presus abses otak multiple

50
LAPORAN KASUS ABSES OTAK MULTIPLE Pembimbing Mayor CKM dr. Aditya, Sp.BS Disusun oleh : Yodha Prasidya 112022200 Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Upload: yodha-prasidya

Post on 20-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

abses otak mutiple

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSABSES OTAK MULTIPLE

PembimbingMayor CKM dr. Aditya, Sp.BS

Disusun oleh :Yodha Prasidya112022200

Kepaniteraan Klinik Departemen BedahRumah Sakit Tentara dr. Soedjono MagelangFakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta2014

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Tn. M 48 tahun ABSES OTAK MULTIPLEDiajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Departemen Bedah RST dr. Soedjono, Magelang

Telah disetujuiTanggal :

Disusun oleh :Yodha Prasidya112022200

Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

Magelang, 2013

Pembimbing,

Mayor CKM dr. Aditya, Sp.BS

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan presentasi kasus yang berjudul Tn. M 48 tahun ABSES OTAK MULTIPLE yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Bedah RST Dr. Soedjono Magelang.Presentasi kasus ini sedikit banyak membahas mengenai penyakit yang menjadi masalah masalah di berbagai Negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun mungkin hanya sebagian kecil yang penulis bahas, diharapkan laporan kasus ini bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembaca sekalian mengenai penyakit ini.Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mayor CKM dr. Aditya, Sp.BS, selaku dokter pembimbing dalam pembuatan presentasi kasus ini dan teman-teman Co-Ass yang telah membantu dalam pembuatan presentasi kasus ini.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca.Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya. Amin.

Magelang, Agustus 2014

Penulis

BAB IPENDAHULUANAbses otak (abses cerebri) adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa tunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini dapat berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa abses otak dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui. Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan Streptococci. Kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik). Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus. Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak dijumpai kasus ini di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal cara diagnostik radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya berbagai antibiotika yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara 40% atau lebih. Maka pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang peranan penting di dalam pengelolaannya.

BAB IILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. MTanggal Lahir: 1 Januari1965Usia: 48 tahunJenis Kelamin: Laki - lakiAlamat: Gembung RT 02 / RW 01 Soroyudan Tegalrejo MagelangAgama: Islam

Masuk ke bangsal Edelweis RST pada tanggal 15 februari 2014 pukul 15.00 WIB dengan surat rujukan dari rumah sakit wonosobo dengan diagnosa Tumor Otak.

B. ANAMNESA (SUBYEKTIF)

Keluhan Utama :Tangan kanan dan kaki kanan terasa lemasRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kanan terasa lemas, hal ini sudah dirasakan 5 bulan terakhr ini, dan dirasa semakin lemas dalam beberapa minggu ini sampai tidak bisa berjalan seperti biasa, pasien juga merasakan tangan dan kaki terasa baal, berbeda dengan sisi sebelah kiri, pasien juga mengeluhkan seluruh kepala terasa sakit 3 bulan terakhir, nyeri kepalanya tidak berkurang dengan istirahat, nyeri kepalanya tidak berdenyut dan tidak menjalar, pasien juga mengeluhkan demam setiap malam, demamnya sudah dirasakan sebelum tangan dan kaki lemas, demamnya hilang timbul, dan 2 minggu terakhir ini demam setiap malam, pasien juga menyatakan jika berbicara kurang jelas, dan sulit untuk mendengar. Pasien tidak mengeluhkan gangguan BAK dan BAB, makan dan minum masih bisa dilakukan tetapi agak kesulitan jika menelan, dan pasien menyangkal terdapat gangguan memori.

Riwayat Penyakit Dahulu :R. HT dan DM disangkalR. stroke disangkalR. Pengobatan Sebelumnya dirawat di rumah sakit wonosobo selama 4 hari karena susp. tumor otak glioma

Riwayat Penyakit Keluarga :Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami hal yang serupa. HT (-) DM (-) Asma (-) stroke (-)

Riwayat Kebiasaan : Pola makan pasien teratur, sering mengkonsumsi sayuran dan serat. Riwayat penggunaan obat narkotik disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK (OBYEKTIF)Keadaan Umum: sakit sedangKesadaran/GCS: Compos mentis/E4 V5 M6Vital Sign: Tekanan darah: 110/80 mmHg Nadi: 76 kali/menit Suhu: 36,9 C Pernafasan: 18 kali/menit

STATUS GENERALISKepala/Leher: Tidak terlihat ikterik pada kedua sklera kanan dan kiri Tidak ada tanda-tanda anemia pada konjungtiva Pupil isokor simetris diameter 3 mm / 3 mm Tidak terdapat cekung pada mata Faring tidak hiperemis Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks: Jantung : Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, terdapat pada sela iga 5 garis midclavicula Perkusi: Redup, batas jantung normal Auskultasi: Suara jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop dan murmur Paru : Inspeksi: Simetris Palpasi: Fremitus taktil kanan dan kiri sama Perkusi: Sonor Auskultasi: Nafas vesikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan, baik berupa rhonki maupun wheezing.

Abdomen: Inspeksi : tampak datar, tidak ada sikatriks Auskultasi : BU (+) normal Palpasi: nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba Perkusi: tympani (+)

Ekstremitas: Tidak ada edema kekuatan motorik pada keempat ekstemitas: 25

31

Tidak terdapat akral yang dingin Tidak terdapat sianosis

Status NeurologiGCS : E4V5M6MENINGEAL SIGN : Kaku Kuduk : - Kernig : - Brudzinski I-IV : -

NERVUS CRANIALIS :1. N. Olfaktorius (N. I): tidak dilakukan

2. N. Optikus (N. II)a. Tajam Penglihatan: DBNb. Lapang pandang (visual field) : DBNc. Warna: tidak dilakukand. Funduskopi: tidak dilakukan

3. N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)a. Kedudukan bola mata saat diam : DBNb. Gerakan bola mata : DBNc. Pupil:i. Bentuk, lebar, perbedaan lebar: DBNii. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil: +/+iii. Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN

4. N. Trigeminus (N. V)a. Sensorik : DBNb. Motorik :i. Merapatkan gigi : DBNii. Buka mulut: DBNiii. Menggigit tongue spatel kayu: tidak dilakukaniv. Menggerakkan rahang : DBNc. Refleks :i. Maseter /mandibular : (-)ii. Kornea : DBN

5. N. Facialis (N. VII)a. Sensorik: sensorik raba DBNb. Motoriki. Kondisi diam: simetrisii. Kondisi bergerak:a) Musculus frontalis: DBNb) Musculus korugator supersili: DBNc) Musculus nasalis: DBNd) Musculus orbicularis oculi: DBNe) Musculus orbicularis oris: DBNf) Musculus zigomaticus: DBNg) Musculus risorius: DBNh) Musculus bucinator: DBNi) Musculus mentalis: DBNj) Musculus plysma: DBNc. Sensorik khususi. Lakrimasi : tidak dilakukanii. Refleks stapedius: tidak dilakukaniii. Pengecapan 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan

6. N. Statoakustikus (N. VIII)a. Suara bisik: DBNb. Arloji: DBNc. Garpu tala: tidak dilakukand. Nistagmus: tidak dilakukane. Tes Kalori: tidak dilakukan

7. N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat: uvula simetris b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : uvula simetrisc. Sensorik khusus : Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukand. Suara serak atau parau : (-)e. Menelan : Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)

8. N. Acesorius (N.XI)a. Kekuatan m. trapezius : DBNb. Kekuatan m. sternokleidomastoideus : DBN

9. N. hipoglosus (N. XII)a. Kondisi diam: lidah mencong ke kananb. Kondisi bergerak: lidah mencong ke kiri

MOTORIK :a. Observasi: DBNb. Palpasi: konsistensi otot kenyalc. Perkusi: DBNd. Tonus: DBNe. Kekuatan otot: 25

13i. Extremitas atas : M. deltoid: +2 / +5 M. biceps brakii: +2/ +5 M. triceps: +2 / +5 M. brakioradialis: +2/ +5 M. pronator teres: +2 / +5 Genggaman tangan: +2 / +5

ii. Extremitas bawah : M. iliopsoas: +1 / +3 M. kwadricep femoris: +1 / +3 M. hamstring: +1 / +3 M. tibialis anterior: +1 / +3 M. gastrocnemius: +1 / +3 M. soleus : +1 / +3

SENSORIKa. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar): sisi kanan < sisi kirib. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan): DBNc. Kombinasi :i. Stereognosis: tidak dilakukanii. Barognosis: tidak dilakukaniii. Graphestesia: DBNiv. Two point tactile discrimination: DBNv. Sensory extinction: DBNvi. Loss of body image: (-)

REFLEKS FISIOLOGISa. Refleks Superficiali. Dinding perut /BHR: tidak dilakukanii. Cremaster: -b. Refleks tendon / periostenum:i. BPR / Biceps : +2/ +2ii. TPR / Triceps : +2/ +2iii. KPR / Patella : +2/ +2iv. APR / Achilles: +2 / +2v. Klonus : Lutut / patella: - / - Kaki / ankle: - / -

REFLEKS PATOLOGISa. Babinski: - / -b. Chaddock: - / -c. Oppenheim: - / -d. Gordon: - / -e. Schaeffer: - / -f. Gonda: - / -g. Stransky: - / -h. Rossolimo: - / -i. Mendel-Bechtrew: - / -j. Hoffman: -/ -k. Tromner: -/ -

REFLEKS PRIMITIFa. Grasp refleks: -/-b. Palmo-mental refleks: -/-

PEMERIKSAAN SEREBELLUMa. Koordinasi:i. Asinergia /disinergia: (-)ii. Diadokinesia: (-)iii. Metria: (-)iv. Tes memelihara sikap Rebound phenomenon: DBN Tes lengan lurus: DBNb. Keseimbangani. Sikap duduk : DBNii. Sikap berdiri Wide base / broad base stance: SDE Modifikasi Romberg: SDE Dekomposisi sikap : SDEiii. Berjalan / gait : Tendem walking: SDE Berjalan memutari kursi / meja: SDE Berjalan maju-mundur: SDE Lari ditempat: SDEc. Tonus: DBNd. Tremor: (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR1. Aphasia: (-)2. Alexia: (-)3. Apraksia: (-)4. Agraphia : (-)5. Akalkulia: (-)6. Right-left disorientation: (-)7. Fingeragnosia: (-)

TES SENDI SACRO-ILIACAa. Patricks: -/-b. Contra patricks: -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUSa. Laseque: -/-b. Sicards: -/-c. Bragards: -/-d. Minors: -/-e. Neris: -/-f. Door bell sign: -/-g. Kemp test: -/-

PEMERIKSAAN DISARTRIAa. Labial: + kelainan n XIIb. Palata: DBNc. Lingual: DBN

ASSESMENTAbses sereberi multipleTumor otak

PLANNINGPlanning diagnosis : Cek laboratorium darah lengkap, Clotting time / Bleeding Time, GDS, fungsi ginjal, elektrolit Rencana Kraniotomi untuk hasilnya dilakukan biopsy pemeriksaan PAPlanning terapi :Infus RL 20 tpmFenitoin 3 x 1 capAsam Folat 1 x 1 Post op PRC 1 kolf

Planning edukasi :Puasa 6 jam pre-op

Planning monitringMonitor keluhan pasien, keadaan umum pasien

HASIL LABORATORIUM TANGGAL 15 Februari 2014ParameterHasilNilai rujukan

WBC10.2 4.0 10.0

Lym%9.820.0 40.0

Mid%7.51.0 15.0

Gran%86,4 50.0 70.0

Lym#1.70.6 4.1

Mid#0.6 0.1 1.8

Gran#5.72.0 7.8

RBC5,123.50 5.50

HGB 14,1 11.0 15.0

HCT43,136.0 48.0

MCV92.180.0 99.0

MCH23.626.0 32.0

MCHC32.732.0 36.0

RDW_CV13.511.5 14.5

RDW_SD34.3 39.0 46.0

PLT401150 450

MPV12.4 7.4 10.4

PDW10.8 10.0 14.0

PCT0.8 0.10 0.28

GLUKOSA9870 115

CHLORIDA129.8896.0 106.0

NATRIUM177.2135.37 145.0

KALIUM4.453.48 5.50

UREUM420 50

CREATININ1.10 1.3

Hasil CT Scan :

Pada Head CT scan dengan non kontras 10 mm Axial slice : Gyri dan sulci tak prominen Fisura silvii tidak melebar,struktur kedesak ke kanan tengah Sistema ventrikel lateral melebar Lesi isodens dengan lesi hiperdens di lobus frontal dan temporal Tak tampak hematoma extra cranial

Kesan : Lesi isodens dengan lesi hiperdens di lobus frontal dan temporal memberikan gambaran abses otak multiple.

TanggalFollow up

SubjectiveObjectiveAssessmentPlanning

16 februari 2014Sakit kepala (+) kejang (-)Penurunan kesadaran (-)Mual / muntah -/-Ma / mi -/-@ BAK / BAB +/+Keadaan umum: BaikKesadaran/GCS: compos mentis, E4V5M6Vital sign: Tekanan darah: 120/80 mmHg Suhu: 36.6C Nadi: 81 x/menit RR: 20 x/menitStatus neurologis :Motorik : 2 - 5 1 -3Sensorik : sisi kanan < sisi kiriR. Fisiologis : dbnR. Patologis : -Abses otak multipleInfus RL 20 tpmFenitoin 3 x 1 capDexametasone 3x1Ranitidine 2x1

17 februari 2014 Sakit kepala (+) kejang (-) Demam (+) Mual / muntah -/-Penurunan kesadaran (+)@ Ma / mi -/-@ BAK / BAB -/-Keadaan umum: menurunKesadaran/GCS: somnolenVital sign: Tekanan darah: 110/80 mmHg Suhu: 37.5C Nadi: 76 x/menit RR: 20 x/menitStatus neurologis :Motorik : SDESensorik : SDER. Fisiologis : dbnR. Patologis : - Post op craniotomy

Infus RL 20 tpmCeftriaxon 2x1Fenitoin 3 x 1 capKetorolac 3x1Dexametasone 3x1Ranitidin 2x1

18 februari 2014Kesadaran menurunSakit kepala (-) kejang (-)Mual / muntah -/-Ma / mi -/-BAK / BAB +/-Kesadaran/GCS: somnolenVital sign: Tekanan darah: 120/70 mmHg Suhu: 38,2C Nadi: 81 x/menit RR: 16 x/menitStatus neurologis :Motorik : SDESensorik : SDER. Fisiologis : dbnR. Patologis : -Post op craniotomy H-2Infus RL 20 tpmCeftriaxon 2x1Fenitoin 3 x 1 capKetorolac 3x1Dexametasone 3x1Ranitidin 2x1

19 februari 2014 kesadaran menurun. ApatisSakit kepala (-) kejang (-) Mual / muntah -/-Ma / mi --BAK / BAB +/-Keadaan umum: menurunKesadaran/GCS: apatisVital sign: Tekanan darah: 130/70 mmHg Suhu: 38,2C Nadi: 76 x/menit RR: 16 x/menitStatus neurologis :Motorik : SDESensorik : SDER. Fisiologis : dbnR. Patologis : -Tumor Otak

Infus RLCeftriakson 2 x 1 grFarmadol 3 x 1Dexamethason 3 x 1Ranitidin 2 x 1Fenitoin 3 x 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.Anatomi dan Fisiologi Otak Otak merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di cavum cranii, otak dibentuk oleh cavum neuralis yang membentuk 3 gelembung embrionik primer, yaitu prosenchephalon, mesensephalon, rhombhencephalon, untuk selanjutnya berkembang membentuk 5 gelombang embrionik sekunder, yaitu telencephalon, dienchephalon, mesencephalon, metenchepalon, dan myelencephalon. Telencephalon membentuk Hemispaherum cerebri, corteks cerebri. Diencephalon membentuk epithalamus, thalamus, hipothalamus, subthalamus, dan methatalamus. Didalam diencephalon terdapat rongga; ventriculus tertius yang berhubungan dengan ventriculus lateralis melalui foramen interventriculare (Monroi). Mesencephalon membentuk corpora quadgemina dan crura cerebri, dalam mesencephalon terdapat kanal sempit aquaductus sylvii yang menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus quartus. Metencephalon membentuk cerebellum dan pons, sedangkan Myelencephalon membentuk medulla oblongata.5

Anatomi Otak Manusia

Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa seberat 1400-1500 gram.. Otak di bungkus oleh meninges yang terdiri dari 3 lapis. Di dalam otak terdapat rongga : systerna ventricularis yang berisi liquors erebrospinalis yang lanjut ke rongga antar meninges, cavum subarachnoidea. Fungsi utama liquorserebrospinalis yaitu melindungi dan mendukung otak dari benturan.5 Hemisphaerum cerebri jumlahnya sepasang, dipisah secara tidak sempurna oleh fissura longitudinalis superior dan falx serebri, belahan kiri dan kanan dihubungkan oleh corpus callosum. Hemisphaerum cerebri dibentuk oleh cortex cerebri, substantia alba, ganglia basalis, dan serabut saraf penghubung yang dibentuk oleh axon dan dendrit setiap sel saraf. Cortex cerebri terdiri dari selapis tipis substantia grissea yang melapisis permukaan hemisphaerum cerebri. Permukaannya memiliki banyak sulci dan gyri, sehingga memperbanyak jumlah selnya.diperkirakan terdapat 10 milyar sel saraf yang ada pada kortek cerebri.5Hemispaerum cerebri memiliki 6 lobus; lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus limbik. Lobus frontalis, mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus precentralis, girus frontalis superior, girus frontalis media, girus frontalis inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan lobulus paracentralis superior. Lobus parietalis, mulai dari sulcus centralis menuju lobus occipitalis dan cranialis dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis, lobulus parietalis superior,dan lobulus parietalis inferior-inferior-posterior. Lobus temporalis, terletak antara polus temporalis dan polus occipitalis dibawah sulcus lateralis. Lobus occipitalis terletak antara sulcus parieto occipital dengan sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan, cuneus dan girus lingualis. Lobus insularis, tertanam dalam sulcus lateralis. Lobus limbik, berbentuk huruf C dab terletak pada dataran medial hemisfer cerebri.5,6Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior (di belakang kepala) bertanggungjawab untuk pengolahan awal masukan penglihatan. Sensasi suara mula-mula diterima oleh lobus temporalis, yang terletak di sebelah lateral (di sisi kepala).5Lobus parietalis terutama bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri dari permukaan tubuh. Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestetik (perasaan tubuh). Lobus parietal juga merasakan kesadaran megenai posisi tubuh, suatu fenomena yang disebut propriosepsi.5Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu dideteksi oleh thalamus, tingkat otak yang lebih rendah. Thalamus membuat anda sadar bahwa sesuatu yang panas versus sesuatu yang dingin sedang menyentuh badan anda, tetapi tidak memberitahu dimana atau seberapa besar intentitasnya.5Lobus frontalis bertanggungjawab terhadap tiga fungsi utama: (1) aktivitas motorik volunteer (2) kemampuan berbicara (3) elaborasi pikiran. Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis akhir di neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot rangka.5Area Broca yang betanggung jawab untuk kemampuan berbicara, terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi.5Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan pemahaman bahasa. Daerah ini berperan penting dalam pemahaman bahasa baik tertulis maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab untuk memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui seberkas saraf ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan.5,6Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar separuh dari luas korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang disebut daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur).5,6Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis tepat di anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas volunteer (2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang dan penentuan pilihan (3) sifat-sifat kepribadian. 5,6Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada peetemuan ketiga lobus. Di lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-sensasi somatic, auditorik, dan visual yang berasal dari ketiga lobus untuk pengolahan persepsi yang kompleks. .5Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus temporal. Daerah ini berkaitan dengan motivasi dan emosi. .5 Pembentuk susunan saraf pusat adalah neuron yang jumlahnya mencapai 100 milyar, didukung oleh sel glia yang jumlahnya 10 kali lipat dari neuron. Setiap neuron memiliki tonjolan panjang , akson yang berfungsi membawa informasi keluar dari neuron (serabut eferen). Selain itu terdapat tonjolan pendek, dendrit yang berfungsi membawa informasi menuju neuron (serabut aferen). .5,6 Sel glia, atau neoroglia (hanya berada pada susunan saraf pusat) berfungsi untuk menyangga dan dukungan metabolik terhadap neuron. Ada 2 macam sel glia; makroglia dan microglia. Mikroglia berfungsi sebagai sel fagosit yang sangat besar jika terjadi infeksi atau kerusakan pada susunan saraf, sedangkan makroglia berfungsi sebagai penyangga dan fungsi nutritif. Mikroglia ada 4 macam, yaitu Oligodendroglia, sel schwann, sel astrosit, dan sel ependyma. Bersama-sama mereka dipandang sebagai suatu sistem yang dinamik bermakna fungsional dalam pertukaran metabolik antara neuron sistem saraf pusat lingkungannya. Terdapat tiga jenis sel glia, mikroglia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara embriologis berasal dari lapisan mesodermal sehingga pada umumnya tidak diklasifikasikan sebagi sel glia sejati. Mikroglia memasuki SSP melalui sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit, membersihkan debris dan melawan infeksi. 5,6Astrosit Astrosit merupakan neuroglia terbesar, berbentuk bintang , berinti besar, bulat atau lonjong, sitoplasmanya mengandung banyak ribosom dan nukleoli tidak jelas. Astrosit protoplasma terutama terdapat dalam substantia grissea otak dan medulla spinalis, sedangkan astrosit fibrosa terutama dalam substantia alba. Karena banyaknya prosesproses sitoplasma yang luar, astrosit penting sebagai struktur penyokong dan struktural dalam SSP. Fungsi astrosit masih diteliti;bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan dalam menghantarkan impuls dan transmisi sinaptik dari neuron dan bertindak sebagai saluran penghubung antara pembuluh darah dan neuron.5

Oligodendrosit Disebut juga oligodendroglia, lebih kecil dari astrosit dengan cabang-cabang yang lebih pendek dan jumlahnya lebih sedikit. Intinya kecil, lonjong, sitoplasma lebih padat dengan ribosom bebas dan terikat dalam jumlah besar. Oligodendrosit terutama terdapat dalam 2 lokasi, di dalam substansia grissea dan di antara berkas-berkas akson di dalam substantia alba. Lainnya terletak dalam posisi perivascular sekitar pembuluh darah. Oligodendroglia dan astrosit merupakan neuroglia sejati dan berasal dari lapisan embrional ektodermal (sama seperti neuron). Oligodendroglia berperan dalam pembentukan myelin. .5

Sel Glia OtakSel EpendimSel ependim berasal dari lapisan dalam tabung neuralis dan mempertahankan susunan epitel mereka . sel ependim melapisi rongga otak dan medulla spinalis dan terendam dalam cairan serebrospinal uang mengisi rongga-rongga ini. Meskipin ujung apikal sel ependim melapisi rongga tersebut, namun dasarnya tidak seragam dan terdiri dari procesus panjang yang meluas dari pusat otak ke jaringan penyambung perifer, akibatnya procesus sel ependim berjalan di antara unsur saraf dan merupakan matriks penyokong yang mirip dengan sel glia lainnya. 5Sel schwannSel schwann membungkus semua serat saraf dari susunan saraf perifer, dan meluas sampai perlekatannya masuk atau keluar dari perlekatannya di medulla spinalis dan batang otak sampai ke ujungnya. Sel swhann memperlihatkan inti yang heterochromatik, biasanya gepeng, dan terdapar di tengah sel dengan banyak mitokondria, mikrotubul dan mikrofilamen5ABSES OTAKA. DefinisiAbses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada usia dekade kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki dengan perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2.

B. Faktor Etiologi dan PredisposisiSebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal, sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan oleh infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta sepsis mikroemboli menuju ke otak. Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma. Bahkan masih banyak penulis lain yang masih belum menemukan penyebab yang jelas. Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus mana dari otak abses tersebut bakal timbul. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal. Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maksilaris absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dapat mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabang cabang vena ini bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral, inferior, atau petrosal superior). Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapatpada substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak. Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen ini sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels mendapatkan endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini.Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil, osteomielitis dan septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui, persentasenya cukup tinggi, antara 20-37%. Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena paru terutama yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat mudah terkena abses otak, oleh karena darahnya tidak disaring melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan infark-infark kecil di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme. Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh karena Blood brain barrier yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi.Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala, terutama bila didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan otak, umpamanya tulang. Luka tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah beberapa lama dari kejadiannya, tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya logam panas tersebut steril. Untuk mencegah terjadinya abses otak akibat trauma tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan debridenment . Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal dapat menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya abses otak. Pada kraniotomi, bila terjadi infeksi osteomielitis dari bone flap, kemungkinan dapat menyebabkan abses otak. Demikian pula dengan pemakaian implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak. Akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada penderita penyakit imunologik. Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderitadengan penyakit kronis seperti pada penderita yang menggunakan kemoterapi untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan kekebalan tubuh, penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik, antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem kekebalan tubuh (AIDS). Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti Schistosomiasis atau amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti Aktinimikosis, _okardiosis, Candida Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran pencernaan binatang piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya karena gigitan hewan tersebut.

C. Neuropatologi dan Gambaran CT ScanPerjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus secara histologis dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk terbentuknya kapsul dari abses. Keempat fase tersebut ailah :1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 )2. Late cerebritis ( hari ke 4 9 )3. Early capsule formation ( hari ke 10 13 )4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih )

a. Early cerebritisTerjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-tiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan abses.

Gambaran CT Scan :- Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin.- Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis.

b. Late CerebritisPada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena meningkatnya acellular debris dan pembentukan nanah oleh karena perlepasan enzim-enzim dari sel radang. Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang, makrofagmafrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat besar.

Gambaran CT Scan :- Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi yang homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis.

c. Early Capsule Formation

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acelluler debris dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum, mengelilingi pusat nekrosis. Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia alba. Bilaabses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak.

Gambaran CT Scan :- Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih kecil.- Kapsul terlihat lebih tebal.

d. Late Capsule FormationTerjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran histologisnya berupa :- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acelluler debris dan sel-sel radang.- Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas.- Kapsul kolagen yang tebal.- Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut.- Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Gambaran CT Scan :- Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi oleh kontras.D. Gambaran KlinisPenderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah, kejang dan bisa disertai gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung, bisa pula dijumpai pupil anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis. Gejalagejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari bakteri penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si penderita sendiri. Tidak dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas untuk suatu abses otak. Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial. Bisa dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke rumah sakit. Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelandaripada oleh abses otak. Pada abses yang letaknya pada silent area dari otak seperti pada lobus frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda. Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati keluhan sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan gejala-gejala pusing, vertigo, ataksis, dan gejala gejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat dijumpai gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5% kasus dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinyaherniasi tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal.E. Pemeriksaan PenunjangUntuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya bakteri anaerob. Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian tekanan intrakranial. Kalau ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mencari apakah ada infeksi dari paru. Dengan ultrasonografi didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan angiografi dapat ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus. Pemeriksaan dengan Computerized Tomography Scanning(CT Scan) dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah pada fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya kapsul. Dengan adanya CT Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.000- 20.000/cm3. Sampai 40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam. Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ). Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu pada penderita dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas, maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP.

F. Diagnosa BandingDari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.

G. KomplikasiSebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis mengakibatakan hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak tersebut.

H. Pengobatan Abses OtakPengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun dengan eksisi. Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dariabses otak, kultur darah ataupun sekret nasofaring. Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan. Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema otak, digunakan kortikosteroid. Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada absesyang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 2,5 cm ). Kalau diameter lebih besar antara 2 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan pemberian antibiotika.Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya :- Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti seftriakson/sefotaksim dan metronidazol.- Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam.- Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin ) dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi saraf, trauma, atau endokarditis bakterialis.- Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob, dan mikroaerofilik,- Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim.- Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab _ikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6 bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun. Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi.

Tindakan PembedahanAspirasiLebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan diaspirasi. Dengan hasil CT Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti. Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian dibuat insisi kulit kulit kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah tulang tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya. Dengan alat dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater dibersihkan, kalau ada perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan pisau runcing perlahan-lahan duramater diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan pungsi atau aspirasi dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan aspirasi nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10 cc dilakukan aspirasi berulangulang kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih. Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3 cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan setiap hari drain diawasi dan dilakuan irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5 hari hail dari irigasi terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan. Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya.Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi antibiotika dengan dosis tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500 mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai diberikan sampai dengan 6 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5 mg diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan

Kraniotomi OsteoplastikPenderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya. pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi absesnya, kita melakukan kraniotomi osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan. untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan suboksipital kraniotomi yang luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan. Setelah insisi kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan jarum fungsi khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi, disediakan untuk dikultur. Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding abses tersebut terlihat. Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding abses yang paling permukaan ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses dibebaskan dari jaringan otak yang normal sampai terlepas keseluruhannya. Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti Garamycin. Setalah perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat kembali, dijahit dengan cara interupted suture dengan benang sutura 03. Tulang dikembalikan, periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang drain subkutan. Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas test. Sebagai pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB. Setelah satu minggu kemudian, dibuat CT Scan sebagai kontrol.

DAFTAR PUSTAKA1. Moh Hamdan, Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf, Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya : 20112. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 4023. Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com. May, 10th 20134. Syaiful Saanin, dr, Tumor intrakranial Access on www.angelfire.neurosurgery. March 6th 2012.5. Uddin,Jurnalis. Kerangka Umum Anatomi Susunan Saraf dalam Anatomi susunan saraf manusia. Langgeng sejati. Jakarta; 2001: 3-136. Price,Sylvia A.Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiolosi edisi 6, EGC. Jakarta.2005. 1183-11897. Japardi, Iskandar. Gambaran CT SCAN Pada Tumor Otak Benigna. Access on www.usudigitallibrary.com. May, 10th 20138. S.C., Brain Tumor Survival Rate, http://www.buzzle.com/articles/brain-tumor-survival-rate.html (May, 10th 2013).9. National Center for Biotechnology Information, Brain Tumor Primary Adults, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0004485/ (May, 10th 2013).