lapsus morbili
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

BAB I
STATUS PASIEN
ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An.A/Perempuan /4 tahun 7 bulan
b. Pekerjaan : -
c. Alamat : RT.07. Simp.4 Sipin
II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Jumlah saudara : 1 orang
- Anak : usia 7 tahun
b. Status ekonomi keluarga :
- Ayah bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan Rp. 1 – 2 juta/bulan.
- Ibu tidak bekerja
c. Kondisi Rumah :
- Rumah dinding semen, jendela 5 buah dengan 2 pintu.
- Rumah dihuni oleh 5 orang (3 orang dewasa dan 2 orang anak-anak).
- Listrik ada.
- Sumber air : PDAM.
- Kesan : sanitasi dan pencahayaan baik.
d. Kondisi Lingkungan Keluarga :
- Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk.
- Warga di sekitar lingkungan pasien sangat ramah dan hidup kekeluargaan di
tempat ini cukup baik.
- Lingkungan sekitar tidak begitu bersih.
III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik
IV. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga :
Riwayat dengan keluhan yang sama dalam keluarga ataupun lingkungan disangkal

V. Keluhan Utama :
Ruam kemerahan di belakang telinga, wajah, leher dan dada sejak satu hari sebelum
berobat ke Puskesmas
VI. Riwayat Penyakit Sekarang : (alloanamnesa)
Pasien datang ke Puskesmas bersama ibunyadengan keluhan ruam kemerahan di
belakang telinga wajah, leher dan dada sejak satu hari sebelum berobat ke Puskesmas.
Ibu pasien tidak mengetahui daerah bagian tubuh yang pertama muncul ruam
kemerahan 2 hari yang lalu pasien mengaku wajah mulai tampak memerah dan sejak
subuh hari sebelum berobat ke Puskesmas saat bangun tidur pasien mengaku muncul
ruam-ruam kemerahan diseluruh wajah, leher dan dada. Ruam kemerahan belum
menyebar keseluruh tubuh. Ruam kemerahan hanya di belakang telinga, wajah, leher,
dada dan kedua lengan, ruam kemerahan belum ada di perut, kedua tungkai dan pantat.
± Kisaran 4 hari yang lalu pasien mengeluh demam tinggi, menggigil tidak ada.
Demam tidak turun-turun hingga hari ini. Demam tinggi sejak 4 hari sebelum berobat ke
puskesmas, hilang timbul, tidak berkeringat malam, tidak mengigil. Pasien diberikan
paracetamol, panas sempat turun namun naik kembali. Panas tidak disertai dengan
kejang dan tidak terdapat penurunan kesadaran. Menurut ibunya pasien juga keliahatan
tampak lemas.
Batuk, pilek dan sesak nafas tidak ada, mual dan muntah tidak ada, nafsu makan
biasa, mata merah tidak ada. BAK dan BAB biasa.
VII. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : pervaginam
Tempat : RS Umum
Ditolong Oleh : Bidan
Tanggal : 20 November 2007
BBL : 2700 gr
PB : Ibu os lupa
VIII. RIWAYAT IMUNISASI
BCG : 1x Campak : 1x
Polio : 4x Hepatitis B : 3x
DPT : 3x Kesan : lengkap

IX. STATUS GIZI
BB/TB : +1SD (normal)
BB/U : -1 SD (normal)
PB/U : -1SD (normal)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
1. Keadaan sakit : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 37,8°C
4. Nadi : 98 x/menit
5. Pernafasan
- Frekuensi : 22 x/menit
- Irama : reguler
- Tipe : thorakoabdominal
6. Kulit
- Turgor : baik
- Lembab / kering : lembab
- Lapisan lemak : ada
7. Berat badan : 16,5 Kg
8. Tinggi badan : 110 cm
Pemeriksaan Organ
1. Kepala : Bentuk : normocephal
Simetri : simetris
2. Mata : Exopthalmus/enophtal : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Kornea : normal
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Lensa : normal, keruh (-)
Gerakan bola mata : baik
3. Hidung : tak ada kelainan

4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : lembab
Bau pernafasan : normal
Gigi geligi : lengkap
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Selaput Lendir : normal
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
6. Leher KGB : tak ada pembengkakan
Kel.tiroid : tak ada pembesaran
7. Thorax Bentuk : simetris
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal.
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI
kanan
Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Normal,
Wheezing (-), rhonki (-)
Vesikuler (+) normal.
Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS V 2 jari medial linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan regio epigastrium (-), defans musculer (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
9. Ekstremitas Atas
Edema (-), akral hangat, kekuatan otot 5 – 5
10. Ekstremitas bawah
Edema (-), akral hangat., kekuatan otot 5 – 5
STATUS DERMATOLOGI :
Pada regio mastoid, facialis-colli, thoraxalis, extremitas atas : tampak rash makulopapular
diatas kulit yang eritem dengan ukuran lentikuler, diskret (eksantem morbiliformis)
DIAGNOSIS :
Morbili Stadium Erupsi
MANAJEMEN
1) Preventif :
- Istirahat yang cukup minimal 8 jam sehari.
- Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, banyak
mengkonsumsi vitamin, terutama vitamin A dan C.
- Berikan masukan cairan air yang cukup (Banyak minum air putih)
- Mempertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak
menggaruk ruam.
- Mandi dengan menggunakan sabun yang lembut untuk mencegah infeksi
- Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak terlalu terang di kamar klien.
- Menjaga kelembaban dan kehangatan ruangan

2) Promotif :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa morbili adalah penyakit anak yang
menular sehingga pasien harus diisolasi minimal hingga 5 hari setelah gejala kulit
muncul untuk mencegah penularan infeksi kepada orang lain.
3) Kuratif :
- Paracetamol syrup 3x1 cth/hr
- Vitamin A 200.000 IU 1x1 cap/hr
- Vitamin C 3x1 tab/hr
- Salisilk talk taburi setelah mandi
4) Rehabilitatif :
Segera bawa anak ke puskesmas apabila gejala bertambah parah yaitu kejang, sesak
nafas, dan telinga berair.

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI
Puskesmas : Simp. IV Sipin
Dokter : M. Fachreza Saputra
Tanggal :20 Juni 2012
R/ Paracetamol syrp No. I
S3 dd 1 CTH
R/ Vitamin A 200.000 IU No. I
S1 dd 1
R/ Vitamin C No. IX
S3 dd 1
R/ Salisik Talk No.I
S. u. e
Pro : An. A
Umur : 4 tahun 7 bulan
Alamat : RT.07. Simp.4 Sipin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus Paramyxovirus yang memiliki
gejala klinis yang terdiri dari 3 stadium, yakni stadium masa tunas, prodormal, dan stadium
erupsi.
Masa inkubasi 10-12 hari, stadium prodormal ditandai becak koplik pada mukosa bukal
dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koriza dan batuk yang
semakin berat. Stadium akhir dengan ruam makulopapular di leher, muka tubuh, lengan,
hingga kaki berturut-turut dan disertai dengan demam tinggi.
2.2. ETIOLOGI
Campak adalah virus RNA dari family Paramyxoviridae genus Morbili virus. Virus
campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan
dalam masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal dalam 34 jam pada temperature kamar, 15 minggu dalam pengawetan beku, minimal
4 minggu disimpan dalam temperature 35 derajat Celcius, dan beberapa hari dalam suhu 0
derajat Celcius. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Virus campak menunjukkan antigenisitas yang homogeny. Infeksi dengan virus campak
memicu pembentukan Nutralizing antibody, komplemen fixing antibody dan hemaglutinin
inhibition antibody.
Imunoglobulin IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama-sama
diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian
IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya terus
terukur. IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi,
sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibody
IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan terdapat di seluruh saluran napas. Daya
efektivitas vaksin virus campak yang hidup dibandingkan dngan virus campak yang mati
adalah adanya IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan oleh vaksin virus campak hidup.
2.3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia,menurut survey kesehatan rumah tangga, campak menduduki tempat ke-5
dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan urutan ke-5 dalam urutan 10

macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Campak merupakan penyakit
endemis, terutama di negara sedang berkembang. Dari penelitian retrospektif, dilaporkan
bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun.
2.4. PATOFISIOLOGI
Penularan campak terjadi secara droplet melaui udara, sejak 1 sampai 2 hari sebelum
timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk ke dalam limfatik local,
bebas maupun berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah
bening regional, disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuclear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Worthin), sedangkan limfosit T (T
suppressor dan T helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal terbentuklah focus infeksi, yaitu ketika virus masuk ke
dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
napas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari 9-10, focus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada 1 sampai 2 lapis sel, pada saat itu virus dalam jumlah
banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem
salauran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah.
Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernapasan
diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak
suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makupapular pada hari ke 14 sesudah awal infeksi dan
pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami deficit sel T. Fokus infeksi tidak
menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis, tetapi
virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Daerah epitel yang nekrotik di epitel nasofaring dan
saluran pernapasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dll. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi,
selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

2.5. GEJALA KLINIS
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koryza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam
beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas yaitu diawali dari belakang
telinga menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan, kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu
tubuh, dan selanjutnya mengalami hiperpugmentasi dan kemudian mengelupas. Pada stadium
prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonik
campak ( bercak koplik ).
Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak
semua kasus manifestasinya jelas. Pada pasien yang mengidap gizi kurang, ruam dapat
berdarrah dan mengelpas atau bahkan pasien meninggal sebelum ruam timbul. Diagnosis
campak dapat ditegakkkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar
membantu. Seperti pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa pada lapisan
mukosahidung dan pipi, pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang
bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal. Diagnosis banding antara lain rubella,
demam skarlatina, ruam akibat obat, eksantema subitum, dan infeksi stafilokokus.
Manifestasi klinis pada morbili dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu:
a) Inkubasi
Biasanya tanpa gejala dan berlangsung 10-12 hari.
b) Prodromal (Kataral)
Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala yang utama muncul adalah demam, yang terus
meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,40– 40,60C pada hari ke- 4 atau 5, yaitu
pada saat ruam muncul. Gejala lain yang juga bisa muncul batuk, koriza, faring
hiperemis, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Menjelang akhir fase stadium
prodormal dan 24 jam sebelum timbulnya enatema, timbul bercak koplik yang
patognomonis untuk morbili. Bercak koplik ini berwarna putih kelabu, sebesar ujung
jarum dikelilingi eritema yang terdapat pada mukosa bukalis yang berhadapan dengan
dengan molar. Jarang ditemukan pada bibir bawah. Bercak Koplik ini menghilang
setelah 1-2 hari munculnya rash.
Kadang-kadang, fase prodormal dapat menjadi lebih berat, ditandai oleh adanya demam
tinggi mendadak, kadang-kadang dengan kejang, dan bahkan pneumonia. Biasanya
koriza, batuk dan demam semakin bertambah berat sampai pada waktu ruam telah merata
diseluruh tubuh.

c) Erupsi (Rash)
Terjadinya eritema berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Ruam ini
muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga kemudian
menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada pada
sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung,
abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ruam umumnya saling menyatu sehingga pada
muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini bertahan selama 5-6 hari. Suhu naik
mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40-40,5 °C. Penderita saat ini
mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24 jam sesudah suhu turun mereka pada
dasarnya tampak baik. Selain itu, batuk dan diare menjadi bertambah parah sehingga
anak bisa mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah dan
anoreksia. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran cerna, seperti diare
dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di
daerah leher belakang. Dapat pula terjadi sedikit splenomegali. Ketika ruam mencapai
kaki pada hari ke 2-3, ruam ini mulai menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke
bawah pada urutan yang sama dengan ketika ruam muncul.
d) Konvalensi
Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas (hiperpigmentasi) yang akan menghilang
setelah 1-2 minggu. Hiperpigmentasi merupakan gejala yang patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit lain dengan eritema atau eksentema ruam kulit menghilang tanpa
hiperpigmentasi.
2.6. DIAGNOSIS
Biasanya dibuat hanya dari gambaran klinis khas, konfirmasi laboratorium jarang
diperlukan. Selama stadium prodormal dapat ditemukan sel raksasa multinuklear pada
pulasan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan, dan diagnosis didukung
dengan kenaikan titer antibody yang dapat dideteksi pada serum pada fase akut dan
konvalesens. Angka sel darah putih cenderung rendah dengan limfositosis relatif.
Pada ensefalitis campak, pungsi lumbal dapat menunjukkan kenaikan proterin dan sedikit
kenaikan limfosit, dengan kadar glukosa normal.

2.7. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah otitis media, pneumonia, dan ensefalitis, myokarditis dan
SSPE, enteritis, kebutaan, laryngitis akut, kejang demam.
2.8. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari morbili yaitu:
a) Eksentema Subitum : pada penyakit ini, ruam baru muncul setelah demam menghilang.
b) Rubella : pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di
daerah suboksipital, servikal bagian posterior, dan belakang telinga.
2.9. PENGOBATAN
Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:
a) Pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh, dll untuk
mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat karena demam.
b) Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan
adanya komplikasi
c) Suplemen nutrisi
d) Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
e) Anti konvulsi apabila terjadi kejang
f) Anti piretik bila demam
g) Pemberian vitamin A
h) Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara berkembang terbukti
berhubungan dengan penurunan angka kejadian morbiditas dan mortalitas.
i) Dosis 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal, > 1 tahun : 200.000
IU per oral sebagai dosis tunggal
j) Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan keluhan oftalmologi
sehubungan dengan defisiensi vitamin A h. Antivirus
k) Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in vitro
terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita dewasa
yang immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih dalam tahap
penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak.

2.10. PEMANTAUAN
Pada kasus campak dengan komplikasi bronkopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantau adanya infeksi terhadap tuberculosis. Pantau gejala klinis serta lakukan uji
tuberculin 1-3 bulan setelah penyembuhan.
2.11. PROGNOSIS
Biasanya akan sembuh setelah 7-10 hari setelah ruam muncul. Kematian biasanya
disebabkan oleh komplikasi yang mungkin timbul, seperti encephalitis dan
bronkopneumonia. Angka kematian di AS menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat
rendah untuk semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik tetapi
juga karena terapi antibacterial efektif untuk infeksi sekunder.
2.12. PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9
bulan atau lebih.
Imunisasi aktif
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapo mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakitn terjadi. Karena angka serokonversi tidak
100% dan mungkin ada beberapa imunitasnya berkurang, imunisasi kedua diberika sebagai
MMR (mump-measles-rubella). Dosis ini dapat diberikan saat anak masuk sekolah atau
sekolah menengah. Remaja yang memasuki perguruan tinggi sebaiknya juga harus
mendapatkan imunisasi campak yang kedua.Respon terhadap vaksin campak hidup tida dapat
diramalkan jika telah diberika immunoglobulin dalam 3 bulan sebelum imunisasi. ANergi
terhadap tes tuberculin dapat berkembang selama 1 bulan atau lebih setelah vaksin campak
diberikan.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak yaitu pada anak dnegan leukemia dan pada
merela yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif. Penggunaan vaksin virus tidak
aktif tidak dianjurkan.
Imunisasi pasif
Menggunakan kumpulan serum orang dewasam kumpulan serum konvalesenm globulin
plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara
intramuscular dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin.

BAB III
ANALISA KASUS
Seorang pasien perempuan, 4 tahun 7 bulan datang ke Puskesmas Simpang IV Sipin
bersama ibunya dengan keluhan utama timbul ruam kemerahan di wajah, leher, dada dan
ektremitas atas. Diagnosis di tegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa didapatkan pasien datang dengan keluhan ruam kemerahan di belakang
telinga wajah, leher dan dada sejak pagi hari sebelum berobat ke Puskesmas. Pasien tidak
mengetahui daerah bagian tubuh yang pertama muncul ruam kemerahan. 2 hari yang lalu ibu
pasien mengaku wajah mulai tampak memerah dan sejak 1 hari sebelum berobat ke
Puskesmas saat bangun tidur pasien mengaku muncul ruam-ruam kemerahan diseluruh
wajah, leher dan dada. Ruam kemerahan belum menyebar keseluruh tubuh. Ruam
kemerahan hanya di belakang telinga, wajah, leher, dada dan kedua lengan, ruam kemerahan
belum ada di perut, kedua tungkai dan pantat. ± Kisaran 4 hari yang lalu pasien mengeluh
demam tinggi, menggigil tidak ada. Demam tidak turun-turun hingga hari ini. Demam tinggi
sejak 4 hari sebelum berobat ke puskesmas, hilang timbul, tidak berkeringat malam, tidak
mengigil. Pasien diberikan paracetamol, panas sempat turun namun naik kembali. Panas tidak
disertai dengan kejang dan tidak terdapat penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluhkan
badan terasa pegal-pegal dan lemas.
Pada pemeriksaan fisik pada regio mastoid, facialis-leher, thoraxalis, extremitas atas
didapatkan tampak rash makulopapular diatas kulit yang eritem dengan ukuran lentikuler,
diskret (eksantem morbiliformis)
Manifestasi klinis morbili terdiri dari 4 stadium, yaitu : 1) inkubasi, 2) prodromal, 3)
erupsi, 4) konvalensi. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik stadium pada pasien
ini yaitu masuk ke dalam stadium erupsi. Maka diagnosis pada pasien ini : morbili dengan
stadium erupsi.
Pada pasien ini diberikan pengobatan paracetamol sebagai antipiretik, vitamin A selain
untuk meningkatkan daya tahan tubuh juga untuk mencegah terjadinya defisiensi vitamin A,
pada beberapa penelitian pemberian vitamin A terbukti mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas. Serta pemberian vitamin C juga untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk pencegahannya agar anak dianjurkan untuk istirahat yang cukup minimal 8 jam
sehari. Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, banyak
mengkonsumsi vitamin, terutama yang mengandung vitamin A dan C. Menjelaskan kepada
pasien dan keluarga bahwa morbili adalah penyakit anak yang menular sehingga pasien harus

diisolasi minimal hingga 5 hari setelah gejala kulit muncul untuk mencegah penularan infeksi
kepada orang lain. Sebagai petugas medis kita sarankan segera bawa anak ke puskesmas
apabila gejala bertambah parah yaitu kejang, sesak nafas, dan telinga berair.
Prognosis pada pasien ini baik karena morbili biasanya akan sembuh setelah 7-10 hari
setelah ruam muncul. Kematian biasanya disebabkan oleh komplikasi yang mungkin timbul,
seperti encephalitis dan bronkopneumonia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Waldo E. Buku Ilmu Kesehatan Anak. 1999. Edisi 15.hal 1068-1071. EGC :
Jakarta..
2. Soedarmo, Sumarmo. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2008. Edisi II. Hal.109-119.
Badan penerbit IDAI : Jakarta.
3. Pusponegoro, Hardiono. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 2004. Edisi I. Hal
95-98. Badan penerbit IDAI : Jakarta.
4. Ismoedijanto. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 2008. Edisi III. Hal
234-235 Penerbit Universitas Airlangga : Surabaya.
5. Garna, Herry. Pedoman Diagnosis dan Terapi. 2005. Edisi III. Hal 209-211. 71-75.
Penerbit Universitas Padjajaran : Bandung.