referat paru abses paru
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lklk;pl[';';.';';./';TRANSCRIPT

PENDAHULUAN
Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan. Pada
daerah abses, terdapat suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam
parenkim paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau lebih kavitas
yang besar. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian
abses paru menurun karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru
seperti teknik operasi dan anastesi yang lebih baik dan penggunaan
antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan
untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan daya tahan tubuh yang
menurun (immunocompromised).1,2
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya
abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait
pendorong terjadinya abses paru, diantaranya para pecandu alkohol,
penderita karies gigi, aspirasi saluran pernafasan sampai kelainan saluran
pernafasan. Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi.
46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43%
campuran bakteri anaerob dan aerob. Kemudian pada anak-anak ditemukan
faktor predisposisi dari abses paru dapat disebabkan oleh infeksi berat hingga
imunodefisiensi.2
Untuk melihat lokasi dan bentuk lesi maka dilakukan pemeriksaan
radiologik sebagai pemeriksaan penunjang abses paru. Pemeriksaan
radiologik yang akan digunakan antara lain Foto polos, Computed
Tomography (CT),dan Ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan foto polos
sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru.
Sedangkan pada CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada
pemeriksaan foto polos dan dapat membantu menentukan lokasi dinding
dalam dan luar kavitas abses. Pemeriksaan radiologik lain seperti
ultrasonografi (USG) juga dapat menentukan diagnosis meskipun jarang
digunakan.2
Dalam penatalaksanaan abses paru, antibiotik tunggal tidak
1

menghasilkan hasil yang memuaskan kecuali pus bisa di drainase dari kavitas
abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang
bronkus, dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin terbantu melalui
drainase postural.2,4
Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Angka kematian abses paru berkisar antara 15-20% merupakan
penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara
30- 40%.6
DEFINISI
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang
berisi pus dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1 Kavitas ini berisi
material purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.(3)1
Gambar 1. Abses Paru.
Dikutip dari kepustakaan 1
EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses
paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait, diantaranya:
a. Alkoholik (50%)
2

b. Ca Bronkogenik (25%)
c. Karies gigi (20%)
d. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%
e. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%
f. Epilepsi (6,6%)
Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru.
Dari hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%),
klebsiella (26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%).
Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang
terjadi pada anak-anak, paling banyak disebabkan oleh aspirasi pada daerah
orofaring.4
ETIOLOGI
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.
1. Bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi :3
Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
Microaerophilc streptococcus
2. Bakteri aerob :3
Gram positif
Staphylococcus aureus
Streptococcus microaerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumonia
3

Gram negative
Klebsiella pneumonia
Pseudomonas aeroginosa
Escherichia coli
Haemophilus influenza
Actinomyces Species
Nocardia Species
3. Jamur : Aspergillus, Cryptococcus, Blastomyces, Coccidioides
4. Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi.3
PATOGENESIS
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama
dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan
nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi
abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.2,5
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke
saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin
keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada pemeriksaan
radiografik Abses yang pecah akan keluar bersama batuk sehingga terjadi aspirasi
pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses paru yang baru.. Kadang-kadang
abses pecah ke dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang
menyebabkan pneumotoraks atau empiema.2,5
2. Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
4

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan
faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim
paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka
terbentuklah air-fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain
inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan
perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misalnya
abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis dengan
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada
penderita empisema paru atau polikistik paru yang mengalami infeksi
sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses
abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik.
Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar.
Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar
limfe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah,
sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk
abses.
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu:
Demam
Dijumpai pada 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 400C.
Batuk
Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex
oroe)
5

Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe (Dijumpai pada 40 –
75% penderita abses paru)
Nyeri Dada
Batuk darah
Gejala lain : Lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki
basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi
pleura.
Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dadakadang-kadang
terdengar suara amforik, usara nafas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya
besar dank arena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya
konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik.
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding
dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak,
bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum
terutama pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi.
TERAPI
Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan
kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi
dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi antibiotik
peroral. Pada terapi peroral diberikan:
o Penisilin oral 750 mg empat kali sehari, Apabila hasil terapi kurang
memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
o Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
o Metronidazol 4x500 mg, atau
o Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.
6

Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan
produksi sputum purulen.
Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk menilai
daerah abses pada cabang-cabang bronkial.
Bedah
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses paru.
Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus dengan
komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan empiema.
Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus dilakukan
upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan pada pengobatan
adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas, infiltrasi, dan kavitasi
pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-tanda kemajuan setelah 3-6
minggu, dapat dilakukan tindakan pembedahan. Namun apabila tindakan bedah
tidak memungkinkan akibat kondisi pasien yang buruk, tindakan bedah yang
dapat dilakukan hanyalah pengaliran melalui reseksi iga. Abses kronik yang tak
menunjukkan respon terhadap terapi medik, memerlukan reseksi ligamen atau
lobus yang terkena.
PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh
obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan
oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan
sampai 15 – 20 % pada era sekarang.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
7

Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai
berikut :
Anemia dan Hipoalbuminemia
Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
Lesi obstruksi
Bakteri aerob
Immunocompromised
Usia tua
1. Gangguan intelegensia
2. Perawatan yang terlambat
Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari
immunocompromised atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses
paru-paru mungkin mencapai 75%.
GAMBARAN RADIOLOGI
1. X-RAY RADIOGRAFI
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan
bentuk abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang
menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada hari-hari pertama
penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih
segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny yang berbentuk
bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate
yang padat.
Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak
sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran
keluar debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan
menimbulkan gambaran radiologik berupa defek lusen atau kavitas.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke
saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin
keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara air (air-fluid level) di dalam
cavitas pada pemeriksaan radiografik
8

Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular normal yang
diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa interlobularis,
dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru normal di sekitarnya
bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan membentuk suatu reaksi inflamasi
di sekitar bahan nekrotik dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding kavitas
dibentuk oleh infiltrat inflamasi di sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan
paru normal yang tertekan.
Gambar 2
Posisi Posterior-Anterior (PA) :
Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
Dikutip dari kepustakaan 2
9

Gambar 3
Posisi Lateral
Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)
Dikutip dari kepustakaan 2
2. COMPUTED TOMOGRAPHY
CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos
dan dapat membantu menentukan lokasi dinding dalam dan luar kavitas abses.
Pemeriksaan ini membantu membedakan abses paru dengan kelainan paru lain
yang mempunyai lesi berupa kavitas.
Gambaran CT pada abses paru adalah kavitas yang terlihat bulat dengan
dinding tebal, tidak teratur, terletak di daerah jaringan paru yang rusak dan
tampak gambaran air-fluid level. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.
Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan dinding dada. Sisa-sisa
pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan
CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses
10

GAMBAR 4
CT-Scan pada abses paru
Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal
(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level
(white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow
arrow).
Dikutip dari kepustakaan 9
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru. Namun,
USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat dengan batas
luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda hiperechoic yang
dihasilkan oleh gas-tissue interface.
11

GAMBAR 5
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira
sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan
dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran
hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu).
Dikutip dari kepustakaan 9
DIAGNOSA BANDING SECARA RADIOLOGIS
Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus
abses paru. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang
menyebabkan terbentuknya kavitas sama seperti abses paru.
1. Carcinoma
Karsinoma bronkogenik merupakan penyebab yang paling sering , kelainan
yang dijumpai adalah kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas
yang jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan
kavitas soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.
Banyak teori yang mengemukakan mengenai terbentuknya kavitas pada
12

karsinoma. Teori yang paling umum adalah obstruksi dari arteri yang
memperdarahi nodul tersebut, sehingga terjadi infark sentral
Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini. Kavitas
yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai dinding dalam
yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa berbatas tegas atau
tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding dalam yang halus.
Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas, semakin besar
kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas terbentuk amat
cepat(dalam beberapa hari), pada kasus dimana kavitas berasal dari trauma atau
infeksi. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
Gambar 6
Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas
Dikutip dari kepustakaan 10
2. Tuberkulosis
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada
tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. Pada
penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan kavitas,
sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang berbentuk
garis.
13

Gambar 7
Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau segmen
superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral. Kavitas
berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level
Dikutip dari kepustakaan 10
3. Empiema
Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal dan visceral
(pleura split) dan kompresi paru.
14

Gambar 8
Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus atas kanan
dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna hijau) dan
lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna
kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas
paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
Dikutip dari kepustakaan 4
KESIMPULAN
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kuman atau bakteri penyebab
terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri
anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.
Untuk memastikan diagnosa dari abses paru maka dilakukan serangkaian
pemeriksaan dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara
lain Foto Polos, Computed Tomography, Ultrasonografi (USG)
Dari pemeriksaan Foto dada PA dan lateral pada pasien akan dijumpai
kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya,
lebih sering dijumpai pada paru kanan dibandingkan paru kiri. Bila terdapat
hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air Fluid Level. Tetapi
bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
15

Pada pemeriksaan Tomografi Komputer akan dijumpai kavitas terlihat
bulat dengan dinding tebal, tidak teratur dengan air-fluid level dan terletak di
daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.
Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan dinding dada.
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru.
Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat
dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda
hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.
Pasien dengan beberapa faktor predisposisi abses paru memiliki prognosis
yang jelek dibandingkan yang memiliki satu faktor predisposisi. Sedangkan
pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara adekuat memilik
prognosis yang lebih baik.
16

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata
KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. hal.2323-8.
2. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. Agustus. 2009. Diunduh
Maret 2014. http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview.
3. Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
4. Muller, Nestor. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of Pulmonolgy
Infection, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
Chapter 1
5. Mansharmani N. Lung Abscess in adult Clinical Comparison of
immunocompromised Patien. 2010
6. Depkes Survey Data Kesehatan Rumah Tangga Abses Paru 2010
7. Fauci, Braumwald, editor. Harison’s Principle Internal Medicine. Edisi XVII
vol 2. McGraw Hill: 2011
8. Yunus M. CT guided transthoracic chatheter drainage of intrapulmonary
abscess, J Pak Med Assoc. 2009; 59 (10); 703-8
9. Nuri Tutar Lung Abscess Analysis of the Result as Communty-Acquired or
Nosocomial. Turkish Journal of Medical Science. 2013.
10. Budjang N. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam : Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2010. Hal 101
17