case morbili neno
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jnjnTRANSCRIPT

LAPORAN KASUS
DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI BERAT
DAN KEJANG DEMAM SEDERHANA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Pembimbing :
dr. Rivai Usman, Sp.A
Penyusun :
Anindya Dinovita (030.07.021)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 4 NOVEMBER 2013 – 11 JANUARI 2013

HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui "Laporan Kasus Diare Akut dengan Dehidrasi Berat dan
Kejang Demam Sederhana" sebagai salah satu syarat guna mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bekasi periode 4 November 2013 - 11 Januari 2013.
Bekasi, Desember 2013
Pembimbing,
dr. Rivai Usman, Sp.A
2

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena berkat petunjuk,
karunia, dan rahmat-Nya sehingga tugas laporan kasus yang berjudul “Diare Akut dengan
Dehidrasi Berat dan Kejang Demam Sederhana” ini dapat terselesaikan.
Penulisan laporan kasus ini dibuat guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Bekasi. Penulis berharap pembuatan laporan kasus ini berfungsi sebagai
apa yang telah disebut di atas. Dalam penulisan laporan kasus akan sulit terselesaikan tanpa
dukungan berbagai pihak. Untuk itu dengan segenap ketulusan hati, penulis menghaturkan
terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Rivai Usman, Sp.A dan dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A selaku pembimbing dalam
penyusunan tugas laporan kasus ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril
dan materiil selama mengikuti Kepaniteraan Klinik.
3. Teman-teman yang mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
atas dukungan dan bantuan dalam penyusunan tugas laporan kasus ini.
Semoga semua pihak yang telah disebutkan tadi mendapat anugerah yang berlimpah dari
ALLAH SWT atas segala kebaikan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa hasil laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta bermanfaat untuk
perkembangan ilmu kesehatan anak.
Bekasi, Desember 2013
Penulis
3

BAB I
PENDAHULUAN
Morbili adalah penyakit virus akut, menular, yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. (Ngastiyah, 2005).Morbili timbul pada
masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh
seorang ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui
plasenta sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga
bayi dapat morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya
tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita morbili setelah dilahirkan.
Bila seorang wanita hamil menderita morbili ketika umur kehamilan 1 atau 2 bulan, maka 50%
kemungkinan akan mengalami keguguran bila ia menderita morbili pada trimester pertama,
kedua atau ketiga maka kemungkinan bayi yang lahir menderita cacat/kelainan bawaan atau
seorang bayi dengan berat lahir rendah mati, atau bayi kemudian meninggal sebelum usia 1
tahun.
Morbili merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk
mendukung upaya peningkatan kesehatan (preventif), petugas kesehatan sangat diperlukan dalam
pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kelompok masyarakat yang ditunjuk
sebagai media penyampai langsung dalam pemberian imunisasi adalah kader atau orang yang
ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemberian imunisasi pada bayi dan balita (Azwar,
1998).Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa lebih dari
10 juta balita meninggal tiap tahun, dengan perkiraan 2,5 juta meninggal (25%) akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada
maupun yang terbaru. Oleh karena itu sangat jelas bahwa imunisasi sangat penting untuk
mengurangi seluruh kematian anak. Dalam era globalisasi dan komunikasi tanpa batas, yang
berdampak pada peningkatan kerentanan dalam penyebaran penyakit, membuat peran imunisasi
semakin vital (Depkes RI, 2007).
4

BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien dan Orangtua
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. APR Tn. R Ny. RS
Umur 9 tahun 30 tahun 28 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Pekayon Jaya, Bekasi Selatan
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa - Jawa Sunda
Pendidikan - SMA SMP
Pekerjaan - Supir Truk IRT
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Ayah kandung Ibu kandung
II. Anamnesis
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Senin, 1 Desember 2013
pukul 10.00 WIB di Ruang Melati.
Keluhan Utama :
Os datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam tinggi sejak 4 hari SMRS.
Keluhan Tambahan :
Batuk, pilek, mata merah
5

Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak APR usia 9 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan panas
tinggi sejak 4 hari SMRS, demam naik turun, hanya turun ketika diberi obat penurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare 1 tahun Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
Kesan : Os pernah dirawat di RS karena diare tapi belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Adik dari os mengalami sakit yang sama dengan os saat ini.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi ± 37 minggu
Keadaan bayi
Berat lahir 2600 g
Panjang badan 50 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
6

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Mengangkat kepala : 2 bulan (normal: 1-3 bulan)
Tengkurap : 4 bulan (normal: 2-5 bulan)
Duduk : 7 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : - (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : - (normal: 13 bulan)
Bicara : - (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : -
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
Riwayat Makanan :
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 ASI + Susu
formula
Buah + biskuit Bubur susu Nasi tim
8-10 ASI + Susu
formula
Buah + biskuit Bubur susu Nasi tim
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik
Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan x x
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
POLIO 30 hari 4 bulan 6 bulan
CAMPAK 9 bulan x x
HEPATITIS B Setelah lahir 1 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
7

Riwayat Keluarga :
Data Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. RS
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur 30 28
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik
Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal di rumah sendiri. Terdapat tiga kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum
dan air mandi berasal dari air tanah.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : compos mentis
- Frekuensi nadi : 125x/menit
- Tekanan darah : Tidak dihitung
- Frekuensi pernapasan : 32x/menit
- Suhu tubuh : 39˚C
Data antropometri
- Berat badan : 23 kg
- Panjang badan : 121 cm
- Lingkar kepala : 43 cm
- Lingkar dada : 42 cm
- Lingkar lengan atas : 14 cm
8

Kepala
- Bentuk : Normocephali, ubun-ubun cekung (+)
- Rambut : Hitam, tidak mudah patah, distribusi baik
- Mata : Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+, lakrimasi +/+, mata cekung +/+
- Telinga : Normotia, serumen -/-
- Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
- Mulut : Bibir tampak kering (+), faring hiperemis (-), T1/T1
Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : pergerakan napas statis dan dinamis
- Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
- Perkusi : sonor pada kedua paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
9

- Palpasi : Teraba iktus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea
midklavikula kiri
- Perkusi :
Batas kanan : Sela iga V linea parasternalis kanan.
Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.
Batas atas : Sela iga II linea parasternal kiri.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut agak buncit
- Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
- Palpasi : Supel, turgor kulit kembali lambat, hepar dan lien tidak
teraba membesar
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Kulit : Ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : Akral dingin pada keempat ekstremitas, sianosis (-),
edema (-), CRT < 2
IV. Pemeriksaan Neurologis
1. Tanda Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Lasegue : >70˚/>70˚
Kernig : >135˚/>135˚
Brudzinski II : -/-
2. Nervus Kranialis
N. I : Tidak valid dinilai
N. II
Acies visus : Tidak dilakukan
Visus campus : Tidak dilakukan
Lihat warna : Tidak dilakukan
Funduskopi : Tidak dilakukan
10

N. III, N. IV, dan N. VI
Kedudukan bola mata : Ortoposisi +/+
Gerak bola mata : Kesan baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior, inferior,
nasal atas, nasal bawah, temporal atas, temporal bawah)
Exophtalmus : -/-
Nystagmus : -/-
Pupil
Bentuk : Bulat, isokor Ø 3mm/3mm
Reflex cahaya langsung : +/+
Reflex cahaya tidak langsung : +/+
N. V
Cabang motorik : Baik/baik
Cabang sensorik
Ophtalmikus : Tidak valid dinilai
Maksilaris : Tidak valid dinilai
Mandibularis : Tidak valid dinilai
N. VII
Motorik orbitofrontalis : Simetris
Motorik orbikularis okuli : Baik/baik
Lipatan nasolabial : Baik/baik
Pengecapan lidah : Tidak dilakukan
N. VIII
Nistagmus : Tidak dilakukan
Koklearis : Tuli konduktif : Tidak dilakukan
Tuli perseptif : Tidak dilakukan
Tinnitus : Tidak dilakukan
N. IX dan N. X
Arkus faring simetris, uvula ditengah
N. XI
Mengangkat bahu : Tidak dilakukan
Menoleh : Baik/baik
11

N. XII
Pergerakkan lidah : Simetris, tidak ada deviasi
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
a. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal-distal : Bergerak aktif
Ekstremitas bawah proksimal-distal : Bergerak aktif
b. Gerakan Involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Atetose : -/-
: -/-
c. Trofik : Eutrofi +/+
d. Tonus : Normotonus +/+
e. Sistem Sensorik
Propioseptif : Tidak dapat dinilai
Eksterioseptif : Tidak dapat dinilai
f. Fungsi Serebelar
Ataxia : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan
Jari-jari : Tidak dilakukan
Jari-hidung : Tidak dilakukan
Tumit-lutut : Tidak dilakukan
Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
g. Fungsi Luhur
Astereognosia : Tidak dilakukan
Apraxia : Tidak dilakukan
Afasia : Tidak dapat dinilai
h. Fungsi Otonom
12

Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi keringat : Baik
i. Refleks
V. Pemeriksaan penunjang
Tanggal 17/11/2013, pukul 06.19 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Index Eritrosit
14,6 ribu/μL
3,36 juta/uL
9,8 g/dL
30,7 %
387 ribu/ μL
18 mm/jam
5,5-15,5
4-5
10,8-12,8
35-43
229-553
0-10
Pemeriksaan Kanan Kiri
Bicep +2 +2
Tricep +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Hoffmann-Tromner Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Babinsky + +
Rooting +
Grasp +
13

MCV
MCH
MCHC
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu
IMUNOSEROLOGI
CRP Kualitatif
KIMIA KLINIK
Tp. Alb. Glob
Protein total
Albumin
Globulin
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida
85,3 fL
29,2 pg
34,1%
98 mg/dL
Non reaktif
6,70 g/dL
3,53 g/dL
3,17 g/dL
49 U/L
34 U/L
10 mg/dL
0,24 mg/dL
133 mmol/L
3,3 mmol/L
111 mmol/L
75-87
24-30
31-37
50-80
Non reaktif
6,5-8,0
3,5-4,5
1,5-3,0
< 37
< 41
20-40
0,5-1,3
135-155
3,6-5,5
98-109
VI. Pemeriksaan Anjuran
Analisis gas darah
Feses rutin
VII. Resume
Pasien bayi usia 9 bulan datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan BAB cair
sejak 1 hari SMRS, BAB cair lebih dari 10 kali, kurang lebih setengah gelas belimbing setiap
14

BAB, konsistensi cair dan terdapat sedikit ampas berwarna kekuningan, tanpa lendir, tanpa
darah, dan bau seperti asam. Keluhan pantat merah disangkal. Muntah (+) lebih dari 5 kali
sebanyak kurang lebih seperempat gelas belimbing tiap muntah, muntah terutama setelah makan
atau minum susu, isi muntah susu dan cairan. Pada awal mencret anak rewel, terus menerus
menangis serta tambah sering menyusu dengan kuat seperti kehausan, tapi kurang lebih sejak 3
jam terakhir os menjadi lemah lesu dan malas minum. Sejak mencret muncul, os mengalami
demam. Demam terjadi terus menerus, muncul mendadak dan langsung tinggi. Os mengalami
kejang sebanyak 1 kali sejak 10 jam SMRS, dengan durasi kejang kurang dari 15 menit,
kesadaran menurun saat kejang, kejang seperti gemetar pada kedua kaki dan tangan, mata
mendelik ke atas dan keluar busa dari mulut. Setelah kejang os menangis dan kemudian tertidur.
BAK jumlah dan frekuensi berkurang dibandingkan waktu sehat. Keluhan batuk pilek disangkal.
Botol susu milik os dicuci dan direbus dengan air mendidih.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadarn umum pasien letargi, takikardi, takipnoe,
febris, ubun-ubun cekung, mata cekung, bibir tampak kering, bising usus meningkat, turgor kulit
kembali lambat, dan akral dingin pada keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium
hemoglobin 9,8 mg/dl, eritrosit 3,36 juta/uL, hematokrit 30,7%, LED 18 mm/jam, GDS 98
mg/dl, SGOT/SGPT 49/34 U/Lureum 10 mg/dL, kreatinin 0,24 mg/dL, natrium 133 mmol/L,
kalium 3,3 mmol/L, klorida 111 mmol/L.
VIII. Diagnosis Kerja
Diare akut dengan dehidrasi berat et causa infeksi virus
Kejang demam sederhana
IX. Diagnosis Banding
Diare akut dengan dehidrasi berat et causa infeksi bakteri
Kejang et causa gangguan elektrolit
X. Penatalaksanaan
Non medikamentosa :
1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
2. Tirah baring, Pro PICU
15

3. Observasi tanda – tanda vital
4. Terapi oksigen: 1 - 2 liter/menit
Medikamentosa :
1. Tatalaksana dehidrasi berat
IVFD RL 30cc/kgBB dalam satu jam pertama, kemudian dilanjutkan 70cc/kgBB dalam 5
jam berikutnya
2. Tatalaksana rumatan, setelah tatalaksana dehidrasi berat selesai
IVFD RL = 9x125x20 = 15 tpm makro
24x60
3. Ceftriaxone 1x1 gram IV (1)
4. Fenobarbital 2x25 mg IV
5. Rantin 2x20 mg IV
6. Parasetamol 100 mg IV k/p
7. Zinc 2 x 1 cth
8. Lacto B 2 x 1 sachet
9. LLM 4-6 x 20-30 cc
XI. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up tanggal 18 November 2013 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari II)
S : BAB cair 4 kali warna kuning ampas (+) sebanyak seperempat gelas belimbing, muntah (-),
demam (+), kejang (-), slem (+)
intake cairan intravena 2 jalur RL 500 cc + Tridex 27 B 500 cc + susu LLM 400 cc = 1400 cc
output IWL 180 + BAB 300 cc + urin 700 cc = 1180 cc
balance + 220
16

O : KU/KS: Tampak Sakit Sedang/ Compos Mentis
S: 37,6 C, N: 147x/menit, P: 40x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun cekung cekung (+)
Mata: Ca +/+, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung +/+
Thoraks: Cor : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen: Perut buncit, bising usus (+) meningkat, supel, hepatomegali (-), splenomegali
(-)
Ekstremitas atas: oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
Ekstremitas bawah : oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
A : Diare akut dengan dehidrasi berat dalam perbaikan dan riwayat kejang demam sederhana
P : Medikamentosa :
IVFD 2 jalur RL + Koreksi
Ceftriaxone 1x1 gram IV (2)
Fenobarbital 2x25 mg IV
Rantin 2x20 mg IV
Paracetamol 100 mg IV k/p
Zinkid 2x1 cth per oral
Lacto B 2x1 sachet per oral
LLM 4-6 x 20-30 cc
Follow up tanggal 19 November 2013 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari III)
S : BAB cair (+) 5 kali warna kuning ampas (+) sebanyak seperempat gelas belimbing,
muntah (-), demam (-), kejang (-), slem (+),
intake cairan intravena 2 jalur Nacl 100 cc + RL 300 cc + Tridex 27 B 500 cc + susu LLM 400
cc = 1300 cc
output IWL 180 + BAB 300 cc + urin 700 cc = 1180 cc
balance + 120
O : KU/KS: Tampak Sakit Sedang/ Compos Mentis
S: 36o C, N: 133x/menit, P: 35x/menit
17

Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun cekung cekung (-)
Mata: Ca +/+, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung -/-
Thoraks: Cor : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen: Perut datar, bising usus (+), supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas atas: oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
Ekstremitas bawah : oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
A : Diare akut dengan dehidrasi berat dalam perbaikan dan riwayat kejang demam sederhana
P : Medikamentosa :
IVFD 2 jalur RL + koreksi
Ceftriaxone 1x1 gram IV (3)
Fenobarbital 2x25 mg per oral
Rantin 2x0,5 cc
Paracetamol 100 mg k/p
Zinkid 2x1 cth per oral
Lacto B 2x1 sachet per oral
Bubur tempe 2x1
Follow up tanggal 20 November 2013 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari IV)
S : BAB cair (-), muntah (-), demam (-), kejang (-), slem (+) berkurang,
intake cairan intravena 2 jalur RL 400 cc + Kaen 3B 300 cc + susu LLM 400 cc = 1200 cc
output IWL 180 + urin 1000 cc = 1180 cc
balance + 20 cc
O : KU/KS: Tampak Sakit Sedang/ Compos Mentis
S: 36,5o C, N: 130x/menit, P: 32x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun cekung (-)
Mata: Ca +/+, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung -/-
Thoraks: Cor : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
18

Abdomen: Perut datar, bising usus (+), supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas atas: oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
Ekstremitas bawah : oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
A : Diare akut dengan dehidrasi berat dalam perbaikan dan riwayat kejang demam sederhana
P : Pindah rawat ke ruang Melati
Medikamentosa :
IVFD RL + koreksi
Ceftriaxone 1x1 gram IV (4)
Fenobarbital 2x25 mg per oral
Rantin 2x0,5 cc
Paracetamol 100 mg k/p
Zinckid 2x1 cth per oral
Lacto Bio 2x1 sachet per oral
Follow up tanggal 21 November 2013 pukul 07.00 WIB (Perawatan hari V)
S : BAB cair (-), muntah (-), mual (-), demam (-), kejang (-), slem (-)
O : KU/KS: Tampak Sakit Ringan/ Compos Mentis
S: 36,9o C, N: 100x/menit, P: 30x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun cekung (-)
Mata: Ca +/+, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung -/-
Thoraks: Cor : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen: Perut datar, bising usus (+), supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas atas: oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
Ekstremitas bawah : oedem -/-, akral hangat +/+, pucat -/-
A : Pasca diare akut dengan dehidrasi berat
Pasca kejang demam sederhana
P : Besok baik boleh pulang
Medikamentosa :
19

IVFD RL
Ceftriaxone 1x1 gram IV (5)
Fenobarbital 2x25 mg per oral
Rantin 2x0,5 cc
Paracetamol 100 mg k/p
Zinckid 2x1 cth per oral
Lacto Bio 2x1 sachet per oral
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini diagnosis diare akut dengan dehidrasi berat et causa infeksi virus dan
kejang demam sederhana ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan
penunjang.
Tabel. Perbandingan data pasien dengan penegakan diagnosis
diare akut dengan dehidrasi berat et causa infeksi virus dan kejang demam sederhana
Pasien Diare akut dengan dehidrasi berat ec
infeksi virus dan kejang demam
Anamnesis Usia 9 bulan Rotavirus sebagai patogen penyebab
20

BAB cair sejak 1 hari
SMRS, BAB cair lebih
dari 10 kali
Volume setengah gelas
belimbing setiap BAB
Konsistensi cair dan
terdapat sedikit ampas
berwarna kekuningan
Tanpa lendir, tanpa darah
dan bau seperti asam
Muntah (+) lebih dari 5
kali
Demam (+)
Lemah lesu dan malas
minum
BAK jumlah dan frekuensi
berkurang
Kejang 1 kali sejak 10 jam
SMRS, durasi < 15 menit,
kesadaran menurun saat
kejang, kejang seperti
gemetar pada kedua kaki
dan tangan, mata mendelik
ke atas dan keluar busa
dari mulut. Setelah kejang
os menangis dan kemudian
diare akut tersering pada usia 6-24
bulan.1
Diare akut : perubahan konsistensi tinja
yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan
air dalam tinja > 10 cc/kg/hari,
menyebabkan peningkatan frekuensi
defekasi > 3 kali/hari, berlangsung < 14
hari2,4
Infeksi virus : Volume sedang5
Infeksi virus : Konsistensi cair, warna
kuning-kehijauan5
Infeksi virus : Lendir (-), darah (-), bau
asam/langu5
Infeksi virus : Muntah sering5
Infeksi virus : Demam (+)5
Dehidrasi berat : lesu/lunglai/tidak
sadar, malas minum/tidak bisa minum
Dehidrasi berat : urin tidak ada dalam 6
jam5
Kejang demam sederhana : bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal >38oC) dan
disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial, berlangsung singkat < 15
menit, bangkitan kejang tonik, atau
tonik klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam, pasca
kejang anak sadar3
21

tertidur
Pemeriksaan
Fisik
Lethargi, takikardi,
takipnoe, febris, ubun-ubun
cekung, mata cekung, bibir
tampak kering, bising usus
meningkat, turgor kulit
kembali lambat, dan akral
dingin pada keempat
ekstremitas.
Dehidrasi berat : terdapat dua atau lebih
tanda dibawah ini 7
- Lethargis/tidak sadar
- Mata cekung
- Tidak bisa minum/malas minum
- Cubitan kulit perut kembali sangat
lambat ≥ 2 detik
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
natrium 133 mmol/L
kalium 3,3 mmol/L
klorida 111 mmol/L
GDS 98 mg/dl
Pemeriksaan laboratorium
Dapat terjadi hipokalemi dan hiponatremi
akibat diare, selain itu pemeriksaan kadar
natrium dan kalium untuk menyingkirkan
diagnosis kejang akibat gangguan
elektrolit, GDS diperiksa untuk
menyingkirkan kemungkinan kejang
karena hipoglikemi8,10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
22

Penyakit campak adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah suatu
infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis dan ruam
kulit.
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu:
stadium kataral, stadium erupsi dan, stadium konvalesensi.
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai
sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan
dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.
2.2 Etiologi
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus.
Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam
sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu
kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera
rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan
inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama
masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum
diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah
23

pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan
melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7
sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit Surveilans dan
Daerah, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi,
mencapai sekitar 40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-
Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999:
dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan
dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang
cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai
kontribusi besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia,
seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak
sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-
rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti
besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari
15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa FETP
(UGM) selama 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur
balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 1998–1999 juga menunjukkan proporsi
terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih
tua (10–14 tahun).
2.4 Patofisiologi
24

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang
biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada
kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem
retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant
cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru.
Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan
penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough
and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin
lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan
sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga
pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen
pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah
menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat
perdaraha perivasculer dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu- stunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak
spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke
dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat;
kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri
selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system
retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk
kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat
bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia
berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh
(limfonodus, tonsil, appendik). Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang
secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang
lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk,
konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk
campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar
bawah. Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat
dikenali.
25

Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul setelah
14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam turun. Ruam
timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil
dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak
timbul ruam.
Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik
timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga
reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya,
ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas
berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otak dan hal ini biasanya
bentuk fatal dari penyakit. Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis
sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan
disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah
antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang terinfeksi, tetapi
paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak adanya
pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui
mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat ini. Adanya virus
campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut
menunjukkan kegagalan system imun untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa
permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan
virus campak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel
dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau
berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian dipaparkan
dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak atipik. Prosedur
inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak imunogenisitas protein F virus;
walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya
infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan.
Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik.
26

2.5 Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-12 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk,
fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum
timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan
dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah.
Gambaran darah tepi leukopeni dan limfositosis.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum
mole. Kadang – kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai
naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul
dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang.
Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah.
Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan
di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala
patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-
penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.
27

2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah campak jerman, infeksi
enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia, demam skarlantina, penyakit riketsia dan
ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan dengan ruam kulit pada penyakit campak.
1. Campak jerman.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital,
servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum.
Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.
3. Infeksi enterovirus
Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat demam
dan berat penyakitnya.
4. Penyakit Riketsia
Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang secara khas
terlihat pada penyakit campak.
5. Meningokoksemia
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan
konjungtivits.
6. Ruam kulit akibat obat
Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah ada riwayat
penyuntikan atau menelan obat.
28

7. Demam skarlantina.
Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur seperti kulit
angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah dibedakan dengan campak.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa
multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan
jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada
penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit
kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah
patognomonis untuk rubeola/campak.
2.8 Komplikasi
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:
1. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis,
leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
2. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental,
neuritis optica dan ensefalitis.
3. Encephalitis morbili akut
29

Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah. Angka
kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah
vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
4. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala
yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma.
Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala
spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak
yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili,
sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan dalam
patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa
timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-
kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1
tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.
5. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena
keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.
2.9 Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat
rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.
30

Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana. Kejadian
demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir
2000 dari populasi total tanpa memandang umur5.
2.10 Penatalaksaan
Pengobatan bersifat suportif, terdidiri dari :
o Pemberian cairan yang cukup
o Pemberian kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi.
o Suplemen nutrisi
o Antibiotic diberikan bila terjadi infeksi sekunder
o Antikonvulsi apabila terjadi kejang
o Pemberian vitamin A
Indikasi rawat inap: hiperpireksia (>39ºC), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
adanya komplikasi.
Campak Tanpa komplikasi:
Tirah baring
Diet cukup
Vitamin A 100.000 IU, apabila malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhari
Campak dengan komplikasi :
o Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
o Bronkopneumonia :
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
31

o Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
o Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
o Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
2.11 Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya
mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama
diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita
juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar
kekebalan tubuh meningkat.
Macam imunisasi pada campak:
1. Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan
lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan
menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili
tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak
tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak
tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke
atas. Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja
pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan
pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini
32

tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita
leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
2. Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan
pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan
dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih
baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis
dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.
3. Isolasi
Isolasi ditujukan pada penderita pada stadium infeksius, agar tidak menularkan melalui
droplet yang sudah terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B, Santoso N.B. Diare Akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi.
Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.
2. WHO. Guidelines for The Management of Common Illnesses with Limited Resources in
Pocket Book of Hospital Care for Children. 2005.
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
4. Tasker RC, McClure RJ, Acerini CL. Diarrhea in Oxford Handbook of Paediatrics. New
York: Oxford University Press. 2008.
5. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, Alatas H, Ali D, Asril A, et al.
Gastroenterologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1. Jakarta: Penerbit Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
33

6. Tim Adaptasi Indonesia. Diare dalam Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: World Health Organization. 2008.
7. Tatalaksana Rasional Diare Akut. Proceedings Workshop Pediatricians Society. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. 2011.
8. Raftery AT, Lim E, Őstör AJ. Diarrhea in Churchill’s Pocketbooks of Differential
Diagnosis. 3rd Edition. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2010.
9. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas kesehatan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI. 2011.
10. Sanjaya GN, Suraatmaja S, Aryasa KN. Effects of probiotics supplementation for infants
with acute diarrhea: a randomized double blind clinical trial. Volume 47. 2007.
11. Hatta M, Supriatmo, Ali M, Sinuhaji AB, Hasibuan B, Nasution FL. Comparison of zinc -
probiotic combination theraphy to zinc theraphy alone in reducing the severity of acute
diarrhea. Volume 52. 2011.
34