bab 2 tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca AAA)
2.1.1. Taksonomi Pisang Ambon
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.
(Supriyadi dan Satuhu, 2008 )
2.1.2. Morfologi Pisang Ambon
Pisang ambon merupakan tanaman perdu dengan tinggi kurang lebih lima
meter. Dengan batang tegak, lunak, bulat, hijau kekuningan. Batang pohon
terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah yang mengelilingi poros
lunak panjang. Batang pisang yang sesungguhnya terdapat pada bonggol yang
tersembunyi dalam tanah. Pisang Ambon memiliki daun tunggal, lonjong, panjang
1,5-2 meter dengan lebar 30-50 cm, ujung tumpul, pangkal meruncing, ibu tulang
bulat berlekuk, hijau. Pisang ambon memiliki bunga majemuk, bentuk tandan,
berkelamin dua, terletak diujung batang, tangkai silindris, panjang kurang lebih 50
cm, kelopak segi tiga, benang sari silindris, kepala sari bulat dan kuning (Steenis,
2008).
6
(Supriyadi dan Satuhu, 2008)
Gambar 2.1
Pisang Ambon
Pada gambar 2.1, buah pisang ambon berbentuk bulat panjang, memiliki
kulit berwarna kuning dan memiliki akar serabut berwarna kuning kecoklatan
(Steenis, 2008).
2.1.3. Kandungan Kimia Pisang Ambon sebagai Antibakteri
Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Antibakteri pada Pisang Ambon
(Fitrianingsih dan Leni, 2012; Okorondu, 2013; Salau dkk, 2010; Steenis, 2008; Chu dkk,
2006; Apriasari, Adhani dan Savitri, 2014; Pongsiplung, Yamlean dan Banne 2012;
Widiyatni, 2010)
Keterangan: (-) = tidak terdeteksi
(+) = terdeteksi
Berdasar tabel 2.1, dapat disimpulkan bahwa tanaman pisang ambon
(Musa paradisisaca AAA) pada bagian kulit pisang memiliki kandungan
antibakteri yang lebih lengkap, antara lain tanin, kuinon, saponin, flavonoid dan
alkaloid bila dibandingkan dengan buah, bonggol, tandan, batang dan akar
tanaman pisang ambon. Kulit pisang ambon bila diekstraksi dengan metanol
memiliki kandungan flavonoid sebanyak 1035mg/100g, tanin sebesar
850mg/100gram, saponin sebesar 563mg/100g, alkaloid sebesar 24mg/100g dan
Kulit Buah Bonggol Tandan Batang Akar
Tanin + + + + + +
Kuinon + - - - - -
Saponin + + + + + -
Flavonoid + + + + + -
Alkaloid + - - + + -
7
kuinon sebesar 4,5mg/100g (Nagarajaiah dan Prakash, 2011; Adeolu dan Enesi,
2013). Mekanisme kerja dari kelima kandungan antibakteri tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Tanin
Adanya tanin sebagai antibakteri akan mengganggu sintesa peptidoglikan
sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Keadaan ini akan
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik
sehingga sel bakteri menjadi mati (Sari dan Sari, 2011). Tanin bersifat sebagai
bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).
b. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Warna
pigmen kuinon dialam beragam mulai dari kuning pucat sampai hampir
kehitaman. Kuinon mampu menginaktivasi protein sehingga membuat protein
kehilangan fungsi pada dinding sel sehingga membuat bakteri menjadi lisis
(Marshall, 2006). Kuinon bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).
c. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.
Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun
tanaman budidaya. Pada tanaman budidaya, saponin triterpenoid merupakan jenis
yang utama, sedangkan saponin steroid pada umumnya terdapat pada tanaman
yang digunakan sebagai tanaman obat (Suparjo, 2008).
Saponin bersifat ampifatik (mengandung bagian hidrofilik dan hidrofobik)
yang dapat melarutkan protein membran. Hidrofobik saponin berikatan pada
region hidrofobik protein membran sitoplasma dengan menggeser sebagian besar
8
unsur lipid yang terikat pada membran sehingga sel bakteri menjadi lisis
(Davidson, 2005). Saponin bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).
(Jyothirmayi dan Rao, 2010)
Gambar 2.2
Struktur saponin
Pada gambar 2.2, steroid memiliki kerangka dasar berupa cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Triterpenoid memiliki kerangka senyawa karbon
yang berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena (Wal dkk, 2013).
d. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan
di alam. Senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagian kuning
yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006). Zat flavonoid
mempunyai mekanisme kerja menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
fungsi membran sitoplasma dan dapat menghambat metabolisme energi dari
bakteri (Cushnie, 2005). Flavonoid bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk,
2005).
e. Alkaloid
Menurut Gunawan dalam Rinawati (2011) dalam senyawa alkaloid terdapat
gugus basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam
amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini
9
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino. Sehingga
akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga
akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan
menyebabkan kematian sel pada bakteri.
Menurut Juliantina dalam Rinawati (2011) senyawa alkaloid memiliki
mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara
utuh dan menyebabkan bakteri lisis. Alkaloid bersifat sebagai bakterisidal
(Cavalieri dkk, 2005).
2.1.4. Manfaat Kulit Pisang Ambon sebagai Antibakteri
Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Noorhamdani, Nur Permatasari
dan Annie Minnerva, dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak kulit pisang ambon
(Musa paradisiaca AAA) dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap
pertumbuhan E.coli dengan menggunakan metode dilusi yang didapatkan KHM
sebesar 10% dan KBM didapatkan sebesar 17,5% dan semakin tinggi konsentrasi
ekstrak kulit pisang ambon, maka semakin tinggi daya hambat yang terbentuk.
2.2. Ekstraksi
2.2.1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal
menggunakan suatu cairan penarik atau pelarut. Umumnya ekstraksi dilakukan
untuk simplisia yang mengandung zat-zat berkhasiat untuk keperluan tertentu.
Simplisia yang digunakan umumnya sudah dikeringkan kemudian dihaluskan
lebih dahulu agar proses difusi zat-zat yang berkhasiat lebih cepat (Syamsuni,
2006).
10
Terdapat berbagai metode ekstraksi, salah satunya adalah maserasi.
Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan dan remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama
dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
2.2.2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan ekstraksi dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam
simplisia masih berada dalam kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk
mengatur konsentrasi zat berkhasiat karena dalam sediaan ekstrak dapat
distandardisasikan kadar zat berkhasiat (Arief, 2008).
2.3. Propionibacterium acnes (P.acnes)
2.3.1. Taksonomi P.acnes
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Kelas : Actinomycetales
Ordo : Propionibacterineae
Famili : Propionibactericeae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acnes
(Bruggeman, 2010)
11
2.3.2 Morfologi P.acnes
(Bruggemann, 2010)
Gambar 2.3
P.acnes
Pada gambar 2.3, P.acnes menunjukkan bakteri gram positif, pleomorfik,
bersifat anaerob aerotoleran dan katalase positif (Achermann dkk, 2014). P.acnes
tidak memiliki spora, flagel dan kapsul (Oprica, 2006). P.acnes memiliki lebar
0,5-0,8 mikrometer dan panjang 3-4 mikrometer, bakteri ini berbentuk batang
dengan ujung meruncing atau kokoid (bulat) (Brooks, 2008). P.acnes memiliki
dinding sel yang tebal kaya akan peptidoglikan dan lipopolisakarida (Oprica,
2006).
a. Dinding Sel
Dinding sel ditemukan pada semua bakteri hidup bebas kecuali
Mycoplasma. Pada bakteri gram positif, dinding sel tersusun atas
peptidoglikan dan asam teikoat (Jawetz, Melnick dan Adelberg, 2008).
Dinding sel bersifat kuat tetapi elatis, mendukung membran sitoplasma yang
lemah terhadap tekanan osmotik internal yang tinggi dari protoplasma
(Greenwood, 2007).
12
b. Membran Sitoplasma
Protoplasma bakteri dibatasi secara eksternal oleh membran sitoplasma
elastis dan tipis, dengan tebal 5-10 nm dan terutama terdiri dari fosfolipid
dan protein (Greenwood, 2007).
c. Mesosom
Pada bakteri gram positif terdapat struktur pelipatan membran plasma ke
bagian dalam yang disebut mesosom. Ada dua jenis mesosom, mesosom
septum dan mesosome lateral. Kromosom bakteri terkait pada mesosome
septum. Selama pembelahan sel, mesosom septum berpartisipasi dalam
pembentukan lintas-dinding. Mesosom lebih menonjol pada bakteri gram
positif. Mesosom diyakini analog dengan mitokondria eukariotik karena
mesosom kaya akan enzim pernapasan (Widayati, Rochmah dan Meirina,
2009).
d. Nukleoid Bakteri
Informasi genetik dari sel bakteri sebagian besar terkandung menjadi satu,
molekul panjang DNA untai ganda, yang bisa digali dalam bentuk benang
melingkar tertutup sekitar 1 mm. Inti sel terletak dalam sitoplasma. Ini
berarti bahwa sebagai DNA-dependent RNA polimerase membuat RNA,
ribosom dapat melampirkan dan memulai sintesis protein pada masih
melekat RNA. Oleh karena itu sintesis mRNA dan protein (transkripsi dan
translasi) terlihat akan langsung digabungkan pada bakteri. Sebaliknya,
transkrip lengkap dalam sel eukariotik telah harus disambung dan ditutup
dengan polyadenine sebelum pesan pasca transcriptionally dimodifikasi
translokasi ke sitoplasma (Greenwood, 2007).
13
2.3.3. Habitat P.acnes
P.acnes merupakan bakteri flora normal pada kulit dan pada umumnya
terdapat pada folikel sebasea. Saat bayi lahir, pada kulit bayi sudah ditemukan
koloni P.acnes namun dalam jumlah yang sedikit, dan akan bertambah pada saat
remaja seiring dengan meningkatnya produksi sebum pada folikel sebasea.
P.acnes lebih banyak ditemukan pada bagian wajah dan kulit kepala bila
dibandingkan dengan lengan dan kaki pada kulit manusia. Kulit merupakan
habitat utama dari P.acnes, namun dapat juga diisolasi dari rongga mulut, saluran
pernafasan bagian atas, saluran telinga eksternal, konjungtiva, usus besar, uretra
dan vagina (Oprica, 2006).
Tabel 2.2 Habitat P.acnes pada Manusia
Habitat P.acnes
Kulit +++
Mata +
Rongga mulut ++
Usus besar +++
Vagina +
(Bojar, 2004)
Berdasarkan tabel 2.2, menunjukkan bahwa P.acnes berturut-turut banyak
ditemukan pada kulit, usus besar, rongga mulut, mata dan vagina manusia (Bojar,
2004).
2.3.4. Patogenitas P.acnes
P.acnes mampu melakukan invasi ke dalam jaringan dan menghasilkan
beberapa produk enzim sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis dari suatu
penyakit. Enzim tersebut yaitu lipase, phospholipase C, proteinase, hyaluronidase,
neuroaminidase, acid phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin.
14
Tabel 2.3. Peranan Produk Eksoseluler dari P.acnes
Enzim Substrat Peranan
Lipase Trigliserid Nutrisi, produksi asam lemak bebas
sebagai iritan, membuat sel adherence
Phospholipase C Phospholipid Mengganggu fungsi membrane
Proteinase Kolagen, keratin Nutisi, aktivasi komplemen,
menghasilkan kemotaksin, proteolisis
dalam kolon, invasi jaringan.
Hialuronidase,
neuroaminidase
Mukopolisakarida Invasi jaringan
Acid
phosphatase
Fosfat gula Nutrisi
Bacteriocins Antagonis dengan bakteri lain
Histamin
Triptamin
Arterial muscle Mediator inflamasi akut
(Oprica, 2006)
Pada tabel 2.3, menunjukkan bahwa P.acnes memiliki produk eksoseluler
berupa lipase, phospolipase C, proteinase hialurodinase, neuroaminidase, acid
phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin yang berperan dalam
patogenesis akne vulgaris (Oprica, 2006).
2.3.5. Infeksi terkait P.acnes
Kulit merupakan habitat utama dari P.acnes yang dapat menyebabkan
akne vulgaris (Oprica, 2006). Lesi utama pada akne vulgaris adalah
mikrokomedo, yaitu pelebaran folikel rambut yang mengandung sebum dan
P.acnes. Lesi akne vulgaris bentuk lainnya dapat berupa papul, pustul, nodul dan
kista pada daerah predileksi akne yaitu pada wajah, bahu, dada, punggung dan
lengan atas (Tjekyan, 2008). Komedo yang tetap berada dibawah permukaan kulit
tampak sebagai komedo white head sedangkan komedo yang bagian ujungnya
terbuka pada permukaan kulit disebut komedo black head karena secara klinis
tampak berwarna hitam pada epidermis (Murray, Granner dan Rodwel, 2009).
15
P.acnes merupakan bakteri dengan tingkat virulensi yang rendah, namun
bila seseorang dalam keadaan immunocomproised, P.acnes mampu bersifat
patogen. P.acnes dapat terlibat dalam penyakit seperti osteomielitis, peritonitis,
infeksi gigi, reumatoid artritis, abses otak, empiema subdural, keratitis, ulkus
kornea, endoftalmitis, sarkoidosis, dan radang prostat (Oprica, 2006). Sedangkan
penyakit yang melibatkan infeksi P.acnes dan terkait alat-alat medis (kateter,
prosthetic joints, implants, dan lain-lain) yaitu konjungtivitis akibat lensa kontak,
shunt nephritis, shunt-associated central nervous system infections dan anaerobic
arthritis (Bruggeman, 2010).
2.3.6. Pengobatan P.acnes
Pengobatan ditujukan terutama untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Golongan obat untuk pengobatan P.acnes adalah golongan makrolid seperti
eritromisin dan klindamisin. Golongan makrolid efektif untuk kuman gram positif
(Legiawati, 2012).
2.3.7. Identifikasi P.acnes
Tabel 2.4 Identifikasi P.acnes
Identifikasi P.acnes
Morfologi koloni Sirkuler
Pewarnaan gram gram positif
Morfologi sel polimorf, berbentuk batang
Uji motilitas non motile
Katalase +
Uji Indole +
Uji reduksi nitrat +
Hidrolisis kasein +
β hemolisis +/-
(Breed, Murray dan Smith, 2005; Bojar, 2004)
Berdasarkan tabel 2.4, dapat diketahui bahwa P.acnes dapat
diidentifikasikan dengan cara melihat morfologi koloni, pewarnaan gram,
16
morfologi sel, uji motilitas, katalase, uji indole, uji reduksi nitrat, hidrolisis kasein
dan β hemolisis yang
a. Morfologi Koloni
Bakteri dapat ditumbuhkan dalam suatu medium agar dan akan
membentuk penampakan berupa koloni. Koloni sel bakteri merupakan
sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata langsung. Semua sel dalam
koloni tersebut sama dan merupakan keturunan (progeny) satu mikroorganisme
dan mewakili suatu biakan murni. Penampakan koloni pada media agar
menunujukkan bentuk dan koloni yang khas, dapat dilihat dari bentuk keseluruhan
penampakan koloni, tepi dan permukaan koloni. Pada P.acnes koloni bakteri
berbentuk sirkuler (Breed, Murray dan Smith, 2005).
b. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies
bakteri menjadi dua kelompok besar, yaitu gram positif dan gram negatif
berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel bakteri. Prinsip pewarnaan gram
berdasarkan kemampuan dinding sel terhadap zat warna dasar kristal violet
setelah pencucian alkohol 96%. Bakteri gram positif terlihat berwarna ungu
karena dinding sel mengikat kristal violet lebih kuat, sedangkan bakteri gram
negatif mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan
kristal violet mudah larut saat pencucian alkohol 96%. (Karmana, 2008).
c. Morfologi Sel
Morfologi sel bakteri dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya, dapat
berbentuk kokus, basil dan spiral. Pada P.acnes morfologi sel terlihat polimorf
dan berbentuk batang (Breed, Murray dan Smith, 2005).
17
d. Uji Motilitas
Uji motilitas dilakukan untuk melihat pergerakan dari bakteri. Kebanyakan
sel bakteri dapat bergerak dengan menggunakan flagel, akan tetapi terdapat
bakteri yang tidak dapat bergerak karena tidak memiliki flagel, karena flagel
merupakan alat gerak bagi bakteri. Bakteri dengan uji motilitas poisitif berarti
mampu bergerak dan memiliki flagel, begitu pula sebaliknya bakteri dengan uji
motilitas negatif tidak mampu bergerak dan tidak memiliki flagel (Hastiti, 2005).
e. Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri
uji. Bakteri katalase positif mampu membentuk gelembung-gelembung oksigen
karena adanya pemecahan H2O2 oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri
itu sendiri. Komponen H2O2 merupakan salah satu zat toksik hasil respirasi bakteri
aerobik, dimana hasil respirasi tersebut mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Pada bakteri katalase negatif, bakteri tidak menghasilkan gelembung-
gelembung karena bakteri gram negatif tidak memiliki enzim katalase untuk
menguraikan H2O2 (Hastiti, 2005). P.acnes memiliki hasil uji katalase positif
(Bojar, 2004).
f. Uji Indol
Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim
triptophanase sehingga kuman tersebut mampu mengoksidasi asam amino
triptophan membentuk indol. Adanya indol dapat diketahui dengan penambahan
reagen Ehrlich Kovac’s yang berisi paradimetil amino bensaldehid. Interpretasi
negatif berarti tidak terbentuk lapisan cincin berwarna merah pada permukaan
biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari triptophan sebagai sumber
18
karbon. Begitu pula sebaliknya, interpretasi positif bila terbentuk lapisan cincin
berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari
triptophan sebagai sumber karbon (Cowan, 2004). P.acnes merupakan bakteri
dengan indol positif (Breed, 2001).
g. Uji Reduksi Nitrat
Reduksi nitrat terjadi pada kebanyakan bakteri anaerob. Uji reduksi nitrat
bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bakteri dalam mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Pembentukan nitrit ditandai dengan terbentuknya warna merah
setelah ditambahkan asam sulfalinat dan α naphtalamyne (Karmana, 2008).
h. Uji Reduksi Kasein
Uji reduksi kasein bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
memfermentasi susu menjadi asam yang dapat menyebabkan kasein mengendap
atau menggumpal. Uji kasein positif bila terbentuk endapan berwarna hijau dan
terjadi perubahan warna yang pada awalnya berwarna keabu-abuan menjadi
berwarna berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi disebabkan oleh adanya
respon indikator terhadap perubahan pH yang menjadi asam (Karmana, 2008).
i. β Hemolisis
Blood agar plate (BAP) adalah media differensial untuk membedakan
bakteri hemolitik dan non hemolitilk yaitu berdasarkan kemampuan bakteri untuk
melisiskan eritrosit (Sihotang, 2015). Uji hemolisis digunakan untuk mengetahui
kemampuan bakteri untuk melisiskan eritrosit. β hemolisis didefinisikan lisis
lengkap dengan tampilan warna transparan dikelilingi bakteri pada medium
(Karmana, 2008).
19
2.4. Uji Kepekaan terhadap Antibakteri (In Vitro)
2.4.1 Metode Dilusi
Metode dilusi yang digunakan bertujuan untuk menentukan konsentrasi
minimal antimikroba untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme. Hal ini
dapat dicapai dengan pengenceran antimikroba baik di media agar atau broth
(Lalitha, 2009).
2.4.2 Metode Difusi Cakram
Difusi dari agen antimikroba menjadi hasil media kultur unggulan dalam
gradien antimikroba. Ketika konsentrasi antimikroba menjadi begitu encer yang
tidak bisa lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji, maka zona inhibisi dibatasi.
Diameter zona inhibisi yang mengitari cakram antimikroba berhubungan dengan
Kadar Hambat Minimum (KHM) untuk bakteri tertentu. Secara umum, semakin
besar zona inhibisi, semakin rendah kadar antimikroba yang dibutuhkan untuk
menghambat pertumbuhan organisme (OIE, 2012). Kirby-Bauer dan metode
Stokes biasanya digunakan untuk pengujian kerentanan antimikroba, dengan
metode Kirby-Bauer yang direkomendasikan oleh NCCLS (Lalitha, 2009).
2.5. Mekanisme Kerja Antibakteri
Antibakteri merupakan suatu obat yang digunakan untuk menghambat atau
membunuh bakteri. Berdasarkan aktivitasnya, antibakteri dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu aktivitas bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. Istilah
bakteriostatik digunakan ketika suatu obat dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, sedangkan istilah bakterisidal digunakan ketika suatu obat dapat
membunuh bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi
5, yaitu:
20
1. Menghambat Metabolisme Sel
Asam folat dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Asam
folat tersebut didapatkan dari asam para amino benzoat (PABA) yang kemudian
disintesis sendiri oleh bakteri untuk lebutuhan hidupnya. Untuk mengganggu
kehidupan dari bakteri, sulfonamid yang memiliki kemiripan struktur dengan
PABA akan berkompetisi untuk ikut dalam pembentukan asam folat, sehingga
terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Contoh obat lain yang dapat
menghambat metabolisme sel adalah trimetropim dan sulfon. Maka dengan
mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
2. Menghambat Sintesis Dinding Sel
Dinding sel bakteri memiliki tekanan osmotic internal yang tinggi dan
berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan ukuran sel. Maka ketika terjadi
kerusakan pada dinding sel, hal ini akan menyebabkan terjadinya lisis.
Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakterisidal. Contoh obat yang dapat
menghambat sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin dan vankomisin.
3. Mengganggu Keutuhan Membran Sel
Membran sitoplasma memiliki peranan yang penting bagi sel, karena
berfungsi sebagai sawar permeabilitas yang selektif, melakukan transport aktif
dan mengontrol komposisi dalam sel. Ketika membran sitoplama sel mengalami
kerusakan maka akan menyebabkan keluarnya makromolekul seperti protein,
asam nukleat, nukleotida dan ion-ion penting lain. Contoh obat yang dapat
mengganggu kebutuhan membrane sel adalah amfoterisin B. Mekanisme kerja ini
diperoleh efek bakterisidal.
4. Menghambat Sintesis Protein Sel
21
Bakteri membutuhkan protein untuk kelangsunga hidupnya. Sintesis
protein sel berlangsung didalam ribosom. Bakteri memiliki ribosom yang terdiri
dari 2 subunit 30S dan 50S. Kemudian kedua komponen tersebut menyatu
menjadi ribosom 70S agar dapat digunakan untuk sintesis protein. Kerusakan atau
penghambatan pada proses tersebut menyebabkan gangguan pada protein sel
adalah aminoglikosid, makrolid dan kloramfenikol.
5. Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel
Contoh obat yang dapat menghambat sintesis asam nukleat sel adalah
rifampisin dan golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim
polymerase RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA. Golongan
kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang berfungsi menata
kromosom yang panjang sehingga bentuknya spiral dan akhirnya muat didalam
sel (Katzung, 2014).