makalah morbili
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT

LAPORAN KASUS: SEORANG ANAK 4 TAHUN DENGAN DEMAM 5 HARI
KELOMPOK VI
03008061 Birri Ifkar 03008064 Calvindra Leenesa 03009165 Nadia Anggun Mowlina 03009176 Nyimas Ratih Amandhita NP 03010046 Ayu Nabila Kusuma P. 03010047 Bagus Dwi Putranto 03010048 Bayu Adiputro 03010049 Beatrix Tiara Indie 03010050 Bela Amanda Putri 03010051 Bella Ammara Karlinda
Jakarta
25 Januari 2012

DAFTAR ISI
Bab I :Pendahuluan………………………………………………………… 3
Bab II :Laporan Kasus………………………………………………………. 4
Bab III :Pembahasan…………………………………………………………. 6
Bab IV :Tinjauan Pustaka………………………………………………….... 16
Bab V :Kesimpulan………………………………………………………… 27
Daftar Pustaka……………………………………………………………………… 28
BAB I

PENDAHULUAN
Campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Dahulu, epidemic
cenderung terjadi secara irregular, tampak pada musim semi di kota-kota besar
dengan interval 2 sampai 4 tahun ketika kelompok anak yang rentan terpajan. Campak
sangat menular, sekitar 90% kontak keluarga yang rentan mendapat penyakit. Campak
jarang subklinis. Sebelum penggunaan vaksin campak, puncak insiden pada umur 5-
10 tahun, kebanyakan orang dewasa imun.
Campak adalah penyakit yang sangat menular. Pada tahun 1980, sebelum
vaksinasi meluas, campak menyebabkan kira-kira 2,6 juta kematian setiap tahun.
Diperkirakan 164 000 orang meninggal akibat campak di tahun 2008 - kebanyakan
anak-anak di bawah usia lima tahun.
Campak disebabkan oleh virus RNA dari jenis Morbillivirus dalam famili
Paramyxovirus. Virus campak biasanya tumbuh di sel-sel yang melapisi bagian
belakang tenggorokan dan paru-paru. Kegiatan imunisasi memiliki dampak besar
pada mengurangi kematian akibat campak. Dari 2001-2011 diperkirakan satu milyar
anak-anak berusia 9 bulan sampai 14 tahun yang tinggal di negara-negara berisiko
tinggi divaksinasi terhadap penyakit. Secara global kematian akibat campak telah
menurun sebesar 78% dari 733.000 di tahun 2000, menjadi 164 000 pada tahun 2008.1
BAB II

LAPORAN KASUS
Seorang anak berusia tahun diantar ibunya berusia 22 tahun ke RS Pendidikan
Trisakti dengan keluhan demam selama 5 hari. Keluhan lainnya batuk, pilek, nafsu
makan berkurang, mata merah, dan badan terasa lemah. Anamnesis lebih lanjut yang
dilakukan oleh mahasiswa Trisakti yang bertugas adalah sebagai berikut: 5 hari yang
lalu anak mulai demam, timbul mendadak, naik turun, waktu malam demam lebih
tinggi disertai batuk dan pilek. Batuknya kering tidak berdahak dan tenggorokan
terasa sakit. Pilek disertai lender encer, bening, tidak berdarah. Pada hari berikutnya
mata mulai berwarna merah disertai banyak keluar air mata. Pasien kemudian muntah
2 kali berisi makanan, jumlahnya tidak banyak dan tidak berdarah. Makan dan minum
berkurang dan di dalam mulut terdapat sariawan. Pada hari kedua pasien dikompres
dengan air hangat, tetapi demam tidak berkurang. Pasien kemudian dibawa berobat ke
Puskesmas, mendapat obat turun panas, panas turun tetapi kemudian naik lagi. Mulai
hari keempat timbul bercak merah di leher dan orang tua khawatir maka esok harinya
dibawa berobat ke RS Pendidikan Trisakti.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa anak tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, gizi kurang, anemia (-), sianosis (-), dispnoe (+).
Tanda vital: suhu 380C, Nadi 120x/menit, teratur, isi tegangan cukup, tekanan
darah110/7mmHg, rr 36x/menit, teratur, tipe abdominothorakal, dan dangkal.
Data antropometri: BB 13,2 kg, TB 98 cm, LK 49 cm, LLA 15 cm.
Kepala normosefal, rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata berair (+), agak cekung (+), anemia (-), strabismus (-), nystagmus (-),
reflex cahaya langsung/tidak langsung +/+.
Hidung sianosis (-), secret (+) bening, nafas cuping hidung (+)

Telinga secret (-), nyeri tekan/tarik (-)
Bibir kering (+), sianosis (-), fisura (-)
Mukosa bucalis ulcus kecil (+), faring hiperemis, tonsil tenang, lidah tidak
kotor.
Jantung bunyi jantung 1 dan 2 murni, murmur (-)
Thorax simetris kanan kiri, retraksi subcostal (+), perkusi pekak, suara nafas
bronchovesikuler, dan ronchi basah halus di paru kanan dan kiri.
Abdomen datar, nyeri tekan (-), shifting dullness (-), hati dan limpa tidak
teraba, bising usus terdengar biasa.
Kulit bercak maculopapula (+), diseluruh tubuh, petechiae (-), ulcus (-)
Pada Pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan laboraturium
darah, yaitu:
Hb 12,2 g/dL
Ht 36%
Leukosit 4100/L
Trombosit 212/L
Gula darah sewaktu 108 mg/dL
Elektrolit darah : Na 142 mmol/L, K 3,5 mmol/L, Cl 108 mmol/L
Radiografi Paru: Terdapat bercak infiltrat di paru kanan dan kiri.
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas pasien
Nama: X

Umur: 4 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Masalah
Demam selama 5 hari
Batuk
Pilek
Nafsu makan menurun
Mata merah
Badan lemah
Hipotesis
1. Morbili: dilihat dari gejala anak yaitu: demam selama 5 hari, batuk dan pilek,
mata merah
2. Rubella
3. Faringitis: adanya gejala batuk dan pilek
4. Konjungtivitis: adanya mata yang merah
Anamnesis
1. Apakah pasien sudah mendapatkan vaksin, terutama vaksin MMR?
2. Bagaimana sifat demam pasien? Apakah turun-naik atau tinggi terus?
3. Bagaimana intake makanan pasien?
4. Apakah ada diare dan muntah? Karena biasanya pasien morbili juga
mengalami diare dan muntah
5. Apakah batuknya berlendir atau kering?
6. Apakah ada sakit tenggorokan?
7. Apakah ada terpajan gas iritan yang menyebabkan mata merah?

8. Bagaimana riwayat tumbuh kembang anak?
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
No Penilaian Hasil Pemeriksaan fisik Hasil Normal
1 Keadaan Umum Gizi kurang
2 Kesadaran Compos mentis Compos mentis
3 Data antopometri Berat Badan: 13,2 kg
Tinggi Badan: 98 cm
LK: 49 cm
LLA: 15 cm
4 Tekanan Darah 110/70mmHg Normal
5 Respiratory rate 36x/menit meningkat
6 Frekuensi Nadi 120x/menit Normal
7 Suhu 38°C Subfebris
8 Kepala Normosefali, rambut hitam
tidak mudah dicabut
Normal
9 Mata Mata berair (+), agak
cekung (+), anemia (-),
strabismus (-), nystagmus
(-), reflex cahaya
langsung/tidak langsung

+/+
10 Telinga Sekret (-), nyeri tekan/tarik
(-)
-
11 Hidung Hidung sianosis (-), sekret
(+) bening, nafas cuping
hidung (+)
Napas spontan,
tanpa sekret
12 Mulut Bibir kering (+),
sianosis (-), fisura (-),
mukosa bukalis ulcus
kecil (+), lidah tidak kotor
13 Tenggorokan Faring hiperemis, tonsil
tenang
14 Leher -
15 Toraks BJ I dan II murni, murmur
(-), thorax simetris kanan
kiri, retraksi subcosta (+),
perkusi pekak, suara nafas
bronchovesikuler, ronchi
basar halus di paru kanan
dan kiri
16 Kulit Bercak makulopapula (+)
diseluruh tubuh, petechiae
(-), ulcus (-)
17 Abdomen dan
Viscera
Abdomen datar, nyeri
tekan (-), shifting dullness

(-), hati dan limpa tidak
teraba, bising usus
terdengar biasa
18 Genitalia
Eksterna
-
19 Ektremitas Atas
dan Bawah
-
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegaskan hasil temuan klinik yang diperoleh dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan radiografi paru pada pasien ini. Adapun hasil pemeriksaan
penunjangnya adalah sebagai berikut:
Laboratorium:
Hb : 12,2 g/dL
Ht : 36%
Leukosit : 4100 /μL
Trombosit : 212 /μL
Gula darah
sewaktu
: 108 mg/dL
Elektrolit darah :
Na : 142 mmol/L
K : 3,5 mmol/L
Cl : 108 mmol/L

Radiografi Paru:
Terdapat bercak infiltrat di paru kanan dan kiri.
Dari data di atas, dapat ditemukan bahwa kadar Hb pada anak ini normal,
sekalipun mendekati ambang batas (batas: 12,0 g/dL). Hal ini dapat dikaitkan dengan
keadaan gizi pasien yang buruk seperti yang didapatkan pada hasil pemeriksaan fisik.
Hal ini disebabkan karena defisiensi suatu faktor yang dibutuhkan untuk eritropoiesis.
Pembentukan sel darah merah bergantung pada pasokan adekuat bahan-bahan
esensial, yang sebagian di antaranya tidak disintesis di tubuh, tetapi harus disediakan
melalui makanan.2
Nilai hematokrit merupakan volume eritrosit dalam 100 ml darah yang
dinyatakan dalam %. Nilai hematokrit dipakai untuk mengetahui ada tidaknya anemia
dan digunakan juga untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata (NER).3 Nilai normal
hematokrit untuk balita adalah 28-42%, dan pada hasil pemeriksaan laboratorium
pasien ini masih ditemukan dalam nilai normal.4
Nilai leukosit ditemukan menurun pada pasien ini. Gula darah sewaktu
ditemukan normal. Dari pemeriksaan ketiga elektrolit darah, ditemukan kadar Cl
mengalami penaikan, dari ambang batas atas yang seharusnya 106 mmol/L.4
Bercak infiltrat pada paru menunjukkan bahwa pada pasien ini telah terjadi
komplikasi pneumonia. Komplikasi ini merupakan salah satu dari komplikasi morbili
yang timbul secara dini, yakni otitis media, pneumonia, dan ensefalitis. Pneumonia
interstisial mungkin disebabkan oleh virus campak (pneumonia giant-cell).
Pneumonia campak pada pasien terinfeksi HIV sering fatal dan tidak selalu disertai
dengan ruam. Superinfeksi bakteri dan bronkopneumonia lebih sering, biasanya
karena Pneumococcus, Streptokokus kelompok A, Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae tipe B. Laringitis, tracheitis, dan bronkitis yang umum dan

mungkin karena virus morbili saja. Morbili dapat memperburuk infeksi
Mycobacterium tuberculosis yang mendasarinya, dan menyebabkan kehilangan
sensitivitas terhadap uji kulit tuberkulin.4
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan adanya anamnesis, tanda klinik dan tanda yang
patognomonik maka kelompok kami mendiagnosa Morbilli disertai komplikasi
Pneumonia. Dengan diagnosis banding Rubela.
Patofisiologi
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran
pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya
viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus
campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang
lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.5
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ
lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus
dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian
jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus
campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.6

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,
dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
terjadi pada kasus campak.
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Komplikasi
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh
bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus

influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan
meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia
karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan
bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas
yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik
diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.7
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi
nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini
antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru
muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-
laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada
1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak

yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi.8
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya
daya tahan penderita campak.
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun
jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala
kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita
menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi

perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi
intravaskuler diseminata.
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder,
anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000
Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1
tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang
rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG
dan jumlah limfosit total.
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan
dengan penyulit yang timbul.9
Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting disease sehingga bila tanpa disertai
dengan penyulit maka prognosisnya baik.
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
MORBILI

Campak, measles, morbili atau rubeola adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal
masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi
disebarkan lewat udara (airborne).
ETIOLOGI
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu di semain dalam temperatur 350C, dan beberapa hari pada suhu
00C, virus tidak aktif pada pH rendah.
PATOFISIOLOGI
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berbiak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi
berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus
menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah
5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar
patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat edema, bendungan dan
perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit
menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C : coryza, cough and conjuctivitis) dan
demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin
berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan
sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat
berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis.

Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan
ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses
ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit.
GEJALA KLINIK
Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat ruam
keluar.
Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat.
Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.
Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai dengan
keradangan disertai dengan keluhan fotofobia.
Cough merupakan akibat radang pada epitel saluran nafas, mencapai puncak
pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu.
Munculnya Koplik’s spot umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya
ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari.
Koplik’s spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah epitel bucal yang
merah (a grain of salt in the sea of red), yang merupakan tanda klinik yang
pathognomonik untuk campak.
Ruam makulopapular semula bewarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama
pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar ke arah
perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka
dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang
ruamnya discrete dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki
tidak mengalami desquamasi.

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium :
Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang
diikuti dengan batuk, pilek, faringitis, nyeri menelan, stomatitis, dan
konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di
depan molar tiga disebut bercak Koplik.
Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang
bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di
belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke
ekstrimitas.
Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur
menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.
Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai
timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat.
Laboratorium
· Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi
Infeksi bakteri
· Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
· Pemeriksaan untuk komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah
2. Enteritis : feses lengkap

3. Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana medik
a. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan
2. Tirah baring di tempat tidur
3. Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
Campak dengan komplikasi :

1. Ensefalopati/ensefalitis
a. Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT
ensefalitis
b. Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
c. Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
2. Bronkopneumonia :
a. Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
b. Oksigen nasal atau dengan masker
c. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis
dehidrasi).
4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang
perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
Langkah Preventif
1. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun
1982, angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir
sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus
campak.
2. Strategi reduksi campak terdiri dari :
a. Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
b. Imunisasi campak

PPI : diberikan pada umur 9 bulan.
Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-
15 bulan
Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6,
disertai dengan keep up dan strengthening.
c. Survailans10
PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda
asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan
perfusi (ventilation perfusion mismatch).
PATOFISIOLOGI
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di
hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui
refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh
makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui
sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,
benda asing atau disfungsi silier.

Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi
benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya
pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi
melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri
dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan
anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur.
Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus
menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi)
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunanan
kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis
atau ileus.
Pemeriksaan fisis
- Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 39 C, dispnea : inspiratory effort
ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan
sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi
normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas

utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di
lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis
bergeser ke kiri.
- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan
keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat
rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis
respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat
membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
- Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh
lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding
dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran
radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat
dijumpai :
Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
Penebalan pleura pada pleuritis
Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel
TATALAKSANA
1. Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis

b. Sianosis
c. Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f. Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor
dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang
nasogastrik.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
7. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan
penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan
klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh.
Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris,
foto toraks dan jenis kuman penyebab :
· Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
· Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik,

infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia
didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
- Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
- Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
- Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena
jamur
- Imunoglobulin
PATOFISIOLOGI
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks
batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag
alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem
limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia,
malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,
benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda
asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia
terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui
aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan
virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak
kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada

pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik,
asidosis metabolik dan gagal nafas.
BAB V
KESIMPULAN

Indonesia sebagai negara berkembang masih harus berusaha meningkatkan
kualitas hidup masyarakatnya. Insidens campak harus terus ditekan dikarenakan
angka kematian di negara berkembang sekitar 7-25% karena status gizi yang rendah
dan manifestasi penyakit lebih berat. Jadi kita bisa mencegah dengan pemberian
vaksin serta meningkatkan kualitas gizi terutama pada balita.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Measles. 2011. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/. Accessed January 24,
2012.
2. Sherwood L. Sistem Pernapasan. In: Santoso BI, Editors. Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.p.427.
3. Priyana A. Hematokrit dan Laju Endap Darah (LED). In: Priyana A, Editors.
Patologi Klinik untuk Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2010.p.21.
4. Maldonado Y. Viral Infections. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
Editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Singapore: Elsevier; 2006.
p. 1029, 2398, 2403.
5. Tumbelaka AR. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut. In:
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, et al, Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2002.p.113.
6. Cherry JD. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan, Editors.
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia:
Saunders; 2004.p.2283–98
7. Phillips CS. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook
of Pediatrics. 12th edition. Japan: Igaku-Shoin/Saunders; 1983.p.743
8. Soegijanto S. Vaksinasi Campak. In: Ranuh IGN, et al, Editors. Buku
Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2001.p.105
9. Soegijanto S. Campak. In: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, et al, Editors.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2002.p.125
10. Soedarmo, Hadinegoro, et al. Campak. In: Garna H, Satari, et al, Editors.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 3th ed. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak
FKUI; 2002.p.109-10.