abses otak

Upload: nurul-falah

Post on 10-Jul-2015

1.310 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.1,2 AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.3 Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik.4,5,6 Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.2,7,8,9 Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.2,3 Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.6,9 Goodkin dkk melaporkan prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan.7 Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.7,13

1

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya tromboemboli.3,13 Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.1,7. Walaupun teknik neuroimaging telah berkembang dengan pesat, abses otak sering sulit untuk didiagnosa, dan terkadang membutuhkan intervensi bedah. Sumber utama infeksi sangat sulit untuk diketahui, apalagi mikroorganisme yang mungkin menjadi etiologi abses. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan

pembedahan.4,7,8,9,10 Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.14

1.2 Tujuan Penulisan Dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga dapat menyebabkan abses otak, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai.2

Mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya abses otak,

sehingga pendekatan diagnostik yang tepat dapat dicapai. otak. Mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk Memahami mekanisme immunologi yang terjadi pada abses

menunjang diagnostik pada abses otak.

Mengetahui penatalaksanaan dari abses otak pada anak. Mengetahui teknik pemilihan antibiotik yang tepat pada abses

otak yang terjadi pada anak.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.1,2

2.2 Epidemiologi Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.1,7,13 Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).1,4,6,7

4

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.1,6,7 Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien

buruk, rate kematian akan tinggi.2,3 Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2 Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).5

2.3 Anatomi Otak 8 Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

5

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak: 1. Prosencephalon - Otak depan 2. Mesencephalon - Otak tengah o Diencephalon = thalamus, hypothalamus o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum 3. Rhombencephalon - Otak belakang o Metencephalon= pons, cerebellum o Myelencephalon= medulla oblongata

6

2.4.1 Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier) Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempattempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.2,7,9,14,15 Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.2,7,9,14,15 Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.2,14,15

Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah Otak Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites

7

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.7,9,14,15

2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi: 1. Organisme aerobik:

Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas

2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella

sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia 4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba2,4,5

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).3,4

8

Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).6 Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.3,6. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan

9

tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum. Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan : 1. Faktor tuan rumah (host) Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna. 2. Faktor kuman Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau retikuloendotelial.9 3. Faktor lingkungan Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.9

2.5 Histopatologi10

2.5.1 Abses Piogenis disebabkan bakteri1,2,7,9 Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan respons yang terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses otak harus ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak. Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses otak, hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1. Virulensi bakteri Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel dan lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak. Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya keradangan. H. influenza mempunyai kapsul lipopolisakarida, bila terjadi inokulasi ke dalam iintrasisternal memnyebabkan radang dan merusak sawar darah otak. 2. Rusaknya sawar darah otak Hanya bakteri tertentu yang bias merusak sawar darah otak. Kerusakan sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya edema otak, dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.

3. Imunopatologis

11

Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor), Interleukin-1, dan Interleukin-2 ke dalam CSS, menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan saraf pusat (astroglia, endotel, dan makrofag selaput otak) untuk melepaskan sitokin. Sitokin diekskresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses peradangan di jaringan otak.

2.5.2 Abses disebabkan jamur1,4,7,9 Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik. Awalnya akan tampak invasi vaskular oleh jamur, disusul thrombosis sekunder dan infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik terdapat sel radang, makofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur yang telah difagosit. 2.5.3 Abses disebabkan parasit1,7,9 Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan terutama sel mononuclear, dikelilingi kongesti vaskular, nekrosis jaringan saraf dan sel limfotik, sel plasma dan mononuklear lain, disini pembentukan kapsul tidak ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kista dan trofozoit. Toksoplasma dapat menyebabkan ensefalitis, abses, dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik.

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran12

hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.2,7 Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan13

pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar. Fibroblas mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar3)

Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah

memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat. 4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut:

Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel

radang.

14

Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, makrofag, dan

fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang

berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.7 Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.2,7

2.6 Respon Imunologik pada Abses Otak. Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.2,9,10 Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada

15

toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibodi dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.2,9 Unsur seluler lain dari sistem imunologik, yaitu makrofag membuat

prostaglandin, leukotrin, dan sitokin yang dapat berkomunikasi dengan neuron dan sel glia. Salah satu jenis sitokin adalah Interleukin-1 yang memiliki kemampuan untuk mengubah fungsi T-sel. Zat aktif itu homolog dengan pirogen, yang menjalankan peranan penting dalam regulasi suhu oleh hipotalamus.8,9,10 Kini diperoleh banyak data yang menyatakan bahwa astrosit bersama mikroglia dapat berfungsi seperti makrofag. Dalam artikel yang ditulis oleh Bryan Rock, dkk telah dikemukakan mengenai peranan mikroglia dalam infeksi susunan saraf pusat. Mikroglia sendiri merupakan jaringan saraf yang terdiri atas sel-sel interstisial kecil dan mungkin berasal dari mesoderm.1,9,10,14,15 Mikroglia yang telah teraktivasi akan merilis sejumlah sitokin dan dan kemokin melalui proses parakrin dan autokrin, yang selanjutnya akan bekerjasama melawan16

infeksi pada susunan saraf pusat. Produk yang telah disekresi oleh microglia juga berkontribusi dalam proses imunologik dan peradangan. Dalam hal ini, diketahui bahwa matrix metalloproteinases (MMPs) berpotensial merusak sawar darah otak, masuknya leukosit ke dalam sistem saraf pusat, dan kerusakan jaringan. MMP sendiri adalah suatu enzim zinc-dependent yang mampu merusak protein, dan sering dijumpai di matriks ekstraseluler.1,5,9,10,14,15

2.7 Manifestasi Klinis Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya. Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.2,7 Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya:2,7 1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah, dan papiledema. 2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, dan tanda rangsang meningeal. 3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.17

4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial,

afasia, ataksia, paresis.

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.2,5,7 Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. 7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.2,5,8,9

2.8 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,718

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2 Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.2 Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.2,7. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.2,7,12 kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.2,7 Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.2,7,13 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain19

mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.2,13 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema. Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi.

Early

capsule

stage

(hari

10-14):

gliosis

post

infeksi,

fibrosis,

hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

20

Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses Serebi Sumber: Kepustakaan 13

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.2,3,7 Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-

21

6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa abses biasanya berkembang di medial.2,7,8,9,10 Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.2,7,9,15 Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.2,3,7,8

2.9 Penatalaksanaan Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan

menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan : 1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa 2. 3. 4. 5. 6. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi) Pengobatan terhadap infeksi primer Pencegahan kejang Neurorehabilitasi2,3,4,9

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan22

terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.2,7,9 Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.2,9,14,15 Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak Etiologi Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, Meropenem bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus Penyakit jantung sianotik Post VP-Shunt Otitis media, sinusitis, Penissilin dan metronidazole. Vancomycin dan ceptazidine atau Vancomycin

mastoiditis Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida

Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik

23

melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.2,9,15 Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.1,2,9,15

Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses OtakDrug Dose Cefotaxime (Claforan) 100 mg/KgBBt/Hari Ceftriaxone (Rocephin) 50-100 mg/KgBBt/Hari Metronidazole (Flagyl) 35-50 mg/KgBB/Hari Nafcillin (Unipen, Nafcil) 2 grams Vancomycin 15 mg/KgBB/Hari 50Frekwensi dan rute 2-3 kali per hari, IV 2-3 kali per hari, IV 3 kali per hari, IV setiap 4 jam, IV setiap 12 jam, IV

24

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.2,7 Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tapoff, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.2,5,6,9 Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.2,7,8 Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.2,9

25

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.2,7,8,9 Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.2,9,10 Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.2,7,8,9,10 Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.1,8,9,10 Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).2,7,9,1026

Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.1,3,7,8

2.10 Diagnosa Banding Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma subdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar terapi yang diberikan menjadi tepat.2,7,9

Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging ABSCESS Wall Smooth, thin, regular Thinner on inner aspect Nodularity T1 T2 If present, on inner border Hyperintense rim. Hypointense rim. not seen. low signal TUMOUR Thick , irregular Thinner on outer aspect outer border

Meningeal enhancement Favours Diffusion imaging Perfusion imaging.dynamic High signal

normal signal due toLow signal due high capillary collagen and fibrosis in wall density in tumour.27

Sumber: Kepustakaan no. 16

2.11 Komplikasi2,9,10 Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah: 1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid 2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus 3. Edema otak 4. Herniasi oleh massa Abses otak

2.12 Prognosis Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.2,7,9 Prognosis dari abses otak ini tergantung dari: 1) Cepatnya diagnosis ditegakkan 2) Derajat perubahan patologis28

3) Soliter atau multipel 4) Penanganan yang adekuat. Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.3,4

29

BAB III KESIMPULAN

Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries), dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal. Terapi definitif untuk abses melibatkan penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa, terapi antibiotik dan test sensitifitas

30

dari kultur material abses, terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi), pengobatan terhadap infeksi primer, pencegahan kejang, dan Neurorehabilitasi. Prognosis dari abses otak ini tergantung dari cepatnya diagnosis ditegakkan, derajat perubahan patologis, soliter atau multipel, penanganan yang adekuat.

31