asuhan keperawatan abses otak

58
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini. I. 2. Permasalahan Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan kasus abses otak? I. 3. Tujuan Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II). 2. Tujuan Khusus

Upload: atikaadiw

Post on 30-Sep-2015

135 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

I. 2. Permasalahan

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan kasus abses otak?

I. 3. Tujuan

Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II).

2. Tujuan Khusus

a. Memperoleh gambaran mengenai abses otak.

b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.

I. 4. Manfaat

Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu:

1. Kegunaan Ilmiah

a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa

b. Sebagai salah satu tugas akademik

2. Kegunaan Praktis

Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan abses otak

BAB II

KONSEP MEDIS

II. 1. Pengertian

Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.

II. 2. Etiologi

Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.

2. Jamur

Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.

3. Parasit

Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.

4. Komplikasi dari infeksi lain

Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

II. 3. Patofisiologi

Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:

1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.

2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.

3. Komplikasi dari meningitis purulenta.

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.

AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :

1. stadium serebritis dini

2. stadium serebritis lanjut

3. stadium pembentukan kapsul dini

4. stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

II. 4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.

Lokasi

Tanda dan Gejala

Sumber Infeksi

Lobus frontalis

1. Kulit kepala lunak/lembut

2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal

3. Letargi, apatis, disorientasi

4. Hemiparesis /paralisis

5. Kontralateral

6. Demam tinggi

7. Kejang

Sinus paranasal

Lobus temporal

1. Dispagia

2. Gangguan lapang pandang

3. Distonia

4. Paralisis saraf III dan IV

5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum

1. Ataxia ipsilateral

2. Nystagmus

3. Dystonia

4. Kaku kuduk positif

5. Nyeri kepala pada suboccipital

6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Infeksi pada telinga tengah

II. 5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:

1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.

2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.

3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.

4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.

5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).

II. 6. Penatalaksanaan

Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:

1. Penatalaksaan Umum

a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.

b. Terapi peningktan TIK

c. Support fungsi tanda vital

d. fisioterapi

2. Pembedahan

3. Pengobatan

a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.

b. Glococorticosteroid: Dexamethasone

c. Anticonvulsants: Oilantin.

II. 7. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:

1. Gangguan mental

2. Paralisis,

3. Kejang

4. Defisit neurologis fokal

5. Hidrosephalus

6. Herniasi

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

III. 1. Pengkajian

1. Identitas klien dan psikososial

a. usia,

b. Jenis kelamin

c. Pendidikan

d. Alamat

e. Pekerjaan

f. Agama

g. Suku bangsa

h. Reran keluarga

i. Penampilan sebelum sakit

j. Mekanisme koping

k. Tempat tinggal yang kumuh

2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .

4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

5. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran

b. Nyeri kepala

c. Nystagmus

d. Ptosis

e. Gangguan pendengaran dan penglihatan

f. Peningkatan sushu tubuh

g. Paralisis/kelemahan otot

h. Perubahan pola napas

i. Kejang

j. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

k. Kaku kuduk

l. Tanda brudzinskis dan kernigs positif

6. Pola fungsi kesehatan

a. Aktivitas/istirahat

Gejala: malaise

Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.

b. Sirkulasi

Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).

c. Eliminasi

Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi

d. Nutrisi

Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).

Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.

e. Higiene

Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)

f. Neurosensori

Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan

Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.

g. Nyeri /kenyamanan

Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku.

Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.

h. PernapasanGejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.

i. Keamanan

Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.

Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi.

III. 2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Ditandai dengan :

Data Subjektif (DS):

a. Klien mengatakan nyeri kepala

b. Klien mengatakan merasa mual

c. Klien mengatakan merasa lemah

d. Klien mengatakan bahwa pandangannya kabur

Data Objektif (DO):

a. Perubahan kesadaran

b. Perubahan tanda vital

c. Perubahan pola napas, bradikardia

d. Nyeri kepala

e. Muntah

f. Kelemahan motorik

g. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII

h. Refleks patologis

i. Perubahan nilai ACD

j. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.

Data Objektif (DO):

a. Penurunan kesadaran

b. Aktivitas kejang

c. Perubahan status mental

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan lemah.

Data Objektif (DO):

a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremor

b. Kekuatan otot kurang

c. Kontraktur, atropi.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan demam dan rasa haus.

Data Objektif (DO):

a. Suhu tubuh diatas 38o C.

b. Perubahan tanda vital

c. Kulit kering

d. Peningkatan leukosit

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah

Data Objektif (DO):

a. Suhu tubuh di atas 38oC.

b. Turgor kulit kurang

c. Mukosa mulut kering

d. Urine pekat

e. Perubahan nilai elektrolit

6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.

Data Objektif (DO):

a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan

b. Diet makan

c. Penurunan BB

d. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.

e. Hb dan Albumin kurang dari normal

f. Tekanan darah kurang dari normal.

7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.

Data Objektif (DO):

a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri

b. Kaku kuduk positif

III. 3. Intervensi

Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Kriteria hasil:

a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi

b. Tanda vital dalam batas normal

c. Tidak terjadi defisit neurologi

Intervensi:

a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.

R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.

b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.

R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.

c. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.

R/ : Menhindari peningktan TIK.

d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.

R/ : mengurangi peningkatan TIK.

e. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.

R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.

f. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.

Kriteria hasil:

a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi

b. Kejang tidak terjadi

c. Injuri tidak terjadi

Intervensi:

a. Kaji status neurologi setiap 2 jam.

R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.

b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.

R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.

c. Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.

R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.

d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.

R/ : Mengetahui respon post kejang.

e. Orientasikan pasien ke lingkungan.

R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.

f. Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.

R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Kriteria hasil:

a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.

b. Integritas kulit utuh.

c. Tidak terjadi atropi.

d. Tidak terjadi kontraktur.

Intervensi:

a. Kaji kemampuan mobilisasi.

R/ : Hemiparese mungkin dapat terjadi.

b. Alih posisi pasien setiap 2 jam.

R/ : Menghindari kerusakan kulit.

c. Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.

R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.

d. Lakukan ROM pasive.

R/ : Menghindari kontraktur dan atropi.

e. Monitor tromboemboli, konstipasi.

R/ : Komplikasi immobilitas.

f. Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.

R/ : Perencanaan yang penting lebih lanjut.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Kriteria Hasil:

a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.

b. Tanda vital normal.

c. Turgor kulit baik.

d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:

a. Monitor suhu setiap 2 jam.

R/ : Mengetahui suhu tubuh.

b. Monitor tanda vital.

R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.

c. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.

d. Berikan obat anti pireksia.

R/ : Mengurangi suhu tubuh.

e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.

R/ : Mencegah dehidrasi.

f. Lakukan kompres dingin dan hangat.

R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.

g. Monitor tanda-tanda kejang.

R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.

b. Tanda vital normal.

c. Turgor kulit baik.

d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:

a. Ukur tanda vital setiap 4 jam.

R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.

b. Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.

R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.

c. Observasi tanda-tanda dehidrasi.

R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.

d. Catat intake dan output cairan.

R/ : Mengetahui keseimbangan cairan.

e. Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.

R/ : Mengurangi distensi gaster.

f. Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.

R/ : Peningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah.

g. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.

R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi.

h. Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.

R/ : Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.

6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Kriteria hasil:

a. Nafsu makan pasien baik.

b. Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan RS.

c. Terjadi peningkatan BB secara bertahap.

d. Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada.

e. Hb dan albumin dalam batas normal.

f. Tanda vital normal.

Intervensi:

a. Kaji makanan kesukaan pasien.

R/ : Meningkatkan selera makan pasien.

b. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ : Menhindari mual dan muntah.

c. Hindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.

R/ : Posisi berbaring saat makanan dalam lambung penuh dapat mengakibatkan refluks dan tidak nyaman.

d. Timbang BB 3 hari sekali secara periodik.

R/ : Penuruna BB berarti kebutuhan makanan kurang.

e. Berikan antiemetik 1 jam sebelum makan.

R/ : Menekan rasa mual dan muntah.

f. Kurangi minum sebelum makan.

R/ : Minum yang banyak sebelum makan mengurangi intake makanan.

g. Hindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.

R/ : Meningkatkan selera makan.

h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.

R/ : Meningkatkan selera makan.

i. Lakukan perawatan mulut.

R/ : Meningkatkan nafsu makan.

j. Monitor kadar Hb dan albumin.

R/ : Mengetahui status nutrisi.

7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Kriteria hasil:

a. Nyeri berkurang atau tidak terjadi

b. Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa nyeri

c. Tanda vital dalam batas normal.

Intervensi

a. Kaji tingkat nyeri pasien.

R/ : Mengetahui derajat nyeri pasien.

b. Kaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.

R/ : Mengetahui penanganan yang efektif.

c. Lakukan perubahan posisi.

R/ : Meningkatkan rasa nyaman.

d. Jaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.

R/ : Meningkatkan rasa nyaman.

e. Lakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.

R/ : Meningkatkan relaksasi.

f. Berikan obat analgetik sesuai program.

R/ : Mengurangi nyeri.

III. 4. Implementasi

Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi pada pasien abses otak, yaitu:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Implementasi:

a. Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.

b. Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.

c. Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.

d. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.

e. Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.

g. Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.

Implementasi:

a. Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.

b. Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.

c. Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.

d. Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.

e. Mengorientasikan pasien ke lingkungan.

f. Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Implementasi:

a. Mengkaji kemampuan mobilisasi.

b. Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.

c. Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.

d. Melakukan ROM pasive.

e. Memonitor tromboemboli, konstipasi.

f. Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Implementasi:

a. Memonitor suhu setiap 2 jam.

b. Memonitor tanda vital.

c. Memonitor tanda-tanda dehidrasi.

d. Memberikan obat anti pireksia.

e. Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari.

f. Melakukan kompres dingin dan hangat.

g. Memonitor tanda-tanda kejang.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

Implementasi:

a. Mengukur tanda vital setiap 4 jam.

b. Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.

c. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.

d. Mencatat intake dan output cairan.

e. Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.

f. Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.

g. Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.

h. Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.

6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Implementasi:

a. Mengkaji makanan kesukaan pasien.

b. Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

c. Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.

d. Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.

e. Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.

f. Mengurangi minum sebelum makan.

g. Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau, kebersihan tempat makan, suara gaduh.

h. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.

i. Melakukan perawatan mulut.

j. Memonitor kadar Hb dan albumin.

7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Implementasi:

a. Mengkaji tingkat nyeri pasien.

b. Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.

c. Melakukan perubahan posisi.

d. Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.

e. Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.

f. Memberikan obat analgetik sesuai program.

III. 5. Evaluasi

Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:

1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.

a. Menunjukkan peningkatan kesadaran

b. Pandangan bagus

c. Menurunnya kelemahan motorik

d. Tanda vital dalam batas normal

e. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi

f. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.

2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri

a. Menunjukkan peningkatan kesadaran

b. Tidak terjadi kejang

c. Peningkatan satus mental

3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami

a. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal

b. Menunjukkan integritas kulit yang utuh

c. Tidak terjadinya atropi

d. Tidak terjadinya kontraktur.

e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.

f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.

g. Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.

h. Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.

4. Mencapai penurunan suhu tubuh

a. Menunjukkan tanda vital yang normal

b. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat

c. Menunjukkan suhu tubuh normal

d. Menunjukkan turgor kulit yang baik

5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi

a. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.

b. Mentaati program medikasi

c. Menujukkan nafsu makan yang baik

d. Menunjukkan intake makanan yang baik.

e. Menunjukkan peningkatan berat badan.

BAB IV

PENUTUP

IV. 1. Kesimpulan

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.

IV. 2. Saran

Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal Bedah gangguan Sistem Persarafan.

Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

PENDAHULUAN

Abses otak adalah koleksi infeksi purulen berbatas tegas didalam parenkim otak. Supurasi yang terbatas dapat terjadi di dalam otak seperti halnya pada bagian-bagian tubuh yang lain. Setelah peradangan purulen yang akut, pus di dalam jaringan otak dapat bergerak bebas atau dikelilingi kapsul. Besar abses beraneka ragam mulai dari ukuran mikroskopik sampai suatu area yang meliputi sebagian besar hemisferium cerebri.1,2

Otak resisten terhadap bentuk abses, tetapi abses dapat terjadi disebabkan oleh jaringan yang nekrosis akibat infeksi bakteri. Penyakit yang kondusif terhadap terjadinya suatu abses yaitu infeksi paru kronik (pneumonitis, bronchiestatis, abses paru), sinusitis akut dan kronik, otitis, atau mastoiditis, penyakit paru kongenital, atau gangguan vaskularisasi paru, infeksi pada kulit, tulang dan ginjal, dan endokarditis bakterial akut. Penyakit tersebut merupakan sumber abses yang tidak dapat dipastikan.3

INSIDENAbses otak merupakan masalah medis yang signifikan, dan merupakan masalah yang perlu segera dideteksi dan diobati, dengan perbandingan 1 kasus dalam 10.000 pasien pada rumah sakit di Amerika Serikat, atau 1500-2500 kasus di negara lain. Prevalensi abses otak pada penderita AIDS tinggi, sehingga angka rata-rata terus meninggi. Abses otak jarang terjadi pada negara-negara maju, tetapi merupakan masalah penting pada negara-negara berkembang.4,5ETIOLOGI

Walaupun jarang terjadi, abses otak tunggal maupun multipel dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh:1,2,6,7

1. Infeksi pada daerah sekitar otak seperti sinus paranasalis, telinga tengah, mastoid, dan gigi

Abses otak umumnya terjadi sekunder terhadap infeksi ditempat lain, dan bakteriologi sering menunjukkan sumber primer. Abses yang terjadi melalui penjalaran dari infeksi telinga tengah atau mastoid biasanya terletak di dalam lobus temporalis atau cerebellum. Abses yang terjadi melalui penjalaran dari sinus-sinus paranasal biasanya terdapat di dalam lobus frontalis. Abses yang terjadi sesudah bakteremia cenderung bersifat multipel. Abses metastatik sering merupakan keadaan sekunder dari supurasi pulmonum.

2. Proses neurosurgery atau cedera kepala yang menembus ke otak

Kontaminasi otak langsung melalui cedera otak penetrasi adalah penyebab lain dari abses. Fragmen tulang yang belum dibuang serta debris lainnya umumnya dijumpai pada pasien dengan infeksi otak traumatika.

3. Infeksi bagian tubuh lain yang disebarkan melalui darah (hematogen)

Abses otak multipel menunjukkan penyebaran hematogen dari sumber jauh dan infeksi sistemik yang umum seperti endokarditis bakterial, kelainan jantung kongenital sianotik, pneumonia, dan divertikulitis harus dicari. Penyebaran hematogen, terutama dari endokarditis, mungkin berhubungan dengan aneurisma intrakranial piogenik.

4. Penyebab yang tidak diketahui (cryptogenic)

Biasanya banyak organisme menyebabkan abses otak yaitu Streptococci yang merupakan organisme anaerob atau mikroaerofilik dan Staphylococcus, dimana sering ditemukan bersamaan dengan organisme anaerob yang lain atau dengan Enterobacteria. Pada kasus khusus abses juga disebabkan oleh toxoplasmosis, jamur, dan tuberculosis. Kokkus gram negatif anaerob dan mikroaerofilik serta basil gram positif anaerobik adalah isolat yang paling penting.5

a. Organisme predominan:

Staphylococcus aureus, Streptococci aerobic dan anaerobic (khususnya Streptococcus intermedius), Bacteriodes, Prevotella, dan Fusobacterium spp, Enterobactericeae, Pseudomonas spp.

b. Penyebab lain:

H. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Nocardia asteroides, Mycobacterium, Fungi (Aspergillus, Candida, Cryptococcus, Mucorales, Coccidioides, Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Bipolaris, Exophiala dermatitidis, Curvularia pallescens, Ochroconis gallopava, Ramichloridium mackenziei), Protozoa (Toxoplasma gondii, Entamoeba histolytica, Trypanosoma cruzi, Schistosoma, Paragonimus), Helmintes (Taenia solium), Toxoplasma gondii, Pseudallescheria boydii.

c. Organisme lain yang berhubungan dengan pengaruh kondisi tertentu:

- Infeksi sinus dan gigi: Streptococci aerob dan anaerob, basil gram negatif anaerob (Prevotella, Porphyiromonas, Bacteriodes), Fusobacterium, Staphylococcus aureus, Enterobactericeae.

- Infeksi paru: Streptococci aerob dan anaerob, basil gram negatif anaerob (Prevotella, Porphyiromonas, Bacteriodes), Fusobacterium, Actinomyces, Nocardia.

- Penyakit jantung kongenital: Streptococci aerob dan microaerophilic, Staphylococcus aureus.

- Trauma tajam: Staphylococcus aureus, Streptococci aerob, Enterobactericeae, Clostridium.

- Transplantasi: Aspergillus, Candida, Cryptococcus, Mucorales, Nocardia, Toxoplasma gondii.

- Neutropenia: basil gram negatif aerob, Aspergillus, Candida, Mucorales.

- Infeksi HIV: Toxoplasma gondii, Mycobacterium, Cryptococcus, Nocardia, Listeria monocytogenes.

PATOFISIOLOGI

Abses terdiri dari bagian sentral yang nekrotik dan merupakan daerah purulen, yang dilingkupi oleh sebuah kapsul. Daerah sentral tersebut berisi debris dan leukosit. Kapsul yang pembentukannya memerlukan waktu berminggu-minggu, mempunyai 3 lapisan. (1) lapisan sebelah dalam yang dekat dengan rongga pus dan ditandai dengan adanya serabut-serabut jaringan penyokong kolagen. (2) Lapisan tengah yang lebih lebar dan kaya akan unsur-unsur jaringan konektif untuk perbaikan seperti kapiler dan fibroblast, dan (3) lapisan sebelah luar dari jaringan konektif yang berisi pembuluh darah dan lebih banyak fagosit daripada lapisan tengah.2

Abses otak terjadi akibat rangsangan infeksi parenkim oleh bakteri piogenik, dimulai pada area serebri dan berkembang menjadi lesi supuratif yang dikelilingi oleh dinding vaskularisasi yang fibrotik.4

Perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi selama pembentukan abses pada anjing dikemukan oleh Britt. Sel inflamatori akut tampak pada pusat meterial yang nekrotik, dikelilingi zona serebritis. Dengan maturasi, timbul neovaskularisasi perifer dan lambat laun terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas. Apakah serebritis menjadi abses yang berkapsul tergantung pada interaksi pasien-organisme dan pengaruh terapi. Pada manusia dengan sitem imun baik, proses sejak infiltrasi bakterial hingga abses berkapsul memerlukan sekitar 2 minggu. Daerah terlemah dari kapsul cenderung merupakan daerah yang kurang vaskuler yang menghadap ventrikel, karenanya migrasi sentrifugal proses inflamasi dengan ruptur ventrikuler dan kematian merupakan sekuele yang umum pada masa prabedah dahulu kala.1

Pada beberapa situasi darurat dimana suatu jenis bakteri resisten terhadap berbagai macam obat sehingga menjadi faktor pengacau. Diikuti dengan terjadinya infeksi, akibat potensial dari abses otak meliputi perubahan dimana pada daerah abses terbentuk jaringan fibrotik, hilangnya jaringan otak akibat eksisi sewaktu pembedahan, atau terjadi ruptur pada abses sehingga dapat menyebabkan kematian. Jika tidak segera dideteksi, abses ini akan ruptur utamanya pada daerah ventrikel, yang merupakan komplikasi serius dengan angka mortalitas 80%. Abses otak diikuti oleh komplikasi pada pasien berupa kejang, mental yang terganggu, dan defek fokal neurologik berupa lesi bergantung tempat.4

Stadium abses otak pada manusia dapat diidentifikasi melalui CT scan dan MRI. Stadium awal pada cerebritis akut terjadi pada hari 1-3 dan dibagi berdasarkan akumulasi netrofil, nekrosis jaringan, dan edema. Aktifasi mikroglia dan astrosit juga jelas pada stadium ini dan berlangsung terus-menerus hingga tahap akhir dari abses tersebut. Pada stadium lanjut, atau stadium cerebritis kronik, berlangsung dari hari 4-9 dan dihubungkan dengan makrofag predominan dan infiltrat limfosit. Stadium akhir berlangsung dari hari ke 10 dan seterusnya dan dihubungkan dengan vaskularisasi yang baik pada dinding abses, menyebabkan pengasingan lesi dan perlindungan pada sekeliling parenkim otak dari kerusakan tambahan. 4

Disamping membatasi infeksi yang luas, respon imun yang merupakan bagian penting dari pembentukan abses juga merusak sekitar jaringan normal otak. Hal tersebut didukung oleh penemuan pada hewan percobaan dimana bagian lesi sangat besar dibandingkan pertumbuhan alami bakteri, membuat pengaktifan yang berlebihan dari respon imun. Fenomena ini juga tampak pada abses otak manusia, dimana lesi dapat mencakup sebagian besar dari jaringan otak. Bagaimanapun, pengontrolan intensitas dan atau durasi dari respon imun anti bakteri pada otak mungkin efektif untuk penyingkiran bakteri untuk mengurangi kerusakan di sekitar jaringan otak. 4

Pembentukan abses jarang terjadi selama perjalanan meningitis bakterial, namun merupakan faktor predisposisi pada 25% abses otak pediatrik yang biasanya berkaitan dengan meningitis Sitrobakter atau Proteus neonatal. Sebaliknya abses otak sering dijumpai pada pasien dengan immunitas yang terganggu sekunder atas penggunaan steroid, kelainan limfoproliferatif, dan transplantasi organ, dan absesnya cenderung multipel.1

Organisme yang paling sering dijumpai pada abses otak adalah Streptokokus, Stafilokokus, dan Bakteroides, dengan organisme multipel pada 10-20% kasus. Terapi antibiotik empiris berdasar lokasi lesi dan sumber infeksi yang sudah dikenal, namun beratnya penyakit serta sering terjadinya infeksi yang tidak terduga menyebabkan dianjurkannya antibiotik jangkauan luas atas gram positif, gram negatif, dan anaerob sebagai terapi empiris pada semua kasus.1

GAMBARAN KLINIK

Abses otak bisa menyebabkan berbagai gejala, tergantung kepada lokasinya. Gejalanya bisa berupa sakit kepala, mual, muntah, rasa mengantuk, kejang, perubahan kepribadian dan gejala kelainan fungsi otak lainnya. Gejala-gejala tersebut bisa timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada awalnya penderita merasa demam dan menggigil, tetapi gejala ini baru menghilang ketika tubuh berhasil menangkal infeksi tersebut.7

Nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering ditemukan, diikuti rasa mengantuk, bingung, kejang umum dan lokal, dan gangguan motorik, sensorik, lapangan pandang, dan bahasa. Triase demam, sakit kepala, dan defisit neurologis fokal terjadi pada kurang dari setengah pasien. Frekuensi dari tanda dan gejala umumnya berturut-turut: sakit kepala 70%, perubahan status mental 65%, defisit neurologis fokal 65%, demam 50%, kejang 25-35%, mual dan muntah 40%, kekakuan 25%, dan edema papil 25%. 3,5

Biasanya terdapat riwayat infeksi sebelumnya. Otitis media, mastoiditis, sinusitis, bronchiestasis atau pneumonia sering terdapat. Manifestasi fokal dapat terjadi, yang menimbulkan defek lapangan penglihatan, perubahan motorik dan sensorik lainnya, afasia dan kelumpuhan nervus cranialis yang serupa dengan kelumpuhan yang disebabkan oleh massa intrakranial lainnya.2

Pada stadium awal dari infeksi, abses dapat bermanifestasi sebagai bentuk nonspesifik dari encephalitis disertai dengan peninggian tekanan intrakranial. Dengan tanda-tanda seperti papil edema, nyeri kepala dan respirasi serta nadi yang lambat. Papilledema biasanya ada pada anak besar, dan penonjolan fontanel bisa ada pada bayi muda. Tanda-tanda meningeal yang ringan bisa terdapat seperti rigiditas yang ringan pada leher dan tanda Kernig yang positif. Somnolen dan perlambatan proses-proses mental umumnya dijumpai. Suhu tubuh sedikit meninggi dan jarang melampaui 39o C kalau komplikasi seperti meningitis tidak terjadi. 2,5

Tanda defisit neurologi fokal ditemukan pada kebanyakan pasien. Tanda dan atau gejala berdasarkan lokasi intrakranial dari abses.3,5

- Abses cerebellar: sakit kepala postauricular, ataxia ipsilateral, muntah, dismetri, dan parese penglihatan sesisi lesi disertai nistagmus.

- Abses batang otak: kelemahan pada wajah, sakit kepala, demam, muntah, disfagi, hemiparese.

- Abses frontal: sakit kepala frontal, mengantuk, kurang perhatian, penurunan status mental, gangguan berbicara, dan hemiparese dengan tanda motorik unilateral.

- Abses lobus temporal: sakit kepala frontotemporal, afasia ipsilateral, dan penurunan penglihatan.

DIAGNOSA

Electroencephalography, brain scanning, computerized tomography (CT) dan encephalography dapat membantu diagnosa dan menentukan lokasi abses otak. Ventrikulography udara, pneumoencephalography atau angiography cerebral juga diperlukan untuk menentukan letak abses. Abses otak dapat ditentukan lokasinya pada saat operasi dengan menggunakan aspirasi jarum.2

Pemeriksaan terbaik untuk menemukan abses otak adalah CT scan atau MRI. Sejak kehadiran CT scan dan MRI, Jumlah kematian menurun sampai 90%. Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tumor atau stroke dan untuk menentukan organisme penyebab terjadinya abses.5,7

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Tes rutin:

- Serum C-reactive protein (CRP) atau sedimentasi Westergren

- Tes serologik, diperoleh dari beberapa patogen (serum immunoglobulin cairan cerebrospinal Polymerase chain reaction untuk Toxoplasma)

- Kultur darah (paling sedikit 2 kali, lebih baik sebelum penggunaan antibiotik)

- Leukositosis sedang, dan sedimentasi eritrosit serta CRP umumnya meningkat. Kadar serum sodium mungkin berkurang sebagai hasil produksi hormon antidiuretik yang tidak normal. Jumlah platelet mungkin tinggi atau rendah.5

b. Cairan cerebrospinal:

Pungsi lumbal jarang dilakukan dan merupakan kontraindikasi jika tekanan intrakranial meningkat. Biasanya hasilnya tidak begitu berguna, memperlihatkan peningkatan pleositosis protein dengan jumlah variabel netrofil, kadar glukosa normal, dan pungsi lumbal untuk menyingkirkan proses penyakit lain, khususnya meningitis. Jumlah leukosit umumnya meningkat mencapai 100.000/l. 5

c. Aspirasi abses:

Aspirasi kultur abses untuk organisme aerob, anaerob dan tahan asam. Selanjutnya sebaiknya dilakukan pewarnaan gram, pewarnaan tahan asam (untuk Mycobacterium), pewarnaan spora (methenamine silver mucicarmine) 5

2. Foto:

CT scan dilakukan setelah tes lain, seperti angiografi, ventriculografi, pneumoencefalografi, dan scan radionuclide otak, yang hampir tidak memberi manfaat.

CT scan dengan pemberian zat kontras, dapat mendeteksi jumlah dan lokasi abses, dan itu dapat menjadi landasan utama dalam diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya. Metode ini digunakan untuk mengonfirmasi diagnosa, untuk mengetahui lokasi lesi dan prognosis setelah penanganan. Setelah injeksi zat kontras, CT scan memperlihatkan gambaran khas otak sebagai hipodens pusat dengan peningkatan jaringan sekitar yang sama. 5

MRI dipertimbangkan sebagai metode diagnostik pertama untuk diagnosis abses otak. MRI dapat memberikan diagnosis yang akurat dan tindak lanjut yang baik dari lesi dengan sensitifitas dan spesifitas yang paling baik. Dibandingkan CT scan, MRI memberikan kemampuan lebih baik, kontras terhebat antara edema cerebral dan otak, dan deteksi dini terhadap lesi dan penyebaran inflamasi ke ventrikel dan ruang subarachnoid. 5

3. Tes lain:

EEG kadang-kadang menyatakan fokus tegangan tinggi dengan aktifitas lambat. EEG sama sekali jarang bernilai dalam penegasan diagnosis, dan merupakan prosedur yang kurang akurat pada evaluasi abses. 5

DIAGNOSIS BANDING

1. Meningitis

2. Ensefalitis

3. Tumor Serebri

Abses otak biasanya sulit dibedakan dengan kelainan otak yang lain (yaitu tumor otak, leptomeningitis atau encephalitis). Pada tumor otak, biasanya tidak terdapat riwayat atau adanya infeksi yang mendahului dan hitung sel dalam liquor cerebrospinalis biasanya normal. Leptomeningitis biasanya dapat dibedakan lewat biakan liquor cerebrospinalis yang positif. Leptomeningitis fulminan yang akut mudah dibedakan secara klinik dengan abses otak, sedangkan leptomeningitis yang ringan (misalnya leptomeningitis tuberculosa dan syphilitica) secara klinik sulit dibedakan. Biasanya encephalitis tidak memperlihatkan tanda-tanda fokal abses otak dan biasanya menyebabkan perubahan yang berat dan lebih mendalam pada sensorium dan personalitas.2,8

Gambaran klinik pada abses otak juga biasanya ditunjukkan oleh gejala dari space-occupying lesion. Tanda dan gejala termasuk diikuti demam tinggi ataupun ringan, sakit kepala persisten (biasanya terlokalisir), rasa mengantuk, bingung, stupor, kejang umum dan lokal, mual dan muntah, kerusakan fokal motorik dan sensorik, papil edema, ataxia, hemiparese.5

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaannya terdiri atas tindakan operatif mengeringkan pus. Pembedahan dapat ditunda sampai abses tersebut diliputi oleh kapsul yang padat. Apabila abses sudah diliputi dengan baik oleh kapsul dan mudah dibedah, kadang-kadang dapat dilaksanakan eksisi in toto. Umumnya dikerjakan marsupialisasi cavitas, pengisian cavitas dan berbagai tipe insisi serta drainage. Setelah tindakan surgical drainage dilakukan, irigasi rongga abses dengan solution antibiotik sangat bermanfaat. Pengobatan fokus asal infeksi (misalnya mastoiditis kronis) kadangkala diperlukan sebelum abses otak sembuh sama sekali. Terapi antibiotik harus berdasarkan hasil-hasil biakan dan tes sensitivitas.2

1. Antibiotik

Pengobatan untuk abses otak adalah antibiotik, yang paling sering digunakan adalah pemberian oxacillin 2 gr IV tiap 4 jam atau penicillin G 4 juta unit IV tiap 4 jam, metronidazole 500 mg IV tiap 6 jam, dan ceftriaxone 2-4 gr tiap 12 jam. Jika tidak ada respon, dipertimbangkan pemberian amfoterisin B untuk menangani kemungkinan infeksi jamur. Penanganan lengkap 4-8 minggu, durasinya harus berdasarkan CT scan atau gambaran MRI, yang pemeriksaannya diulang setiap 2 minggu. Jika antibiotik tidak berhasil mengatasi keadaan ini, maka dilakukan pembedahan untuk membuang nanah. Kadang abses menyebabkan bertambahnya tekanan dan pembengkakan di dalam otak, yang ditandai dengan penurunan kesadaran yang sangat rendah. Keadaan ini sangat serius dan bisa menyebabkan kerusakan otak yang menetap, sehingga diberikan kortikosteroid dexamethasone 4-10 mg IV tiap 6 jam selama 4-6 hari dan obat lainnya (misalnya manitol) untuk mengurangi pembengkakan otak dan mengurangi tekanan di dalam otak.6,8

Walaupun pemilihan antibiotik idealnya disesuaikan dengan hasil kultur spesifik dari spesimen yang berbeda, antibiotik preoperatif sebaiknya diberikan terlebih dahulu untuk drainage. Dosis antibiotik preoperatif sebaiknya tidak mensterilkan kebanyakan abses asalkan material purulen terkirim tepat pada laboratorium mikrobiologi. Bakteri anaerob memainkan peranan penting pada abses otak, dimana pemeliharaan spesimen pada saat surgical drainage sangat penting. Ketepatan proses dan pemeliharaan spesimen tergantung pada prosedur penggunaan tiap perlengkapan rumah sakit (seperti media transport), tetapi teknik aseptik yang optimal pada selama prosedur anaerobik sepenuhnya esensial untuk interpretasi kultur pada pembedahan pada kasus abses otak.6

Pada infeksi SSP, pemilihan antibiotik ideal tergantung pada kemampuan untuk mencapai tempat infeksi yang diharapkan (seperti memasuki parenkim otak), menghambat pertumbuhan kebanyakan organisme patogen pada umumnya, dan lebih baik dalam menyingkirkan bakteri penyebab (efek bakterisidal baik). Sebelum pelaporan hasil kultur, perbandingan antibiotik harus diberikan, didasarkan atas riwayat pasien dan kesesuaian tanda dan gejala.6

Antibiotik spesifik5

- Penicillin menembus baik ke ronggga abses dan aktif melawan produksi non -lactamase dari organisme anaerob dan aerob

- Chloramfenicol menembus baik ke dalam ruang intrakranial dan juga aktif melawan Haemophilus spp, S pneumoniae, dan kebanyakan obligat anaerob. Penggunaannya dibatasi karena kemampuan dari kombinasi antimikroba yang lain lebih manjur dan kurang toksik (cefotaxime dan metronidazole)

- Metronidazole menembus baik ke dalam SSP dan tidak dipengaruhi oleh terapi kortikosteroid, aktif sebagai anti bakteri anaerob, dan mungkin suboptimal terhadap kuman kokkus gram positif anaerob.

- Cephalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone) umumnya adekuat sebagai terapi terhadap organisme gram negatif. Seperti Pseudomonas, diantisipasi dengan cephalosporin parenteral ceftazidime atau cefepime.

- Aminoglikosida tidak menembus baik ke dalam SSP dan relatif kurang aktif karena kondisi anaerob dan kandungan asam dari abses.

- -lactamase resisten penicillin (seperti oxacillin, methicillin, nafcillin) mengandung cara kerja bagus melawan methicillin-sensitif Staphylococcus aureus. Bagaimanapun, penetrasinya ke SSP kurang dibanding penicillin, dan penambahan rifampin bermanfaat pada meningitis staphylococcus.

- Vankomisin paling efektif melawan methicillin-resisten Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis seperti halnya Streptococcus aerob dan anaerob serta Clostridium spp.

- Dengan pengecualian Bacteriodes fragilis dan beberapa strain Prevotella, Porphyromonas, dan Fusobacterium, kebanyakan dari patogen anaerob terisolasi sensitif terhadap penicillin. Karena penicillin-resisten organisme anaerob mendominasi dalam abses otak, terapi empiris seharusnya mengandung bahan yang efektif dan juga dapat menembus sawar darah-otak, meliputi metronidazole, chloramphenicol, ticarcillin dan asam clavulanic, imipenem, atau meropenem.

- Penggunaan carbapenems dan -lactamase secara umum harus hati-hati karena dosis tinggi dapat menyebabkan aktivitas kejang. Resiko kejang pada pasien dengan abses otak meninggi pada penggunaan imipenem. Walaupun fluroquinolones mempunyai daya tembus yang baik ke dalam SSP, penggunannya dibatasi dalam penanganan abses otak.

- Terapi dengan penicillin harus ditambahkan metronidazole untuk menutupi Streptococcus aerob dan mikroaerofili.

- -laktamase - resisten penicillin atau vankomisin untuk penanganan Staphylococcus aureus umumnya digunakan.

- Amfotericin B digunakan untuk infeksi Candida, Sryptococcus dan mucorales, voriconazole untuk infeksi Aspergillus dan P boydii.

- Infeksi Toxoplasma gondii diatasi dengan pyrimethamine dan sulfadiazine.

2. Pembedahan

Pasien dengan abses otak mungkin dapat baik tanpa pembedahan, tetapi kebanyakan pasien membutuhkan pembedahan disamping pemberian antibiotik yang tepat untuk penanganan definitif. Hal tersebut sangat perlu, karena bagaimanapun menyangkut penilaian keseluruhan pasien abses otak pada perencanaan penanganan awal, tidak hanya untuk penegakan diganosis, tetapi juga selama penanganan medis, kondisi pasien mungkin memburuk dengan cepat dan membutuhkan penanganan bedah segera.6

Pembedahan dengan drainase merupakan terapi yang paling optimal, dengan teknik aspirasi yang merupakan prosedur paling umum dan sering dilakukan dengan bantuan CT scan atau MRI. Drainage ventrikular dikombinasikan dengan antimikroba dan atau intrathecal digunakan untuk mengatasi abses otak yang ruptur sampai ke ventrikel.5

Walaupun pemilihan antimikroba yang sesuai paling penting dalam menangani infeksi intrakranial, pembedahan drainage mungkin diperlukan. Pasien tanpa indikasi pengobatan diperlukan pembedahan, yang mungkin dilakukan dengan asprasi stereotaktik dan eksisi. Pada kasus abses multipel atau abses pada area penting otak, aspirasi berulang diperlukan untuk melengkapi eksisi. Antibiotik dosis tinggi untuk satu periode mungkin menjadi alternatif. Resiko aspirasi berulang dapat menyebabkan perdarahan. Terapi optimal dari abses oleh jamur umumnya memerlukan pendekatan medis dan bedah.5

Penundaan pembedahan drainage dapat meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menggambarkan abses otak pada fase awal dari cerebritis mungkin berespon terhadap terapi antimikroba tanpa pembedahan. Pembedahan drainage mungkin diperlukan pada banyak pasien untuk menjamin terapi adekuat dan lengkap dari infeksi. 5

Pembedahan darurat harus dilakukan jika terdapat abses tunggal. Abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm dieksisi atau aspirasi, sedang yang lebih kecil dari 2,5 cm diaspirasi dengan tujuan diagnosis. 5

PROGNOSIS

Terapi dengan obat-obatan sangat memperbaiki prognosis abses otak. Bahkan pernah dinyatakan bahwa pembentukan abses otak dapat digagalkan dengan penggunaan antibiotik yang tepat pada awal perjalanan infeksi (yaitu cerebritis). Tanpa pengobatan biasanya abses otak akan membawa akibat yang buruk.2

KESIMPULAN

Abses otak merupakan penimbunan nanah yang terlokalisir dalam otak yang dapat disebabkan oleh infeksi daerah sekitar, akibat pembedahan atau trauma kepala, infeksi hematogen, dan kriptogenik (tidak diketahui). Gejalanya bisa berupa sakit kepala, mual, muntah, mengantuk, afasia, gangguan motorik tergantung lokasinya.

Pemeriksaan terbaik untuk diagnosa abses otak adalah CT scan dan atau MRI. Pengobatannya dapat melalui pemberian antibiotik, biasanya efektif pada awal infeksi, dan dengan pembedahan untuk membuang pus, apabila pemberian antibiotik tidak berhasil.

Abses otak dapat menyebabkan kerusakan yang serius, oleh karena itu perlu penanganan yang cepat dan tepat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABSES OTAKTh. Ratna IndraswatiA. DEFINISIAbses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otakTimbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.(long,1996;193)B. ETIOLOGIBerbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit.- Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.- Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.- Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti ; paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.(long,1996;193)D. MANIFESTASI KLINISGejala fokal yang terlihat pada abses otakLobus GejalaFrontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejangTemporalis tidak mampu meyebut objek;tidak mampu membaca, menulis atau,mengerti kata-kata;hemianopia.Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik,kejang fokal,hemianopia homonim,disfasia,akalkulia,agrafiaSerebelum sakit kepala suboksipital,leher kaku,gangguan koordinasi,nistagmus,tremor intensional. .E. PATOFISIOLOGIFase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1) stadium serebritis dini2) stadium serebritis lanjut3) stadium pembentukan kapsul dini4) stadium pembentukan kapsul lanjut.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.( F. KOMPLIKASIKomplikasi meliputi :- retardasi mental- epilepsi- kelainan neurologik fokal yang lebih berat.Komplikasi ini terjadi bila AO tidak sembuh sempurna.G. PROGNOSISTergantung dari:1) cepatnya diagnosis ditegakkan2) derajat perubahan patologis3) soliter atau multipel4) penanganan yang adekuat.Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dari mu1ipe1.H. PENATALAKSANAAN MEDIS- Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen).Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.- Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.PENGKAJIAN KEPERAWATAN1. Anamnesis- Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst.- Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.- Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .- Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema )jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.2. Pemeriksaan fisik- KU- Pola fungsi kesehatan :Aktivitas/istirahat :gejala ; malaiseTanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.SirkulasiGejala ; adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditisTanda ; TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).EliminasiTanda;adanya inkontensia dan/atau retensiNutrisiGejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.HigieneTanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)NeurosensoriGejala ; sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda ; penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.Nyeri /kenyamananGejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.PernapasanGejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paruTanda ;peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.KeamananGejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese. Gangguan sensasi.3. Prosedur diagnostik Pemeriksaan laboratorium- LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis. Pemeriksaan penunjang- CT ScanMengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya- ArteriografiMenunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri akut b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasiTujuan : Nyeri teratasi atau dapat dikontrol.Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi.Intervensi :- berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi(menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan relaksasi )- Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.(menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri)Kolaborasi- Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein.( untuk menghilangkan nyeri )2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan,terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan mis tirah baring, imobilisasi.Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimalKriteria hasil : klien dapat mempertahankan posisi tubuh yang optimal, klien dapat mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.Intervensi :- Periksa kembali kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi(mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan )- Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)Nilai 0 : klien mampu mandiri.Nilai 1 : memerlukan bantuan/peralatan yang minimal.Nilai 2 : memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan.Nilai 3 : memerlukan bantuan/peralatan yang terus menerus dan alat khusus.Nilai 4 : tergantung secara total pada pemberi asuhan.Seseorang dalam semua katagori sama-sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.- Letakkan pasien pada posisi tertentu. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antar waktu.(perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan menigkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.- Berikan bantuan untuk melakukan ROM(mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.- Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti linen/pakaian yang basah tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.( meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan terjadinya eksekoriasi kulit )- Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau urine. Bantu dengan latihan kandung kemih bila memungkinkan.3. Perubahan persepsi-sensori b.d defisit neurologis.Tujuan : mengembalikan dan mempertahankan fungsi persepsi sensori.Kriteria hasil : tingkat kesadaran normal, fungsi persepsi membaik.Intervensi- Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara,alam perasaan,sensorik, dan proses pikir.- Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin,benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan alat tubuh.- Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.kolaborasi - Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi kognitif. 4. Risti terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen, statis cairan.Tujuan : Penyebaran infeks tidak terjadiKriteria hasil : mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tidak ada bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.Intervensi :- berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan( isolasi diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan risiko penyebaran pada orang lain )- pertahankan tehnik aseptik dan tehnik mencuci tangan yang tepat baik pasien, pengunjung, maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung/staf sesuai kebutuhan.(menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengotrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi)- Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur atau demam yang terus menerus.( infeksi sekunder seperti miokarditis/perikarditis dapat berkembang dan memerlukan intervensi lanjut )Kolaborasi- berikan terapi antibiotik sesuai indikasi(obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu.- siapkan untuk intervensi pembedahan sesuai indikasi.( mungkin memerlukan drainase dari adanya abses otak atau penglepasan pirau ventrikel mencegah ruptur/mengontrol penyebaran infeksi )5. Risti perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebralTujuan : Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit, Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris.Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Rasa sakit kepala berkurang, Kesadaran meningkat, adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.Intervensi :- pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS( pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial penigkatan tekanan intrakranial adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,dan perkembangan dari kerusakan cerebral )- pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan.( tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi disertai pemasangan ventilator mekanik.- pantau intake dan output. Catat karakteristik urine, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.(hipertermi menigkatkan kehilangan air tak kasat mata dan menigkatkan resiko dehidrasi, terutama jika kesadaran menurun.Kolaborasi- tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi dan indikasi. Jaga kepala tetap pada posisi netral.(peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.)- berikan obat sesuai indikasi seperti ; deksametason, klorpomasin, asetaminofen.Deksametason : dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral.Klorpomasin : obat pilihan dalam mengatasi kelainan postut tubuh atau mengigil yang dapat meningkatkan TIK.Asetaminofen : menurunkan metabolisme seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang.6. Kurang pengetahuan tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otak b.d kurangnya informsiTujuan : Klien mengetahui tentang kondisi abses otak, prognosis dan perawatan abses otakKriteria Hasil : Klien terlihat tenang, Klien mengerti tentang kondisinyaIntervensi :- Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang sederhana.( menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima,mengingat,menyimpan informasi yang diberikan,)- Beri kesempatan pada klien dan keluarga untuk bertanyaa mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya.

Cara Mencegah Penyakit Stroke

Adapun, untuk menghindari stroke seseorang bisa melakukan tindakan pencegahan termasuk membiasakan diri menjalani gaya hidup sehat. Berikut adalah 10 langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindarkan diri dari serangan stroke.1. Hindari dan hentikan kebiasaan merokokKebiasaan ini dapat menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan membuat darah Anda menjadi mudah menggumpal.2. Periksakan tensi darah secara rutinTekanan darah yang tinggi bisa membuat pembuluh darah Anda mengalami tekanan ekstra. Walaupun tidak menunjukkan gejala, ceklah tensi darah secara teratur.3. Kendalikan penyakit jantungKalau Anda memiliki gejala atau gangguan jantung seperti detak yang tidak teratur atau kadar kolesterol tinggi, berhati-hatilah karena hal itu akan meningkatkan risiko terjadinya stroke. Mintalah saran dokter untuk langkah terbaik.4. Atasi dan kendalikan stres dan depresiStres dan depresi dapat menggangu bahkan menimbulkan korban fisik. Jika tidak teratasi, dua hal ini pun dapat menimbulkan problem jangka panjang.5. Makanlah dengan sehatAnda mungkin sudah mendengarnya ribuan kali, namun penting artinya bila Anda disiplin memakan sedikitnya lima porsi buah dan sayuran setiap hari. Hindari makan daging merah terlalu banyak karena lemak jenuhnya bisa membuat pembuluh darah mengeras. Konsumsi makanan berserat dapat mengendalikan lemak dalam darah.Dengan mengenali tentang gejala dan penyebab serta resiko stroke, diharapkan kita semua lebih waspada dan hati-hati dengan selalu menjaga kesehatan. Semoga bermanfaat.6. Kurangi garamKarena garam akan mengikatkan tekanan darah.7. Pantau berat badan AndaMemiliki badan gemuk atau obes akan meningkatkan risiko Anda mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes, dan semuanya dapat memicu terjadinya stroke.8. Berolahraga dan aktifMelakukan aktivitas fisik secara teratur membantu Anda menurunkan tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat dalam darah.9. Kurangi alkoholMeminum alkohol dapat menaikkan tensi darah, oleh karena itu menguranginya berarti menghindarkan Anda dari tekanan darah tinggi.10. Mencari InformasiDengan mengikuti perkembangan informasi tentang kesehatan, banyak hal penting yang diperoleh guna menghindari kemungkinan atau menekan risiko stroke. Berhati-hatilah, beragam hormon termasuk pil dan terapi penggantian hormon HRT diduga dapat membuat darah menjadi kental dan cendrung mudah menggumpal