lapsus Dr Dewi FIX

kejang, pasien dalam keadaan demam. Awalnya, pasien mengalami batuk dan pilek sejak

21 hari yang lalu. Batuk berlangsung secara terus-menerus, batuk berdahak dengan dahak

berwarna kuning, tidak ditemukan adanya darah pada dahak dan pasien juga tidak

mengeluhkan adanya sesak. BAK (+) lancar dengan frekuensi 4x sehari berwarna kuning

jernih. BAB (+) berwarna kuning dengan konsistensi padat tanpa disertai lendir maupun

darah. Sejak sakit, pasien mengalami penurunan nafsu makan. Setelah itu pasien

mengalami demam yang dirasakan sejak 18 hari yang lalu, 4 hari kemudian pasien sempat

dibawa ke bidan dan demam sempat menurun, namun muncul bintik-bintik merah

kehitaman di seluruh tubuh dan pasien mengeluhkan tidak bisa buka mulut hingga

akhirnya pasien dibawa ke RSUD Bima. Setelah itu pasien tidak bisa bicara dan

menggerakan tangan dan kakinya.

♣ Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa (kejang). Pasien juga tidak pernah

mengalami batuk yang lama. Riwayat sakit gigi atau tertusuk paku tidak diketahui oleh

keluarganya.

♣ Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan :

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal. Tidak terdapat riwayat epilepsi pada

keluarga pasien. Tidak terdapat riwayat TB pada keluarga dan orang disekitar pasien.

♣ Riwayat Pengobatan :

Saat pasien mengalami demam, pasien dibawa ke Puskesmas dan diberikan Paracetamol

namun suhu tubuhnya tidak juga turun. Kemudian ketika pasien mengalami kejang dan

menjadi tidak sadar, orang tua pasien segera melarikan anaknya ke RSUP3 Gerung.

Pasien dirawat selama 4 hari, telah dilakukan perawatan, pemberian antibiotika,

antipiretik, dan antikonvulsan serta dilakukan tindakan transfusi PRC + 80 cc. Hb awal

7,2 gr% dan post-transfusi 10,3 gr%. 1 hari SMRS pasien mengalami kejang lagi di RSP3

Gerung, kemudian diberikan antikonvulsan dan setelah dilakukan stabilisasi, pasien

akhirnya dirujuk ke RSUP NTB. Saat MRS di RSUP NTB, pasien dirawat oleh Dokter

Spesialis Anak Bagian Neurologi selama 12 hari. Kemudian dinilai status gizinya dan

disimpulkan pasien termasuk gizi buruk sehingga dilakukan rawat bersama dengan

Dokter Spesialis Anak Bagian Gizi.

♣ Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Pasien merupakan anak ketiga dari kehamilan yang ketiga. Selama hamil, ibu pasien

kadang-kadang memeriksakan kehamilannya di bidan desa. Ibu pasien mengaku selama

27

Page 28: Lapsus Dr Dewi FIX

hamil dirinya tidak pernah mengalami sakit yang serius seperti tekanan darah tinggi,

kejang, perdarahan, demam yang lama, ataupun trauma.

Pasien lahir di rumah melalui persalinan normal dan ditolong oleh bidan desa. Pasien

lahir pada usia kehamilan cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram dan langsung

menangis. Riwayat kejang, biru, atau kuning setelah lahir disangkal.

♣ Riwayat Nutrisi :

Pasien mendapatkan ASI eksklusif dari usia 0-3 bulan, sedangkan sejak usia 3-6 bulan

pasien mendapatkan ASI dan susu formula, karena ibu mengaku ASI-nya sedikit. Sejak

usia 6 bulan, pasien juga mendapat makanan tambahan berupa bubur beras. Setelah itu

pasien mendapatkan makanan sesuai dengan makanan kelurga.

♣ Riwayat Imunisasi (Vaksinasi) :

Imunisasi Dasar Ulangan

BCG (+) 1x Usia 1 bulan (-)

Hepatitis B (+) 4x Usia 0 bulan (baru lahir) Usia 1, 4, 6 bulan

Polio (+) 4x Usia 1 bulan Usia 2, 4, 6 bulan

DPT (+) 3x Usia 2 bulan Usia 4, 6 bulan

Campak Belum dilakukan

♣ Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial

Os belum dapat berjalan,

namun sudah bisa duduk

sendiri dan mulai belajar

berdiri.

Os dapat tidur miring-

miring dan tengkurap

sendiri.

Os belum dapat

mencoret-coret.

Os sudah mampu

memegang dengan

jari dan ibu jari.

Os belum mampu

mengucapkan kata inaq

atau amaq secara jelas.

Os mampu menoleh ke

arah suara.

Os belum mampu

membuka pakaian

sendiri, menggunakan

sendok/garpu, minum

dengan gelas sendiri

dan makan sendiri.

Os mampu “daag-

daag” dengan tangan,

bertepuk tangan, dan

berusaha menggapai

mainan.

28

Page 29: Lapsus Dr Dewi FIX

PEMERIKSAAN FISIK (11 Juni 2015)

♣ Status Generalis

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran / GCS : stupor / E4VxM2

Tanda Vital

Frekuensi nadi : 112 x/menit

Frekuensi napas : 40 x/menit

Suhu : 38oC

CRT : < 2 detik

♣ Status Gizi

BB : 6200 gram

PB : 72 cm

Z-score (Grafik WHO)

BB/PB = < -3 SD = gizi buruk

BB/U = < -3 SD = kurus sekali

TB/U = +2 SD ~ -2 SD = normal

♣ Status Neurologis

Nervus Cranialis

N. I : sde

N. II : refleks pupil (+/+) isokor, ukuran + 3 mm.

N. III, IV, VI : retraksi palpebra superior (-/-), ptosis (-/-), gerakan bola mata kesan

normal (+/+).

N. V : pemeriksaan refleks trigeminal/kornea (+/+), refleks mengisap lemah,

N. VII : kontraksi otot wajah/fasial pada saat menangis simetris, hiposekresi

kelenjar saliva (-), hiperlakrimasi (-).

N. VIII : sde

N. IX, X : refleks muntah (+), tangis bayi (+) lemah.

N. XI, XII : sde

29

Page 30: Lapsus Dr Dewi FIX

PemeriksaanEkstremitas Atas Ekstremitas Bawah

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Ukuran Otot eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi

Tonus Otot normal spastik normal spastik

Kekuatan Otot 4 1 4 1

Refleks Fisiologis : Refleks Patella (++/+++)

Refleks Tendon Achilles (++/+++)

Refleks Patologis : Refleks Babinsky (+/+)

Refleks Chadock (+/+)

Refleks Schaefer (-/-)

Refleks Gordon (-/-)

Refleks Oppenheime (+/+)

Refleks Hoffman-Trommer (-/-)

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)

Brudzinsky I (+)

Brudzinsky II sde

Kernig’s Sign (+)

♣ Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala/Leher

Bentuk : normochepali, tidak terdapat kelainan

UUB : tertutup, datar

Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) isokor

Mulut : pucat (-), mukosa bibir kering (+), sianosis (-), kaku (+)

Telinga : otorhea (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

Hidung : rinorhea (-), napas cuping hidung (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Tenggorokan : tidak dapat dievaluasi

Gigi : tidak dapat dievaluasi

30

Page 31: Lapsus Dr Dewi FIX

Thoraks

Inspeksi : bentuk dan ukuran normal, retraksi (-), ictus cordis tidak tampak

Palpasi : pengembangan dinding dada simetris, ictus cordis teraba pada ICS

IV midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung paru :

Atas : ICS II

Kanan : ICS V parasternal line dextra

Kiri : ICS V axillaris anterior sinistra

Bawah : ICS V

Auskultasi : Cor → S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo → vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), jejas (-), scar/luka bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, blast terasa penuh

Ekstremitas

PemeriksaanEkstremitas Atas Ekstremitas Bawah

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Akral hangat + + + +

Edema - - - -

Pucat - - - -

Spastik + + + +

Kekuatan

Vertebra

Inspeksi : Kelainan (-), tanda-tanda fraktur (-), gibus (-)

Kulit

Inspeksi : Ruam (+)

31

Page 32: Lapsus Dr Dewi FIX

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (28/05/2015)

RSUD Bima

Darah Lengkap (04/06/2015)

RSUD Bima

Darah Lengkap (10/06/2015)

RSUP NTB

HGB : 10,9 g/dl

HCT : 38,2 %

RBC : 4,84 x 106/µL

MCV : 78,9 fl

MCH : 22,5 pg

MCHC : 28,5 g/dl

WBC : 5,4 x 103/µL

PLT : 386 x 103/µL

HGB : 11,6 g/dl

HCT : 34,9 %

RBC : 4,29 x 106/µL

MCV : 81,3 fl

MCH : 27,0 pg

MCHC : 33,2 g/dl

WBC : 10,0 x 103/µL

PLT : 242 x 103/µL

HGB : 11,0 g/dl

HCT : 32,7 %

RBC : 4,04 x 106/µL

MCV : 80,9 fl

MCH : 27,2 pg

MCHC : 33,6 g/dl

WBC : 8,36 x 103/µL

PLT : 387 x 103/µL

Pemeriksaan Lainnya

(28/05/2015) RSUD Bima

Pemeriksaan Lainnya

(04/06/2015) RSUD Bima

Pemeriksaan Lainnya

(10/06/2015) RSUP NTB

GDS : 87,0 mg/dl

Ureum : 25,8 mg/dl

Kreatinin : 0,9 mg/dl

SGOT : 26,2 U/l

SGPT : 19,2 U/l

Malaria : Negatif

HBSAg : Negatif

Widal slide :

S. Thypi O (-)

S. Thypi H (-)

S. P. Thypi A 1/80

S. P. Thypi B (-)

Malaria : Negatif GDS : 124 mg/dl

Ureum : 40 mg/dl

Kreatinin : 0,4 mg/dl

SGOT : 68 mg/dl

SGPT : 199 mg/dl

Elektrolit :

Na : 128 mmol/l

Ka : 4,1 mmol/l

Cl : 98 mmol/l

32

Page 33: Lapsus Dr Dewi FIX

RESUME

Seorang bayi laki-laki, usia 9 bulan, rujukan RSP3 Gerung dengan Kejang Demam

Kompleks, DD Meningoensefalitis, dan Anemia. Pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali, 1

kali di rumah dan 1 kali di RSP3 Gerung. Sebelum mengalami kejang, pasien sempat muntah.

Saat kejang, pasien dalam keadaan demam dan suhu tubuh pasien tidak turun walaupun telah

diberikan Paracetamol. Setelah mengalami kejang, pasien tiba-tiba lemas dan terlihat

mengantuk kemudian menjadi tidak sadar. Pasien juga mengalami batuk kering dan pilek.

Sesak napas (-), diare (-), BAK (+) lancar.

Sejak sakit, pasien tidak mau minum susu ataupun makan bubur. Sebelumnya, nafsu

makannya cukup kuat dan biasanya makan 3x sehari berupa bubur beras ditambah dengan

susu formula. Saat ini, orang tua pasien mengaku setiap melakukan penimbangan berat badan

di Posyandu, berat badan anaknya selalu berada di bawah garis merah. Riwayat minum OAT

(+), namun belum tuntas. Terdapat riwayat TB pada nenek pasien dan telah diobati.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah. Nadi 132

x/menit, regular, kuat angkat cukup, RR 28 x/menit, regular, suhu 37oC. Didapatkan juga

mukosa bibir kering, pembesaran KGB leher noduler, turgor kulit sedikit menurun, muscle

wasting (+) dan baggy pants (+). Pada pemeriksaan neurologis didapatkan tanda rangsang

meningeal (+), refleks fisiologis (+), refleks patologis (+), tonus otot dextra normal

sedangkan tonus otot sinistra spastik, kekuatan otot dextra bernilai 4 sedangkan kekuatan otot

sinistra bernilai 1.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,6 g/dl; MCV 78,1 fl; MCH 23,7 pg;

MCHC 30,4 g/dl; PLT 256 x103/uL; dan WBC 5,69 x103/uL.

DIAGNOSIS

♣ Meningoensefalitis dengan Hemiparesis Sinistra Tipe Spastik

♣ Suspect TB Paru

♣ Marasmus

RENCANA TERAPI

♣ Pasien tirah baring dengan posisi kepala ditinggikan (head-up position)

♣ Pemberian oksigen 2 liter/menit

♣ IVFD D5 ¼ NS = 6,2 kg x 100 cc = 620 cc/hari = 25 tetes mikro per menit

♣ Injeksi Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

33

Page 34: Lapsus Dr Dewi FIX

Dosis Seftriakson = 6,2 kg x 100 mg = 620 mg/hari ~ 300 mg/kali injeksi

Sediaan Seftriakson 1 gram/vial

Antibiotik Seftriakson diberikan selama + 14 hari

♣ Injeksi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV tiap kali kejang

Dosis Diazepam = 6,2 kg x 0,3 mg – 6,2 kg x 0,5 mg

= 1,86 mg – 3,10 mg

= ~ 2,5 mg tiap kali kejang

Sediaan Diazepam 10 mg / 2 ml (1 ampul)

♣ Injeksi Fenitoin 5 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Dosis Fenitoin = 6,2 kg x 5 mg = 31 mg/hari ~ 15 mg/kali injeksi

Sediaan Fenitoin 50 mg/ml dalam vial 5 ml

♣ Pemberian D10% 50 ml per oral untuk mencegah hipoglikemia

♣ Pemberian F-75 sebanyak 8 x 100 cc tiap hari melalui NGT

♣ Pemberian multivitamin jika memungkinkan :

Vitamin A 100.000 IU

Vitamin C 3 x ½ tablet

Asam Folat (5 mg pada hari I, selanjutnya 1 mg pada hari II dan III)

♣ Fisioterapi

♣ Timbang BB tiap hari

♣ Observasi kesadaran dan tanda vital, terutama suhu (jangan sampai pasien mengalami

demam ataupun hipotermia).

♣ Tes Mantoux, Rontgen Thoraks AP-Lateral, pemeriksaan sputum/bilas lambung untuk

pengecatan gram dan BTA.

♣ Rencana pengobatan TB

34

Page 35: Lapsus Dr Dewi FIX

35

Page 36: Lapsus Dr Dewi FIX

FOLLOW-UP PASIEN

Tanggal/Jam Subjective Objective Assessment Planning

10/06/2015

13.00

Pasien tidak sadar (+), tubuh sebelah kiri

lemas dan tidak bisa digerakkan.

Kejang (-), demam (-), muntah (-), batuk

pilek (-), BAK (+) lancar, BAB (+).

KU : sedang

Kesadaran : somnolen

Nadi : 132 x/menit

RR : 28 x/menit

Suhu : 37oC

CRT : > 2 detik

BB : 6200 gram

PB : 72 cm

Pembesaran KGB (+) noduler

Abdomen tampak cekung

Turgor kulit menurun

Baggy pants, muscle wasting (+)

Kaku kuduk (+)

Tonus otot : S spastik, D normal

- Meningoensefalitis dengan

hemiparesis sinistra tipe

spastik.

- Suspect TB Paru

- Marasmus

- Head-up position

- IVFD D5 ¼ NS

- O2 2 lpm

- Injeksi Seftriakson 2x300 mg

- Injeksi Diazepam 2,5 mg kkj

- Injeksi Fenitoin 2x15 mg

- Pemberian F-75 8x100 cc

01/10/2012

07.00

Pasien tidak sadar (+), tubuh sebelah kiri

lemas dan tidak bisa digerakkan.

Kejang (-), demam (-), muntah (-), batuk

(+), BAK (+) lancar, BAB (+).

KU : sedang

Kesadaran : somnolen

Nadi : 128 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,8oC

- Meningoensefalitis dengan

hemiparesis sinistra tipe

spastik.

- Suspect TB Paru

- Marasmus

- IVFD D5 ¼ NS

- O2 2 lpm

- Injeksi Seftriakson 2x300 mg

- Injeksi Diazepam 2,5 mg kkj

- Injeksi Fenitoin 2x15 mg

Page 37: Lapsus Dr Dewi FIX

CRT : < 2 detik

BB : 6400 gram

Pembesaran KGB (+) noduler

Abdomen tampak cekung

Turgor kulit normal

Baggy pants, muscle wasting (+)

Kaku kuduk (+)

Tonus otot : S spastik, D normal

- Pemberian F-75 8x100 cc

02/10/2012

07.00

Pasien tidak sadar (+), tubuh sebelah kiri

lemas dan tidak bisa digerakkan.

Kejang (-), demam (-), muntah (-), batuk

(+), BAK (+) lancar, BAB (+).

KU : sedang

Kesadaran : somnolen

Nadi : 124 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37oC

BB : 6400 gram

Pembesaran KGB (+) noduler

Abdomen tampak cekung

Baggy pants, muscle wasting (+)

Kaku kuduk (+)

Tonus otot : S spastik, D normal

- Meningoensefalitis dengan

hemiparesis sinistra tipe

spastik.

- Suspect TB Paru

- Marasmus

- IVFD D5 ¼ NS

- Aff oksigen

- Injeksi Seftriakson 2x300 mg

- Injeksi Diazepam 2,5 mg kkj

- Injeksi Fenitoin 2x15 mg

- Pemberian F-75 8x100 cc

03/10/2012

07.00

Pasien mulai sadar, menangis (+), tubuh

sebelah kiri masih lemas dan tidak bisa

digerakkan.

KU : sedang

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 140 x/menit

- Meningoensefalitis dengan

hemiparesis sinistra tipe

spastik.

- IVFD D5 ¼ NS

- Injeksi Seftriakson 2x300 mg

- Injeksi Diazepam 2,5 mg kkj

Page 38: Lapsus Dr Dewi FIX

Kejang (-), demam (-), muntah (-), batuk

(-), BAK (+) lancar, BAB (+).

RR : 36 x/menit

Suhu : 36,6oC

BB : 6800 gram

Pembesaran KGB (+) noduler

Abdomen tampak cekung

Baggy pants, muscle wasting (+)

Kaku kuduk (-)

Tonus otot : S spastik, D normal

- Suspect TB Paru

- Marasmus

- Injeksi Fenitoin 2x15 mg

- Depaken 2x1 cc

- Pemberian F-100 8x100 cc

- Fisioterapi

04/10/2012

07.00

Pasien sadar, menangis (+), tubuh sebelah

kiri masih lemas dan tidak bisa

digerakkan.

Kejang (-), demam (-), muntah (-), batuk

(-), BAK (+) lancar, BAB (+).

KU : baik

Kesadaran : compos mentis

Nadi : 130 x/menit

RR : 36 x/menit

Suhu : 37oC

BB : 6900 gram

Pembesaran KGB (+) noduler

Abdomen tampak cekung

Baggy pants, muscle wasting (+)

Kaku kuduk (-)

Tonus otot : S spastik, D normal

- Meningoensefalitis dengan

hemiparesis sinistra tipe

spastik.

- Suspect TB Paru

- Marasmus

- IVFD D5 ¼ NS

- Injeksi Seftriakson 2x300 mg

- Injeksi Diazepam 2,5 mg kkj

- Injeksi Fenitoin 2x15 mg

- Depaken 2x1 cc

- Pemberian F-100 8x100 cc

- Fisioterapi

Page 39: Lapsus Dr Dewi FIX

BAB IV

PEMBAHASAN

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur

(BB/U) berada di bawah standar. Status gizi buruk dibagi menjadi 3 jenis, yakni gizi buruk

karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori

(disebut marasmus), dan kekurangan keduanya (kwashiorkor-marasmus). Diagnosis

ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Seorang anak

didiagnosis gizi buruk apabila BB/TB < -3 SD atau 70 % dari median (marasmus) dan atau

terdapat edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor BB/TB > - 3

SD atau marasmus-kwashiorkor BB/TB < -3 SD). Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan

tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai

jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga

terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema.

Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis menderita gizi buruk tipe marasmus.

Diagnosis ini didukung oleh didapatkannya keluhan berupa setiap melakukan penimbangan

berat badan di Posyandu, berat badan pasien selalu berada di bawah garis merah, meskipun

nafsu makan pasien cukup kuat. Selain itu, secara klinis pasien tampak sangat kurus, pasien

tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit terutama pada bahu, lengan, paha, dan pantat

(baggy pants), tanpa disertai edema, serta dari pemeriksaan status gizi BB/PB didapatkan

status gizi pasien berada di bawah -3 standar deviasi. Pada pasien ini juga didapatkan hasil

pemeriksaan neurologis berupa tanda rangsang meningeal (+), refleks fisiologis (+), refleks

patologis (+), tonus otot dextra normal sedangkan tonus otot sinistra spastik, kekuatan otot

dextra bernilai 4 sedangkan kekuatan otot sinistra bernilai 1. Hasil pemeriksaan ini

mengindikasikan adanya infeksi di selaput dan jaringan otak (meningoensefalitis) yang

disertai dengan hemiparesis sinistra tipe spastik. Namun, perlu diingat bahwa pada anak kecil

di bawah usia 6 tahun belum memiliki susunan saraf piramidal yang bermyelin penuh,

sehingga susunan saraf piramidalnya belum sempurna. Oleh karena itu, gerakan reflektorik

yang dinilai sebagai hal yang patologis pada orang dewasa, tidak selamanya patologis pada

anak-anak.

Pada pasien ini juga didapatkan hasil penilaian terhadap BB/U berada di bawah -3

standar deviasi jika diplot pada grafik BB menurut umur, sehingga pasien juga tergolong

dalam kondisi gagal tumbuh (failure to thrive). Gagal tumbuh merupakan keadaan yang

Page 40: Lapsus Dr Dewi FIX

ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan seharusnya, tidak naik, atau

bahkan turun dibandingkan pengukuran sebelumnya. Gagal tumbuh bukanlah suatu diagnosis

melainkan gejala yang harus dicari penyebabnya. Kemungkinan penyebab gagal tumbuh pada

pasien ini, antara lain asupan kalori yang tidak mencukupi dan adanya penyakit infeksi

kronik.

Pasien dengan gizi buruk rentan terjadi infeksi, hal ini dikarenakan sering terjadi

gangguan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien tersebut. Salah satu infeksi yang sering

dialami oleh pasien dengan gizi buruk adalah infeksi oleh kuman Mycobacterium

tuberculosis. Pada pasien ini terdapat kecurigaan infeksi oleh kuman TB, hal ini didasarkan

pada anamnesis berupa adanya riwayat konsumsi OAT, namun belum tuntas (putus

pengobatan), berat badan sukar naik meskipun nafsu makan anak cukup kuat, serta riwayat

kontak TB positif. Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah

bening pada leher.

Terapi gizi yang diberikan pada pasien ini sesuai dengan terapi anak dengan gizi

buruk pada kondisi V, yaitu kondisi anak dengan gizi buruk tanpa disertai syok/renjatan,

letargis, maupun muntah/diare/dehidrasi. Terapi pada rencana V berupa pemberian F-75 atau

modifikasinya yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Pasien dengan berat badan 6,2 kg

mendapatkan 100 cc F-75 tiap kali pemberian, dengan selang waktu pemberian 3 jam.

Sebaiknya pada pasien juga diberikan vitamin dan mikronutrien berupa vitamin A

yang disesuaikan dengan usia pasien (100.000 IU), vitamin C, serta asam folat. Hal ini

dilakukan karena anak dengan gizi buruk juga disertai dengan kekurangan vitamin dan

mikronutrien lainnya. Namun, pada pasien ini belum dilakukan pemberian vitamin dan

mikronutrien karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan dimana pasien dalam keadaan

tidak sadar. Sedangkan untuk pemberian preparat besi belum dilakukan pada fase awal, tetapi

menunggu anak memiliki nafsu makan yang baik dan berat badannya mulai bertambah,

biasanya pemberian preparat besi dimulai pada minggu kedua pada fase rehabilitasi.

Page 41: Lapsus Dr Dewi FIX

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Depkes RI, 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.

Depkes RI, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.

Depkes RI, 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB Gizi Buruk. Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak : Jakarta.

Harsono, 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Hasaroh Y. 2010. Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk yang Dirawat di RSUP

Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Institutional Repository. Available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20564/3/Chapter%20II.pdf (Accessed on

05 October 2012)

Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak : Jakarta.

Pudjiadi AH, et al, editor. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Anak. Jilid 1, Cetakan I. Ikatan

Dokter Anak Indonesia : Jakarta.

Tim Adaptasi WHO-Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah

Sakit. WHO, Depkes RI, IDAI : Jakarta.