makrosomia lapkas
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

PENDAHULUAN
American College of Obstetricians and Gynecologists menyimpulkan bahwa
kata makrosomia tepat digunakan pada janin yang, saat lahir, memiliki berat 4500
gram atau lebih.1 Sedangkan menurut Cunningham semua neonatus dengan berat
badan 4000 gram atau lebih tanpa memandang usia kemilan dianggap sebagai
makrosomia.2
Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bayi
besar: (1) ukuran orang tua besar, terutama obesitas pada ibu; (2) pertambahan
berat badan ibu yang berlebihan selama kehamilan, porsi makanan yang
dikonsumsi ibu hamil akan berpengaruh pada berat badan ibu. Asupan gizi yang
berlebih bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat di atas rata-rata; (3) ibu
dengan diabetes milletus, tingginya gula darah ibu bisa berpengaruh pada berat
badan bayi; (4) multiparitas, ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan
seterusnya lebih besar daripada anak pertama; (5) ibu hamil dengan riwayat
melahirkan bayi makrosomia, ibu yang sebelumnya pernah melahirkan bayi
makrosomia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan bayi
makrosomia dibandingkan ibu yang belum pernah melahirkan bayi makrosomia;
(6) janin laki-laki; (7) ras dan etnik.1-3
Persalinan janin makrosomia berhubungan dengan persalinan lama,
meningkatnya kemungkinan untuk operasi sesar, distosia bahu, dan trauma
pleksus brakialis yang dapat menjadi permanen. Komplikasi pada ibu hamil
adalah sebagai hasil proses persalinan yaitu perdarahan postpartum, robekan
perineum atau sfingter anus, rupur uterus dan serviks dan infeksi post partum.2-5
Diagnosa pasti adanya makrosomia hanya dapat ditentukan setelah bayi
dilahirkan. Identifikasi akurat adanya bayi makrosomia sangat diperlukan untuk
mencegah berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat trauma persalinan.
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists Practice
Bulletin on Macrosomia, ada tiga metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bayi dengan berat badan 4000 gram atau lebih yaitu pemeriksaan
ultrasonografi (diameter biparietal, panjang femur, kepala, dan lingkar perut),
1

pemeriksaan fisik (pengukuran tinggi fundus uteri berdasarkan manuver Leopold),
riwayat ibu hamil.4-7
Pengetahuan pasti tentang berat badan janin dapat menghindarkan seorang
wanita dari persalinan per vaginam yang kemungkinan besar akan mengalami
kemacetan akibat disproporsi fetopelvis sejati atau penyulit distosia bahu.
Terdapat beberapa pendekatan kontroversial untuk mencegah penyulit persalinan
pada makrosomia. Pertama, induksi persalinan profilaksis. Sebagian pihak
menganjurkan induksi persalinan jika ditegakkan diagnosis makrosomia pada
wanita nondiabetes sebagai suatu cara menghindari pertumbuhan janin lebih
lanjut. Akan tetapi, induksi persalinan belum terbukti dapat menurunkan angka
sesar atau distosia bahu. Kedua, sesar elektif. Protokol sesar rutin pada wanita
pengidap diabetes dengan janin yang secara sonografis diperkirakan memiliki
berat 4250 gram atau lebih dilaporkan secara bermakna dapat mengurangi distosia
bahu. Ketiga pencegahan distosia bahu. Kekhawatiran utama dalam melahirkan
janin makrosomia adalah distosia bahu dan risiko kelumpuhan pleksus brakialis.
Distosia bahu terjadi jika panggul ibu memiliki ukuran cukup untuk melahirkan
kepala janin, tetapi tidak cukup besar untuk melahirkan bahu janin yang
diameternya sangat besar.1
American College of Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin on
Macrosomia merekomendasikan bahwa1,8:
Ketika estimasi berat badan janin lebih dari 4500 gram dengan perpanjangan
kala 2 merupakan indikasi sectio cesarea.
Sectio cesarea dipertimbangkan pada ibu nondiabetik dengan estimasi berat
badan janin lebih dari 5000 gram dan lebih dari 4500 gram pada ibu diabetes.
Suspek makrosomia bukan kontraindikasi untuk persalinan pervaginam pada
ibu dengan riwayat sectio sesarea sebelumnya.
Seorang obstetrikus harus mempersiapkan diri terhadap kemungkinan
distosia bahu pada bayi dengan makrosomia dan mampu menggunakan teknik-
teknik yang sesuai untuk melahirkan bayi dengan aman. Hindari traksi yang
terlalu kuat. Bahu dapat dilakirkan dengan manuver McRobert dan atau tekanan
pada suprapubik.8
2

LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. IS
Umur : 41 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Minanga
Suku : Minahasa
Bangsa : Indonesia
Agama : Kr.protestan
Nama suami : Tn. HT
Pekerjaan : Swasta
MRS : 4 Agustus 2012, jam 12.00
ANAMNESIS
Anamnesis Utama
Anamnesis diberikan oleh pasien.
Keluhan utama:
Pasien dikirim dari dokter spesialis kebidanan dan kandungan dengan diagnosa
G3P2A0 40 tahun hamil aterm belum inpartu janin intra uteri tunggal hidup letak
kepala.
Riwayat penyakit sekarang:
Nyeri perut bagian bawah belum dirasakan teratur, pelepasan lendir campur darah
(-), pelepasan air dari jalan lahir (-), pergerakan janin masih dirasakan sampai saat
masuk rumah sakit. Riwayat gemeli tidak ada.
Buang air besar dan buang air kecil biasa.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit jantung, darah tinggi, paru, hati, ginjal, kencing manis disangkal.
3

Anamnesis Kebidanan
Riwayat Kehamilan Sekarang
Pemeriksaan Ante Natal (PAN)
PAN dilakukan sebanyak 9 kali di PKM Minanga, 8 kali di dua dokter ahli
kebidanan dan kandungan, dan 5 kali di poliklinik obstetri RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandow.
Riwayat Haid
Haid pertama pada usia 14 tahun dengan siklus teratur dan lamanya haid
tiap siklus 3-4 hari. Hari pertama haid terakhir (HPHT) 27 Oktober 2011 dan
taksiran tanggal partus 3 Agustus 2012.
Riwayat Keluarga
Penderita menikah satu kali dengan suami sekarang 6 tahun.
Jumlah anak sekarang 2 orang.
Keluarga Berencana
Pasien belum pernah mengikuti KB apapun. Setelah melahirkan pasien ingin
mengikuti KB dengan cara sterilisasi.
Riwayat Kehamilan Terdahulu
1. 2006, ♂, aterm, spontan letak kepala, di RS Kalooran, BBL: 3000 gr,
hidup.
2. 2008, ♂, aterm, spontan letak kepala, di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandow,
BBL: 4000 gr, hidup.
3. 2012 (ini)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
Status Praesens
Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : Compos mentis.
Tekanan darah : 130/80 mmHg
4

Nadi : 80 x/m.
Pernapasan : 20 x/m.
Suhu badan : 36,3 0C.
Berat badan : 80 kg.
Tinggi badan : 155 cm.
Gizi : Cukup
Kepala
Kepala berbentuk simetris. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Telinga berbentuk normal dan tidak ada sekret yang keluar dari liang telinga.
Hidung berbentuk normal dengan kedua septum intak, tidak ada sekret yang
keluar dari hidung. Pada gigi tidak ditemukan adanya karies dentis. Tonsil T1/T1
tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.
Leher
Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening leher.
Dada
Bentuk simetris normal.
Jantung
Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising jantung.
Paru-paru
Tidak ditemukan adanya ronki dan wheezing.
Abdomen
Hepar dan lien sukar dievaluasi
Alat kelamin
♀, tidak ada kelainan.
Anggota gerak
Edema pada kedua tungkai tidak ada. Varises tidak ada.
Refleks
Refleks fisiologis positif normal, tidak terdapat refleks patologis.
Kulit
Turgor normal.
5

Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Tinggi fundus uteri : 36 cm.
TBBA : (36-11) x 155 = 3875 gram
Letak janin : Letak kepala U punggung kiri.
Detak jantung janin : (+) 148-158 x/mnt
His : (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 12,9 gr/dl.
Leukosit : 9.500/mm3.
Trombosit : 274.000/mm3.
GDS : 97 mg/dL
USG : EFW 4039 gr
RESUME MASUK
G3P2A0, 41 tahun kiriman dokter ahli kebidanan dan kandungan dengan diagnosa
G3P2A0 40 tahun hamil aterm belum inpartu + letak kepala. Nyeri perut bagian
bawah ingin melahirkan dirasakan belum teratur, pelepasan lendir campur darah
(-), pelepasan air dari jalan lahir (-), pergerakan janin masih (+). Riwayat gemeli
tidak ada. Buang air besar dan buang air kecil biasa. RPD: Disangkal penderita.
Status Praesens : KU: cukup; Kes: CM; T: 130/80 mmHg; N: 80 x/mnt;
R: 20 x/mnt; SB: 36.3 0C
Status Obstetri : TFU: 36 cm; Letak kepala U punggung kiri
USG : EFW 4039 gr
DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0, 41 tahun, hamil 40 - 41 minggu, belum inpartu.
Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala + suspek makrosomia.
SIKAP
- Rencana seksio sesarea
6

- USG, NST, EKG
- Periksa laboratorium, cross match
- Konseling, informed consent
- Konseling sterilisasi
- Sedia donor, setuju operasi
- Observasi TNRS, BJJ, His
- Lapor konsulen advis: SC 5/8-2012
OBSERVASI SEBELUM OPERASI
Tanggal 4 Agustus 2012
Jam 12.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T : 120/80 mmHg; N:80 x/mnt; R: 20 x/mnt
His (-), BJA: 145-156 x/mnt
Jam 13.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T: 120/80 mmHg; N: 80 x/ mnt; R: 24 x/mnt
His : -, BJA: 150-156 x/mnt
Jam 14.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T: 120/80 mmHg; N: 80 x/ mnt; R: 20 x/mnt
His : -, BJA: 156-160 x/mnt
Jam 15.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T: 120/80 mmHg; N: 80 x/ mnt; R: 24 x/mnt
His : -, BJA: 152-158 x/mnt
Diagnosis:
G3P2A0, 41 tahun, hamil 40 - 41 minggu, belum inpartu. Janin intra uteri tunggal
hidup letak kepala + suspek makrosomia.
Tanggal 5 Agustus 2012
Jam 08.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T : 120/80 mmHg; N:80 x/mnt; R: 20 x/mnt
His (-), BJA: 130-135 x/mnt
Jam 09.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
7

T: 120/80 mmHg; N: 80 x/ mnt; R: 24 x/mnt
His : -, BJA: 135-137 x/mnt
Jam 10.00 : KU : Cukup Kes : Compos Mentis
T: 120/80 mmHg; N: 80 x/ mnt; R: 20 x/mnt
His : -, BJA: 135-138 x/mnt
Jam 10.40 : Pasien di dorong ke OK cito
Jam 11.10 : Operasi dimulai, dilakukan SCTP
Jam 11.15 : Lahir bayi perempuan, BBL 4100 gr, PBL 50 cm, AS 8-9
Sterilisasi Pomeroy
Jam 12.20 : Operasi selesai
Laporan Operasi:
Penderita terlentang diatas meja operasi, dilakukan tindakan antiseptik dan
aseptik pada daerah abdomen dan sekitarnya, kemudian ditutup dengan doek
steril kecuali lapangan operasi.
Dalam GA dilakukan insisi linea mediana inferior dan diperdalam lapis demi
lapis secara tajam sampai fascia. Fascia dijepit dengan 2 klem kocher, di insisi
kecil, kemudian diperlebar ke atas dan ke bawah. otot dipisahkan secara
tumpul. Peritoneum dijepit dengan 2 pinset.
Peritoneum dijepit dengan 2 pinset, Setelah yakin tidak ada usus dibawahnya,
digunting dan diperlebar ke atas dan ke bawah. Tampak uterus gravidarum.
Identifikasi plika vesiko uterina, plika dijepit dengan pinset, digunting kecil
dan disisihkan kebawah kemudian vesika urinaria dilindungi dengan haak
abdomen.
Insisi pada SBR dalam bentuk U semilunar diperdalam lapis demi lapis
sampai ke kavum uteri, tampak selaput ketuban, dipecahkan, keluar cairan
ketuban putih keruh kira-kira 50 cc. Eksplorasi janin letak kepala. Bayi
dilahirkan dengan meluksir kepala.
Jam 11.15 lahir bayi perempuan, BBL: 4100 gram, PBL: 50 cm, Apgar Score:
8-9. Sementara jalan napas dibersihkan, tali pusat dijepit dengan 2 klem
kocher pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Bayi diserahkan ke sejawat neonati, untuk perawatan selanjutnya
8

Identifikasi plasenta. Plasenta berimplantasi di SBR belakang, meluas kedepan
menutupi seluruh OUI. Plasenta dilahirkan secara manual. Kavum uteri
dibersihkan dari sisa selaput dan bekuan darah
Luka SBR dijepit dengan beberapa ringtang, uterus dijahit 2 lapis simpul dan
jelujur, kontrol perdarahan, perdarahan tidak ada, dilakukan reperitonealisasi,
kontrol perdarahan kembali, jika tidak ada perdarahan kavum abdomen
dibersihkan dari sisa-sisa perdarahan dan bekuan darah.
Eksplorasi uterus bentuk normal, kedua tuba dan ovarium baik, dilakukan
sterilisasi pomeroy, dinding uterus ditutup lapis demi lapis, dinding abdomen
dijahit lapis demi lapis, peritoneum dijahit jelujur dengan chromic catgut. Otot
dijahit simpul dengan plain catgut. Fascia dijahit dengan chromic catgut. Fat
dijahit simpul dengan plain catgut, kulit dijahit subkutikuler dengan chromic
catgut. Luka operasi ditutup dengan gaas steril. Jalan lahir dibersihkan.
Jam 12.20 Operasi selesai
Keadaan post Operasi:
T: 130/90, N: 88 x/m, R: 22 x/m, S: 36,5°C
TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus baik
Perdarahan ± 400 cc
Diuresis ± 300 cc
Instruksi post Operasi :
Terapi : IVFD RL : D 5 % = 2 : 2 → 30 gtt/menit
Ceftriaxone 3 x 1 gr iv
Metronidazole 2 x 0,5 gr iv
Vit C 1 x 1 amp
Kaltrofen 1 x 2 supp
Puasa s/d peristaltik (+) atau flatus (+)
Periksa Hb 2 jam dan 6 jam post operasi bila Hb < 10 gr/dL transfusi.
9

Follow up Ruangan
6 Agustus 2012
Keluhan: (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 120/70 mmHg; N: 84 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,5 0C
Status Puerpuralis:
Payudara: Laktasi -/- ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: luka operasi tertutup kain haas, keadaan luka baik
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Lokia : Rubra
Peristaltik (+), flatus (+)
BAB (-)/ BAK terpasang kateter
Diagnosis:
P3A0 41 tahun post SCTP hari I a.i. hamil 40-41 minggu belum inpartu +
makrosomia
Lahir bayi ♀ BBL 4100 gr, PBL 50 cm, AS 8–9
Sikap:
- IVFD
- Ceftriaxone inj 3 x 1 gr iv
- Metronidazole 2 x 0,5 gr iv
- Vit C 1 x 1 tab
- Mobilisasi
- Diet: cair, lunak
- Periksa HB post OP 2 jam ( HB: 12,3 gr/dl)
7 Agustus 2012
Keluhan: (-)
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
10

T: 120/80 mmHg; N: 84 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,4 0C
Status Puerpuralis:
Payudara: Laktasi +/+ ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Luka operasi tertutup haas, luka kering, pus (-).
Peristaltik (+), flatus (+)
BAB (-)/ BAK (+)
Diagnosis:
P3A0 41 tahun post SCTP hari II a.i. hamil 40-41 minggu belum inpartu +
makrosomia.
Lahir bayi ♀ BBL 4100 gr, PBL 50 cm, AS 8–9
Sikap:
- Diet TKTP
- Aff infus, Aff kateter
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 2 x 1 tab
- Vit C 1 x 1 tab
8 Agustus 2012
Keluhan: nyeri perut bawah
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 120/70 mmHg; N: 80 x/mnt; R: 20 x/mnt; SB: 36,5 0C
Status Puerpuralis:
Payudara: Laktasi +/+ ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: Luka operasi tertutup haas, luka kering, pus (-).
TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
BAB (-)/ BAK (+)
Diagnosis:
P3A0 41 tahun post SCTP hari III a.i. hamil 40-41 minggu belum inpartu +
makrosomia.
11

Lahir bayi ♀ BBL 4100 gr, PBL 50 cm, AS 8–9
Sikap:
- Diet TKTP
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 1 x 1 tab
- Vit C 3 x 1 tab
- Asi on demand
9 Agustus 2012
Keluhan: nyeri luka operasi
Pemeriksaan Fisik:
KU: Cukup; Kes: CM
Status Praesens:
T: 120/80 mmHg; N: 84 x/mnt; R: 22 x/mnt; SB: 36,6 0C
Status Puerpuralis:
Payudara: Laktasi +/+ ; Tanda-tanda infeksi: -/-
Abdomen: Luka kering, pus (-).
TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi baik
Lokia: Sanguinolenta
BAB (+)/ BAK (+)
Diagnosis:
P3A0 41 tahun post SCTP hari IV a.i. hamil 40-41 minggu belum inpartu +
makrosomia
Lahir bayi ♀ BBL 4100 gr, PBL 50 cm, AS 8–9
Sikap:
- Asi on demand
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 1 x 1 tab
- Vit C 3 x 1 tab
- Rencana rawat jalan
12

DISKUSI
Seorang penderita G3P2A0, 41 tahun, hamil 40 – 41 minggu belum inpartu
Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala + suspek Makrosomia
Yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:
1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Komplikasi
4. Prognosis
Diagnosis
Diagnosis pada penderita didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan kebidanan, maka didapatkan:
Penderita ini telah hamil sebanyak 3 kali, pernah melahirkan 2 kali, tidak
pernah abortus dan berusia 41 tahun.
Penderita sedang hamil dengan usia kehamilan 40-41 minggu berdasarkan
HPHT dan hasil USG yang menunjukkan penderita hamil aterm dan belum
inpartu berdasarkan perderita belum menunjukkan adanya tanda-tanda inpartu
yaitu belum adanya his yang teratur, belum adanya pelepasan lendir campur
darah, dan belum ada pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam.
Tinggi fundus uteri 36 cm, sehingga perkiraan berat badan janin menurut
rumus Johnson Tossec sebesar 3875 gram dan berdasarkan hasil USG dimana
perkiraan berat badan yang didapati yaitu sebesar 4039 gram.
Pasien ini pernah melahirkan anak dengan berat badan lahir 4000 gram.
Kepustakaan mengatakan bahwa bayi makrosomia adalah bayi dengan berat
badan lahir lebih atau sama dengan 4000 gram.1 Namun untuk menentukan bayi
makrosomia merupakan hal yang sulit. Menurut kepustakaan ada tiga metode
utama yang dapat digunakan untuk memprediksi bayi makrosomia. Ketiga metode
utama tersebut adalah penilaian faktor-faktor risiko, palpasi uterus dengan
manuver Leopold, pemeriksaan ultrasonografi (USG). Namun masing-masing
ketiga metode tersebut memiliki kelemahan. Meskipun faktor-faktor risiko
makrosomia telah dapat dikenali, namun meskipun wanita hamil memiliki satu
13

atau dua faktor risiko kemungkinan mendapatkan bayi makrosomia hanya 32%.
Sedangkan ada 34% bayi makrosomia lahir dari ibu yang tidak memiliki faktor
risiko apapun dan 38% lahir dari ibu dengan satu faktor risiko.4,9 Penentuan
makrosomia dengan cara palpasi Leopold juga memiliki kelemahan. Pemeriksaan
fisik dengan manuver leopold dapat dipengaruhi oleh habitus ibu hamil, adanya
hidramnion, kehamilan kembar, dan adanya tumor dalam uterus. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa mean error dengan metode palpasi adalah 300
gram. Pemeriksaan dengan USG tidaklah lebih unggul namun sejumlah penelitian
menuliskan bahwa pemeriksaan USG lebih akurat sedikit dibandingkan metode-
metode lainnya.9
Pada kasus ini didiagnosa dengan suspek makrosomia oleh karena
didapatkan ketidaksesuaian taksiran berat badan janin antara hasil perhitungan
dengan rumus Johnson Tossec dengan hasil pemeriksaan USG. Taksiran berat
badan janin menurut rumus Johnson Tossec yaitu tinggi fundus uteri dikurangi n
(n=11 bila kepala janin masih di atas spina isciadika, n=12 bila kepala janin di
bawah spina isciadika) dikalikan dengan 155.3 Kesalahan TBBA dengan rumus ini
terjadi ketika pemeriksa kurang tepat menentukan tinggi fundus uterus. Hal ini
dapat terjadi pada ibu dengan obesitas sehingga memiliki lapisan lemak yang tebal
pada dinding abdomen atau dapat juga terjadi ketika sedang pemeriksaan leopold
uterus dalam keadaan kontraksi. Pada kasus ini kemungkinan kesalahan
disebabkan karena ibu yang obesitas. Sedangkan kesalahan taksiran juga dapat
dipengaruhi oleh hasil USG. Hasil pemeriksaan USG tidaklah 100% akurat. Hal
ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain keahlian/kompetensi dokter yang
melakukan pemeriksaan, posisi janin yang tengkurap, kehamilan kembar,
ketajaman/resolusi alat USG kurang baik, air ketuban yang sedikit
(oligohidramnion).
Diagnosa pasti makrosomia hanya dapat ditentukan setelah bayi lahir. Pada
kasus ini terbukti bayi tersebut adalah bayi makrosomia karena seteleh ditimbang
berat badan bayi tersebut adalah 4100 gram. Penyebab makrosomia pada kasus ini
diduga akibat obesitas maternal dimana berat ibu 80 kg, sesuai teori yang
mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya makrosomia adalah berat badan ibu
yang > 70 kg. Untuk menyingkirkan penyebab lain terjadinya makrosomia pada
14

ibu ini dapat dilakukan pemeriksaan OTTG untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya diabetes gestasional yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya bayi makrosomia. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
tersebut. Kemungkinan tidak dilakukannya pemeriksaan tersebut karena dari hasil
pemeriksaan GDS pada pasien ini menunjukkan hasil dalam batas normal yaitu 97
gr/dL.
Penanganan
Menurut kepustakaan persalinan pada bayi makrosomia adalah melalui
sectio cesarea.1-9 Hal ini untuk menghindari kompilkasi-komplikasi yang dapat
terjadi selama persalinan pervaginam. Persalinan pervaginam dapat dilakukan
pada janin makrosomia pada kondisi kepala bayi sudah berada pada bidang Hodge
IV dan pada keadaan panggul ibu cukup luas selain itu penolong harus
mempersiapkan diri terhadap kemungkinan yang dapat terjadi selama persalinan
misalnya distosia bahu. Penolong harus mampu untuk melakukan teknik-teknik
yang sesuai untuk melahirkan bayi dengan aman. Traksi yang terlalu kuat harus
dihindarkan dan bahu dapat dilahirkan dengan melakukan manuver McRobert dan
atau dilakukan penekanan pada suprapubik.8 Pada penderita ini direncanakan
untuk dilakukan seksio sesarea elektif dengan memperhitungkan keadaan janin
yang masih baik dan ibu dalam keadaan belum inpartu. Selain itu, pada pasien ini
direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam
karena mempertimbangkan faktor-faktor resiko yang ada pada pasien ini yaitu
usia pasien sudah 41 tahun dan berat badan 80 kg. Jadi sectio cesarea pada pasien
ini sudah tepat.
Komplikasi
Salah satu indikasi dari dilakukannya seksio sesarea adalah ditakutkan
terjadinya komplikasi pada persalinan pervaginam dengan makrosomia dimana
dapat terjadi persalinan lama akibat distosia bahu ataupun cephalo-pelvic
disproportion yang dapat menimbulkan trauma hebat bagi ibu dan bayi.
Komplikasi yang lain yang juga dapat terjadi pada makrosomia ialah perdarahan
post partum, tapi pada kasus ini tidak terjadi.
15

Prognosis
Prognosis makrosomia adalah dubia ad malam baik dari pihak ibu maupun
janin jika dilakukan persalinan pervaginam. Selama kehamilan khususnya pada
ibu diabetes dapat terjadi abortus, preeklampsia, hidramnion, persalinan prematur.
Selama persalinan dapat terjadi persalinan memanjang (kala II lama), ruptura jalan
lahir, perdarahan postpartum. Selama masa nifas dapat terjadi sepsis puerperalis,
laktasi berkurang, meningkatnya morbiditas maternal. Pada janin, selama
kehamilan dapat terjadi kematian janin dalam rahim, maturasi paru terlambat.
Selama persalinan dapat terjadi distosia bahu, cedera pleksus brachialis dan saraf
facialis. Pada bayi dapat terjadi cacat permanen dan meningkatkan kematian
neonatal.9
Prognosis pada kasus ini dapat ditinjau dari ibu dan bayi. Dari pihak ibu
prognosis pada kasus ini sebelum dilakukan operasi adalah dubia ad bonam
karena persalinan dilakukan dengan cara seksio sesarea dengan persiapan yang
cukup baik dan tidak ada penyulit yang bermakna serta keadaan ibu baik sebelum
operasi. Prognosis selama operasi dubia ad bonam karena selama operasi berjalan
dengan baik tanpa komplikasi yang bermakna. Prognosis post operasi juga dubia
ad bonam hal ini dinilai dari selama observasi pada ibu post seksio sesarea tidak
ada keluhan yang bermakna ataupun terjadi komplikasi post seksio sesarea seperti
perdarahan post partum, dan infeksi.
Dari pihak janin prognosisnya adalah dubia ad bonam karena setelah
dilakukan seksio sesarean didapati apgar skornya yaitu 8-9. Ibu dan bayi
dipulangkan dalam keadaan baik.
16

DAFTAR PUSTAKA
1. CunninghamGF, Leveno KJ, Bloom SL et all. Williams Obstetri; ed. 2. New
York: McGray Hill-Companies, 2010: 853-55.
2. Elyyanti. Makrosomia (bayi besar).
http://tropicalslive.blogspot.com/2012/01/makrosomia-bayi-besar.html
(Access on August 15th 2012).
3. Pernoll ML. Benson and Pernoll’s handbook of Obstetrics and Gynecology
10th Edition. New York: McGray Hill, 2001: 219-21.
4. Chauhan SP, Grobman WA, Gherman RA et all. Suspicion and treatment of
the macrosomic fetus: A review. Am J Obstet Gynecol. 2005;193, 332-46.
5. Reece EA, Hobbins JC. Clinical Obstetrics The Fetus & Mother Third Edition.
United State: Blackwell Publishing, 2007: 520-21.
6. Nahum GG. Estimation of Fetal Weight. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com (Access August 15th 2012).
7. Jazayeri A. Macrosomia. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com (Access August 15th 2012).
8. Resnik R. Fetal macrosomia: 3 managements dilemmas. The Journal of family
Practice 2003:15.
9. Zamorski MA, Biggs WS. Management of suspected fetal macrosomia.
American Family Physician Vol 63 Number 2, January 2001.
17