lapkas tht

13
Laporan Kasus Karsinoma Nasofaring Oleh : Kelompok 2 Ratnawulan Afriyanti 110111212 Eka Apriani Patandianan 110111208 Siska Arisandi Manus 110111216 Rien Anasthasia Hutabarat 110111239 Anisa Septiana 110111241 Steicy Natalia Lumonon 110111214 Billy Setiady Narasiang 110111220 Faldy Ristanto 110111225 Taufik Kaprawi 110111234 Yochzan A Wijaya 110111230 Laila Awad 110111227 Residen Pembimbing : dr. Rizky Najoan BAGIAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI 1

Upload: ratnawulan-afriyanti

Post on 20-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lapkas

TRANSCRIPT

Laporan KasusKarsinoma NasofaringOleh : Kelompok 2Ratnawulan Afriyanti 110111212Eka Apriani Patandianan 110111208Siska Arisandi Manus 110111216Rien Anasthasia Hutabarat 110111239Anisa Septiana 110111241Steicy Natalia Lumonon 110111214Billy Setiady Narasiang 110111220Faldy Ristanto 110111225Taufik Kaprawi 110111234Yochzan A Wijaya 110111230Laila Awad 110111227Residen Pembimbing : dr. Rizky Najoan

BAGIAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SAM RATULANGIMANADO2014BAB 1PendahuluanKanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia.1 Karsinoma nasofaring (KNF) adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibanding kanker kepala leher yang lain.2,3 KNF merupakan satu darilima kanker tersering di Cina dan Hong Kong.4 WHO menggolongkan KNF menjadi tiga kriteria berdasarkan diferensiasi sel, yaitu WHO tipe 1 (karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi), tipe 2 (karsinoma tidak berkeratinisasi), dan tipe 3 (karsinoma berdiferensiasi buruk atau tidak berdiferensiasi). Secara umum, KNF WHO tipe 3 menempati prosentase tertinggi dibanding dua tipe lainnya. Studi terdahulu menyebutkan bahwa KNF adalah kanker terbanyak di kepala dan leher berdasarkan diagnosis histopatologi di RSUP Dr. Kariadi tahun 20022006, dimana karsinoma epidermoid nasofaring WHO 3 paling sering ditemukan.5Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda. Pada daerah dengan insiden rendah insiden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya. Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Insiden yang bervariasi dari KNF berbeda berdasarkan letak geografis, kelompok etnik yang berkaitan dengan genetik dan faktor lingkungan yang juga memegang peranan dalam perkembangan dari KNF. Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganasdaerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%. Insidennya hampir merata di setiap daerah.Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir langit-langit dan terletak dibawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.6

BAB IILAPORAN KASUSIdentitas PenderitaPasien laki-laki usia 56 tahun bangsa Indonesia, pekerjaan seorang petani, agama Islam, pendidikan terakhir SD, status sudah menikah, alamat Desa Motilango kecamatan Tibawa Gorontalo, datang ke RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou pada tanggal 12 Mei 2014.AnamnesisKeluhan utama : Hidung tersumbat sejak 2 tahun lalu, keluar darah dari telinga dan hidung, benjolan di pipi dan bola mata menonjol. Riwayat merokok (+) tapi sudah berhenti sejak 1 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat minum minuman beralkohol dan obat-obatan. Selera makan berkurang. Pemeriksaan FisikKeadaan umum: Kesadaran : kompos mentis (GCS 15) Pernapasan : teratur, vokal fremitus normal Perkusi thoraks : tidak ada nyeri ketok Kulit : turgor kulit normal, warna kulit pucat, suhu lembap, luka (-) BAB : tidak teratur, konsitensi padat, warna coklat, tidak ada pemakaian obat pencahar. BAK : teratur (2x sehari), kandung kemih tidak tegang. Tanda-tanda kecemasan : tidak ada Penglihatan : gangguan penglihatan jauh Pendengaran : fungsi pendengaran kiri menurun Penciuman : tidak ada gangguan Pembengkakan : di telinga sebelah kiriPemerikasaan Objektif (Inspeksi) Telinga sinistra : tertutup massa Hidung : deviasi septum terdorong oleh massa tumor, massa(+) Nasofaring sinistra dextra : normal Laring sinistra dextra : normal

RESUMElaki-laki berusia 56 th, datang dengan keluhan sakit pada mata,telinga, dan hidung yang disertai perdarahan. Pasien datang dengan kesadaran compos mentis. Pada tanggal 12 mei 2014 pasien dirujuk dari poliklinik untuk rawat inap. Pada pemeriksaandi dapatkan pernapasan teratur dan vokal fremitus normal. Pada perkusi thoraks tidak ada nyeri ketok, turgor kulit normal, pucat, lembap, dan tidak ditemukan luka, riwayat BAB tidak teratur, konsitensi padat, warna coklat, dan tidak ada pemakaian obat pencahar. BAK (2x sehari), dan kandung kemih tidak tegang. Tidak ditemukan tanda-tanda kecemasan. Pada penglihatan terjadi gangguan penglihatan jauh, dan pendengaran kiri menurun. Penciuman normal. Serta ditemukan pembengkakan di telinga sebelah kiri.

DIAGNOSISKarsinoma NasofaringPROGNOSISDubia ad malamPEMERIKSAAN ANJURANPersoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan : CT-Scan kepala dan leher Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus Epstein-Barr Biopsi (diagnosis pasti)

BAB IIIDISKUSI

Etiologi dan Patogenesis1) Virus Epstein-BarrVirus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan termasuk dalam famili Herpes viridae. KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu infeksi EBV, faktor lingkungan, dan genetik Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus. menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeksi oleh virus epsteinbarr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu: sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformasi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1.2) GenetikWalaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1(CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen3) Faktor lingkunganSejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada diberbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besarnitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.PatofisiologiTumbunya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah pada Fossa Rosenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis karsinoma lainnya. Penyebaran karsinoma nasofaring dapat berupa :1. Penyebaran ke atasTumor meluas ke intracranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laseum, kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N. I N VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.2. Penyebaran ke belakangTumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale, dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialis IX-XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII N. XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX N. XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam system anatomi tubuh.3. Penyebaran ke kelenjar getah beningPenyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelanjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya cabang kelenjar betah bening pada lapisan submukosa faring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada noduslimfatik yang terkenal di lateral retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karena itu hal ini sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi melekat kepada otot dan sulit untuk digerakkan. Keadaan ini biasanya didapatkan pada stadium yang lebih lanjut. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang membawa pasien datang ke dokter.4. Gejala akibat metastase jauhSel-sel kanker dapat ikut bermetastase bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.

Manifestasi KlinisGejala Karsinoma nasofaring dapat dibagi dua berdasarkan stadiumnya, yaitu gejala stadium dini dan gejala stadium lanjuta) Gejala stadium diniGejala Hidung Pilek lama yang tidak sembuh Epistaksi biasanya berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan secret hidung, sehingga berwarna merah muda Sekret hidung dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.Gejala Telinga Gangguan pada telinga merupakan gejala yang timbul karena tumor primer muncul dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman ditelinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

b) Gejala stadium lanjutGejala mata dan saraf Ophtalmophlegi. Hal ini dikarenakan lokasi tumor primer dekat dengan foramen laserum yang merupakan lubang keluarnya nervus III, IV, VI sehingga apabila tumor membesar akan menekan saraf-saraf tersebut dan mengakibatkan ophtalmoplegiGejala benjolan di leher Metastasis ke kelenjar getah bening akan menimbulkan gejala benjolan di leherGejala Kranial Gejala kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita. Gejala ini berupa : Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secarahematogen. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang. Kesukaran pada waktu menelan Afoni Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: Lidah Palatum Faring atau laring M. Sternocleidomastoideus M. trapezeusStadium T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannyaT : Tumor PrimerT0 : Tidak tampak tumorT1 : Tumor terbatas pada nasofaringT2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasalT2a : Tanpa perluasan ke parafaringT2b : Dengan perluasan ke parafaringT3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasalT4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa infratemporal, hipofaring atau orbitaN menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regionalN0 : Tidak ada pembesaran kelenjarN1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cmN2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cmN3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikulaM menggambarkan metastase jauhM0 : Tidak ada metastase jauhM1 : Terdapat metastase jauhBerdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan :StadiumTNM

Stadium IT1 N0M0

Stadium IIAT2aN0M0

Stadium IIBT1T2aT2bN1N1N0, N1M0M0M0

Stadium IIIT1T2a, T2bT3N2N2N2M0M0M0

Stadium IvaT4N0, N1, N2M0

Stadium IvbSemua TN3M0

Stadium IvcSemua TSemua NM1

TerapiTerapi standar kanker nasofaring adalah radioterapi. Namun, biasanya sebagian besar penderita datang dengan stadium lanjut (stadium III dan IV), bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh stadium. Keterlambatan untuk mendapatkan penanganan yang adekuat menyebabkan hasil terapi jauh dari menggembirakan.Kemoterapi merupakan alternatif lain untuk mengobati penderita kanker nasofaring, bisa berupa ajuvan (tambahan) atau dikombinasikan. Kombinasi pengobatan dengan kemoterapi diperlukan apabila kanker sudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga menyulitkan radioterapi. Selain itu, pemberian kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi serta membunuh sel-sel kanker yang sudah berada di luar jangkauan radioterapi. Imunoterapi dilakukan dengan memberikan vaksin anti virus Epstein Barr pada populasi yang rentan sebelum terinfeksi virus Epstein Barr untuk mencegah terjadinya kanker nasofaring.Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan jika masih ada sisa kelenjar paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak ditemukannya metastasis jauh.Radioterapi pada Kanker NasofaringRadioterapi merupakan terapi standar dari kanker nasofaring. Radioterapi juga dapat dilakukan bersamaan dengan kemoterapi dan atau pembedahan, ataupun dilakukan ketiga-tiganya. Radioterapi mencegah pertumbuhan dan pembelahan sel dengan sangat cepat. Radioterapi berbeda dengan radiologi, dimana radiologi hanya sebagai alat bantu untuk menegakkan diagnosa sedangkan radioterapi sebagai metode pengobatan. Radioterapi atau terapi radiasi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan radiasi ion, dengan meningkatkan proses ionisasi pada daerah tertentu yang bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Daerah yang diradiasi melibatkan keseluruhan nasofaring dan kelenjar getah bening pada leher. Daerah kelenjar getah bening juga diradiasi apabila kanker secara klinis ataupun secara radiologi melibatkan daerah tersebut atau apabila ada resiko terjadi penyebaran ke daerah tersebut. PrognosisPrognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif dari pada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi . Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina daripada ras kulit putih.KomplikasiToksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat.Pencegahan Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi. Memindahkan penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah. Mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat. Meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA secara masal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

KESIMPULANBerdasarkan Anamnesis, dan pemeriksaan pasien berusia 56 th didiagnosis Karsinoma Nasofaring stadium lanjut dan diklasifikasikan ke stadium IVc dengan prognosis buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ama F. Masalah kanker payudara dan pemecahannya. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia 1990 Maret 1; 9.

2. Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode metastasis in NPC: prognostic value and staging categories. Clin cancer Res 2007; 13(5).

3. Tang L, Li I, Mao Y, Liu L, Liang S, Chen Y, et al. Retropharyngeal lymphnode metastasis in NPC detected by MRI: prognositic value and staging categories. Pubmed result Cancer; 2008.4. Vokes EE, Liebowitz DN, Weichselbaum RR. Nasopharyngeal carcinoma. Lancet 1997; 350: 1087-1091.

5. Prasetyo A, Wiratno. Kanker kepala leher berdasarkan diagnosis patologi anatomi di RSUP Dr. Kariadi tahun 2002 2006. Prosiding Konas Perhati-KL; 2007; Surabaya.

6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga Hidung TenggorokKepala Leher. Edisi ke Enam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta: 2004. Hal 183.2