abses paru

32
PENDAHULUAN Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan kavitas pada pasien tuberculosis paru. Abses paru lebih sering terjadi laki-laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat penigkatan insidens penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan) karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi da anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotic lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang lebih baik pada pasien HIV maka pada tahun- tahun belakangan ini kasus abses paru tampak mengalami peningkatan lagi. 1 1

Upload: nadia-elsinta

Post on 10-Apr-2016

34 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

referat, radiology, pulmo division

TRANSCRIPT

Page 1: ABSES PARU

PENDAHULUAN

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan

paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam

parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan

kavitas pada pasien tuberculosis paru. Abses paru lebih sering terjadi laki-laki

dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat

penigkatan insidens penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.

Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun

(jarang ditemukan) karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti

teknik operasi da anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotic lebih dini,

kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan

pada populasi dengan immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang

lebih baik pada pasien HIV maka pada tahun-tahun belakangan ini kasus abses

paru tampak mengalami peningkatan lagi.1

1

Page 2: ABSES PARU

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan

paru yang terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang

berisi pus dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1 Kavitas ini berisi

material purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses

terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small

abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.(3)2

Gambar 1. Abses Paru.

Dikutip dari kepustakaan 1

2. EPIDEMIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya

abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait,

diantaranya:

a. Alkoholik (50%)

b. Ca Bronkogenik (25%)

2

Page 3: ABSES PARU

c. Karies gigi (20%)

d. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%

e. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%

f. Epilepsi (6,6%)

Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru.

Dari hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%),

klebsiella (26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%).

Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang

terjadi pada anak-anak, paling banyak disebabkan oleh aspirasi pada daerah

orofaring.3

3. ETIOLOGI

Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses

paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri

anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau

pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila

infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti

obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.1

1. Bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi :

Bacteriodes melaninogenus

Bacteriodes fragilis

Peptostreptococcus species

Bacillus intermedius

Fusobacterium nucleatum

3

Page 4: ABSES PARU

Microaerophilc streptococcus

2. Bakteri aerob :

Gram positif

Staphylococcus aureus

Streptococcus microaerophilic

Streptococcus pyogenes

Streptococcus pneumonia

Gram negative

Klebsiella pneumonia

Pseudomonas aeroginosa

Escherichia coli

Haemophilus influenza

Actinomyces Species

Nocardia Species

3. Jamur : Aspergillus, Cryptococcus, Blastomyces, Coccidioides

4. Parasit (Paragonimus, Entamoeba)

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan

hematogen. Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat

aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus

maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan

dengan infeksi.1

4. PATOGENESIS

4

Page 5: ABSES PARU

1. Patologi

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi

kemudian menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi

radang pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal,

yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan

granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan

jaringan fibrotik.

Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan

pecah ke saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di

dalamnya mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-

fluid level) pada pemeriksaan radiografik Abses yang pecah akan keluar

bersama batuk sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya

membentuk abses paru yang baru.. Kadang-kadang abses pecah ke dalam

rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan

pneumotoraks atau empiema.2,4

2. Patofisiologi

Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita

dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak

parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,

maka terbentuklah air-fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru

selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli)

5

Page 6: ABSES PARU

atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain

(nesisitatum) misalnya abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis

dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan

supurasi. Pada penderita empisema paru atau polikistik paru yang

mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses

abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker

bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing

yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena

pembesaran kelenjar limfe peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker

bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh

darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi

dapat terbentuk abses.2,4

5. DIAGNOSIS

Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis

dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis

banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.

A. GAMBARAN KLINIS1,5

Gejala penyakit biasanya berupa:

a. Malaise

6

Page 7: ABSES PARU

Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama

kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.

b. Demam

Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan

‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.4˚ C atau lebih. Tidak ada

demam tidak menyingkirkan adanya abses paru

c. Batuk

Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah

beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah.

Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan

penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses,

tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak

menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa

dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang massif.

d. Nyeri pleuritik

Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan

adanya keterlibatan pleura.

e. Sesak

Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan

napas

f. Anemia

Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan

oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih

7

Page 8: ABSES PARU

sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada

hemoptisis masif.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada

daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial,

biasanya akan terdengar suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari

tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.1

C. LABORATORIUM

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3

dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak

terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat ditemukan

anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui

miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari

aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus

untukmenghindari kontaminasi dari organisme anaerobic normal pada

mulut dan saluran napas atas.1

D. GAMBARAN RADIOLOGI

1. X-RAY RADIOGRAFI

Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi

lesi dan bentuk abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di

jaringan paru yang menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah.

Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran

opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran

8

Page 9: ABSES PARU

densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan

gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate yang padat.

Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai

jaringan lunak sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini

memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan

dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik berupa

defek lusen atau kavitas.

Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan

pecah ke saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di

dalamnya mungkin keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara air (air-

fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik

Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular

normal yang diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli,

septa interlobularis, dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim

paru normal di sekitarnya bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan

membentuk suatu reaksi inflamasi di sekitar bahan nekrotik dengan edema

lokal dan pendarahan. Dinding kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di

sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru normal yang tertekan.6

9

Page 10: ABSES PARU

Posisi Posterior-Anterior (PA) :

Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).

Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).

10

Page 11: ABSES PARU

Posisi Lateral

Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)

2. COMPUTED TOMOGRAPHY

CT-scan dapat membantu visualisasi anatomi yang lebih baik

daripada foto thorax, dan sangat berguna untuk membedakan abses paru

dengan empyema atau infark paru, ataupun kelainan paru lain dengan lesi

berupa kavitas.7

11

Page 12: ABSES PARU

Gambar 5. CT-Scan pada abses paru. Terlihat gambaran kavitas

dengan air fluid level di dalamnya

Dikutip dari kepustakaan

Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar

dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah

jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru

berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau

berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada

dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru

dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya

75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.7,8

3. Ultrasonografi (USG)

12

Page 13: ABSES PARU

Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses

paru. Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi

hipoechic bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati

adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue

interface5.

Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira

sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan

dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran

hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)

7. DIAGNOSA BANDING SECARA RADIOLOGIS

13

Page 14: ABSES PARU

Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus

abses paru. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang

menyebabkan terbentuknya kavitas sama seperti abses paru.

1. Carcinoma

Pemeriksaan radiologis untuk mencari tumor ganas bermacam-macam

antara lain bronkografi invasif, CT-scan dengan pesawat yang canggih, tetapi

pemeriksaan radiologik konvensional (thorax PA, lateral) masih tetap

mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Meskipun kadang-kadang tumor itu

sendiri tidak terlihat, tetapi kelainansebagai akibat adanya tumor akan

dicurigai ke arah keganasan. Kelainan tersebut misalnya kelainan emfisema

setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor, dan pembesaran

kelejar hilus yang unilateral. 8Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa

milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus

diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia

diatas 40 tahun.

Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering

berupa kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak

berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas

soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.9

Banyak teori yang mengemukakan mengenai terbentuknya kavitas pada

karsinoma. Teori yang paling umum adalah obstruksi dari arteri yang

memperdarahi nodul tersebut, sehingga terjadi infark sentral. 3

14

Page 15: ABSES PARU

Gambar 6. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan

kavitas.

Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini.

Kavitas yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai

dinding dalam yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa

berbatas tegas atau tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding

dalam yang halus. Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas,

semakin besar kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas

15

Page 16: ABSES PARU

terbentuk amat cepat(dalam beberapa hari), pada kasus dimana kavitas berasal

dari trauma atau infeksi. 9

2. Tuberkulosis

Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.

Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.

Pada penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan

kavitas, sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang

berbentuk garis.8

Gambar 7

Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau segmen

superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral. Kavitas

berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level

Dikutip dari kepustakaan 10

3. Empiema

16

Page 17: ABSES PARU

Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal dan visceral

(pleura split) dan kompresi paru.8

Gambar 8

Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada

lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak

beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri

dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada

lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan

adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.

Dikutip dari kepustakaan 4

17

Page 18: ABSES PARU

7. TERAPI1

Antibiotik

Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari

intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat

ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi

yang baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan

dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:

Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.

Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:

o Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,

o Metronidazol 4x500 mg, atau

o Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.

Drainase postural

Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh

diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada

kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,

dengan produksi sputum purulen.

Bronkoskopi

Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi

lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk

menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.

Bedah

18

Page 19: ABSES PARU

Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses

paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus

dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan

empiema.

Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus

dilakukan upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan

pada pengobatan adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas,

infiltrasi, dan kavitasi pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-

tanda kemajuan setelah 3-6 minggu, dapat dilakukan tindakan

pembedahan. Namun apabila tindakan bedah tidak memungkinkan akibat

kondisi pasien yang buruk, tindakan bedah yang dapat dilakukan hanyalah

pengaliran melalui reseksi iga.

Abses kronik yang tak menunjukkan respon terhadap terapi medik,

memerlukan reseksi ligamen atau lobus yang terkena.1

8. KOMPLIKASI

Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi

lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses

paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain

dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga

pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses

otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi.

piopneumotoraks dan bronkopleura.1

Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan

19

Page 20: ABSES PARU

selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan

mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan amiloidosis.

Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia, malnutrisi, kakesia,

gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.10

9. PROGNOSIS

Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari

abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan

oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang

disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era

preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.

Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis

yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor

predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses

paru sebagai berikut :

Anemia dan Hipoalbuminemia

Abses yang besar (φ > 5-6 cm)

Lesi obstruksi

Bakteri aerob

Immunocompromised

Usia tua

Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari

immunocompromised atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses

paru-paru mungkin mencapai 75%.9

20

Page 21: ABSES PARU

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata

KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. hal.2323-8.

2. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. Agustus. 2009. Diunduh

Maret 2014. http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview.

21

Page 22: ABSES PARU

3. Muller, Nestor. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of Pulmonolgy

Infection, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.

Chapter 1

4. Mansharmani N. Lung Abscess in adult Clinical Comparison of

immunocompromised Patien. 2010

5. Datin, Abhijit. Lung Abscess. Updated on [May 2, 2008] cited on Jan 3,

2013. Available at URL: http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess

6. Sutton, David; Michael B Rubens. A Text Book of Radiology and Imaging.

Volume 1. Seventh edition. Edinburgh. Churchill Livingstone. 2003.

7. Kamangar, Nadar. Lung abscess. Updated on [19 Agustus 2009] cited on [27

September 2011] available at: www.emedicine.com

8. Budjang, Nurlela. Radang paru yang tidak spesifik. Abses paru. Dalam:

Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal

100-101

9. Hisberg, Boaz, dkk. Factor predicting mortality of patient with lung

abscess.available at: www.chestjournal.chestpubs.org

10. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.

Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40

22