lapkas tht 2 sinus maxillaris.docx
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPKAS THTTRANSCRIPT

LAPORAN KASUS
SINUS MAXILLARIS Ec. DEVIASI SEPTUM NASI
PEMBIMBINGdr.H. Pramushinto Adhy, Sp.THT-KL.
OLEHDesi Khoirunnisa M
Rina MardianaIntan Herlina
KEPANITERAAN ILMU THT
BLUD RSUD SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH JAKARTAPERIODE 9 Februari – 15 Maret 2015

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrabbil’alamin dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan
syukur yang sedalam-dalamnya kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, dan shalawat dan salam terhadap Rasulullah SAW serta para
sahabat dan pengikut beliau, akhirnya Laporan Kasus Kedua yang berjudul
“SINUS MAXILARIS ec DEVIASI SEPTUM NASI ” dapat diselesaikan. Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tunjukan kepada dr.H. Pramushinto
Adhy, Sp.THT-KL.
, yang memberikan waktu dan bimbingan dengan penuh kesabaran. Berserta
Teman-teman seperjuangan Stase Ilmu THT di RSUD Sekarwangi yang selalu
bersama dalam suka dan duka.
Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan, bantuan,
dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya bagi penulis
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Sekarwangi, 27 Februari 2015
Penulis
1

BAB I
PENDAHULUAN
Hidung merupakan organ terpenting yang mendapat perhatian dari
biasanya karena merupakan suatu organ perlindungan tubuh terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada era dimana kita semakin banyak
penelitian dan publikasi ilmiah didedikasikan terhadap bahaya kerja dan polutan
udara, suatu pemahaman mendasar mengenai anatomi dan fisiologi hidung
adalah penting. Hidung mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Sebagai indra penghidu.
Menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru.
Mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru.
Memodifikasi bicara.
Memberikan tambahan resonansi pada suara.
Merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air
mata.
Hidung terdiri dari dua bagian tulang yaitu:
1. Tulang
a) Parspendicularis os etmoidalis (bagian atas)
b) Os vomer (bagian bawah)
2. Cartilago
Cartilago septi nasi/ cartilago quadrangularis
septum nasi adalah dinding vertical yang membagi hidung
menjadi dua bagaian. Bentuk septum nasi normal adalah lurus
ditengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya
septum nasi tidak lueus sempurna di garis tengah. Deviasi
septum yang ringan tidak akan mengganggu pada satu sisi
2

hidung sehingga fungsi dari hidung itu sendiri akan terganggu.(1,2)
Trauma merupakan penyebab terbanyak pada deviasi septum ini, trauma
bisa saja dialami sesudah lahir, selama partus dan masa janin intrauterine,
ketidakseimbangan pertumbuhan tulang rawan septum nasi yang terus tumbuh
dapat pula menyebabkan deviasi septum nasi dimana pada saat bersamaan
batas atas dan bawah septum nasi ini akan tertutup.(1,2)
Bentuk normal septum adalah lurus ditengah rongga hidung tetapi pada
orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi
septum yang ringan tidak akan mengganggu, tetapi bila deviasi itu cukup berat,
menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat
mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.(2) Salah satu komplikasi
dari Deviasi septum terjadinya Sinusitis.
Sinusitis adalah penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai penyebab gangguan kesehatan tersering di
dunia. Sinusitis sering juga disebut sebagai rhinosinusitis.
Sinusitis sendiri adalah suatu peradangan pada mukosa sinus paranasal
yang disebabkan oleh adanya sumbatan atau blokade pada ostio-meatal
complex. Penyebab terjadinya sumbatan sendiri bermacam-macam, antara lain
adanya kelainan bentuk pada hidung, adanya deviasi septum, polip, hipertrofi
konka , infeksi dari gigi ( dentogen) dan rinitis.
Sinus paranasal adalah rongga yang terbentuk pada tulang kepala dan
berhubungan dengan cavum nasi. Sinus paranasal terhubung dengan hidung
melalui lubang yang disebut sebagai ostio-meatal complex. Sinus paranasal
terbagi menjadi 4 yaitu, sinus maksila kiri dan kanan, sinus frontal kiri dan kanan,
sinus etmoid anterior dan posterior, dan sinus sphenoid. Sinus maksila,sinus
frontal dan sinis etmoid anterior bermuara pada meatus media, sementara sinus
sphenoid dan sinus etmoid posterior bermuara pada meatus superior.
3

Sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang sama dengan mukosa hidung oleh
sebab itu sinusitis sering juga disebut sebagai rhinosinusitis.
Sinusitis maksilaris adalah sinusitis yang paling banyak ditemui
dibandingkan dengan sinusitis yang lain. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor
seperti letak anatomis sinus maksilaris dan bahwa sinusitis maksilaris adalah
sinus paranasal yang paling besar dan dasarnya terletak lebih rendah daripada
meatus media .
Sinus maksila sudah terbentuk sejak seseorang lahir, dan pada umumnya
perkembangannya mencapai volume maksimal pada usia remaja.
Sinusitis maksilaris dapat terjadi secara bilateral maupun unilateral, pada
umumnya pasien sinusitis maksila datang dengan keluhan hidung tersumbat,
nyeri di daerah pipi yang menjalar hingga ke gigi, dan adanya sekret hidung yang
jatuh ke tenggorokan (post nasal dripping).
Sinusitis maksilaris diklasifikasikan menjadi 3, yaitu sinusitis maksilaris
akut, sinusitis maksilaris sub-akut dan sinusitis maksilaris kronik.
Pada pembahasan yang berikutnya kita akan membahas secara lebih rinci
tentang sinusitis maksilaris sebagai sinusitis dengan insidens tertinggi.
4

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Nn. Ari Arianti
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : Babakan Garang
Pekerjaan : Bidan
Pendidikan Tertinggi : D3
No.RM : 438423
Tanggal Periksa : 26 Februari 2015
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 26 Februari 2015 pada
jam 12.00 WIB
Keluhan Utama : Sering bersin bersin sejak 7 tahun yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke klinik THT BLUD RSUD Sekarwangi dengan keluhan sering bersin
bersin bila udara dingin dan terkena debu disertai nyeri dibawah mata sejak 7
tahun yang lalu. Hidung sering tersumbat dan nafas menjadi tidak lancar .Pasien
telah berobat ke dokter specialis THT akan tetapi tidak pernah tuntas
mengkomsumsi antibiotika yang diberikan. Pada akhir tahun 2014, pasien
mengeluhkan nyeri hidung disertai sekret yang berbau serta nyeri kepala dan
nyeri dibawah mata makin bertambah. Sehingga Os kembali ke dokter specialis
5

THT-KL, dimana dokter mengatakan berdasarkan hasil radiologi bahwa terdapat
Sinus Maxillaris dan Deviasi Septum. Pada akhir November 2014, dilakukan
pencucian Sinus Maxilaris kiri dan kanan, akan tetapi karena adanya Deviasi
Septum hasilnya kurang memuaskan dan disarankan untuk dilakukan Septo
Rhinoplasty.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit yang sama : pada hidung kanan
Riwayat Truma wajah : Disangkal
Gastritis : (+) 2 tahun yang lalu
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
Alergi : Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga yang sakit sama dengan pasien : Disangkal
Keluarga Hipertensi : Disangkal
Keluarga Penyakit Jantung : Ayah dan Ibu
Keluarga DM : Disangkal
Keluarga Alergi : Disangkal
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien sehari-hari bekerja sebagai Bidan Swasta. Biaya pengobatan ditanggung
oleh BPJS. Kesan sosial ekonomi cukup.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign6

Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 106 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 37,10c
STATUS GENERALIS
- Kulit : normal sama dengan daerah sekitar, ikterik (-)
- Mata : konjungtiva Anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
- Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra
namun tidak kuat angkat, thrill (-),pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
batas atas : ICS II lin.parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra
batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial
midclavicula sinistra
konfigurasi jantung : Dalam Batas Normal
Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV(-)
- PARU
Paru Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
7

2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Belakang
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
- ABDOMEN
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), pekak hepar
(+), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
- Limfe : Pembesaran Limfe leher dan submandibula (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
8

Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus Normotoni Normotoni
Refleks Fisiologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
STATUS LOKALIS
Hidung
Pemeriksaan Luar Kiri Kanan
Hidung Deformitas (-), Sianosis
(-), Hiperemis (-). Nyeri
tekan (-), Krepitasi (-)
Deformitas (-), Sianosis
(-), Hiperemis (-). Nyeri
Tekan (-), Krepitasi (-)
Sinus Nyeri Tekan Sinus (-) Nyeri Tekan Sinus (-)
Rinoskopi Anterior Discharge (-), Septum
deviasi (+), Mukosa
Hiperemis (+), Konka
Hiperemis (+), Konka
oedem (-), Konka
hipertrofi (-), Epistaksis
(-), Massa (-)
Discharge (-), Septum
deviasi (-), Mukosa
Hiperemis (+), Konka
Hiperemis (+),Konka
oedem (-), Konka
hipertrofi (-), Epistaksis
(-), Massa (-)
Discharge (-) (-)
Mukosa Hiperemis (+), massa (-) Hiperemis (+), masa (-)
Konka Hiperemis (+), hipertrofi
(-)
Hiperemis (+), hipertrofi
(-)
Tumor (-) (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
9

Diafanoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Telinga
Telinga Kiri Kanan
Mastoid Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-)
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-)
Pre-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Retro-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Kanalis Eksternus Benda asing (-), sekret (-),
serumen (-), darah (-),
lessi (-), massa (-), edem
(-)
Benda asing (-), sekret (-),
serumen (-), darah (-),
lessi (-), massa (-), edem
(-)
Discharge (-) (-)
Membran Timpani
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Reflek cahaya Memantulkan cahaya
(mengkilap)
Memantulkan cahaya
(mengkilap)
Perforasi (-) (-)
Tenggorok
Bibir : sianosis (-)
Gigi : Karies (-), gigi berlubang (-)
Gingiva : Hiperemis (-), Gingivitis (-), stomatitis (-)
Lidah : Simetris, Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-),
10

Tonsil : Ukuran Tonsil T1-T1, Hiperemis (-), Detritus (-), Granulasi (-),
kripte melebar (-)
Uvula : Asimetris, Hiperemis (-), Luka (-), retraksi (-) kearah kontralateral
Epiglotis : Simetris, Hiperemis (-), Masa (-), Luka (-)
Palatum : Simetris, Masa (-), Hiperemis (-)
Kepala Dan Leher :
Kanan Kiri
Kepala Mesosefal Mesosefal
Wajah Simetris Simetris
Leher Anterior pembesaran tiroid (-),
deviasi trakhea (-)
pembesaran tiroid (-),
deviasi trakhea (-)
Leher Lateral Pembesaran limfe (-),
pembesaran parotis (-)
Pembesaran limfe (-),
pembesaran parotis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS
Pemeriksaan Laboratorium : 17 Februari 2015
Hb ; 12.4 gr%
Leukosit : 8500mm3
Eritrosit : 5.47 juta/mm3
Hematokrit : 38%
Trombosit : 455.000 mm3
LED : 3 ( 1 jam)
7 ( 2jam)
GDS : 79 mg/dL
Ureum : 17 mg/dL
Kreatinine : 0.74 mg/dL
SGOT : 18 UL
SGPT : 10 UL
11

Pemeriksaan Radiologi
X-Foto Waters Os Nasal
Tampak Sinusitis Maxilaris dengan penebalan mukosa
Terdapak Deviasi septum nasi ke Sinistra
Foto Thorak
Dalam batas normal
Resume :
Pasien, wanita usia 25 tahun datang ke klinik THT BLUD RSUD Sekarwangi dengan
keluhan sering bersin bersin bila udara dingin dan terkena debu disertai nyeri
dibawah mata sejak 7 tahun yang lalu. Hidung sering tersumbat dan nafas
menjadi tidak lancar . Pasien mengeluhkan nyeri hidung disertai sekret yang
berbau serta nyeri kepala dan nyeri dibawah mata makin bertambah.
Berdasarkan hasil radiologi bahwa terdapat Sinus Maxillaris dan Deviasi Septum.
Pada pemeriksaan fisik didapat Septum deviasi (+), Mukosa Hiperemis (+), Konka
Hiperemis (+). Pada pemeriksaan penunjang didapat Hb 12.4 gr%, Leukosit
8500mm3, Eritrosit 5.47 juta/mm3, Hematokrit 38%, Trombosit 455.000 mm3,
LED 3 ( 1 jam) dan 7 ( 2jam),GDS 79 mg/dL, Ureum 17 mg/dL, Kreatinine 0.74
mg/dL, SGOT 18 UL, SGPT 10 UL
Diagnosis Banding : Rinosinusitis kronis
Diagnosis : Sinusitis Maxillaris et cause Deviasi Septum Nasi
Rencana Tindakan :
Septo Rhinoplasty
12

Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Terapi THT
- Injeksi Cefotaxim 1 x 2 gr
- Injeksi Ranitidin 1 x 3gr
- Injeksi Keterolac 3 X 3gr
- Methil Prednisolon 3 x 125 gr
- Fenofed 1 x 1
Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
13

FOLLOW UP PASIEN
25/2/
2015
(H1)
S/
Pre Op
Tidak bisa tidur,
nyeri uluhati
O/
KU: tampak sakit
sedang
Kes : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 76x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36.8OC
Ass/
Sinus Maxillaris ec
Deviasi Septum
Th/
IVFD:
Cefotaxim 1 x 2 gr (IV)
Ranitidin 2 x 2ml (IV)
Azitromisin 1 x 1 (IV)
Tremenza 2 x 1 (IV)
26/2/
2015
(H2)
S/
Post Op Hari 1
Merasa kesemutan
pada seluruh
ekstremitas. Nyeri
pada bekas operasi
dibagian hidung kiri.
Tidak tampak
adanya darah pada
tampon hidung.
Demam (-), Jantung
berdebar-debar (+)
O/
KU: tampak sakit
Ass/
Sinus Maxillaris ec
Deviasi Septum
Th/
IVFD:
RL 1000cc/ 24 jam
Cefotaxim 1 x 2 gr (IV)
Ranitidin 2 x 2 ml (IV)
Keterolac 3 X 3gr (IV)
Methil Prednisolon 3 x
125mg (IV)
Fenofed 1 x 1
14

sedang
Kes : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 106 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37.2OC
Lab Post Op:
Hb 13.6 gr%
Leu 17.200 mm3
27/2/
2015
(H3)
S/ Post Op hari ke 2
O/
KU: tampak sakit
sedang
Kes : CM
Tidak ada keluhan
TD : 120/80 mmHg
N : 94x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37OC
Lab 27 Feb 2015
Leu 24.500 mm3
Ass/ Sinus Maxillaris
ec Deviasi Septum
Th/
Cefotaxim 1 x 500mg
Ranitidin 3 x 1
Methil Prednisolon 3 x
125mg
Fenofed 1 x 1
Konsul SPPD
15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEVIASI SEPTUM NASI
Obstruksi saluran pernapasan hidung dapat disebabkan oleh perubahan
struktur atau mukosa, atau keduanya. Ada yang bersifat akut dan kronik. Beberapa
penyebab obstruksi yang bersifat kronik diantaranya: deviasi septum nasi,
pembesaran mukosa hidung, rinitis alergi kronik, rinitis kronik vasomotor, polip
hidung, sinusitis kronik, atresia koana, adenoiditis kronik, dan deformitas hidung
yang terkait dengan trauma1. Gangguan struktur yang paling lazim menyebabkan
obstruksi saluran napas adalah abnormalitas septum hidung yang meliputi deviasi,
obstruksi, impaksi, dan kompresi konka media. Dimana kelainan yang paling sering
ditemukan adalah deviasi septum.
Bentuk septum normal adalah lurus di tengah dan memisahkan dua jalan
aliran udara pada hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum tidak lurus di
tengah. Deviasi septum adalah suatu keadaan dimana ada pergeseran septum dari
garis tengah. Deviasi septum yang ringan (1 atau 2 mm) masih dalam batas normal
dan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, akan
menyebabkan penyempitan pada salah satu sisi hidung.
Definisi
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi
dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum dibagi atas
beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi (klasifikasi Mladina), yaitu:
1. Tipe I; benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II; benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun
masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III; deviasi pada konka media (area osteomeatal dan turbinasi tengah).
4. Tipe IV, “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V; tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain
masih normal.
16

6. Tipe VI; tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII; kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI
Bentuk-bentuk dari deformitas
hidung ialah deviasi, biasanya
berbentuk C atau S; dislokasi,
bagian bawah kartilago septum
ke luar dari krista maksila dan
masuk ke dalam rongga
hidung; penonjolan tulang atau
tulang rawan septum, bila
memanjang dari depan ke
belakang disebut krista, dan
bila sangat runcing dan pipih
disebut spina; sinekia, bila
deviasi atau krista septum
bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya.
Anatomi
Septum nasi adalah suatu dinding yang memisahkan hidung menjadi dua
rongga yang terdiri dari bagian kartilago yang lunak, kartilago quadrangularis, tulang
yang sangat tipis, lamina perpendicularis os ethmoidalis, dan tulang yang lebih tebal,
yakni os vomer, dan bagian-bagian kecil dari os maxilla, os palatum, os nasal, dan os
sphenoidalis
Septum nasi dilapisi oleh membran mukosa dimana sel-sel epitelnya
merupakan jenis sel epitel pseudostratified kolumna yang bersilia yang dikenal
sebagai mukosa respiratorius. Lapisan ini berhubungan erat dengan periosteum dan
pericondrium. Area bagian bawah dikenal sebagai regio respirasi sedangkan bagian
atas dikenal sebagai regio olfaktorius sebab epitelnya mengandung sel-sel
olfaktorius.
17

Dinding medial hidung adalah septum nasi
Etiologi
Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding
Theory (posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital, trauma
sesudah lahir, trauma waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara septum dan
palatum.
Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir,
resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate,
judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.
Etiologi yang paling lazim adalah trauma, yang mungkin intrauterus atau
timbul selama persalinan atau bahkan selama masa kanak-kanak dini atau lebih
lanjut. Cedera selama masa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai dampak
yang lebih besar dibandingkan cedera serupa yang dialami setelah dewasa.
Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum
nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap.
Diagnosis
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada
batang hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan
diagnosisnya. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum
ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil
pemeriksaan bisa normal.
18

Pada anamnesis, keluhan yang paling sering muncul adalah sumbatan hidung.
Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat
hipotrofi konka, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi hipertrofi konka sebagai
akibat mekanisme kompensasi. Perlu ditanyakan pada setiap orang yang menderita
obstruksi saluran pernapasan hidung yang kronis, seberapa jauh keadaan tersebut
mempengaruhi kehidupannya. Penurunan aliran udara di dalam rongga hidung
sebagai akibat adanya obstruksi menyebabkan gangguan penciuman. Epitaksis
(perdarahan dari hidung) juga merupakan manifestasi umum dari gangguan aliran
udara di dalam cavum nasi2. Hal ini terjadi sebagai akibat peningkatan turbulensi
udara dan kecenderungan cavum nasi untuk menjadi kering sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan. Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan nyeri di
sekitar mata.
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi
itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian,
dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
19

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral
atau juga bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain
itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas
septum.
Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding adalah sejumlah keadaan yang menyebabkan obstruksi
saluran pernapasan yang bersifat kronik diantaranya pembesaran mukosa hidung,
rinitis alergi kronik, risitis kronik vasomotor, polip hidung, sinusitis kronik, atresia
koana, adenoiditis kronik, dan deformitas hidung yang terkait dengan trauma
Penatalaksanaan
Analgesik. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Pembedahan.
o Septoplasti.
o SMR (Sub-Mucous Resection).
20

Reseksi subkumukosa (submucous septum resection, SMR) menjadi operasi
yang mencapai puncaknya pada hari-hari peloporannya di awal abad XX.
Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukperiosteum kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang
rawan septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan
mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Pada umumnya operasi ini telah digantikan oleh rekonstruksi atau reposisi
septum nasi.
Septoplasti atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok
direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Prosedur ini
memakan waktu kira-kira 30 menit hingga 1 jam dengan pasien di bawah
pengaruh sedasi intravena atau anestesi umum. Insisi kecil dibuat pada
hidung sehingga tulang dan tulang rawan hidung dapat diinspeksi dengan
baik. Tonjolan-tonjolan tulang yang ada disingkirkan. Tulang rawan yang
menyimpang dikembalikan ke posisinya yang normal. Tulang-tulang juga
dikembalikan ke tengah untuk menjamin aliran udara yang normal. Setelah
itu sepasang splint/stent intranasal dipasang selama beberapa hari biasanya
5 – 7 hari, tergantung luas tindakan, dan biasanya pasien menggunakan
pembalut hidung luar. Splint ini memungkinkan pasien dapat bernapas
dengan melalui hidung dan memudahkan untuk menelan makanan.
21

Tidak akan ditemukan pembengkakan di sebelah luar karena tulang-tulang
hidung tidak diintervensi. Pasien dapat langsung pulang ke rumah pada hari
yang sama setelah operasi.Terdapat sedikit rasa ketidaknyamanan di dareah
nasal untuk 24 – 36 jam setelah operasi. Untuk itu dapat digunakan analgesik
oral atau penempatan kantong es di daerah nasal untuk mengurangi rasa
ketidaknyamanan tersebut. Irigasi nasal dan suplementasi nasal dengan
steroid semprot dapat digunakan bila penyembuhan telah dicapai dengan
sempurna.
Beberapa jenis pelindung harus digunakan di malam hari selama kurang lebih
6 minggu. Pasien harus dinasehatkan untuk tidak mengangkat barang yang
lebih dari 9 kilogram selama beberapa minggu dan tidak meningkatkan
denyut jantung untuk sekitar 10 – 14 hari setelah pembedahan, sampai
seluruh tampon dan pembalut dilepaskan dan luka menyembuh. Aktivitas
normal dapat dimulai dalam 10 – 20 hari.
Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya infeksi rongga hidung, rinosinusitis, dan sinusitis kronik.
Prognosis
Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik. dan
pasien dalam 10 – 20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya
saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan. Termasuk
juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.
22

SINUS MAXILARIS
Anatomi dan Fisiologi Sinus Maksilaris
Sinus paranasal adalah sinus yang berada di sekitar hidung. Bentuk dan
ukurannya pun bervariasi.
Ada 4 pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid.1
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.1 Sinus maksila bermuara pada pada meatus media.
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1
Sinus maksila yang telah terbentuk sempurna mencapai dasar orbita dan
terbentang dari premolar 1 hingga molar 3.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinusnya ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan
23

infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiorna ialah dasar orbita.dan dinding inferiornya ialah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1
Apapun fungsi asli sinus (tak pernah ada ketentuan yang pasti), sinus
paranasal merupakan lanjutan langsung dari bagian traktus respiratorius bagian atas
dan karenanya sering terlibat infeksi daerah tersebut. 3
Definisi Sinusitis
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal.1
Maka berdasarkan definisi tersebut sinusitis maksilaris adalah inflamasi mukosa
sinus maksilaris.
Etiologi
Penyebab lokal antara lain adalah adanya penyakit adenotonsilar,atresia
koana, diskinesia silia, dan barotrauma.4
Menurut penelitian bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenza, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.1,2,4
Faktor predisposisi sinusitis maksillaris akut
Semua keadaan anatomik atau fisiologik yang dapat menimbulkan sumbatan
drainase dari sinus , menyebabkan stasis sekret, dan hal ini menyebabkan infeksi.3
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia
seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.1
Penyebab lokal lain yang merupakan predisposisi terjadinya sinusitis adalah
polip alergi dengan lokasi yang tidak menguntungkan.3
24

Infeksi apikal dari akar gigi yang menonjol ke dalam sinus maksila dapat
menyebabkan infeksi. Hal ini terutama terjadi jika gigi yang terinfeksi seperti ini
diangkat dan terjadi fistel ke dalam sinus maksila.3
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin
dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia.1
Klasifikasi Sinusitis Maksilaris Akut
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu dan kronuk jika lebih dari 8 minggu.1
Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4
minggu, sub-akut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kkronik jika lebih dari 3
bulan.1
Patofisiologi Sinusitis Maksilaris Akut
Sinusitis maksilaris akut biasanya terjadi menyusul suatu infeksi saluran napas atas
yang ringan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya edema pada ostio-meatal
complex sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan mengakibatkan sumbatan pada ostium meatus media.
Tersumbatnya ostium meatus media mengakibatkan terjadinya tekanan negatif
dalam rongga sinus sehingga terjadilah transudasi serous. Hal ini dapat dianggap
sebagai rhinosinusitis non bacterial dan biasanya dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan dalan beberapa hari. Namun jika kondisi tersebut menetap, sekret yang
terkumpul dalam sinus akan menjadi media bagi berkembangnya bakteri di dalam
rongga sinus sehingga mengakibatkan terjadinya sinusitis maksilaris akut.1,2,6
Gejala dan tanda
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai rasa
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok
(post nasal drip). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Pada sinusitis maksila
kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi.1
25

Gejala terbagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala subjektif
Gejala subjektif adalah gejala yang dirasakan/dikeluhkan oleh pasien. Gejala
subjektif sinusitis maksilaris akut antara lain adalah nyeri di daerah pipi, sakit
kepala hebat yang tidak hilang dengan beristirahat, nyeri tekan di daerah
sinus maksilaris, malaise, nyeri gigi pada gerakan kepala, dan gangguan
penghidu ( anosmia ).
2.Gejala objektif
Gejala objektif adalah gejala yang dapat dilihat oleh pemeriksa. Gejala
objektif sinusitis maksilaris meliputi, demam, oedema di kulit di bagian
maksila, pus di meatus media, dan transiluminasi terlihat suram.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang leih tepat dan
dini.1
Selama berlangsungya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan
mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus
atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri pada
palpasi dan perkusi. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus, transiluminasi berkurang
bila sinus penuh cairan. Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Transiluminasi sinus memberikan informasi yang objektif atas kondisi sinus maksila
dan frontal. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
kegunaannya.
a. Anamnesis
Pada Anamnesis pada umunya ditemui keluhan berupa :
1) Nyeri yang menjalar dari pipi hingga ke gigi, terutama pada bagian molar
dan premolar
26

2) sakit kepala, pada pasien sinusitis biasanya sakit kepala tidak bertambah
ringan dengan memejamkan mata.
3) Adanya gangguan penghidu, rasa penuh dan tersumbat pada hidung,
namun sekret tidak dapat keluar.
4) Post nasal dripping, yaitu jatunhya sekret hidung ke tenggorokan.
Gejala yang dikeluhkan oleh tiap-tiap pasien biasanya bervariasi dan tidak
selalu sama. Namun secara umum adanya gejala-gejala tersebut dapat
menjadi acuan untuk mencurigai bahwa pasien menderita sinusitis maksilaris
akut.
b. Pemeriksaan Fisik
Jenis pemeriksaan Hidung dan sinus Paranasalis terdiri atas :
1) Pemeriksaan dari luar, yang bisa didapati dalam pemeriksaan ini adalah
adanya nyeri tekan di daerah sinus maksilaris, adanya oedema kulit
ringan, nyeri perkusi di daerah sinus maksilaris, dan ada tidaknya kelainan
bentuk hidung .
2) Rinoskopi anterior, bisa didapati adanya pus dari meatus media, pada
pasien rhinosinusitis didapati mukosa hidung oedema dan hiperemis.
3) Pemeriksaan transiluminasi, bisa didapati hasil yang suram. Namun
kesuraman pada hasil permeriksaan transiluminasi tidak selalu berarti
sinusitis.
4) Pemeriksaan sinuscopy
c. Pemerisaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan adalah foto polos dengan posisi waters,
PA, dan lateral, umumnya hanya mampu menilai sinus maksila dan frontal. Gold
standard untuk diagnosis sinusitis adalah CT-scan.1
27

a. Foto sinus normal tampak depan, b. Foto sinus normal tampak samping
c.foto sinusitis maksilaris
Diagnosis banding
Diagnosis banding sinusitis maksilaria akut meliputi : sinusitis maksilaris kronik, polip,
tumor maligna dan benigna hidung , tumbuhya gigi molar 3.5
Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah:
1) mempercepat penyembuhan;
2) mencegah komplikasi;
3) mencegah perubahan menjadi kronik.1
28

A. Terapi Medikamentosa
Sinusitis maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti
amoksisilin, ampisilin, penisilin-G atau eritromisin lus sulfonimid, dengan alternatif
lain berupa amoksilon/klavulanat, sefaklor, sefuroksim, dan trimetropimplus
sulfonamid. Dekongestan seperti pseudoefedrin juga bermanfaat, dan tetes hidung
poten seprti fenilefrin (Neo-Synephrine) atau oksimetazolin dapat digunakan selama
beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan.1,2,4,5
B. Terapi Non-Bedah
Irigasi sinus maksila, dilakukan melalui ostium antrum, menggunakan
kanula antrum dari Pierce. Setelah daerah di bawah pertengahan
konka media dianestesi, kanul dimasukan ke arah atas dan belakang
dengan ujung bengkoknya pada posisi vertikal.
C. Terapi Bedah
Terapi bedah dengan cara Caldwell-Luc
Bedah sinus Endoskopi Fungsional
Tampon Argyrol
Lavase
Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut.1
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain Eksoftalmus, Nyeri orbita,
Pembengkakan kelopak mata, Selulitis dan abses orbita, Sindroma fisura orbitalis
superior, Osteomielitis dari maksila superior, Mucocoele, Ekspansi sinus maksilaris,
Komplikasi gigi, Kelainan intrakranial, dan kelainan paru.1,2,3,4,5,8
29

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E. A., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta : FKUI. 2007.
2. Petrus A. Obstruksi Hidung Akibat Perubahan Struktur dalam Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan. Jakarta: EGC, 1996; hal. 194-196
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Hidung dan Sinus Paranasalis dalam Boies Buku
Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC, 1994; hal. 232-233
4. Mangunkusumo E, Nizar NW. Kelainan Septum dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI Press,
2001; hal 99 – 100
5. Kim HD, Park HY, Kim HS, Kang SO, Park S J, Han N S dkk. Effect of septoplasty
on inferior turbinate hypertrophy. Arch otolaryngol head and neck surg
2008;134(4):419-23
6. Walsh WE, Korn RC. Sinonasal anatomy, functio, and evaluation. In. Bailey BJ,
Jhonson JT ed. Head and neck surgery-Ototlaryngology, 4th ed, volume 1.
Philadephia:Lippincott Williams & Wilkins, 2006 P:307-18.
7. Friedman M, Vidyasagar R. Surgical management of septal deformity, turbinate
hypertrophy, nasal valve collapse, and choanal atresia. In. Bailey BJ, Jhonson JT
ed. Head and neck surgery-Ototlaryngology, 4th ed, volume 1.
Philadephia:Lippincott Williams & Wilkins, 2006 P: 319-34
8. Gurr DG. Endoscopic septoplasty: Technique and outcomes. The journal of
otolaryngology 2003;32:6-11
9. Chung BJ, Batra PS, Citardi MJ, Lanza DC. Endoscopic septoplasty: Revisitation
of technique, indications, and outcomes. American journl of rhinology
2007;21:307-11
10. Ascanio LD, Manzini M. Quick septoplasty: Surgical technique and learning
curve. Aest plast surg 2009;33:814-18
11. Sindwani R, Wright ED. Role of endoscopic septoplasty in treatment of atypical
facial pain. The journal otolaryngology 2003;32:77-80.
12. Soetjipto D. Septoplasti. Dalam: Kursus & demo operasi septorinoplasti. Hotel
Bumi Karsa, Jakarta 2000: 8-17.
30

13. Prepageran N, Lingham OR. Endoscopic septoplasty: The open book method.
14. Nawaiseh S, Al-Khtoum N. Endoscopic septoplasty: Retrospective analysis of 60
cases. J Pak Med Assoc 2010;60:796-8.
15. Gupta N. Endoscopic septoplasty. Indian J of otolaryngol head and neck surg
2005;57:240-3.
16. Su MC, Chiang JL, Jiang RS. Endoscopic septoplasty conjunction with
endoscopic surgery. Mid Taiwan J med 2004;
31