lapkas emphyema
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

IDENTITAS
Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki -laki
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Cianjur
No. CM : 55 13 96
Masuk RS : 16-11-2012
Anamnesis
KU : Sesak napas sejak 1 minggu SMRS
RPS:
Pasien mengeluh sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas bertambah
berat jika pasien berbaring terlentang dan sesak napas berkurang jika pasien tidur miring ke kiri.
Sesak napas tidak disertai dengan suara mengi. Pada saat melakukan aktifitas tidak timbul sesak
napas. Keluhan juga disertai dengan batuk. Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasa batuk berdahak, dahak berwarna putih namun tidak disertai dengan bercak darah. Pasien juga
merasa demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan terus menerus namun tidak
disertai dengan menggigil. Demam hilang timbul disangkal. Pasien tidak merasa keringat malam
tetapi berat badan sulit naik bahkan cenderung turun dalam 1 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh
sejak 1 minggu badan terasa tidak enak dan mata terlihat kuning. Keluhan mual dan muntah
disangkal. BAB dan BAK lancar.
RPD :
Pasiem belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
diabetes dan tekanan darah tinggi. Riwayat hepatitis disangkal.
RPK :
Tidak ada dikeluarga yang mengalami hal yang sama. Pasien tidak tahu ada yang menderita
hepatitis dan TB paru dikeluarga.
R. Psikososial :

Pasien sering tidak teratur makan tepat waktu.
R. Pengobatan :
Sejak mengalami hal ini, pasien belum pernah mengobati gejala yang dialaminya.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 36,7°C
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal
Rambut
Warna : hitam cokelat keputihan
Distribusi : Merata
Mata
Sklera Ikterik +/+
Konjungtiva Anemis +/+
Mulut : Mukosa bibir lembab
Telinga : Normotia +/+
Leher : Pemb. KGB (-), JVP N (+)

Thorax :
Pulmo
Inspeksi : - Gerak dan bentuk tidak simetris, thorax sinistra tertinggal saat inspirasi, thorax
sinistra lateral lebih menonjol.
Perkusi : - Sonor di thorax dextra, sonor ke redup pada ICS 6 pada thorax sinistra
Palpasi : - Vocal Fremitus melemah pada thorax sinistra.
Auskultasi : - Vesikuler normal pada thorax dextra dan melemah pada thorax sinistra,
ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba pada pada ICS 5
Auskultasi : BJ I & II reguler murni, gallop(-), Murmur(-)
Abdomen :
Inspeksi : - Tampak Cembung, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : - Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : - Timpany (+)
Auskultasi : BU normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+, CRT<2dtk +/+, Udem -/-
Pemeriksaan Penunjang : 16 – November - 2012
Komponen Hasil Unit Nilai Normal
WBC 18,1 103/uL 4,8 – 10,8
Neut% 10,4 % 40 – 70
Lym% 1,4 % 20 – 40
MXD% 88,2 % 0 – 11
Neut# 1,9 103/uL 1,8 – 7,6

Lym # 0,3 103/uL 1 – 4,3
MXD# 0 103/uL 0 – 1,2
RBC 3,91 106/uL 4,2 – 5,4
HGB 10,0 g/dL 12 – 16
HCT 28,7 % 37 – 47
MCV 73,4 fL 80 – 94
MCH 25,6 Pg 27 – 31
MCHC 34,8 g/dL 33 – 37
PLT 148 103/uL 150 – 450
RDW-CV 13,9 % 10 – 15
PDW 0,06 fL 9 – 14
MPV 4,7 fL 8 – 12
P-LCR 18,7 % 15 – 35
GDS : 159 mg%
WD :
- Efusi Pleura
- Susp. TB Paru
- Susp. Hepatitis B
Th/ :
D 5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1

Follow Up 19-11-12
S : Sesak napas < , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-).
O : TD : 110/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
Lab 17/11/2012
GDP : 90 mg% Albumin : 2,50
Ureum :112,4 SGOT/SGPT : 33/43
Kreatinin : 1,6 Urinalisa :
As. Urat : 8,4 - Leukosit : 6-7/LPB
Elektrolit - Eritrosit : 9-10/LPB
Na : 138 - Epitel Sel : 3-4 /LPB
K : 3,89
Ca : 1,16 HbsAg : (+) Positif. LED : 75-95 mm/jam
A : - Efusi Pleura
- Susp. TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1

R :
- Foto Rontgen Thorax.
- USG Thorax
- Pungsi Pleura
- Periksa Billirubin Total
Follow Up 20-11-2012
S : Sesak napas < , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-).
O : TD : 110/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Efusi Pleura
- Susp. TB Paru
- Hep. B
- ISK
Hasil Lab 19-11-2012
Billirubin Total : 1,87
Direk : 1,21
Indirek : 0,61
Th/ : Dilakukan Pungsi Pleura, cairan kental berwaran kehijauan (Pus)
D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1

Puricemia 1x1
R :
- Periksa PA cairan pleura
- USG Thorax
- Pungsi Pleura
- Konsul bedah untuk pemasangan WSD
- Periksa Protein
Kesan : Pleura Effusion Kiri
Follow Up 21-11-2012
S : Sesak napas < , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (+).
O : TD : 110/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
Hasil Lab 20-11-2012
Protein Total : 6,44
Albumin : 2,32
Globulin : 4,12
Hasil Pemeriksaan PA : Tidak ditemukan Amoeba, Lain-lain negatif. Leukosit banyak.
A : - Emphyema thorax sinistra
- Susp. TB Paru
- Hep. B

- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatil 3x1
Follow Up 22-11-2012
S : Sesak napas < , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), lemas (-)
O : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Emphyema thorax sinistra
- Susp. TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatifl 3x1
Follow Up 23-11-2012

S : Sesak napas (+) , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), lemas (-), pusing (+).
O : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Emphyema thorax sinistra
- Susp. TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatifl 3x1
Merislon 3x1
Follow Up 24-11-2012
S : Sesak napas (+) , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), lemas (-), pusing (+).
O : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
• Kesan : TB paru aktif dengan efusi pleura kiri

Kesan : TB paru aktif dengan efusi pleura kiri
A : - Emphyema thorax sinistra
- TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatil 3x1
Merislon 3x1
Mulai diobati OAT
Follow Up 26-11-2012
S : Sesak napas (+) , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), lemas (-), pusing (+).
O : TD : 120/70 mmHg

N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Emphyema thorax sinistra
- TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : D5% 20 tpm
Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatil 3x1
Merislon 3x1
Bacbutin
OAT
R : - Up WSD
Follow Up 27-11-2012
S : Sesak napas (+) , demam (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), lemas (-), pusing (+).
O : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Emphyema thorax sinistra

- TB Paru
- Hep. B
- ISK
Th/ : Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatil 3x1
Merislon 3x1
Bacbutin
OAT
R : Foto rontgen Thorax
Follow Up 28-11-2012
S : Sesak napas (-) , demam (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), lemas (+), pusing (-).
O : TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37,4
A : - Emphyema thorax sinistra
- TB Paru
- Hep. B
- ISK

Th/ : Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 2 x1
Puricemia 1x1
Disflatil 3x1
Merislon 3x1
Curcuma 1x1
Bacbutin
OAT
R : Pulang

B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Empyema ialah proses supurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara
anatomis sudah ada. Empyema yang terjadi di rongga pleura yang dikenal dengan nama
empyema thorak.(1)
Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali
melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empyema, kemudian oleh Graham dan
kawan-kawannya dari suatu komisi empyema waktu perang dunia I diberikan cara-cara
perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empyema yang dianut sampai sekarang, walaupun
cara pengelolaan empyema di berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar
masih tetap dipertahankan. Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh trauma pada dada
(sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empyema) dan pecahnya abses dari paru ke dalam
rongga pleura. Empyema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat
dari kegagalan bernapas dan sepsis . Dengan ditemukannya antibiotika yang ampuh, maka
angka prevalensi dan mortalitas empyema mula-mula menurun, akan tetapi pada tahun-tahun
terakhir oleh karena perubahan jenis kuman penyebab dan resistensi terhadap antibiotik,
morbiditas dan mortalitas empyema tampak naik lagi. (2,3)
Empyema thoraks masih merupakan masalah penting, meskipun ada perbaikan teknik
pembedahan dan penggunaan antibiotik baru yang lebih efektif. Empyema dapat terjadi
sekunder akibat infeksi di tempat lain, untuk itu perlu dilakukan pengobatan yang adekuat
terhadap semua penyakit yang dapat menimbulkan penyulit pada empyema.(3)

B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi).
Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di dalam rongga
di sekitar paru (rongga pleura). (1)
2.2 . Etiologi
Empyema dapat disebabkan oleh infeksi dari paru dan infeksi dari luar paru. Infeksi yang
berasal dari dalam paru antara lain disebabkan karena pneumonia, abses paru, fistel
bronkopleura, bronkiektasis, dan tuberculosis paru. Infeksi dari luar paru antara lain
disebabkan karena trauma otak, pembedahan otak, torakosentesis, abses hati karena amuba.(2)
Empyema dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif (Klebsiella, Bacteroides, E. coli),
S. aureus , S. pyogenes , bakteri anaerob , polimikroba (2)
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empyema thoraks dapat dibagi dua yaitu empyema akut
dan empiema kronis. Empiema akut terjadi sekunder akibat infeksi ditempat lain. Terjadinya
peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas tegas antara empyema akut dan
kronis sukar ditentukan. Empyema disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3
bulan.
Berdasarkan American Thoracis Society membagi empyema thoraks menjadi tiga stadium
antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen, stadium organisasi. Stadium eksudat
terjadi saat cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespon proses inflamasi di
pleura. Inflamasi di pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan
cairan pleura. Stadium ini terjadi selama 24 hingga 72 jam . Stadium Fibropurulen terjadi saat
cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di permukaan pleura yang bisa
melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru. Cairan ini berisi
leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Stadium ini berakhir setelah 7 sampai
10 hari dan sering membutuhkan penanganan lanjut seperti torakostomi dan pemasangan
tube. Stadium organisasi terjadi saat kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat

mengembang menjadi rongga abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang
berorganisasi, paru dapat kolaps dan kelilingi oleh bungkusan tebal yang tidak elastik yang
terbentuk dari proliferasi fibroblast. Stadium ini dapat terjadi selama 2 sampai 4 minggu
setelah gejala awal. (1,2)
2.4. Patogenesis
Terjadinya empyema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain melalui perkontinuitatum,
hematogen, dan dari infeksi dari luar dinding thorak. Terjadinya empyema melalui
perkontinuitatum dapat terjadi pada komplikasi penyakit pneumonia dan abses paru, oleh
karena kuman menjalar dan menembus pleura viseralis. Terjadinya empyema dapat juga
secara hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis. Empiema terjadi dapat
berasal dari infeksi dari luar dinding thorak yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thorak, abses dinding thorak.
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup
ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah
tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus
dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih
disebut empyema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).
Empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah berkotak-kotak
yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat pula terjadi
perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan keluar,maka
akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru dan menimbulkan fistula. Kantung-
kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses
berdinding tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi
kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .(1,2)
2.5. Manifestasi klinis
Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis. Empyema akut memiliki
gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, anemia. Jika

nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura dan empyema necessitasis.
Batas tegas antara empyema akut dan kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan
sudah lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak
mundur.
Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang tidak tepat dapat
mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan bukti adanya empyema.
Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat remiten, takikardi, dispneu, sianosis,
batuk-batuk.(2)
2.6. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak asimetrik,
bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit tertinggal,
perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan
darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut
umumnya. (1,2,3)
Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan cairan.
jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga
pada sisi yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.
gambar foto rontgen pada pasien empyema

Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya nanah dipakai
sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur dan tes kepekaan
antibiotik.
Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat dikirimkan
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan patologi anatomi
didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri dari
leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif. (2,3,4)
Gambaran Patologi anatomi
2.7. Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empyema thoraks adalah :
a. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik
dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:
1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi, nanah terus terbentuk
setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.

Gambar water sealed drainage
2. Open drainage Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar,
maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada
empyema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan
tidak adekuat atau mungkin sebab lain seperti drainase yang kurang bersih. (2,3,4)

gambar open window thoracostomy
b.Pemberian antibiotik yang sesuai
Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat.
Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan
selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.
Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :
1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg
2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg
3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg
4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena, dengan dosis 1
gram dalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.
5. Eritromicin oral 2 – 4 kali per hari 250-500 mg.(8)
c. Penutupan rongga pleura
Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan,
yaitu :
1. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura yang
menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik, karena
kantung-kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain, empyema totalis
yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

2. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena adanya
fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan
untuk memperluas ruang gerak paru.

d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, dan sebagainya.
2.8. Penanggulangan Empyema
Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :
a. Fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik
terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.
b. Fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga open window ). Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk
menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga
intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan.
c. Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding dada dikolapskan

(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empyema.(6,7,9,10)
2.9. Prognosis
Prognosis kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem imunitasnya sudah melemah,
atau pada penyakit dasar yang berat dan karena terlambat dalam pemberian obat. Kematian
dapat disebabkan oleh gagal napas, dan sepsis.(10,11)
B A B III

K ESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
1. Empyema thorak adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) dalam rongga pleura
yang mengisi rongga pleura.
2. Bentuk klinis empyema terdiri atas empyema akut yang merupakan sekunder dan
empiema kronis yaitu empyema yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
3. Stadium-stadium dalam empyema antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen
dan stadium organisasi.
4. Diagnosa empyema dapat ditegakan melalui pemeriksaan fisik, foto thorak, aspirasi
pleura dan biopsy pleura.
5. Prinsip pengobatan empiema yaitu berupa pengosongan nanah, antibiotika, penutupan
rongga empyema, pengobaan kausal.