refreshing morbili april
Embed Size (px)
DESCRIPTION
morbiliTRANSCRIPT

REFRESHING
MORBILI
Pembimbing:
dr. Yunetti, Sp.A,
Oleh:
Sumarni Aprilia (2011730106)
KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RSIJ PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Refreshing “Morbili” ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca, agar
penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat referat yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah referat ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri serta untuk
menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………….………………………………………..1
DAFTAR ISI…………………………………………………..……………………………………………2
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..……………………………...4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Definisi……………………………………………………………………………………….................5
2.2 Epidemiologi……………………………………………………………………………………………5
2.3 Etiologi………………………………………………………………………………….........................6
2.4 Patogenesis…………………………………………………………………….......................................8
2.5 Manifestasi Klinik……………………………………………………………………………………..10
2.6 Anamnesis…………………………………………………………………………………………..…11
2.7 Pemeriksaan Fisik……………………………………………………………………………………..11
2.8 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………….................11
2.9 Diagnosis…………………………………………………………………………………………..…..12
2.10 Diferensial Diagnosis………………………………………………………………………………...12

2.11 Komplikasi………………………………………………………………………………….………..13
2.12 Penatalaksanaan……………………………………………………………………………………...16
2.13 Pencegahan…………………………………………………………………………….……………..17
2.14 Prognosis……………………………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Morbili atau campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang berkembang, di
Indonesia penyakit morbili sudah di kenal sejak lama. Campak atau morbili adalah penyakit akut yang
sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak.
Epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi morbili
terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui
bahwa morbili menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis
(7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain - lain (7,9%).
Secara biologik, campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak diperlukan hewan
perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya siklus musiman dengan periode bebas
penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin
campak yang efektif. Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah bebas
campak, seperti halnya di Amerika serikat

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Campak atau morbili adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinik yang khas yaitu terdiri dari 3 stadium
yang masing - masing mempunyai cirri khusus :
a. Stadium masa tunas berlangsung kira – kira 10 – 12 hari.
b. Stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat, dan ditemukan
enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva.
c. Stadium akhir (konvalesens) dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan, dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan
yang meningkat, selanjutnya ruam mejadi menghitam, dan mengelupas.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) morbili menduduki tempat ke-5
dalam urutan macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit
utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).
Di Indonesia penyakit morbili mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970, setelah terjadi wabah
morbili yang cukup serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan di
Pulau Bangka (65 kematian di antara 407 pasien) pada tahun yang sama. Sampai sekarang permasalahan

morbili masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan kejadian luar biasa morbili masih
sering terjadi.
Menurut kelompok umur kasus morbili yang rawat inap di rumah sakit selama kurun waktu 5
tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan
perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3%mberumur 3
tahun dan 8,2% berumur 4 tahun. Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit morbili, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Kejadian luar biasa morbili lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah yang sulit
dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering
terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus morbili tidak
terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak.
Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular
seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.
2.3 ETIOLOGI
Virus berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam
waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal selama 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur
35°C, dan beberapa hari pada suhu 0°C. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Bentuk Virus
Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan
bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya
terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam

nukleat (RNA) - yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar sekali
terdapat tonjolan pendek. Salah-satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.
Ketahan Virus
Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila berada di luar
tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat
infektivitasnya setelah 3 - 5 hari, pada suhu 37°C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56°C
hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu - 70°C dengan
media protein ia dapat bertahan hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu
4 - 6°C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu
bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan dengan sinar ultraviolet.
Pertumbuhan Virus
Virus morbili dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi primer digunakan
biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus morbili lebih lambat dari pada virus lainnya, baru
mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada
perbenihan primer yang terdi dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi dari biakan primer sel
manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus ini akan dengan mudah menyesuaikan diri
dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel gana maupun
sel normal manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh dengan
cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.
Virus morbili menyebabkan dua perubahan sitopatik. Perubahan sitopatik yang pertama berupa
perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang sehingga sitoplasma dari banyak sel akan saling
bercampur dan membentuk anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di tengah. Inclusion
bodies tampak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua menyebabkan
perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk glondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan

membias daripada sel normal dan jiak di cat menunjukakn inclusion bodies yang berada di dalam inti.
Efek pada sel gelondong lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila virus telah
menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.
Penularan
Campak biasanya ditularkan sewaktu seseorang menyedot virus campak yang telah dibatukkan
atau dibersinkan ke dalam udara oleh orang yang dapat menularkan penyakit. Campak
merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama
saja dengan seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi. Penderita campak biasanya dapat
menularkan penyakit dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari
eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kira-kira 14 hari setelah
eksposur.
2.4 PATOGENESIS
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum
timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat
minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini
virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel
raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T supressor dan T-he2per) yang
rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.1

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5 - 6
hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah
dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.1
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak
masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas
diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang
terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis
berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang
disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.1
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat
itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami
defisit se1-T.1
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanva antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi
Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan
infeksi hakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu
pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

Patogenesis Campak tanpa Penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan
konjungtiva infeksi pada sel epitel dan multipikasi virus.
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional.
2-3 Viremia primer.
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama dan
pada RES regional maupun daerah yang jauh.
5-7 Viremia sekunder.
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas.
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain.
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat
berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti
timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke
muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema
di mukosa pipi vang merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik).

2.6 ANAMNESIS
Adanya demam tinggi terus menerus 38,5°C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata
merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare.
Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari
semula. Pada saat itu anak mulai mengalami kejang demam.
Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas
atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda
penyembuhan.
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari terdiri dari 3 stadium:
a. Stadium prodromal : berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk,
pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya
enantema mukosa pipi depan molar tiga disebut bercak koplik
b. Stadium erupsi : ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari.
Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut dibrlakang telinga kemudian menyebar ke wajah,
leher dan akhirnya ekstremitas.
c. Stadium penyembuhan (konvalesen): setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai
urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah
1 - 2 minggu.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
Pemeriksaan untuk komplikasi :
- Ensepalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah dan analisis gas
darah
- Enteritis : feses legkap
- Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan rontgen thorak dan analisa gas darah.
2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa multinuklear dapat
ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit
cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis
campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal.
Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola / campak.
2.10 DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Campak jerman.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah
suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum.
Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.
3. Infeksi enterovirus
Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat
demam dan berat penyakitnya.
4. Penyakit Riketsia

Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara khas
terlihat pada penyakit campak.
5. Meningokoksemia
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai
batuk dan konjungtivits.
6. Ruam kulit akibat obat
Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada riwayat
penyuntikan atau menelan obat.
2.11 KOMPLIKASI
a) Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala
akan menghilang.
b) Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk,
meningkatnya frekuensi nafas, dan adanva ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila
disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat
berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan
gejala saluran nafas masih terus berlangsung dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang
telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada
foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri bisa
terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.

c) Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar.
Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang, demam.
d) Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4 - 7
setelah timbulnva ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak,
dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik
maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.. Gejala ensefalitis dapat berupa
kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat,
twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan
pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan
kadar glukosa dalam batas normal
e) SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang
jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita
SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6 - 2,2 per 100.000 infeksi
campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-
rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibody
terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE.
Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f) Otitis media

Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya
hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel
mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi
mastoiditis.
g) Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal.
Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang
menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).
h) Konjungtivitis.
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata
merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada
hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-
oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
i) Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi premature
aurikel dan perpanjangan interval AN. Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau
hanva sedikit mempunyai arti klinis.
j) Adenitis servikal
k) Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
l) Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
m) Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan kongenital pada bayi
n) Aktivasi tuberculosis
o) Pneumomediastinal
p) Emfisema subkutan
q) Apendisitis

r) Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
s) Infeksi piogenik pada kulit
2.12 PENATALAKSANAAN
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori,
sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan
antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap.
Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU
per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Vitamin A
diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan
morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan
kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat per oral selama 7-10 hari. Oksigen 2 liter/menit. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji
tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin
bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensiitivity
disebabkan oleh sel limfosit- T yang terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
Otitis media

Seringkali disebabkan karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-
sulfametoksazol (TMP 4 mg/ kgBB / hari dibagi dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemeberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di
samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
2.13 PENCEGAHAN
Imunisasi Aktif
Termasuk dalam Program Imunisasi Nasional. Dianjurkan pemberian vaksin campak
dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada usia 9 bulan. Imunisasi
ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui program BIAS. Vaksin MMRV (measles, mumps
dan rubella) untuk anak berusia 12-15 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin MMRV (MMR yang
dikombinasi dengan vaksin varisela) merupakan vaksin alternatif yang dapat diberikan pada anak
berusia 12 bulan - 12 tahun. Dosis kedua MMR bukan merupakan dosis penguat (booster) tetapi
ditujukan untuk mengurangi angka kegagalan vajsin yang telah diberikana pertama kali, yaitu
sebesar 5%.1
– Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Indikasi :
- Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak
dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
- Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai resiko
yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus diberikan imunoglobulin
sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera
mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.

Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat; 0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV
maksimal 15 ml/dose IM.1
2.13 PROGNOSIS
Penyakit campak prognosisnya tergantung dari status gizi dan dehidrasi. Prognosis jangka panjang
untuk semua bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 5-
7%. Kematian seringkali disebabkan oleh bronkopneumonia atau ensefalitis, dengan risiko kematian yang
lebih tinggi pada pasien keganasan atau yang terinfeksi virus HIV (human immunodeficiency virus).
Kematian pada remaja dan orang dewasa biasanya terjadi karena panensefalitis sklerotik subakut. Bentuk
lain dari ensefalitis karena campak pada pasien immunokompeten disangkutpautkan dengan angka
mortalitas sebesar 15%, dengan 20-30% dari yang hidup memiliki gejala sisa yang berat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Measles. Dalam: Bherman RE, Vaughan III VC,
Nelson WE. Textbook of pediatrics, edisi ke-13. Philadelphia: WB Saunders,
1987.h. 655-8.
2. Marcdante, dkk. Campak. dalam: J Karen Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan
Keenam. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011
3. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Depkes RI. Jakarta :
2008.
4. Soedarmo, dkk. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Cetakan Ketiga. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2012. Hal. 109-118
5. Alan R. Tumbelaka. Pendekatan Diagnostik Penyakitt Eksantema Akut dalam:
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2002. Hal. 13
6. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. Penyakit Infeksi Tropik pada Anal. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. Hal. 90
7. Cherry J.D. Measles Virus In: Feigin, Cherry, Demmier, Kaplan (eds) Textbook
of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. 2004.
P.2283

8. Soegeng Soegijant. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anaka Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2002. Hal. 125
9. Ebbin, A. J,: Rubeola and Rubella. Pediatric 47:789,1971.