dermatosis eritroskuamosa

40
Dermatosis Eritroskuamosa Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh adanya eritema dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang terutama terdapat pada dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan sisik/terkelupasnya kulit. Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan eritroderma. PSORIASIS Definisi Psoriasis ialah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka waktu lama dan berulang (kronik residif), penyakit ini secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup serta menggangu kekuatan mental seseorang bila tidak dirawat dengan baik. Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian kulit pada penderita psoriasis berlangsung 1

Upload: emma-hutabarat

Post on 02-Jul-2015

1.236 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: dermatosis eritroskuamosa

Dermatosis Eritroskuamosa

Dermatosis eritroskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh

adanya eritema dan skuama. Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa kemerahan

yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama

merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit

yang terutama terdapat pada dermatosis eritroskuamosa adalah berupa kemerahan dan

sisik/terkelupasnya kulit.

Dermatosis eritroskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan

di dalamnya, antara lain: psoriasis, parapsoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan

eritroderma.

PSORIASIS

Definisi

Psoriasis ialah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses

pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka

waktu lama dan berulang (kronik residif), penyakit ini secara klinis sifatnya tidak

mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh

mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup serta menggangu kekuatan mental

seseorang bila tidak dirawat dengan baik.

Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung

selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian kulit pada penderita psoriasis

berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2–4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat)

pergantian sel kulit yang banyak dan menebal.

Sampai saat ini penyakit Psoriasis belum diketahui penyebabnya secara pasti,

sehingga belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total penyakit ini.

Epidemiologi

Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan (insiden

rate) yang berbeda. Pada orang kulit putih lebih tinggi dibanding kulit berwarna.

Sedangkan dari segi umur, Psoriasis dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih

kerap dijumpai pada dewasa.

1

Page 2: dermatosis eritroskuamosa

Etiologi

Penyebab Psoriasis hingga kini belum diketahui secara pasti. Diduga beberapa

faktor sebagai pencetus timbulnya Psoriasis, antara lain:

Faktor herediter (genetik).

Disebutkan bahwa seseorang beresiko menderita Psoriasis sekitar 34-39% jika salah

satu orang tuanya menderita Psoriasis, dan sekitar 12% jika kedua orang tuanya tidak

menderita Psoriasis.

Faktor psikis.

Sebagian penderita diduga mengalami Psoriasis karena dipicu oleh faktor psikis.

Sedangkan stress, gelisah, cemas dan gangguan emosi lainnya berperan menimbulkan

kekambuhan. Padahal penderita Psoriasis pada umumnya stress lantaran melihat bercak

di kulitnya yang tak kunjung hilang.

Faktor infeksi fokal.

Beberapa infeksi menahun (kronis) diduga berperan pada timbulnya Psoriasis.

Penyakit metabolik (misalnya diabetus melitus laten).

Faktor cuaca.

Pada beberapa penderita mempunyai kecenderungan membaik saat musim panas dan

kambuh pada musim hujan.

Silang pendapat seputar faktor-faktor pemicu timbulnya Psoriasis masih

berlangsung. Karenanya tak perlu heran jika kita mendengar berbagai perbedaan terkait

pencetus Psoriasis.

Gambaran klinis

Pada tahap permulaan, mirip dengan penyakit-penyakit kulit dermatosis

eritroskuamosa (penyakit kulit yang memberikan gambaran bercak merah bersisik).

Namun gambaran klinis akan makin jelas seiring dengan waktu lantaran penyakit ini

bersifat menahun (kronis).

Gejala-gejala Psoriasis adalah sebagai berikut, awalnya, psoriasis ditandai dengan

bercak merah, kadang gatal, berbatas jelas yang tiba-tiba muncul di kulit, terutama di

siku, lutut, daerah tulang ekor (lumbosakral), kepala dan daerah genital. Di permukaan

bercak terdapat sisik (skuama) berwarna putih mirip mika atau putih keperakan, kering,

berlapis, kasar dan transparan.

Selanjutnya, bercak merah membesar, dan beberapa bercak bergabung membentuk

bercak yang lebih lebar. Bercak pada umumnya berbentuk bulat atau oval, berukuran satu

2

Page 3: dermatosis eritroskuamosa

hingga beberapa sentimeter dan menetap dalam waktu yang lama. Selain di kulit, psoriasis

dapat mengenai kuku dan sendi (jarang).

Berdasarkan bentuk klinis, psoriasis dibedakan menjadi beberapa macam, yakni:

1. Psoriasis vulgaris

Bentuk ini ialah yang lazim ditemukan, karena itu disebut vulgaris. Dinamakan juga

tipe plak karena lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti

yang telah diterangkan di atas.

2. Psoriasis pustulosa

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis jenis ini, pertama dianggap sebagai penyakit

tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis

pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis

pustulosa palmo-plantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis

pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).

a. Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)

Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau

telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul

kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)

Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena

penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya

(ampisilin dan amoksisilin) serta antibiotik betalaktam yang lain, hidroklorokuin,

kalium jodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein, fenilbutason dan

salisilat. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres

emosional, serta infeksi bakterial dan virus.

Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah menderita

psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita

psoriasis.

Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum

berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin

eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa

pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul milier pada

plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk “lake of

pus” berukuran beberapa cm.

Kelainan-kelainan semacam itu akan berlangsung terus menerus dan dapat

3

Page 4: dermatosis eritroskuamosa

menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis (dapat

mencapai 20.000/μl), kultur pus dari pustul steril.

3. Psoriasis arthritis

Timbul dengan peradangan sendi, sehingga sendi terasa nyeri, membengkak dan kaku,

sama persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini, penderita harus segera ditolong agar

sendi-sendinya tidak sampai terjadi keropos.

4. Psoriasis gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbul mendadak dan diseminata,

umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza

atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul

setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral.

5. Psoriasis inversa

Disebut juga psoriasis fleksural karena mempunyai tempat predileksi pada daerah

fleksor sesuai dengan namanya.

6. Psoriasis eritroderma

Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya

sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena

terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak

samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.

Penatalaksanaan

Mengingat bahwa hingga kini belum dapat diberikan pengobatan kausal

(menghilangkan penyebabnya), maka pengobatan yang dilakukan adalah upaya untuk

meminimalisir keluhan, yakni:

1. Menekan atau menghilangkan faktor pencetus (stress, infeksi fokal, menghindari

gesekan mekanik, dll).

2. Mengobati bercak-bercak psoriasis.

• Pengobatan topikal (obat luar: salep, krim, pasta, larutan) merupakan pilihan

utama untuk pengobatan psoriasis. Obat-obat yang lazim digunakan, antara lain:

Kortikosteroid (misalnya: triamsinolon asetonid, fluosinolon asetonid,

betamethason valerat, betamethason benzoat), Ter (misalnya, LCD 2-5%), antralin

0,1-0,8%, Kalsipotriol, dll. Selain itu, pada beberapa penderita tertentu dilakukan

pengobatan penyinaran dengan ultraviolet.

• Pengobatan sistemik (obat minum, suntikan). Cara ini dilakukan dengan berbagai

4

Page 5: dermatosis eritroskuamosa

pertimbangan karena adanya kemungkinan efek samping yang ditimbulkannya

pada pemakaian jangka panjang. Obat-obat yang biasa digunakan diantaranya:

kortikosteroid, metotreksat (MTX), retinoid, siklosporin.

• Pengobatan kombinasi , cara ini meliputi: kombinasi psoralen dengan penyinaran

ultraviolet (PUVA), kombinasi obat topikal dan sistemik.

Prognosis

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini bersifat

kronik residif. Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total karena

penyebab pasti psoriasis belum diketahui. Namun, psoriasis dapat dikendalikan agar tidak

mudah kambuh dengan cara menghindari faktor-faktor pencetusnya.

PARAPSORIASIS

Definisi

Parapsoriasis adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema dan

skuama, pada umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dan kronik.

Tahun 1902, Brocq pertama kali menggambarkan 3 tanda utama yaitu Pityriasis

lichenoides (akut dan kronik), Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang

luas (parapsoriasis dan plak).

Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

Parapsoriasis gutata

Parapsoriasis variegata

Parapsoriasis en plaques

Parapsoriasis menggambarkan kelompok penyakit yang sulit dipahami dan

dibedakan gambaran klinisnya. Ada 2 bentuk umum: tipe plak kecil, yang biasanya

bersifat ringan dan tipe plak besar yang merupakan precursor dari cutaneous T-cell

lymphoma (CTCL). Beberapa pasien dengan parapsoriasis tipe plak kecil akhirnya

berkembang menjadi CTCL.

Epidemiologi

Tidak ada data statistik tentang insiden dan frekuensi parapsoriasis. Pasien dengan

parapsoriasis plak besar bisa tidak diketahui bila terjadinya secara asimptomatik. Insiden

parapsoriasis bisa lebih besar dari insiden MF yang dilaporkan, yang mana kasusnya

paling banyak 3 kasus per juta populasi per tahun. Kematian telah dilaporkan pada

5

Page 6: dermatosis eritroskuamosa

parapsoriasis. Morbiditas dibatasi dengan gejala yang masih minimal, untuk parasporiasis

plak besar, mortalitas bisa dihubungkan dengan progresifitas CTCL. Tahap patch MF bisa

di dapat pada tahap awal CTCL, dan harapan hidup selama 5 tahun lebih 90%. Harapan

hidup jangka panjang tidak berbeda dari populasi yang terkontrol.

Gambaran penyakit ini jarang terjadi pada orang kulit hitam. Distribusi geografi

berbeda. Hal ini umum terjadi pada bagian selatan daripada bagian utara Inggris dan

jarang ditemukan di Amerika. Psoriasis plak kecil banyak terdapat pada laki-laki. Rasio

laki-laki dengan perempuan 3:1. Untuk kedua parapsoriasis, kebanyakan terjadi pada

umur pertengahan, insiden puncaknya pada dekade kelima kehidupan.

Patogenesis

Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada

umumnya tanpa keluhan(kadang-kadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan

menahun. Namun, penyakit ini mempunyai tahap yang berbeda pada gangguan

lymphoproliferative yang berlanjut dari kronik dermatitis ke cutaneous T-cell lymphoma

(CTCL).

Parapsoriasis plak kecil merupakan proses reaktif dari sebagian besar sel T CD4+.

Pola genotip diobservasi pada parapsoriasis plak kecil sama dengan yang diobservasi pada

dermatitis kronik dan pola klonalitas sel T sama dengan respon sel T subset spesifik yang

telah distimulasi oleh antigen. Klone multiple dominant dapat dideteksi oleh reaksi rantai

polymerase (PCR) dari penggunaan gen reseptor sel-T, yang mendukung proses reaktif.

Limfosit tidak menunjukkan gambaran khas histologis untuk memperkirakan perubahan

terjadinya keganasan. Beberapa ahli percaya bahwa parapsoriasis plak kecil merupakan

lymphoma sel-T yang hancur; bagaimanapun, sampai saat ini belum ada bukti yang jelas,

seperti perubahan genetik (contohnya, mutasi TP53) yang diobservasi pada keganasan

yang lain yang terdapat untuk mendukung hal ini. Namun, pencarian untuk memverifikasi

hipotesis ini adalah identifikasi terbaru dari peningkatan aktivitas telomerase pada sel T

dari CTCL stadium awal, lymphoma stadium lanjut dan pada parapsoriasis, yang mana

aktivitasnya tidak terdapat pada sel-T normal.

Parapsoriasis plak besar merupakan gangguan inflamasi kronik, dan

patofisiologinya telah dispekulasi menjadi stimulasi antigen jangka panjang. Gangguan ini

dihubungkan dengan penggandaan sel-T dominan, salah satunya bisa terdapat diatas 50%

dari infiltrasi sel-T. Jika gambaran histologisnya benigna tanpa atipikal limfosit,

klasifikasi dari parapsoriasis plak besar dibuat. Jika terdapat atipikal limfosit, maka pasien

6

Page 7: dermatosis eritroskuamosa

bisa diklasifikasikan sebagai CTCL tahap patch.

Gambaran klinis

Parapsoriasis Gutata

Lesi dari parapsoriasis gutata adalah makulopapul yang mirip dengan psoriasis gutata,

dengan skuama berwarna keabu-abuan. Tidak seperti psoriasis, parapsoriasis gutata

tidak berespon terhadap terapi antipsoriatik. Lesi muncul terutama pada badan, terjadi

pada umur berapa saja dan kedua jenis kelamin, dan bersifat kronik (bertahan sampai

bulan hingga tahun).

Parapsoriasis Likenoid

Parapsoriasis likenoid digambarkan dengan eritem, skuama, papul likenoid, terutama

pada badan, yang cenderung bergabung dan membentuk retiform appearance. Erupsi

lebih menyeluruh dibanding pada parapsoriasis gutata dan menyerang leher, badan,

dan lengan. Biasanya tidak terdapat pruritus, dan tidak mempengaruhi kesehatan

pasien secara umum.

Parapsoriasis en Plaque

Lesi dari parapsoriasis en plaque biasanya lebih besar dari parapsoriasis gutata atau

parapsoriasis likenoid. Lesinya rata dibandingkan psoriasis dan mungkin berhubungan

dengan poikiloderma pada tempat lain. Plak mencakup warna merah kekuningan

sampai kecoklatan dengan skuama yang berbatas tegas, dan terjadi biasanya terutama

pada badan, gluteus, dan paha.

Pemeriksaan Penunjang

Histopatologis parapsoriasis plak kecil menunjukkan infiltrat limfosit perivaskular

superfisial ringan dengan infiltrat inflamasi nonspesifik sel-T CD4+ dan CD8+.

Bagaimanapun, sebagian besar sel merupakan CD4+. Pada epidermis bisa menunjukkan

spongiosis ringan, hiperkeratosis fokal, krusta, parakeratosis dan eksositosis. Selalunya

polanya tidak terdiagnosis dan tidak spesifik. Limfositnya kecil dan tidak menunjukkan

gambaran atipikal.

Parapsoriasis plak besar, infiltrat inflamasi dermal superfisial sebagian besar

adalah limfosit. Beberapa limfosit junction epidermal-dermal dan limfosit tunggal dapat

diobservasi pada epidermis. Limfosit biasanya kecil dan tidak menunjukkan nuclei yang

atipikal. Pembuluh darah melebar, dan terdapat melanophages. Epidermis menunjukkan

pendataran rete ridges ketika terjadi atropi epidermal yang menonjol pada uji klinis.

7

Page 8: dermatosis eritroskuamosa

Terdapat achantosis dari epidermis dan hiperkeratosis irregular dari lapisan cornified.

Pada parapsoriasis plak kecil tidak terdapat spongiosis.

Penatalaksanaan

Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering

mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau

bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan

pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis.

Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan

diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan

vitamin E.

Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat

badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek

menghambat kemotaksis neutrofil.

Diagnosis banding

Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda

dengan parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal,kasar, berlapis-lapis, dan

terdapat fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya

berbeda.

Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi

perjalanannya tidak menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain adalah pada

pitiriasis rosea susunan ruam sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Pitiriasis rosea

ditandai dengan suatu lesi yang berukuran 2-10 cm. Biasanya pitiriasis rosea berawal

sebagai suatu bercak tunggal dengan ukuran yang lebih besar, yang disebut herald patch

atau mother patch. Beberapa hari kemudian akan muncul bercak lainnya yang lebih kecil.

Bercak sekunder ini paling banyak ditemukan di batang tubuh, terutama di sepanjang

tulang belakang dan penyebabnya tidak diketahui.

Komplikasi

Perkembangan dari dermatitis kontak berhubungan dengan penggunaan agen

kemoterapi. Mortalitas belum pernah dilaporkan pada small plaque parapsoriasis.

morbiditas terbatas pada gejala, yang hanya berefek minimal. Untuk large plaque

parapsoriasis, mortalitas mungkin berubungan dengan progresi ke MF (CTCL). Pada

8

Page 9: dermatosis eritroskuamosa

tingkatan tertentu dari MF menunjukkan stage awal dari CTCL, dan tingkat survive lebih

dari 90%.

Prognosis

Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama, kecuali

parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides, yang

berpotensi lebih fatal.

DERMATITIS SEBOROIK

Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah

kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea. Prevalensi dermatitis seboroik

sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit

ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada

usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun.

Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa

kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup

semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki

dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin

bertambah umur anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini

menderita dermatitis seboroik ringan.

Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan

bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi.

Definisi

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah

tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial,

didasari oleh faktor konstitusi.

Etiologi

Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai

macam faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor

neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini. Menurut Djuanda (1999) faktor

predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik.

Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat

9

Page 10: dermatosis eritroskuamosa

mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah

pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan

setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.

Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan

proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus

ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid

sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa

Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang

berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.

Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi

belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bisa terjadi.

Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsy,

major truncal paralysis) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar

disembuhkan. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita

tersebut sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan.

Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi

tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun

dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita

AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset

dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum

diketahui.

Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seboroik. Obat-obat

tersebut adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin,

ethionamide, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa,

phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, dan trioxsalen.

Klasifikasi dan Manifestasi Klinik

Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung

kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya

melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan

jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis

auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik

dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal,

infra mamae, dan anogenital.

10

Page 11: dermatosis eritroskuamosa

Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pada remaja dan dewasa

Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak

ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada

belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan

peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan

dan daerah infra mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe

dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih umum ) dan tipe

pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan

perifollikular coklat kemerah-merahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut

menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion

seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang

menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi.

Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling

(ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan

tidur.

2. Pada bayi

Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks

kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana

pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan

dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau

kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat

setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering

terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper

dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan

anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem

imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general

sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s disese). Sehingga apabila

bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:

1. Seboroik kepala

Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-

kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang

disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan

11

Page 12: dermatosis eritroskuamosa

berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien

mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa

gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan

frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut.

Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.

Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan

rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat

sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada

kepala bayi disebut Cradle cap.

Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada

wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis

atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan

tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi

infeksi bakterial.

2. Seboroik muka

Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula

eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan.

Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa

didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis.

Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya.

Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbae.

3. Seboroik badan dan sela-sela

Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus,

krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada

permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah

badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di

daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi

sekunder.

Diagnosis

1. Anamnesis

Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/dandruft.

Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian mengganggap

dandruft adalah bentuk dermatitis seboroik ringan tetapi sebagian berpendapat lain.

12

Page 13: dermatosis eritroskuamosa

2. Pemeriksaan fisik

Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas.

Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai berminyak kekuningan, umumnya

tidak disertai rasa gatal.

Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta

keras. Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar ke

kulit dahi, belakang leher dan belakang telinga.

Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti kulit kepala, dahi,

alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga. Perluasan ke daerah submental

dapat terjadi.

3. Histologis

Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat ditemukan

hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis.

Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis.

Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia

follicular. AIDS berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis,

nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang

tampak dalam keratinosites dengan pengecatan khusus.

Diagnosis Banding

1. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik pada dewasa tampak pada fossa antecutabital dan poplitea. Bayi

dapat menderita dermatitis atopi predileksi terutama pada bagian tubuh tertentu

(misalnya kulit kepala, wajah, daerah sekitar popok, permukaan otot ekstensor)

menyerupai dermatitis seboroik. Akan tetapi dermatitis seboroik pada bayi memiliki

ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan weeping dan kurang gatal.

Membedakannnya berdasarkan gejala klinis karena kenaikan kadar immunoglobulin E

pada dermatitis atopik tidak spesifik.

2. Kandidiasis

Pada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan pseudohifa.

3. Langerhans cell histiocytosis

Bayi jarang menderita Langerhans cell histiocytosis. Langerhans cell histiocytosis

cirinya seborrhoic dermatitis-like eruptions pada kulit kepala disertai demam.

4. Psoriasis

13

Page 14: dermatosis eritroskuamosa

Pada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti

mutiara dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang khusus untuk psoriasis. Tanda

lain dari psoriasi seperti pitting nail atau onycholysis distal dapat untuk membantu

membedakan.

5. Pitiriasis rosea

Pitiriaris rosea dapat terjadi eritem pada wajah menyerupai dermatitis seboroik.

Meskipun rosea cenderung melibatkan daerah sentral wajah tetapi dapat juga hanya

pada dahi. Pada pitiriasis rosea, skuamanya halus dan tak berminyak. Sumbu panjang

lesi sejajar dengan garis kulit.

6. Tinea

Pada tinea kapitis, dijumpai alopesia, kadang-kadang dijumpai kerion. Pada tinia

kapitis dan tine kruris eritem lebih menonjuo di pinggir dan pinggirnya lebih aktif

dibandingkan tengahnya (Hrahap, 2000). Tinea capitis, facei dan korporis dapat

ditemukan hipa pada pemeriksaan sitologik dengan potassium hydroksida.

Penatalaksanaan

Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi, keratolitik,

anti jamur dan pengobatan alternatif.

1. Obat anti inflamasi

Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan

steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa

shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan

pada kulit kepala atau krim pada kulit.

Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang

pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Efek utama

penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek

vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek vasokonstriksi

akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek anti inflamasi yang terutama

terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai dermatoses yang didasari oleh proses

inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya efek antimitosis terjadi karena

kortikosteroid bersifat menghambat sintesis DNA berbagai jenis sel.

Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal satu

atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal

potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah

14

Page 15: dermatosis eritroskuamosa

lipatan atau dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole

dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama dua

minggu). Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping

pada kulit dimana dapat terjadi atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral.

Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim

pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi

kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga

terlibat, tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu.

2. Keratolitik

Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik

yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik dan

shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti

fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan

rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit

kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti

wajah.

3. Anti fungi

Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis

seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu, satu kali

sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada

wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai.

Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim

atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal

lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti

inflamasi juga.

Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan topical

terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.

4. Pengobatan Alternatif

Terapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca oil) merupakan

minyak essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini efektif dan ditoleransi dengan

baik jika digunakan setiap hari sebagai shampo 5%.

Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggot

Banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara efektif

15

Page 16: dermatosis eritroskuamosa

dengan memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan shampo anti ketombe

yang mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif

lain shampo ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala dan

daerah jenggot selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing dapat

dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit dapat

dikendalikan frekuensi memakan shampo dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu atau

seperlunya. Solusio topical terbinafin 1 % efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada

kulit kepala.

Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama dapat dihilangkan

dengan memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun pada kulit kepala dan

dibersihkan dengan deterjen seperti dishwashing liquid atau shampoo tar beberapa jam

setelahnya.

Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan moistening kulit

kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid 0,01% dalam minyak pada

malam hari diikuti dengan shampo pada pagi harinya. Terapi ini dilakukan sampai dengan

peradangan bersih, kemudian frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai tiga kali

seminggu. Solusio kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua kali sehari

di tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema hilang.

Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu sampai tiga minggu sampai gatal dan

eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi jika diperlukan. Pemeliharaan dengan

shampo anti ketombe dapat secara adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai steroid

topikal poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan atrofi

dan telangiectasi pada kulit.

Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut “cradle cap”. Dapat mengenai

kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas tetapi kelainan ini dapat

sembuh secara spontan 6-12 bulan dan tidak kambuh sampai dengan pubertas. Terapinya

dapat dengan memakai shampo antiketombe. Jika skuama mencakup daerah luas pada

kepala, skuama dapat dilembutkan dengan minyak yang disikan ke sikat rambut bayi

kemudian dibilas.

Penatalaksanaan pada wajah

Daerah pada wajah yang terkena dapat sering di cuci dengan shampo yang efektif

untuk seborik. Alternatif lain dapat dipakai kream ketokonazone 2%, diberikan 1-2 kali.

Hidrokortison 1% sering kali diberikan 1-2 kali dan akan menghasilkan proses resolusi

16

Page 17: dermatosis eritroskuamosa

eritema dan gatal. Losion Sodium sulfacetamide 10% juga efektif sebagai agen topikal

untuk dermatitis seboroik.

Penatalaksaan pada tubuh

Dapat diterapi dengan zinc atau shampo yang mengandung tar batu bara atau

dengan dicuci dengan sabun yang mengandung zinc. Sebagai tambahan dapat dipakai

krim ketokonazole 2 % dan atau krim kortikosteroid, losion atau solusion yang dipakai 1-

2 kali sehari. Benzoil peroksida dapat dipakai untuk dermatitis seboroik pada tubuh.

Pasien harus membilas secara menyeluruh setelah pemakaian zat tersebut.

Penatalaksanaan dermatitis seboroik berat

Pada pasien dengan dermatitis seboroik berat yang tidak responsif dengan terapi

topikal yang biasa dapat di terapi dengan isotretionoin. Isotretinoin dapat menginduksi

pengecilan glandula sebasea sampai dengan 90% dengan mengurangi produksi sebum.

Isotretinoin juga dapat dipakai sebagai anti inflamasi. Terapi dengan isotretinoin 0,1 – 0,3

mg/ kg BB/ hari dapat memperbaiki dermatitis seboroiknya. Kemudian dosis

pemeliharaan 5-10 mg/ hari efektif untuk beberapa tahun. Akan tetapi isotretinoin

memiliki efek samping serius, yaitu teratogenik, hiperlipidemia, neutropenia, anemia dan

hepatitis. Efek samping mukokutaneus mencakup khelitis, xerosis, konjungtivitis, uretritis

dan kehilangan rambut. Penggunaan jangka panjang berhubungan dengan perkembangan

diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH).

Pendekatan lain pada pasien yang sulit dengan mencoba berbagai macam

kombinasi yang berbeda dari obat-obat yang biasa dipakai: shampo anti ketombe, anti

jamur dan steroid topikal. Jika ini gagal dapat dipakai steroid topikal poten jangka pendek

. Pilihan terapinya mencakup steroid kelas III non fluorinate seperti mometasone furoate

(Elocon) atau menggunakan steroid ekstra poten kelas I atau steroid topikal kelas II

seperti clobetasol propionate (Temovate) atau fluocinonude (Lidex). Steroid topikal kelas

III harus dipakai lebih dulu, tetapi jika masih tidak resposif dapat menggunakan kelas I.

Obat tersebut dapat diberikan satu sampai dua kali sehari, bahkan untuk wajah, tetapi

harus dihentikan setelah dua minggu sebab terjadinya peningkatan efek samping. Jika

pasien respon sebelum dua minggu, obat harus di stop sesegera mungkin.

Sebagian besar kortikosteroid tersedia sebagai solusio, losion, kream dan

ointment. Penggunaan vehikulum ini tergantung pasien dan lokasi terapi. Losion dan

kream sering digunakan pada wajah dan tubuh sedangkan solusio dan ounment sering

17

Page 18: dermatosis eritroskuamosa

digunakan pada kulit kepala. Umumnya pemakaian solusio kulit kepala lebih dipilih pada

orang kulit putih dan asia, untuk orang kulit hitam mungkin terlalu kering, ointment

merupakan pilihan yang lebih baik.

Edukasi

Penderita harus diberitahu bahwa penyakit berlangsung kronik dan sering kambuh.

Harus dihindari factor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak dan

sebagainya.

Prognosis

Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar

disembuhkan.

PITIRIASIS ROSEA

Definisi

Pitiriasis rosea adalah salah satu penyakit kulit yang digambarkan oleh Camille

Melchior Gilbert (tahun 1860) sebagai penyakit kulit papulosquamous (Robert A Allen,

MD), yakni penyakit kulit dengan tanda bercak bersisik halus, berbentuk oval dan

berwarna kemerahan. Sementara Richard Lichenstein, MD, menyebutkan bahwa Pitiriasis

rosea sudah dikenal sejak lebih  dari 2 abad yang lalu. Pitiriasis rosea bersifat self limited

atau sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.

Etiologi

Penyebab pitiriasis rosea masih belum pasti, tetapi banyak gambaran klinis dan

epidemiologi yang menunjukkan bahwa agen penginfeksi bisa terlibat. Epidemik sejati

belum dilaporkan, dan kemungkinan bahwa pengalaman klinis terbaru dengan penyakit

ini dapat meningkatkan kecenderungan untuk mendiagnosa kasus-kasus selanjutnya bisa

mengarah pada kesan yang keliru bahwa penyakit ini menular. Akan tetapi, bukti

epidemiologi yang dilaporkan untuk keterlibatan infeksi (meskipun rendah) mencakup

perjangkitan yang jarang dalam keluarga atau rumah tangga, dengan fluktuasi musiman

dan dari tahun ke tahun, bukti statistik untuk pengelompokan dalam ruang dan waktu, dan

kejadian yang lebih tinggi diantara para ahli dermatologi dibanding para juru bedah

telinga, hidung dan tenggorokan dan ahli-dermatologi pra-spesialisasi. Riwayat alami

penyakit, yakni lesi utama yang bisa terdapat pada tempat inokulasi, erupsi sekunder

18

Page 19: dermatosis eritroskuamosa

menular setelah interval tertentu dan tidak seringnya serangan kedua, menunjukkan ciri-

ciri yang sama dengan banyak penyakit yang penyebabnya telah dipastikan infeksi.

Gejala-gejala konstitusional ringan yang sesekali telah dilaporkan dan bisa mendukung

keterlibatan infeksi pada penyakit ini, tetapi tidak sering ditemukan pada 108 pasien yang

mengalami pitiriasis rosea dibanding dengan kontrol yang jumlahnya sama. Perburukan

kondisi yang menyertai terapi steroid oral ditemukan pada beberapa kasus dan erupsi-

erupsi mirip pitiriasis rosea telah dilaporkan setelah transplantasi sumsum tulang,

walaupun beberapa efek etiologi bisa terlibat pada situasi seperti ini.

Pencarian mikroorganisme yang kemungkinan terlibat terus berlanjut. Kecurigaan-

kecurigaan awal terhadap jamur, streptococci, spirochaetes dan Legionella belum dapat

dikuatkan, dan kebanyakan spekulasi sekarang ini berfokus pada etilogi virus. Berbagai

upaya untuk mengkulturkan virus dari kulit yang terkena tidak membuahkan hasil.

Partikel-partikel mirip virus yang dideteksi secara ultrastruktural beberapa tahun yang lalu

dan partikel-partikel mirip herpes virus yang baru-baru dilaporkan telah ditemukan pada

71% lesi pitiriasis rosea. Keterlibatan dua herpes virus, HHV-6 dan HHV-7, telah diduga

sebagai penyebab untuk erupsi. DNA virus dilaporkan terdapat pada sel-sel mononuklear

darah perifer dan kulit berlesi dan kulit yang tidak terkena pada kebanyakan (80-100%)

orang yang mengalami pitiriasis rosea akut. HHV-7 dideteksi sedikit lebih sering

dibanding HHV-6, tetapi seringkali kedua virus ini ditemukan bersamaan. Akan tetapi,

bukti untuk keberadaan dan aktivitas HHV-6 atau HHV-7 juga ditemukan pada beberapa

(10-44%) orang yang tidak terkena, sehingga menunjukkan bahwa jika ada hubungan

sebab-akibat, maka infeksi dengan virus tidak selamanya mengarah pada penyakit. Tidak

semua peneliti yang telah meneliti di bidang ini menemukan adanya virus-virus ini pada

pasien yang mengalami pitiriasis rosea atau menemukan adanya hubungan meski

hubungan yang tidak signifikan.

Ada beberapa laporan yang mengkaitkan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea

dengan obat. Ruam-ruam yang disebabkan oleh arsenik, bismuth, emas dan metopromazin

tampaknya lebih besar kemungkinannya memiliki reaksi lichenoid atipikal. Obat-obat lain

yang terlibat mencakup antara lain metronidazol, barbiturat, klonidin, captopril dan

ketotifen. Pada beberapa laporan, kemiripan erupsi dengan pityriasis rosea tidak terlalu

dekat, dan pada beberapa laporan lainnya kemiripan yang kebetulan ini bisa menjelaskan

hubungan tersebut. Sehingga, meskipun beberapa erupsi obat bisa menyerupai kondisi ini,

belum ada bukti meyakinkan bahwa pityriasis rosea tipikal bisa disebabkan oleh obat.

Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga

19

Page 20: dermatosis eritroskuamosa

berhubungan dengan timbulnya Pitiriasis rosea, diantaranya:

Faktor cuaca hal ini karena Pitiriasis rosea lebih sering ditemukan pada musim semi

dan musim gugur.

Faktor penggunaan obat-obat tertentu seperti bismuth, barbiturat, captopril, merkuri,

methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, tripelennamine

hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.

Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic

dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pitiriasis rosea dijumpai pada penderita

penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.

Gejala klinis

Tahap awal Pitiriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk

oval, berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang

bentuknya tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald

patch yang berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialami

oleh sekitar 75 % penderita dan 25 % mengeluh gatal berat.

Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal,

ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik

(Christmas tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha

atas. Pada tahap ini Pitiriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya

akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.

Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas

(atipik) dapat dijumpai pada sebagian penderita Pitiriasis rosea, terutama pada anak-anak,

berupa urtikaria, vesikel dan papul.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan penemuan klinis. Pemeriksaan darah rutin tidak

dianjurkan karena biasanya memberikan hasil yang normal.

Diagnosis banding

1. Sifilis sekunder

Riwayat timbulnya chancre, tidak terdapat herald patch, lesi terdapat pada telapak

tangan dan kaki, dapat disertai oleh kondiloma lata, umumnya disertai keluhan

sistemik dan adanya limfadenopati. Apabila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

20

Page 21: dermatosis eritroskuamosa

serologi (VDRL) untuk menyingkirkan diagnosis sifilis sekunder.

2. Tinea korporis

Gambaran klinis mirip yaitu berupa eritema dan skuama di pinggir serta bentuknya

anular. Perbedaanny yaitu pada pitiriasis rosea rasa gatal tidak begitu berat jika

dibandingkan dengan tinea korporis, dan skuama pada tinea korporis lebih kasar.

Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan KOH.

3. Dermatitis numularis

Lesi berbentuk bulat bukan oval, berupa vesikel atau papulovesikel yang

penyembuhannya dimulai dari tengah. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama.

Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan biopsy.

4. Psoriasis guttata

Plak umumnya lebih kecil dibandingkan plak pada pitiriasis rosea, skuama tipis,

diagnosis dipastikan dengan biopsy.

5. Pitiriasis likenoid kronis

Perjalanan panyakit yang berlangsung lebih lama, lesi lebih kecil, skuama lebih tipis,

tidak terdapat herald patch, dan lesi banyak ditemukan pada ekstremitas.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis, untuk gatal dapat diberikan

sedativa, sedangkan sebagai obat topical dapat diberikan bedak asam salisilat yang

dibubuhi mentol 1/2 – 1 %.

Edukasi

Walaupun Pitiriasis rosea bersifat self limited ( sembuh sendiri ), bukan tidak

mungkin penderita merasa risau dan sangat terganggu. Untuk itu diperlukan penjelasan

kepada penderita tentang penyakit yang dideritanya, antara lain:

Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa Pitiriasis rosea akan sembuh

dalam waktu lama.

Lesi kedua rata-rata berlangsung 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2

minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus

dilaporkan bahwa Pitiriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan.

ERITRODERMA

Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun

21

Page 22: dermatosis eritroskuamosa

sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya

boleh digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit

berwarna merah, meradang dan berskuama.

Definisi

Terdapat beberapa definisi yang sering digunakan untuk menjelaskan eritroderma,

antara lain :

Eritroderma (dermatitis eksfoliativa) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan

adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.

Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau

di seluruh tubuh.

Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai

dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh.

Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang

progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang

kurang lebih menyeluruh.

Etiologi

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :

1. Eritroderma eksfoliativa primer

Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis

konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum.

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder

a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya,

sulfonamide, analgetik / antipiretik dan tetrasiklin.

b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh, dapat terjadi pada liken planus,

psoriasis, pitiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus, dermatitis seboroik dan

dermatitis atopik.

c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

Patofisiologi

Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang

paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan

keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas,

22

Page 23: dermatosis eritroskuamosa

sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliativa memberikan efek yang nyata

pada keseluruh tubuh.

Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari

permukaan kulit sel-sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel

yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai

sisik / plak jaringan epidermis.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan

imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada

mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah

tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya

berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten). Obat / metaboliknya yang berupa

hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum / protein

dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat

berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

Manifestasi klinis

Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut

dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru

muncul saat penyembuhan.

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan

dermatitis seboroik pada bayi (Penyakit Leiner).

- Eritroderma karena psoriasisDitemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat

predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak

meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal. Dapat ditemukan

pitting nail.

- Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum)Usia pasien antara 4-20 minggu

keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama

seluruh tubuh disertai skuama kasar.

- Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat ditemukan

adanya penyakit pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi fokal.

Pengobatan

1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.

2. Rawat pasien di ruangan yang hangat.

23

Page 24: dermatosis eritroskuamosa

3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi,

gagal jantung, dan infeksi).

4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.

5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis

adanya psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.

6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.

Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang

disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg.

Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa minggu.

Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.

Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak

tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan

perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis,

maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati

dengan etretinat. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga

beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik.

Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas

kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.

Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya

skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien

untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin

10%.

Prognosis

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,

prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan

yang lain.

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan

kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan

kortikosteroid.

24

Page 25: dermatosis eritroskuamosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, 2007, Edisi 5, Adhi Juanda, Dermatosis

Eritroskuamosa, 189-202, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

2. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/dermatitis-seboroik.html

3. http://cakmoki86.wordpress.com/2010/02/08/pityriasis-rosea/

4. http://www.pajjakadoi.co.tv/2010/04/pityriasis-rosea.html

5. http://prematuredoctor.blogspot.com/2010/05/parapsoriasis.html

6. http://rusari.com/askep_eritroderma.html

25