asuhan keperawatan pada pasien dengan cidera otak bedah f

35
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CIDERA OTAK DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT DR. SOETOMO SURABAYA Oleh : Kelompok 1C-2 1. Kusuma Wijaya 010510884B 2. Martina Sidang 010610349B 3. Asri Mas’ulah 010610199B 4. Yeni Anggraeni 010610336B 5. Chairul Huda A. H 010610299B 6. Shilky Khanifa 010610078B 7. Ratih Laksitadevi 010610244B PROGRAM PROFESI NERS MUDA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010

Upload: sang-playmaker

Post on 05-Jul-2015

431 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CIDERA OTAK DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT DR.

SOETOMO SURABAYA

Oleh :

Kelompok 1C-2

1. Kusuma Wijaya 010510884B

2. Martina Sidang 010610349B

3. Asri Mas’ulah 010610199B

4. Yeni Anggraeni 010610336B

5. Chairul Huda A. H 010610299B

6. Shilky Khanifa 010610078B

7. Ratih Laksitadevi 010610244B

PROGRAM PROFESI NERS MUDAFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2010

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika

Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000

kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit

dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat

cedera kepala tersebut.Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan

ekonomi dan industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung

semakin meningkat.

Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif

antara 15–44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan

dengan perempuan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan

lalu lintas, disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak).Cedera kepala

berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.Karena itu,

sudah saatnya petugas kesehatan harus dapat melakukan penanganan yang optimal

bagi penderita cedera kepala.Seperti negara-negara berkembang lainnya, kita tidak

dapat memungkiri bahwa masih terdapat banyak keterbatasan, di antaranya

keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, keterbatasan alat-

alat medis, serta kurangnya dukungan sistem transportasi dan komunikasi. Hal ini

memang merupakan tantangan bagi kita dalam menangani pasien dengan trauma,

khususnya trauma kepala

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep teori dari cidera kepala?

2. Bagaimana asuhan keperawatan yang timbul pada pasien dengan cidera

kepala?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan keperawatan

pasien dengan cidera kepala

2. Tujuan khusus

2.1 Mengetahui pengertian cidera kepala

2.2Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,

pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pasien dengan cidera

kepala.

2.3 Mengetahui masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien

dengan cidera kepala.

1.4 Manfaat

Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan cidera

kepala. Sehingga dapat mengetahui tindakan apa yang paling tepat untuk

pasien cidera kepala.

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya

trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder

dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan

lalu lintas (Mansjoer Arif,dkk ,2000).

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta

rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat

perputaran pada tindakan pencegahan.

2.2 Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

a. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :

kecelakaanlalu lintas atau kecelakaan kerja, dipukul dan terjatuh.

b. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

c. Trauma pada olah raga

d. Kejatuhan benda

e. Luka tembak

2.3 Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan

fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar

metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan

koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga

bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala

permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau

kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob.

Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan

menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow

(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari

cardiac output.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup, aktifitas

atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan

otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia,

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan

mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan

menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan

simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak

begitu besar.

Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya karena terjatuh,

dipukul, kecelakaan, dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya

gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat

menyebabkan adanya laserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan

karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus –

menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan

meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan

robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat

mengakibatkan laserasi, perdarahan, dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa

terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan

terjadinya gangguan dalam mobilitas.

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu

cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera

yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu

fenomena mekanik dan umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak

yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang

sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Sedangkan

cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan (on going

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

process) sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan

fenomena metabolik.

Proses berkelanjutan tersebut sebenarnya merupakan proses alamiah. Tetapi,

bila ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan tidak ada upaya untuk

mencegah atau menghentikan proses tersebut maka cedera akan terus berkembang

dan berakhir pada kematian jaringan yang cukup luas. Pada tingkat organ, ini akan

berakhir dengan kematian/kegagalan organ. Cedera otak sekunder disebabkan

oleh keadaan-keadaan yang merupakan beban metabolik tambahan pada jaringan

otak yang sudah mengalami cedera (neuron-neuron yang belum mati tetapi

mengalami cedera). Beban ekstra ini bisa karena penyebab sistemik maupun

intrakranial. Berbeda dengan cedera otak primer, banyak yang bisa kita lakukan

untuk mencegah dan mengurangi terjadinya cedera otak sekunder.

2.4 Klasifikasi

Cidera kepala dapat diklasifikasikan menjadi dua :

1. Cidera kepala terbuka

2. Cidera kepala tertutup

1. Cidera kepala terbuka

Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater

disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat.Akibatnya, dapat

menyebabkan infeksi di jaringan otak.Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera

menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.

Fractura Basis Cranii

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di

depan:

1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan

arachnoidal.

2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris

masuk ke lapisan selaput otak encepalon.

3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata

dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.

Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya

cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran

rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan

sebagian.Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu

tanda-tanda klinik.

Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara lain

anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V);

gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena

trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII

jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut

fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala.Hal

ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.

2. Cidera kepala tertutup

Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-

keretakan.Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa

sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan

perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat

merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan

diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat).Jadi,

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan

(depresi).Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong.Paling

sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer

cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr.

Capitis).

a. Epiduralis haematoma

Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin.transversus. Foto rontgen

kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien.Saat

ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat

terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis

haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk

epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.

b. Subduralis haematoma akut

Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah

kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan.Atau jembatan vena bagian atas pada

interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan.Kejadiannya keras dan cepat, karena

tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara

durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan

dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma,

lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda

neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar

duramater.Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa

Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka.Pasien segera

pingsan/ koma.Jadi, di sini tidak ada "free interval time".Kadang-kadang pembuluh darah

besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka.Dalam kasus ini sering dijumpai

kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut

sangat tinggi (80%).

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

c. Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada

permukaan dalam duramater.Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari

adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna

“pelebaran pembuluh darah”.Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah

otak.Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan

ingatan karena timbulnya gangguan meningeal.Akut Intracerebralis Haematoma terjadi

karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan

pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.Paling sering terjadi dalam

subkorteks.Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah

melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri

Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis -

kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak,

gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada

kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan

timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda

gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia,

kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta

kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

Cedera kepala bisa diklasifikasikan dalam berbagai aspek, tetapi untuk kepentingan

praktis di lapangan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan beratnya cedera.Penilaian

derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan menggunakan Glasgow Coma Scale, yaitu

suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan

neurologis yang terjadi.Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye

opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai

(motor respons).

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala

yang muncul setelahcedera kepala.Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam

menentukan derajat cederakepala.Klasifikasi yaitu berdasarkan Glascow coma

scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis

dandipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Cedera Kepala Ringan (CKR).

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit

atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada

kontusio cerebral

maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari30 menit tetapi

kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi

amnesia lebihdari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau

hematoma intracranial.

Glasgow Coma Scale

Reaksi membuka mata

4 Buka mata spontan

3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

2 Buka mata bila dirangsang nyeri

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

Reaksi berbicara

5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat

2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata

1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

III.Reaksi gerakan lengan/tungkai

6 Mengikuti perintah

5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan

4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal

2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

2.5 Manifestasi Klinis

Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan

cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat

disembuhkan.Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti

gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,

muntah, dan puyeng.Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan

gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia

antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah

cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah,

amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila

tidak ada kelainan EEG.

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera.Akibatnya juga beraneka

ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan

mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi

kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli

spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma

berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat

dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan

atau ruptur atau fraktur).

b. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan

otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

c. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal

aracknoid jika dicurigai.

d. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/

luas terjadinya perdarahan otak.

e. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

f. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui

bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

g. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

2.7 Penatalaksanaan

Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30

mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23

jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam

waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4

mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam)

tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.

Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat, dapat

memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi lipid.

Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:

a. Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen

membran lain dari kerusakan.

b. Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.

c. Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.

d. Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.

e. Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.

f. Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

2.8 WOC (terlampir)

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA OTAK

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem

persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,

jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.

b. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin,

agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan,

hubungan klien dengan penanggungjawab.

c. Riwayat kesehatan

Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah

simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran

pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang. Riwayat penyakit

dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan sistem

persyarafan maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian pula riwayat

penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.

d. Pemeriksaan Fisik

1. Aktifitas / istirahat

S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan

O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam

berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

2. Sirkulasi

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan

aritmia.

3. Integritas ego

S : Perubahan tingkah laku / kepribadian

O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive

4. Eliminasi

O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.

5. Makanan / cairan

S : Mual, muntah, perubahan selera makan

O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).

6. Neuro sensori :

S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran,

perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan / pembauan.

O : Perubahan kesadara, koma.

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)

perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,

pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),

kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.

7. Nyeri / rasa nyaman

S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.

O : Wajah menyeringa, merintih.

8. Repirasi

O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor ,

ronchi dan wheezing.

9. Keamanan

S : Trauma / injuri kecelakaan

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot

hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.

10.Intensitas sosial

O : Afasia, distarsia

2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan oedema cerebri,

meningkatnya aliran darah ke otak.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra

kranial.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas

di otak.

4. Ketidakefektifan kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan

sputum

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan haluaran

urine dan elektrolit meningkat.

6. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot untuk

menguyah dan menelan.

7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spastisitas kontraktur,

kerusakan saraf motorik

8. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,

peningkatan tekanan intra kranial

9. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit

kepala

10. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasai, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.

11. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

3. Intervensi Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke

otak.

Tujuan

Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil

Mampu mempertahankan tingkat kesadaran

Fungsi sensori dan motorik membaik.

Tanda-tanda vital kembali normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80-

100x/mnt).

Intervensi

Intervensi Rasional

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

1. pantau status neurologist

secara teratur.

2. evaluasi kemampuan

membuka mata (spontan,

rangsang nyeri).

3. kaji respon motorik terhadap

respon yang sederhana.

4. pantau TTV dan catat

hasilnya.

Mengkaji adanya kecenderungan

pada tingkat kesadaran dan

potensial peningkatan TIK dan

bermanfaat dalam menentukan

lokasi, perluasan dan

perkembangan kerusakan SSP

Menentukan tingkat kesadaran

Mengukur kesadaran secara

keseluruhan dan kemampuan

untuk berespon pada rangsangan

eksternal. Dikatakan sadar bila

pasien mampu meremas atau

melepas tangan pemeriksa.

Peningkatan tekanan darah

sistemik yang diikuti dengan

penurunan tekanan darah

diastolik merupakan tanda

peningkatan TIK .

Peningkatan ritme dan disritmia

merupakan tanda adanya depresi

atau trauma batang otak pada

pasien yang tidak mempunyai

kelainan jantung sebelumnya.

Nafas yang tidak teratur

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

5. anjurkan orang terdekat

untuk berbicara dengan

pasien.

6. kolaborasi pemberian cairan

sesuai indikasi melalui IV

dengan alat kontrol.

menunjukan adanya peningkatan

TIK

Ungkapan keluarga yang

menyenangkan klien tampak

mempunyai efek relaksasi pada

beberapa klien koma yang akan

menurunkan TIK

Pembatasan cairan diperlukan

untuk menurunkan Oedema

cerebral: meminimalkan fluktuasi

aliran vaskuler, tekanan darah

(TD) dan TIK

2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra

kranial.

Tujuan

Rasa nyeri berkurang/dapat ditolerir setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam

Kriteria hasil

Pasien mengatakan nyeri berkurang.

Pasien menunjukan skala nyeri menurun sampai angka 3.

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

Ekspresi wajah klien rileks.

Nadi : 80-100x/mnt

Intervensi

Intervensi Rasional

1. Teleti keluhan nyeri, catat

intensitasnya, lokasi dan lama.

2. Catat kemungkinan

patofisiologi yang khas,

misalnya adanya infeksi, trauma

servikal.

3. Berikan kompres dingin pada

kepala.

Mengidentifikasi karakteristik nyeri

merupakan faktor yang penting untuk

menentukan terapi yang cocok serta

mengevaluasi keefektifan dari terapi.

Pemahaman terhadap penyakit yang

mendasarinya membantu dalam

memilih intervensi yang sesuai.

Meningkatkan rasa nyaman dengan

menurunkan vasodilatasi.

3) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,

peningkatan tekanan intra kranial

Tujuan

Fungsi persepsi sensori kembali normal setelah dilakukan perawatan selama 3x

24 jam

Kriteria hasil

Mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.

Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.

Intervensi

Intervensi Rasional

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

1. Evaluasi secara teratur

perubahan orientasi,

kemampuan berbicara, alam

perasaan, sensori dan proses

pikir.

2. pantau kesadaran sensori

dengan sentuhan, panas/ dingin,

benda tajam/ tumpul dan

kesadaran terhadap gerakan.

3. bicara dengan suara yang

lembut dan pelan. Gunakan

kalimat pendek dan sederhana.

Pertahankan kontak mata.

4. Kolaborasi pada ahli fisioterapi,

terapi okupasi, terapi wicara dan

terapi kognitif.

Fungsi cerebral bagian atas biasanya

terpengaruh lebih dahulu oleh

adanya gangguan sirkulasi,

oksigenasi. Perubahan persepsi

sensori motorik dan kognitif

mungkin akan berkembang dan

menetap dengan perbaikan respon

secara bertahap

Semua sistem sensori dapat

terpengaruh dengan adanya

perubahan yang melibatkan

peningkatan atau penurunan

sensitivitas atau kehilangan sensasi

untuk menerima dan berespon sesuai

dengan stimuli.

Pasien mungkin mengalami

keterbatasan perhatian atau

pemahaman selama fase akut dan

penyembuhan. Dengan tindakan ini

akan membantu pasien untuk

memunculkan komunikasi.

Pendekatan antar disiplin ilmu dapat

menciptakan rencana

panatalaksanaan terintegrasi yang

berfokus pada masalah klien

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Trauma kepala atau cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang

dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung

kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri. Cedera memegang peranan

yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis

dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang

sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan

benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.

Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada area pra rumah sakit

adalah menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pada fase pra rumah sakit

titik berat diberikan pada menjaga kelancaran jalan nafas, kontrol adanya

perdarahan dan syok, stabilisasi pasien dan transportasi ke rumah sakit terdekat.

4.2 Saran

1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien

dengan trauma kepala secara holistik didasari dengan pengetahuan yang

mendalam mengenai penyakit tersebut.

2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan

serta meningkatkan pengetahuan tentang penyakit trauma kepala yang

dideritanya.

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Bedah f

DAFTAR PUTAKA

Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).

Carpenito, Lynda Jual. (2000). Diagnosa Keperawan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC

Doenges. M. E. (1989). Nursing Care Plan. Guidelines For Planning Patient Care (2 nd ). Philadelpia, F.A. Davis Company

Guyton, Arthur C and Hall, John E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta: EGC

Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.

Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

Smeltzer, Suzanne C. Dan Brenda G. Bare. (2006). Buku Ajar Keperewatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung