cidera kepala adek

24
CIDERA KEPALA 1. Definisi - Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare, 2010). Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan intakranial. - Cedera kepala adalah mekanisme trauma pada kepala yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan isi intracranial dan dapat berpengaruh pada kerusakan otak. Cedera kepala dibagi menjadi 2 berdasarkan fase terjadinya. Yaitu cedera kepala primer dan sekunder. Cedera kepala primer adalah cedera kepala yang terjadi dari mekanisme injuri tertentu pada saat pertama kali/ awitan, dan langsung bermanifestasi pada organ kepala, seperti contusio (memar pada permukaan otak), laserasi, penetrasi benda tertentu. Sedangkan cedera kepala sekunder adalah manifestasi kelanjutan akibat mekanisme injuri yang terjadi, seperti perdarahan intraserebral atau edema otak. (Fransisca, 2008, hal 96) . - Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan intersti t i e l dal a m substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008 hal 270-271) 2. Etiologi a. Benturan : statis dan dinamis, kepala dalam posisi pasif, benda yang mengenai kepala, contoh: petinju.

Upload: aliyah-adek-rahmah

Post on 28-Sep-2015

254 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

cedera kepala

TRANSCRIPT

CIDERA KEPALA

1. Definisi Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare, 2010). Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan intakranial. Cedera kepala adalah mekanisme trauma pada kepala yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan isi intracranial dan dapat berpengaruh pada kerusakan otak. Cedera kepala dibagi menjadi 2 berdasarkan fase terjadinya. Yaitu cedera kepala primer dan sekunder. Cedera kepala primer adalah cedera kepala yang terjadi dari mekanisme injuri tertentu pada saat pertama kali/ awitan, dan langsung bermanifestasi pada organ kepala, seperti contusio (memar pada permukaan otak), laserasi, penetrasi benda tertentu. Sedangkan cedera kepala sekunder adalah manifestasi kelanjutan akibat mekanisme injuri yang terjadi, seperti perdarahan intraserebral atau edema otak.(Fransisca, 2008, hal 96). Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstitiel dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008 hal 270-271)2. Etiologia. Benturan : statis dan dinamis, kepala dalam posisi pasif, benda yang mengenai kepala, contoh: petinju.

Statis : kepala dalam posisi pasif, benda yang mengenai kepala, contoh petinju. Dinamis : kepala yang bergerak atau mencari objek benturan, misalnya : kecelakaan, terjun dari ketinggian.

b. Penetrasi : luka tusuk, luka tembak.

c. Efek samping tindakan persalinan : 15% dari bayi yang baru lahir, terutama tindakan vacuum, forceps extraksi, partus presipitatus (Muttaqin, 2008 hal 270-271)3. Mekanisme Cedera Kepala (Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006)Terdapat beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya cedera kepala, antara lain:

a. Cedera kepala Coup-contrecoupPasien menahan sebuah cedera gabungan yaitu pada titik hantaman dan sebuah cedera pada sisi berlawanan otak karena pergerakan otak dalam tengkorak (contrecoup/ counterblow/ hantaman berlawanan). Benturan kembali pada isi kranial dapat terjadi pada area cedera yang berlawanan dengan titik hantaman. Kerusakan otak dapat terjadi karenanya.

b. Cedera Akselerasi-Deselerasi (Penetrating Trauma)Cedera ini adalah bentuk dari cedera primer dan termasuk luka kepala yang disebabkan oleh benda asing (contoh: pisau atau peluru) atau yang disebabkan oleh patahan tulang dari fraktur tengkorak. Kerusakan disebabkan oleh sebuah cedera yang menembus otak, biasanya dikaitkan dengan kecepatan (akselerasi-deselerasi) dimana benda tersebut menembus tengkorak dan otak. Patahan tulang dari fraktur tengkorak dapat menyebabkan cedera otak lokal karena melukai jaringan otak dan merusak struktur lainnya (contoh: saraf, pembuluh darah). Jika pembuluh darah besar rusak atau rupture, clot besar (hematoma) dapat terbentuk, dan menyebabkan kerusakan pada struktur yang berdekatan atau jauh (contoh: kompresi otak pada sindrom herniasi). Kemudian hematoma itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang lebih luas.Benda berkecepatan tinggi (contoh: peluru) menghasilkan gelombang syok pada tengkorak dan otak. Gelombang syok (shock waves) dapat secara signifikan merusak struktur otak melebihi jalur yang dilalui oleh objek itu sendiri. Sering kali luka tembusan membuat sebuah kontak terbuka antara lingkungan luar dan rongga kranial, dan infeksi mungkin terjadi karena hal ini.c. Cedera Kepala Terbuka

Cedera pada kulit kepala dapat menyebabkan laserasi, hematoma, dan kontusi atau abrasi pada kulit. Cedera ini dapat tidak terlihat dan dapat pula berdarah secara berlebihan. Klien dengan cedera kulit kepala minor yang tidak diiringi oleh kerusakan pada area lainnya tidak membutuhkan hospitalisasi.d. Fraktur Tengkorak

Fraktur tengkorak biasa disebabkan oleh kekuatan yang cukup untuk mematahkan tengkorak dan menyebabkan cedera otak. Fraktur itu sendiri tidak menunjukkan terjadinya cedera kepala, namun fraktur tengkorak biasanya menyebabkan kerusakan otak serius. Penekanan fraktur tengkorak dapat melukai otak dengan menyebabkan memar pada otak (menghasilkan kontusi) atau membuat patahan tulang ke dalam otak (menyebabkan laserasi).4. Klasifikasi menurut Glasgow Coma Scale (Arif Muttaqin, 2008)a) Cedera kepala ringan

GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

Tak ada fraktur tengkorak

Tak ada contusio serebral (hematom)

Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala Muntah

Kejang

Tidak adanya criteria cedera sedang-beratb) Cedera kepala sedang

GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

Dapat mengalami fraktur tengkorak

Amnesia pasca traumac) Cedera kepala berat

GCS 3-8 (koma)

Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

Tanda neurologist fokal

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur cranium5. Patofisiologi

Cedera kepala mayor dapat menyebabkan kerusakan langsung pada parenkim otak. Energi kinetik ditransmisikan ke otak, dan membuat memar seperti yang terlihat pada cedera jaringan lunak. Hantaman pada permukaan otak menyebabkan penggantian cepat jaringan otak dan kekacauan pada pembuluh darah, perdarahan, cedera jaringan, dan edema. Kerusakan pada otak dan tengkorak termasuk hantaman itu sendiri (cedera primer) dan cedera berkelanjutan dari edema, inflamasi, dan perdarahan dalam otak (cedera sekunder). Cedera sekunder yang terjadi lebih disebabkan oleh manifestasi yang parah daripada yang disebabkan dari hantaman itu sendiri. Inflamasi menyebabkan edema serebral dan peningkatan TIK. Perdarahan dapat menyebar jika disebabkan robeknya beberapa pembuluh darah kecil dalam otak. Hipoksia otak dapat terjadi karena peningkatan tekanan dalam otak

Gegar otak biasanya menyebabkan cedera pada otak yang reversible. Beberapa kerusakan biokimia dan ultrastruktur, seperti deplesi pada mithocondrial adenosine triphosphate dan perubahan permeabilitas vaskular. Ketika terjadi kekacauan autoregulasi, seperti pada cedera kepala, hipoperfusi serebral menyebabkan iskemia jaringan otak. Hipoksia kurang berefek pada mortalitas selama perfusi serebral adekuat karena otak dapat mengambil ekstra oksigen untuk periode singkat. Kombinasi pada hipotensi arteri dan hipoksemia bermakna pada peningkatan cedera sekunder. Hal lain yang menyebabkan cedera otak termasuk peningkatan TIK, masalah pernapasan, ketidakseimbangan elektrolit, dan infeksi.Cedera reperfusi terjadi ketika iskemia membaik dan aliran darah kembali paten; ini juga menyebabkan cedera sekunder. Cedera reperfusi juga dikenal dalam infark miokard dan stroke. Cedera reperfusi kemungkinan disebabkan oleh radikal bebas oksigen (oxygen free radicals), dimana normalnya dihasilkan oleh metabolisme aerob yang biasanya dipecah menjadi oksigen dan air. Pada cedera sel, pemecahan menjadi radikal ini terganggu sehingga terakumulasi, menyebabkan kerusakan pada asam nukleat, protein, karbohidrat, dan lemak dan, akhirnya, membran sel pada jaringan otak.6. Manifestasi KlinisMenurut Reissner (2009 dalam respository usu.ac.id), tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa cedera kepala adalah:

1. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)

2. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

3. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

4. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

5. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Manifestasi klinis cedera kepala berdasarkan usia dan beratnya cedera:

Manifestasi Klinis Cedera Kepala

UsiaBeratnya

RinganSedang Berat

Anak-anak

(Veda, 2008) Tidak kehilangan kesadaran/ tidak pingsan

Sadar/ dapat berinteraksi

Mungkin muntah namun hanya sekali

Bisa terdapat luka lecet atau robek di kepala Tidak sadar 30 detik

Mengantuk dan tidak berespon terhadap suara

Memiliki tanda-tanda trauma lain yang signifikan seperti lebar pupil tidak sama, kelemahan lengan dan kaki

Ada sesuatu yang tersangkut dikepala

Mengalami kejang yang kedua

Dewasa

(Brunner & Suddarth, 2001) Kebingungan

Sakit kepala

Rasa mengantuk yang abnormal

Pusing

Kesulitan berkonsentrasi

Depresi

Kesulitan belajar, dan

Kesulitan bekerja Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan koma

Gangguan kesadaran

Abnormalitas pupil

Perubahan tanda-tanda vital

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Disfungsi sensorik

Kejang otot

Sakit kepala

Vertigo, dan

Gangguan pergerakan Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan

Pupil tak ekual

Pemeriksaan motorik tak ekual

Adanya cedera terbuka

Fraktur tengkorak, dan

Penurunan neurologik

LansiaGejala klinis cedera kepala pada lansia dapat berjalan perlahan-lahan dan bermacam-macam,yakni dari tanpa gejala demensia,kehilangan kesadaran,sakit kepala,mual,hemiparesis,afasia,sampai ataksia. Karena itu lansia perlu observasi sampai 2-3 bulan karena pada lansiaakibat cedera kepaladapat membuat hematomakronis

Skala GCS GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.

Tidak ada fraktur tengkorak,

Tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak (tanda bettle, mata rabun, hemotipanan, otorea atau rinorea, cairan cerebrospinal).

Manifestasi klinisnya berupa muntah, gegar otak, dan kejang GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial

Kontusio cerebral Lobus temporal : agitasi, kebingungan, tapi tetap terjaga

Lobus frontalis : Hemiparesis

Frontal-temporal : Apasia

Selain manifestasi klinis diatas, manifestasi klinis yang mungkin muncul berdasarkan morfologi cedera yaitu :

1. Fraktur cranium

a. Fraktur kubah cranialBengkak sekitar area fraktur

b. Fraktur basis cranialHemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Suatu area ekimosis, atau memar, mungkin terlihat di area mastoid (tanda Battle). Adanya dugaan fraktur dasar tengkorak dapat dilihat ketika adanya cairan serebrospinal keluar dari telinga (otorea cairan serebrospinal) dan hidung (rinorea serebrospinal).2. Lesi intrakranial

a. Lesi local

1) Perdarahan Epidural

Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.

2) Perdarahan SubduralPerdarahan subdural adalah perdarahan antara duramater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:

Perdarahan subdural akut, dengan gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Pada keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.

Perdarahan subdural subakut, ditandai dengan tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat.

Perdarahan subdural kronis terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik

3) Kontusio

Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).

4) Pendarahan intraserebral dan hematoma

Pendarahan inraserebral adalah pendarahan ke dalam substansi otak. Pendarahan ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak;cedera tumpul).

b. Lesi difus

Cedera yang terjadi pada area otak tertentu yang mengalami percepatan yang tinggi dan cedera deselerasi dengan durasi yang panjang. Lesi difus merupakan ciri yang konsisten pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas dan beberapa olahraga tertentu. Gambaran patologi secara histologi dari lesi difus pada manusia adalah terdapat kerusakan yang luas pada akson dari batang otak, parasagittal white matter dari korteks serebri, korpus kallosum dan gray-white matter junction dari korteks serebri (Smith et al, 1999).

7. Pemeriksaan penunjanga. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.8. Penatalaksanaan (Smeltzer & Bare, 2010).Pedoman resusitasi dan penilaian awal

1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang servical collar. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus diintubasi.2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95 %. Jika jalan napas pasien tidak terlindung bahkan terancam, maka pasien harus segera diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.

3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.pasang jalur intravena yang bessar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan AGD arteri. Berikan larutan koloid.

4. Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.

5. Menilai tingkat/ klasifikasi keparahan cedera

9. Pedoman penatalaksanaan (Smeltzer & Bare, 2010).a. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid).

b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan Ringer Laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.

Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alcohol bila perlu

c. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur. Pasien denga cedera kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi adanya:

Hematoma epidural

Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel

Kontusio dan perdarahan jaringan otak

Edema serebri

Obliterasi sisterna perimesenfalik

Pergeseran garis tengah

Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

d. Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan tindakan berikut ini:

Elevasi kepala 30

Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten

Pasang kateter Foley Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka)Asuhan Keperawatan Pasien dengan Cidera Kepala

Pengkajian

1. Identitas pasien.

Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa dan tanggal masuk ruangan.

2. Riwayat Kesehatan dan pemeriksaan fisik

Menurut Smeltzer & Bare, (2001), riwayat kesehatan yang perlu dikaji/ ditanyakan adalah kapan cedera terjadi? apa penyebab cedera? Peluru kecepatan tinggi? Objek apa yang terbentur kepala? Dari mana arah dan kekuatan pukulan? Apakah ada kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Dapatkah pasien dibangunkan? Riwayat tidak sadar atau amnesia terhadap cedera kepala menunjukkan derajat kerusakan otak yang berarti, dimana perubahan selanjutnya dapat menunjukkan terjadi pemulihan kerusakan otak sekunder.

Riwayat kesehatan yang perlu dilakukan adalah pengkajian neurologis cepat amati kepala dan belakang kepala bila terjadi luka atau edema. Periksa hidung dan telinga kalau memungkinkan ada darah atau cairan bening yang keluar. Bila ada gunakan kertas deabetik untuk memeriksa ada tidaknya cairan serebrospinal (CSS). Bila tes glukosa positif menunjukkan adanya CSS, bila pasien sadar dan orientasinya penuh, kaji respon klien terhadap kondisi dan pemahamannya tentang kondisi serta rencana penanganan.

Menurut Suriadi & Yuliani (2001), pada saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan perlu diperhatikan hal penting, saat kejadian, tempat, bagaimana posisi saat kejadian, serangan, lamanya, faktor pencetus adanya fraktur dan status kesadaran. Status neurologis yang perlu dikaji perubahan kesadaran, pusing kepala, vertigo, menurunnya refleks, malaise, kejang,iritabel, kegelisahan atau agitasi. Pupil yang diperiksa adalah ukuran, refleks terhadap cahaya,hemiparesis, letargidan koma, mual muntah, kesukaran bernafas atau sesak, napas lambat,hipotensi , bradikardi.3. Aktivitas/ Istirahat

Gejala:Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbanganTanda:Perubahan kesadaran,letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot. Penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus.

4. Sirkulasi

Gejala:Hipotensi (syok) Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vaokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin.Takikardi (syok/ansietas/ nyeri)Disritmia (syok) pembentukan edema jaringanTanda:Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardiyang diselingi denganbradikardi, disritmia).5. Integritas Ego

Gejala:Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan.

Tanda:Cemas, mudah tersinggung,delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.6. Eliminasi

Gejala:Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsiTanda:Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat.Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi.Penurunan bising usus/ tak ada7. Makanan

Gejala:Mual, muntah dan mengalami perubahan seleraTanda:Gangguan menelan, (batuk, air liur keluar,disfagia)

Edema jaringan umum

Anoreksia, mual/muntah

8. Neurosensori

Gejala:Kehilangan kesadaran sementara,amnesiaseputar kejadian,vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, bingung, baal pada ekstremitas.

Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya yang diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman. Kesemutan.

Tanda:Perubahan kesadaran bisa sampai koma

Perubahan status mental orientasi kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah, perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran.

Wajah tidak simetris

Gangguan lemah tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah,apraksia, hemiparese quadreplegia. Kejang sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan kehilangan sensasi sebagai posisi tubuh.

Perubahan orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks tendon dalam pada cedera extremitas.

9. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala:Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya lama

Tanda:Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.

10. Keamanan

Gejala:Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda:fraktur/ dislokasiGangguan penglihatanKulit laserasi, abrasi, perubahan warna.Tanda battle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/ hidung serebrospinal (CSS).Gangguan kognitifGangguan rentang gerak, tonus otot hilang kekuatan secara umum mengalami paralisis.Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.11. Pernapasan

Gejala:Serak, batuk, mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral,sianosis,indikasi cedera inhalasi.

Tanda:Cemas, mudah tersinggung,delirium, agitasi,bingung, depresi dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisikIntervensi Keperawatan1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebralTujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x24 jam pasien tingkat kesadaran, kognisi, fungsi motorik/sensorik pasien membaik.

Kriteria hasil:Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIKIntervensiRasional

Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x24 jam pasien dapat mempertahankan pola pernapasan efektif.Kriteria hasil: Bebas sianosis, GDA dalam batas normalIntervensiRasional

Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.

Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.

Berikan oksigen.

Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.Mencegah/menurunkan atelektasis.

Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam :

Advanced Trauma Life Support fo Doctors. 2004. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi Trauma IKABI.Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salema Medika.Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.

PERDOSSI cabang Pekanbaru. 2007. Simposium trauma kranio-serebral. Pekanbaru.Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga.Smeltzer, S., Barre, S.O. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Davis Plus.