lapsus radiologi fix
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pneumotoraks pada fraktur costaTRANSCRIPT

BAGIAN RADIOLOGI Laporan KasusFAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2015UNIVERSITAS HASANUDDIN
PNEUMOTORAKS
Oleh:
Citra Lestari
Aulia Afriani M
Aimie Farhanah
Siti Nursyamsiah
Ruwaeda Nasruddin
Pembimbing Residen :
dr. Mira Maya Kumala
Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Mirna Muis, Sp. Rad
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB ISTATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. MG
Tanggal lahir/umur : 31-12-1949 / 65 tahun, 0 bulan, 28 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat/ Tlp./HP : Karunganga, Toraja Utara / 082347064635
Tanggal masuk/jam : 28-01-2015 / 19:20
Diagnosa masuk : Closed Fracture Middle Right Clavicle
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri bahu kanan
Dialami sejak kurang lebih 5 hari yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas.
Mekanisme injury : pasien sedang menyeberang jalan dan tiba-tiba tertabrak
motor. Riwayat pingsan ada. Riwayat mual muntah tidak ada. Pasien adalah
tukang cukur dan dominan tangan kanan. Riwayat pengobatan di RS Toraja
selama 3 hari dan di Awal Bros selama 2 hari dan kemudian di rujuk ke RS
Wahidin.
III. PEMERIKSAAN FISIS
Primary Survey
Airway : tidak ada sumbatan
Breathing : 18 kali/menit
Circulation :
Tensi : 130/70 mmHg
2

Nadi : 88 kali/menit
Disability :
GCS 15 (E4M6V5)
Pupil isokor diameter 2.5 mm/2.5mm
Exposure : 36,7 0C suhu axilla
Secondary survey
a. Head Region :
Inspeksi : tampak luka ekskoriasi pada regio frontal, tidak tampak
hematom, tidak ada udem
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi
b. Thorax Region :
Inspeksi : tampak hematom luas pada hemithorax dekstra, pengembangan
dada asimetris, hemithorax dekstra tertinggal, tidak tampak penggunaan
otot bantu pernafasan, tidak tampak deviasi trachea
Palpasi : vocal fremitus hemithorax dekstra lebih kecil dari hemithorax
sinistra, tidak ada krepitasi
Perkusi : Hipersonor pada hemithorax dekstra, sonor pada hemithorax
sinistra
Auskultasi : Suara pernafasan bronkovesikuler , menurun pada hemithorax
dekstra, suara tambahan : ronkhi terdengar pada apex hemithorax dekstra
et sinistra, wheezing tidak terdengar
c. Right Shoulder Region :
Look : tampak deformitas, udem dan hematoma, tidak tampak luka
3

Feel : nyeri tekan ada
Neurovaskular distal : Sensibilitas baik, pulsasi arteri radialis teraba,
capillary refill time kurang dari 2 detik
Move : gerak aktif dan pasif shoulder joint tidak dievaluasi
d. Right knee region :
Look : tampak udem dan hematom, tidak tampak deformitas dan luka
Feel : nyeri tekan tidak ada
Neurovaskular distal : Sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba,
capillary refill time kurang dari 2 detik
Move : gerak aktif dan pasif knee joint normal
Special test : Lachman test (+), anterior drawer test (+), patellar taping (+)IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUMJenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
DARAHRUTIN
WBC 15.99 x103/Ul 4 - 10 x 103/Ul
RBC 3.59 x106/Ul 4.50–6.50 x 106/u L
HGB 10.3 g/dL 14 - 18 g/Dl
HCT 32.8 % 40 – 54%PLT 368 x 103/Ul 129x 103/uL
SGOT 31 U/L <38U/L
SGPT 24 U/L <41U/L
Ureum 29 mg/dl 10-50mg/dl
Kreatinin 0.60 mg/dl 1,3mg/dl
Waktu bekuan 7’00” 4-10
Waktu pendarahan 4’00” 1-7
Waktu prothrombine (PT) 11.0 kontrol 11.2 10-14
APTT 26.7 kontrol 26.1 22.0-30.0
Kesan : Leukositosis, anemia
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
4

Foto Thorax AP (tgl 2 8 Januari 201 5) :
Tampak hyperlusent avaskuler pada hemithorax dextra disertai
perselubungan homogen pada sisi lateral dextra mediastinum
Tampak fraktur costa I-IV dextra bagian depan
Bercak-bercak infiltrat pada lapangan atas dan tengah paru sinistra
Cor: cardiothoracic index dalam batas normal, aorta elongasi,dan
kalsifikasi
Jaringan lunak shoulder dextra swelling
Kesan :
5

Pneumothorax dekstra
Fraktur costa I-IV dextra bagian depan
Kontusio paru sinistra DD/ Bronkopneumonia
Elongatio et atherosclerosis aotae
VI. DIAGNOSIS
Pneumothorax dekstra
VII. TERAPI
Ringer lactate 20 tetes per menit intavena
Analgetik : Ketorolac 30mg per 8 jam intravena
Pasang chest tube, pasang verban tiap 3 hari
BAB II
6

TINJAUAN PUSTAKA
a) DEFINISI
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
cavum pleura menyebabkan kolapsnya paru. Pada kondisi normal, cavum pleura
tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada.
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang
tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa
yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan
perbandingan 5 : 1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat
pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering
terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan
(20-40 tahun). Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh
trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan
menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumothorax iatrogenik merupakan
tipe pneumothorax yang sangat sering terjadi. Sesuai perkembangan di bidang
pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan
torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery),
ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit.
Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumothorax
disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuberkulosis paru
7

disertai fibrosis atau emfiesema local, bronkotis kronis dan emfiesema. Selain
karena penyakit tersebut di atas, pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat
menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini disebut pneumothorax katamenial
yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian akibat pneumothorax
lebih kurang 12%.
b) KLASIFIKASI PNEUMOTHORAKS
Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothoraks dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Pneumothoraks spontan yaitu setiap pneumothoraks yang terjadi secara
tiba-tiba. Pneumothoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi dalam 2 jenis
yaitu :
A. Primer
Merupakan pneumothoraks spontan yang sering terjadi secara tiba-
tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
Lebih sering pada dewasa muda, tinggi, laki-laki dan diduga karena
rupture bulla atau bleb subpleural.
B. Sekunder
Merupakan pneumothoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat
penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering ditemukan
pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Selain
itu, dapat juga ditemukan pada pasien bronkhiectasis, fibrosis cystic,
kanker paru, TB paru, pneumonia, dan penyakit paru lainnya.
8

2. Pneumothoraks traumatik, yaitu pneumothorak yang terjadi akibat adanya
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumothoraks jenis ini dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu :
a. Pneumothoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothoraks
yang terjadi karea trauma kecelakaan, misalnya trauma pada
dinding dada.
b. Iatrogenik
Merupakan pneumothoraks yang paling sering terjadi oleh tindakan
medis. Ada dua jenis pneumothoraks iatrogenik, yaitu
1. Accidental yang biasanya disebabkan oleh CVC (Central Vein
Canulation), pleural tap atau biopsy, aspirasi jarum halus (FNA),
dan akupuntur.
2. Artifisial, merupakan pneumothoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke cavum pleura. Biasanya
tindakan ini digunkana untuk mengobati tuberculosis paru.
Dan berdasarkan ukuran pneumothoraks, dapat diklasifikasikan dalam
dua jenis, yaitu :
1. Small Pneumothoraks :< 2 cm jarak antara paru dengan dinding dada
2. Large Pneumothoraks : ≥ 2 cm jarak antara paru dan dinding dada
c) ANATOMI PLEURA
9

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana
antara pleura yang membungkus pulmo dextra et sinistra
dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna ke externa
terbagi atas 2 bagian :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat
pada permukaan pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan
dinding thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai
ligamentum pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura
terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit
cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses
pernafasan.
Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas :
a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :
Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak
melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi
di atas 1/3 medial os.clavicula.
b. Pleura parietalis pars diafraghmatica :
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang dipisahkan
oleh fascia endothoracica.
10

c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial dan
membentuk bagian lateral dari mediastinum
Refleksi Pleura
a. Refleksi vertebrae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan columna
vertebralis membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC I-XII.
b. Refleksi costae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura diaphramatica membentuk refleksi
costae.
c. Refleksi sternal :
Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari
os.sternum membentuk refleksi sternal.
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma.
Garis Refleksi Pleura
Garis refleksi pleura antara dextra dan sinistra terdapat perbedaan, yakni ;
a. Garis refleksi pleura dextra :
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra lalu
bertemu kontralateralateralnya di planum medianum pada angulus
ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan ke caudal
sampai di posterior dari procesus Xiphoideus pada linea mediana anterior/
11

linea midclavicularis, menyilang costae X pada linea axillaris media dan
menyilang cartilage costa XII pada collum costaenya.
b. Garis refleksi pleura sinistra :
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra
lalu bertemu kontralateral nya di planum medianum pada angulus ludovichi/
angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan turun sampai
cartilage costa IV dan membelok di tepi sternum lalu mengikut cartilage
costa VIII pada linea midclavicularis dan menyilang costae X pada linea
axillaris anterior dan menyilang costa XII pada collum costaenya.
Vaskularisasi pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria,
a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system vena dinding
thorax. Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan vskularisasi dari Aa.
Bronchiales.
Innervasi Pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn.
Intercostales, sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh serabut afferent otonom dari plexus
pulmonalis.
d) FISIOLOGI PLEURA
12

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax
kedalam paru-paru yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (restting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O;
sedikit bertambah negative di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negative meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril
karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang
diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat
hipoonkotik dengan kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum
pleura. Resobsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan
kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam.
e) ETIOLOGI
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan
oleh tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan
cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga
merupakan cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura
visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax
dapat terjadi berulang kali.
13

Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal
dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini
disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura
visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi
tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,
udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum
kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya.
Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan
rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
f) PATOFISIOLOGI
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama. Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura
visceralis yang lemah ini pecah, maka akan nada fistel yang menyebabkan udara
masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian
14

menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap.
Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga
udara luar masuk. Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi
bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada
saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal
flutter.
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik
secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.
Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura
pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax.
15

Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang
sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka
yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat
timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang
dapat menyebabkan tension pneumothorax.
g) MANIFESTASI KLINIS
Keluhan Subjektif , berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul
adalah :
- Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% penderita
- Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% penderita
- Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% penderita
- Asimptomatik didapatkan pada 5-10% penderita
16

Gejala-gejala tersebut bisa berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat
gangguannya bisa mulai dari asimptomatik atau menimbulkan
gangguan ringan sampai berat.
h) PEMERIKSAAN FISIS :
Suara nafas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai
menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor.
Pneumothorax ukuran kecil biasanya hanya menimbulkan takikardi ringan dan
gejala yang tidak khas. Pada pneumothorax ukuran besar biasanya didapatkan
suara nafas yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi, fremitas
raba menurun dan perkusi hipersonor. Pneumothorax tension dicurigai apabila
didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum atau
trakea.
i) PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian
didapatkan 17% dengan PO2 < 55mmHg, 4% dengan PO2 < 45mmHg, 16%
dengan PCO2 > 50mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60mmHg.
Pneumothorax primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS
dan gelombang T prekordial pada rekaman EKG dan dapat ditafsirkan sebagai
IMA.
17

Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau
cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara dan
tidak didapatkan corak bronkovaskuler pada daerah tersebut. Pada tension
pneumothorax gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemithorax
yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah kontralateral.
Pemerikasaan CT-scan mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan
foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmonar serta untuk membedakan antara
pneumothorax primer atau sekunder.
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive.
Tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan CT-scan.
j) CARA MENENTUKAN UKURAN PNEUMOTHORAX
Volume paru dan hemithorax dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah
(isi) paru yang kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks
sebagai nilai perbandingan (rasio). Misalnya : diameter kubus rata-rata
hemithorax 10cm dan diameter kubus rata-rata paru yang kolaps 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah 83/103 = 512/1000, sehingga diperkirakan ukuran
pneumothorax nya 50%.
18

Cara lain untuk menentukan luas atau persentase pneumothorax adalah
dengan menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertical
ditambah dengan jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah
dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan
dikalikan 10.
k) GAMBARAN RADIOLOGI
a. Foto Konvensional
Gambaran Radiologis foto thorax pada penyakit pneumothorax antara lain:
1. Tampak gambaran hiperlusen avaskuler berbatasan dengan jaringan
paru yang masih ada, vaskuler dipisahkan oleh pleura visceralis yang
tampak sebagai garis putih tipis paralel dengan dinding dada.
2. Pneumothoraks sedikit (small pneumothorax) bila jarak paru dan
dinding dada < 2cm dan dikatakan luas (large pneumothorax) bila > 2cm
a. Pleural visceral memiliki kurva konveks yang membedakannya dari bulla
atau kista di paru
b. Bila pneumothorax cukup luas atau telah terjadi tension pneumothorax
maka akan ditemukan gambaran berupa pendesakan mediatinum ke
arah kontralateral, pelebaran intercostal space, diafragma rendah, dan
mendatar, kompresi dan konsolidasi paru ipsilateral.
c. Pada posisi supine mungkin pneumothorax bisa tidak terdeteksi. Tanda-
tanda penting yang harus diperhatikan adalah hemithorax yang relatif
19

lebih lusen, kontur mediastinum, jantung dan diafragma yang lebih
tegas.
d. Pada pneumothorax yang minimal, gambaran udara bebas akan lebih
nyata bila dibuat foto dengan ekspirasi penuh sehingga volume paru
menjadi lebih kecil.
e. Deep sulcus sign merupakan sulcus costophrenicus yang tertekan ke
bawah dengan gambaran lusensi pada sulcus tersebut. Deep sulcus sign
dapat terlihat pada posisi supine.
a. Gambaran Pneumothorax posisi PA
20

b) Gambaran Pneumothorax posisi PA dengan pleural white line
c) Gambar Penumothorax posisi AP dengan deep sulcus sign
Foto Thorax Posisi PA Foto Thorax Posisi Supine
Gambar A. Tampak hiperlusen
avascular pada hemithorax kiri disertai
dengan visceral white line (panah putih)
yang menandakan kolaps pada paru kiri
Gambar B. Deep Sulcus sign (Panah
kosong hitam). Sulcus kanan jauh
lebih rendah dari sulcus kiri (panah
putih). Garis pleura visceral terlihat
(panah kosong putih). Trakea dan
jantung bergeser ke kanan (panah
21

hitam)
b. CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan lebih sensitive dari pada foto thoraks pada
pneumothorax yang kecil walaupun gejala klinisnya masih belum jelas. CT-scan
toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Klasifikasi gambaran radiologi pneumothorax
1) Small Pneumothorax:
Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax kiri disertai dengan visceral
white line (panah merah), dengan jarak pleura < 2cm ke dinding dada
22

2) Large Pneumothorax:
Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax kanan disertai dengan
pleural white line (panah putih) dengan jarak pleura ≥ 2cm ke dinding
dada
23

3) Tension Pneumothorax
Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax kiri disertai dengan pleural
white line (panah putih) dengan mediastinum shift ke hemithorax kanan
4) Pneumothorax
karena trauma tumpul
Terdapat multiplte fracture dan udara pada ruang pleura
24

5) Pneumothorax karena tusukan benda tajam
Terlihat gambaran pisau pada scapula kanan menyebabkan Large
Pneumothorax
6) Pneumothorax karena rupture bullosa apical
Pneumothorax terjadi karena adanya perlengketan pleura. Bulla apical
paru atau blebs yang mempredisposisi terjadinya pneumothorax spontan.
m) DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
25

1. Emfisema
Emfisema merupakan keadaan paru yang abnormal dimana terjadi
pelebaran rongga udara pada asinus yang bersifat permanen. Asinus
merupakan bagian paru yang terletak di bronkiolus terminal distal. Gambaran
radiologis emfisema
2. Pulmonary Bullae
Pulmonary bullae adalah daerah fokal emfisema tanpa dinding
yang bisa terlihat, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm. Kadang
digunakan juga istilah pulmonary bleb untuk lesi 1 hingga 2 cm. Dinding
bulla berbentuk konkaf. Lokasinya sering di subpleura dan timbul akibat
pneumotoraks spontan. Gambaran radiologis bulla tampak sebagai fokal
radiolusen, berbentuk bundar, dikelilingi oleh dinding tipis.
n) PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
26

12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi
27

air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol .
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela
iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung
kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan
negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat
dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
28

ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
3.
Torakoskopi
Yaitu
suatu
tindakan untuk
melihat
langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
29

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
BAB III
DISKUSI
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara pada rongga
potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pleura merupakan lapisan
pembungkus paru (pulmo).Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara
sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Etiologi
trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul.Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis
yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax.Apabila dinding alveolus
dan pleura visceralis pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk
ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang,
disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa
30

ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.Gejala-gejala
yang sering muncul adalah sesak nafas, nyeri dada, batuk-batuk, dan dapat
pulaasimptomatik. Gejala-gejala tersebut bisa berdiri sendiri maupun kombinasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas melemah sampai menghilang,
fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau
meningkat/hipersonor.
Pasien laki-laki, usia 65 tahun, masuk rumah sakit dengan nyeri bahu
kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada inspeksi thoraks tampak
hematom luas pada hemithorax dekstra, pengembangan dada asimetris,
hemithorax dekstra tertinggal. Palpasi thoraks didapatkan vocal fremitus
hemithorax dekstra lebih kecil dari hemithorax sinistra. Perkusi didapatkan
hipersonor pada hemithorax dekstra. Auskultasi didapatkan suara pernafasan
bronkovesikuler menurun pada hemithorax dekstra, suara tambahan ronkhi pada
apex hemithorax dekstra et sinistra.
Pada posisi supinasi, agak sulit menemukan gambaran radiologi khas
untuk pneumotoraks. Pada posisi tegak, untuk diagnosis pneumothoraks adalah
tervisualisasinya garis pleura visceral, yang terlihat sebagai opasitas lengkung
tipis sepanjang paru dan dipisahkan dari dinding dada oleh udara dalam ruang
pleura apikal. Tanda ini jarang dapat diidentifikasi pada x-ray dengan posisi
antero-posterior, kecuali terdapat pneumothoraks dalam ukuran besar.
Pneumothoraks minimal hingga sedang mungkin tidak dapat dideteksi dengan
mudah dalam posisi ini.Gambaran radiologi yang ditemukan pada foto x-ray
31

thoraks yaitu lusensi dari hemitoraks yang terlibat, sudut kostofrenikus yang
dalam (deep sulcus sign), batas diafragma dan mediastinum yang semakin tajam,
batas jantung yang semakin tajam, sulkus kostofrenikus anterior menjadi kelihatan
(double diaphragm sign), tampak paru-paru yang kolaps, dan depresi dari
hemidiafragma ipsilateral.
32
Gambar 1Foto thorax posisi supine tampak garis pleura pada hemithorax dekstra.
Gambar 2Foto thoraks yang diperbesar menunjukkan garis tipis pleura dan avaskuler pada apeks paru kanan.

Gambaran radiologis untuk pneumotoraks yang ditemukan pada pasien ini
yaitu: hiperlusen avaskuler pada hemithoraks dekstra, deep sulcus sign, double
diaphragm sign, dan pleural white line. Sulkus kostofrenikus kanan jauh lebih
rendah dari sulkus kostofrenikus kiri sehingga memberikan gambaran deep sulcus
sign.
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan jarum suntik, abbocath, maupun
dengan WSD.
33
Gambar 3: Foto thoraks posisi AP tampak hiperlusen avaskuler pada hemithoraks dekstra (kuning), deep sulcus sign (biru), double diaphragm sign(hijau), dan pleural white line(merah).