kelompok 1 abses otak

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga. Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus. Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama

Upload: edith-perkins

Post on 02-Oct-2015

265 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

pos

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%. Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).

B. Rumusan Masalah1. Jelaskan anatomi fisiologi otak!2. Apa yang dimaksud dengan abses otak?3. Sebutkan etiologi dari abses otak!4. Sebutkan menifestasi kliinis dari abses otak!5. Jelaskan patofisiologi dari abses jantung! 6. Sebutkan komplikasi dari abses otak!7. Sebut dan jelaskan pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk pasien abses otak!8. Sebutkan terapi/penatalaksanaan untuk pasien abses otak!9. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien abses otak!

C. Tujuan Pembahasan1. Mahasiswa dapat mengenal tentang penyakit abses otak 2. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi dari otak3. Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan untuk penderita abses otak4. Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan itu di saat dirumah sakit

BAB IITINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit1. Anatomi Fisiologia. Anatomi OtakAnatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.Pembagian otak:1. Prosencephalon - Otak depan2. Mesencephalon - Otak tengah Diencephalon = thalamus, hypothalamus Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum3. Rhombencephalon - Otak belakang Metencephalon = pons, cerebellum Myelencephalon = medulla oblongatab. FisiologiSawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium. Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.

2. DefenisiAbses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25% (Elizabeth J,2009).Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). (Harsono, 1996).Abses otak adalah suatu proses infeksiyangmelibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksidarifokus yang berdekatan melaui sistem vascular (Price,2005).Abses Serebral merupakan infeksi intrakranial yang dapat melibatkan jaringan otak, atau lapisan otak dan medulla spinalis (meningitis), atau adanya akumulasi bebas/terbentuknya pus berkapsul didalam otak yang dapat menyebabkan penurunan neurologis hingga kematian (Berhman RE,1997).

3. EtiologiPenyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:

a. Bakteri Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth J,2009).b. JamurJamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. c. ParasitWalaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.d. Komplikasi dari infeksi lainKomplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit. (Barbara C, 1996).Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008):1. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan.2. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).3. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.

4. Menifestasi KlinisTanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. (Elizabeth J,2009).

LokasiTanda dan GejalaSumber Infeksi

Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal3. Letargi, apatis, disorientasi4. Hemiparesis /paralisis5. Kontralateral6. Demam tinggi7. Kejang Sinus paranasal

Lobus temporal1. Dispagia2. Gangguan lapang pandang3. Distonia 4. Paralisis saraf III dan IV5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum1. Ataxia ipsilateral2. Nystagmus3. Dystonia4. Kaku kuduk positif5. Nyeri kepala pada suboccipital6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.Infeksi pada telinga tengah

5. PatofisiologiAbses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentuMikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:a. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.b. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.c. Komplikasi dari meningitis purulenta.Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1. Stadium serebritis dini2. Stadium serebritis lanjut3. Stadium pembentukan kapsul dini4. Stadium pembentukan kapsul lanjut.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efekmassakarena pembesaran abses.2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatanacellular debrisdan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: Bentuk pusat nekrosis diisi olehacellular debrisdan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast. Kapsul kolagen yangtebal. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.Adapenjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

6. KomplikasiKlien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu : Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel Perdarahan abses Retardasi Mental Epilepsi Penurunan Kesadaran Kelainan nerologik fokal yang lebih berat Kelumpuhan Fisik Sepsis

7. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan penunjang yang terkait dengan abses otak. Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang bias dilakukan pada penderita abses otak :a. Radiologi Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intra-kranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral ; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam Hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelom-bang lambatdeltadengan frekuensi 13 siklus / detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT Scan adan MRI. CT scan dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. MRI (Magnetic Resonance Imaging) saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.b. Laboratorium Haematologi1. Pemeriksaan darah perifera) LeukositPemeriksaan Leukosit merupakan point utama dalam pendiagnosisan abses otak melalui metode laboratorium darah. Mengingat abses otak merupakan kondisi infeksi pada jaringan otak, maka peningkatan kadar leukosit didalam darah biasanya sudah dalam keadaan diatas kadar normal. Pemantauan leukosit penting dilakukan untuk menilai tingkat resiko terjadinya Sepsis dan memantau perkembangan keberhasilan terapi antibiotik yang diberikan kepada penderita.b) Haemoglobin (Hb)Haemoglobin (Hb) merupakan salah satu dari komponen pertahanan sekunder tubuh manusia. Keadaan haemoglobin yang rendah didalam darah dapat mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan pertahan tubuh untuk melawan infeksi yang sedang terjadi didalam otak.2. Pemeriksaan cairan SerebrospinalPada pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadarproteinyang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. Total volume cairan serebrospinal adalah 125 ml.

8. PenatalaksanaanPenetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:1. Penatalaksaan Umuma) Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.b) Terapi peningktan TIKc) Support fungsi tanda vitald) Fisioterapi2. Pembedahan3. Pengobatana) Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.b) Glococorticosteroid: Dexamethasonec) Anticonvulsants: Oilantin.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

A. PengkajianPengkajian neurologisanak-anak harus berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.1. Anamnesisa. Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya.b. RiwayatkesehatanGambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran,caraberjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan.Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko gangguan neurologik. Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang), konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes). Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat. Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.

B. Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

C. IntervensiIntervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib. Tanda vital dalam batas normalc. Tidak terjadi defisit neurologi.IntervensiRasional

Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyeri kepala, kaku kuduk.Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.

Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.Perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.

Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.Menghindari peningktan TIK.

Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.Mengurangi peningkatan TIK.

Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.

Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.b. Kejang tidak terjadi.c. Injuri tidak terjadi.IntervensiRasional

Kaji status neurologi setiap 2 jam.Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.

Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.

Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.

Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.Mengetahui respon post kejang.

Orientasikan pasien ke lingkungan.Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.

Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.Mengurangi resiko kejang/menghentikan kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Kriteria hasil:a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.b. Integritas kulit utuh.c. Tidak terjadi atropi.d. Tidak terjadi kontraktur.IntervensiRasional

Kaji kemampuan mobilisasi.Hemiparese mungkin dapat terjadi.

Alih posisi pasien setiap 2 jam.Menghindari kerusakan kulit.

Lakukan mesage bagian tubuh yang tertekan.Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.

Lakukan ROM pasive.Menghindari kontraktur dan atropi.

Monitor tromboemboli, konstipasi.Komplikasi imobilitas.

Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.Perencanaan yang penting lebih lanjut.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.Kriteria Hasil:a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.IntervensiRasional

Monitor suhu setiap 2 jam.Mengetahui suhu tubuh.

Monitor tanda vital.Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.

Monitor tanda-tanda dehidrasi.Tubuh dapat kehilangan cairan melalui kulit dan penguapan.

Berikan obat anti pieksia.Mengurangi suhu tubuh.

Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.Mencegah dehidrasi.

Lakukan kompres dingin dan hangat.Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Kriteria Hasil :a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

IntervensiRasional

Ukur tanda vital setiap 4 jam.Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.

Monitor hasil pemeriksaan laboraturium terutama elektrrolit.Mengetahui perbaikan atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Observasi tanda-tanda dehidrasi.Mencegah secara dini terjadi dehidrasi.

Catat intake dan output cairan.Mengetahui keseimbangan cairan.

Berikan minuman dalam porsi sedikit tapi sering.Mengurangi distensi gaster.

Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.Penningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah.

Kolaborasi dalam pembeian cairan intravena.Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi.

Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.

D. ImplementasiImplementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi pada pasien abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Implementasi:a. Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.b. Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.f. Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Implementasi:a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan.f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Implementasi:a. Mengkaji kemampuan mobilisasi.b. Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.c. Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.d. Melakukan ROM pasive.e. Memonitor tromboemboli, konstipasi.f. Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiImplementasi:a. Memonitor suhu setiap 2 jam.b. Memonitor tanda vital.c. Memonitor tanda-tanda dehidrasi.d. Memberikan obat anti pireksia.e. Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari.f. Melakukan kompres dingin dan hangat.g. Memonitor tanda-tanda kejang.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Implementasi:a. Mengukur tanda vital setiap 4 jam.b. Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.c. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.d. Mencatat intake dan output cairan.e. Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.f. Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.g. Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.h. Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.

D. EvaluasiHasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.a. Menunjukkan peningkatan kesadaran.b. Pandangan bagusc. Menurunnya kelemahan motorikd. Tanda vital dalam batas normale. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologif. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuria. Menunjukkan peningkatan kesadaranb. Tidak terjadi kejangc. Peningkatan satus mental3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialamia. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal b. Menunjukkan integritas kulit yang utuhc. Tidak terjadinya atropid. Tidak terjadinya kontraktur.e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.4. Mencapai penurunan suhu tubuha. Menunjukkan tanda vital yang normalb. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekatc. Menunjukkan suhu tubuh normald. Menunjukkan turgor kulit yang baik5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhia. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.b. Mentaati program medikasi.c. Menujukkan nafsu makan yang baik.d. Menunjukkan intake makanan yang baik.e. Menunjukkan peningkatan berat badan.

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri. (Elizabeth J, 2009)

B. SaranAbses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim Abses Otak. http://ochonny.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-abses-otak.html. Diakses: Tanggal 3 Nov 2014. Pukul 09.02 WITAAnonim Abses Otak. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/05/16/abses-otak/. Diakses: Tanggal 3 Nov 2014. Pukul 09.05 WITAHarsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Gajah Mada University Press: YogyakartaDoengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.jtptunimus-gdl-juarnig012-5275-2-bab2.pdf. Diakses: Tanggal 3 Nov 2014. Pukul 09.07 WITA