morbili fix
Embed Size (px)
DESCRIPTION
abaTRANSCRIPT
MORBILI
Disusun Oleh:Akrim PermitasariG99141173
Diena Hanifa
G99141174Rukmana WijayantoG99141042Agil Wahyu WG99141045
Andreas Peter PatarG99141110Atma Sanggani TG99141111
Pembimbing:
dr. H. Rustam Siregar, Sp. AKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
MORBILI
A. PENDAHULUAN
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia (bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu:
1. Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala,
2. Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik)3. Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan1.Pada tahun 2008, terdapat 164.000 kematian akibat campak global - hampir 450 kematian setiap hari atau 18 kematian setiap jam. Lebih dari 95% kematian campak terjadi di negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan yang lemah2,3,4,5.Morbili merupakan penyakit akut yang mudah sekali menular dan sering terjadi komplikasi yang serius. Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara berkembang akan terserang penyakit ini, sedangkan di negara maju biasanya menyerang anak usia remaja atau dewasa muda yang tidak terlindung oleh imunisasi4,6,7.Angka kejadian campak di Indonesia masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah 3 bulan dapat memberi perlindungan terhadap infeksi penyakit campak dengan kata lain pemberian ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian campak (OR = 0,69)27,28.2. Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000 orang3.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%3.
K. KOMPLIKASICampak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
1. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal30.
2. EncephalitisKomplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut30.
3. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi30.4. Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan30.
5. Otitis MediaGendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi30.6. DiareDiare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak30.7. LaringotrakheitisPenyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi30.
8. JantungMiokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya30.
9. Black measlesMerupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata30.L. IMUNITASStruktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori31.Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran17,25.M. IMUNISASI
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin14,32.Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun14.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori17.Kontraindikasi pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah14,17.Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian18.Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas14,24.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih14.Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat14.Efek samping pemberian imunisasi campak:Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4 C) yang terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24-48 jam (insiden sekitar 2%), dan ruam selama sekitar 1-2 hari (insiden sekitar 2%). Efek samping yang lebih berat seperti ensefalitis sangat jarang terjadi, kurang dari 1 setiap 1-3 juta dosis yang diberikan. SSPE (subakut scleosing panenchepalitis) tidak pernah ditemukan lagi di negara-negara yang telah melaksanakan program imunisasi campak dengan efektif sangat kecil sekali kemungkinan vaksin mengakibatkan SSPE32.N. PENATALAKSANAAN
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. Berikut adalah dosis vitamin A:
Anak usia < 6 bulan = 50.000 IU
Anak usia 6-11 bulan = 100.000 IU
Anak usia 12 bln-5 thn = 200.000 IUIndikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul23.O. PENCEGAHAN1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention) Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh12. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. Imunisasi campak dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun12.3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah. b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya. c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi. d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel12. 4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka12. P. PROGNOSISCampak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik14.
Q. KESIMPULAN
Morbili atau campak adalah penyakit yang disebabkan virus yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis, dan bercak koplik. Virus disebarkan melalui kontak langsung, batuk atau bersin pengidap campak pada saat 4 hari sebelum dan sesudah ruam muncul. Penyakit campak diobati secara simptomatis dan sangat dihindarkan terjadi komplikasi. Dengan terlaksananya imunisasi campak, tingkat kesakitan penyakit campak di beberapa negara dapat dikurangi.DAFTAR PUSTAKA
1. Thorrington, D., Ramsay, M., Jan, A., Edmunds, W. J., Vivancos, R., Bukasa, A., & Eames, K. (2014). The Effect of Measles on Health-Related Quality of Life: A Patient-Based Survey. PloS ONE, 9(9): e105153. doi:10.13712. Durrheim, D. N., Crowcroft, N. S., & Strebel, P. M. (2014). MeaslesThe epidemiology of elimination. Vaccine, 32(10), 6880-6883. doi:10.10163. Gahr et al. (2014). An Outbreak of Measles in an Undervaccinated Community. Journal of American Academy Of Pediatrics. July; 134: 14. Le Roux D, Le Roux S, Nuttall J, Eley B. South African measles outbreak 2009 2010 as experienced by a paediatric hospital. S Afr Med J 2012;102(9):760-7645. Ryu J, Kim E, Youn Y, Rhim J, Lee K (2014) Outbreaks of mumps: an observational study over two decades in a single hospital in Korea. Korean J Pediatr 2014;57(9):396-4026. Parker et al. Implications of a 2005 Measles Outbreak in Indiana for Sustained Elimination of Measles in the United States. N Engl J Med 2006;355:447-55.7. Navarro-Colorado C, Mahamud A, Burton A, Haskew C, Maina G, Wagacha J, Ahmed J, et al. (2014). Measles outbreak response among adolescent and adult Somalia refugees displaced by famine in Kenya and Ethiopia, 2011. JID 210:1863-1871
8. Caudron Q, Mahmud A, Metcalf C, Gottfreosson M, Viboud C, Cliff A, Grenfell B. (2014). Predictablility in a highly stochastic system: final size of measles epidemics in small population. Royal Society 12: 201411259. Srup, S., Benn, C. S., Stensballe, L. G., Aaby, P., & Ravn, H. (2015). Measlesmumpsrubella vaccination and respiratory syncytial virus-associated hospital contact. Vaccine, 33(1), 237245. 10. Pinchoff J, Chipeta J, Banda GC, Miti S, Shields T, Curriero F, Moss WJ (2015) Spatial clustering of measles cases during endemic (1998-2002) and epidemic (2010) periods in Lusaka, Zambia. BMC Infectious Diseases 2015;15:121-12811. Xu S, Zhang Y, Rivailler P, Wang H, Ji Y, Zhen Z, Mao N, et al. (2014). Evoluntary genetics of genotype H1 measles viruses in Cina from 1993 to 2012. Journal of General Virology, 95, 1892-1899
12. Yermalovich, M. A., Semeiko, G. V., Samoilovich, E. O., Svirchevskaya, E. Y., Muller, C. P., & Hbschen, J. M. (2014). Etiology of Maculopapular Rash in Measles and Rubella Suspected Patients from Belarus. Plos One, 9(10), e11154113. Mueller, N., Avota, E., Collenburg, L., Grassm, H., & Schneider-Schaulies, S. (2014). Neutral Sphingomyelinase in Physiological and Measles Virus Induced T Cell Suppression. PLoS Pathogens, 10(12), e1004574. 14. Katz S. The Golden Anniversary Of The Measles Vaccine. Hamdan Medical Journal 2014; 7:42142415. Brunel J, Chopy D, Marion D, Bloyet L, Devaux P, Urzua E, Cattaneo R, et al. (2014) Sequence of events in measles virus replication: Role of phosphoprotein-nucleocapsid interactions. Journal of Virology 88:10851-10863
16. Lebo E, Kruszon-Moran D, Marin M, Belleni W, Schmid S, Bialek S, Wallace G, et at (2015) Seroprevalence of measles, mumps, rubella and varicella antibodies in the united ststes population, 2009-2010. OFID: 1-5
17. Choudury S, Matin F. (2014). Seroprevalence of Antibodies to Measles, Mumps and Rubella (MMR) Vaccinesin Previously Vaccinated Human Immunodeficiency Virus-Infected Children and their Control Counterparts. J Vaccines Vaccin, 5:618. Fiebelkom A, Coleman L, Belongia E, Freeman S, York D, Bi D, Zhang C, et al (2014) Mumos antibody response in young adult after a third dose of measles-mumps-rubella vaccine. OFID 1-9
19. De Vries, R. D., & de Swart, R. L. (2014). Measles Immune Suppression: Functional Impairment or Numbers Game. PLoS Pathogens, 10(12), e100448220. Cha S, Shin S, Lee T, Kim CH, Povey M, Kim HM, Nicholson O (2014) Immunogenicity and safety of a tetravalent measles-mumps-rubella-varicella vaccine: an open-labeled, randomized trial in healthy Korean children. Clin Exp Vaccine Res 2014;3:91-9921. Martins et al. (2014). A Randomized Trial of a Standard Dose of Edmonston-Zagreb Measles Vaccine Given at 4.5 Months of Age: Effect on Total HospitalAdmissions. The Journal of Infectious Diseases 2014;209:1731822. Umeh C, Ahaneku H. The impact of declining vaccination coverage on measles control: a case study of Abia state Nigeria. Pan African Medical Journal 2013; 15:10523. Verguet, S., Johri, M., Morris, S. K., Gauvreau, C. L., Jha, P., & Jit, M. (2015). Controlling measles using supplemental immunization activities: A mathematical model to inform optimal policy. Vaccine, 33(10), 1291129624. Mufson M, Diaz C, Leonardi M, Harrison C, Groqq S, Carbayo A, Carlos-Torres S, et al (2014) Safety and immunogenicity of human serum albumin-free MMR vaccine in US children aged 12-15 months. Journal of the Pediatric Infectious Disease Society 10:1-10
25. Ozsurekci, Y., Kara, A., Bayhan, C., Oncel, E. K., Takci, S., Yolbakan, S., Korkmaz, A., & Korukluoglu G. (2014). Cotreatment of Congenital Measles with Vitamin A and Intravenous Immunoglobulin. Hindawi Publishing Corporation, 2014: 10.115526. Vashishtha VM, Yewale VN, Bansal CP, Mehta PJ (2014) IAP Perspectives on Measles an Rubella Elimination Strategies. Indian Pediatrics 2014;51:719-72227. Bavdekar et al. A Randomized, Controlled Trialof an Aerosolized Vaccine against Measles. N Engl J Med 2015;372:1519-29.28. Aaby P, Martin C, Garley M, Andersen A, Fisker A, Claesson M, Ravn H et al (2014) Measles vaccination in the presence or absence of maternal measles antibody: Impact on child survival. CID 59:484-455
29. Baba UA, Ashir GM, Mava Y, Gimba MS, Abubakar R, Ambe JP (2013) The effects of maternal haemoglobin as an indicator of maternal nutritional status on, maternal measles antibodies of mother-infant pairs at birth. African Health Sciences 2013;13(4):940-94630. MacDonald SE, Dover DC, Simmonds KA (2014) Risk of febrille seizures after first dose of measles-mumps-rubella vaccine: a population-based cohort study. CMAJ 2014;186(11):824-829
31. van den Berg JP, Westerbeek EAM, Smits GP, van der Klis FRM, Berbers GAM, et al. (2014) Lower Transplacental Antibody Transport for Measles, Mumps, Rubella and Varicella Zoster in Very Preterm Infants. PloS ONE 9(4):e94714. doi:10.1371/journal.pone.0094714
32. Opel DJ, Omer SB (2015) Measles, Mandates, and Making Vaccination the Default Option. JAMA Pediatr 2015;169(4):303-304_1491828014.doc