endoftalmitis

43
i Laporan Kasus ENDOFTALMITIS Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Oleh: Rifan Eka Putra Nasution, S.Ked 1407101030095 Pembimbing: Dr. Saiful Basri, Sp. M BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2015

Upload: rifan-eka-putra-nst

Post on 01-Oct-2015

237 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

endoftalmitis

TRANSCRIPT

  • i

    Laporan Kasus

    ENDOFTALMITIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior

    di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

    Oleh:

    Rifan Eka Putra Nasution, S.Ked

    1407101030095

    Pembimbing:

    Dr. Saiful Basri, Sp. M

    BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN

    BANDA ACEH

    2015

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah

    dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang

    berjudul Endoftalmitis. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah

    Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia

    dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu

    pengetahuan.

    Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam

    menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Mata

    Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr.

    Zainoel Abidin, Banda Aceh.

    Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak

    mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Saiful Basri, Sp.M selaku

    pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan

    penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Saiful Basri, Sp.M

    karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak

    kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat

    memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di

    kemudian hari.

    Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

    penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini

    diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi

    inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.

    Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan

    melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.

    Banda Aceh, Maret 2015

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

  • iv

    DAFTAR TABEL

  • v

    DAFTAR GAMBAR

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Endoftalmitis adalah kondisi peradangan pada rongga intraokular (yaitu,

    aqueous humor dan / atau vitreous humor) yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

    Terdapat dua jenis endoftalmitis yaitu endoftalmitis endogen dan eksogen.

    Endoftalmitis endogen terjadi akibat dari penyebaran hematogen organisme dari

    sumber infeksi. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi langsung dari suatu

    mikroorganisme yang berasal dari luar sebagai suatu komplikasi dari operasi mata,

    benda asing, trauma tumpul atau trauma penetrasi okular.(1)

    Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen (60%) terjadi setelah operasi

    intraokular. Endoftalmitis eksogen akibat dari operasi biasanya akan muncul satu

    Minggu setelah operasi dilakukan. Di Amerika Serikat, endoftalmitis pasca operasi

    katarak merupakan bentuk yang paling umum dari kejadian endoftalmitis eksogen

    dengan angka kejadian sekitar 0,1-0,3 % komplikasi pasca operasi katarak dan

    angka ini terus mengingkat dalam beberapa tahun terakhir.(2)

    Endoftalmitis eksogen traumatis adalah penyebab utama kegagalan visual

    yang terjadi pasca cedera okuli terbuka dan cedera yang tampaknya kecil tanpa

    kerusakan intraokular jelas. Trauma non-bedah terlibat dalam 25% kasus

    endoftalmitis dan 2% sampai 7% dari semua luka tembus okular terbukti

    menyebabkan endoftalmitis.(3)

    Trauma penetrasi okuli merupakan penyebab tertinggi kedua pada kejadian

    endoftalmitis akut. Pada kasus-kasus endoftalmitis pasca trauma pada umumnya

    infeksi disebabkan oleh bakteri gram negatif dan sangat terkait prognosis yang

    buruk pada penurunan tajam penglihatan. Pada beberapa keadaan, infeksi campuran

    dapat terjadi dan pada umumnya terdapat pada 42% pasien yang mengalami trauma

    di daerah kumuh.(4) Meskipun angka kejadiannya jarang akan tetapi endoftalmitis

    yang terjadi pasca trauma merupakan sebuah komplikasi yang berbahaya pasca

    trauma okuli.(3) Keterlambatan dalam penangan trauma penetrasi okuli

    berhubungan dengan peningkatan kejadian endoftalmitis. (5)

    Penglihatan menurun dan kehilangan penglihatan secara permanen adalah

    komplikasi umum dari endoftalmitis. Pasien mungkin memerlukan enukleasi untuk

  • 2

    menyelesaikan infeksi mata dan menghilangkan rasa nyeri pada mata. Kematian

    akibat endoftalmitis terkait dengan komorbiditas pasien dan masalah medis yang

    mendasari yang biasanya terkait erat dengan etiologi penyebaran hematogen pada

    infeksi endogen.(6)

    Pada laporan kasus ini penulis melaporkan sebuah kasus yang terjadi pada

    seorang laki-laki berusia 59 tahun. Pasien datang dengan keluhan kehilangan

    penglihatan mata kiri pasca trauma okuli (mata tertusuk ranting) 32 hari sebelum

    masuk rumah sakit yang didiagnosa sebagai suatu endoftalmitis.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Anatomi Mata

    2.1.1 Anatomi Regio Orbita

    a. Osteologi

    Ruang orbita dan daerah sekitarnya merupakan struktur yang mendukung,

    melindungi dan memaksimalkan fungsi mata. Ruang ini berbentuk piramida

    segiempat dengan basisnya berada pada orbital rim. Terdapat tujuh tulang yang

    tersusun dan saling menyatu untuk membentuk ruang orbita.(7)

    Prosesus orbitalis tulang frontal dan ala minor tulang spenoid membentuk

    atap ruang orbita. Facies orbitalis tulang maksilaris dan zigoma bergabung

    membentuk lantai ruang orbit. Dinding medial ruang orbita terdiri dari prosesus

    frontalis tulang maksila, tulang lakrimal, tulang sphenoid, dan lamina papyracea

    ethmoid. Dinding lateral dibentuk oleh ala mayor tulang sphenoid dan zygoma.(7)

    Gambar 2.1 Tujuh tulang penyusun ruang orbita

  • 4

    Ruang orbita sangat selaras sehingga dinding medial sejajar dan dinding

    lateral tegak lurus. Arcus dinding medial ke dinding lateral di setiap ruang orbita

    adalah 45. Garis turun melalui poros tengah anterior-to-posterior masing-masing

    orbit membagi dua pada sudut 45. Lantai rongga orbita terletak setinggi dua-

    pertiga kedalaman orbit. Dimensi rata-rata orbit adalah sebagai berikut(8):

    Tinggi margin orbital - 40 mm

    Lebar margin orbital - 35 mm

    Kedalaman orbital - 40-50 mm

    Jarak interorbital - 25 mm

    Volume orbital - 30 cm3

    Tulang orbita superfisial menentukan struktur yang disebut sebagai oleh

    margin orbital, yang berbentuk persegi panjang dengan sudut membulat. Margin ini

    terputus pada fossa lacrimalis. Insisura supraorbital berada dalam pinggiran

    supraorbital dan tertutup membentuk foramen supraorbital pada 25% dari individu.

    Insisura supratroklear terletak medial dari insisura supraorbital.(7)

    Gambar 2.2 Struktur permukaan ruang orbit

  • 5

    Troklea merupakan cincin tulang rawan yang mendukung otot oblik

    superior. Troklea menempel pada periorbita dalam fovea troklearis sepanjang orbit

    superior-medial. Foramen infraorbital terletak 10 mm lebih rendah daripada sutura

    zygomaksillaris. Pada daerah lateral, tepi orbital ditandai oleh tuberkulum Whitnall,

    yang terletak 10 mm lebih rendah daripada sutura zygomatikofrontal. Tuberkulum

    ini merupakan tempat perlekatan tendon kantus lateral.(9)

    Saraf utama dan pembuluh darah pada ruang orbita dan bola mata masuk

    melalui tiga bukaan. Fisura orbital superior dibatasi oleh ala mayor dan ala minor

    tulang sphenoid. Ala mayor sphenoid, maksila, dan tulang-tulang palatina orbitalis

    membentuk batas-batas fisura orbital inferior. Kanalis optikus di puncak orbit dan

    terletak di dalam tulang sphenoid.(10)

    Struktur yang masuk melalui fisura orbital superior adalah sebagai berikut:

    Saraf kranial (CN) III, IV, dan VI

    saraf lakrimal

    saraf frontal

    saraf Nasociliary

    Cabang orbitalis arteri meningea

    Cabang rekuren arteri lakrimal

    vena orbital superior

    vena oftalmika superior

    Struktur masuk melalui celah orbit rendah adalah sebagai berikut:

    saraf infraorbital

    saraf zygomatic

    saraf parasismpatis ke kelenjar lakrimal

    arteri infraorbital

    vena infraorbital

    cabang vena oftalmik inferior ke pleksus pterygoid

    Struktur yang masuk melalui kanal optik adalah sebagai berikut:

    saraf optik

    arteri oftalmika

    Vena retina sentral

  • 6

    Foramen anterior dan posterior ethmoid terletak pada dinding medial orbita

    sepanjang garis sutura frontoethmoidal. Arteri ethmoid anterior dan posterior

    melewati foramen ini dan merupakan landmark bedah yang penting. Arteri

    menandai tingkat fossa cribiformis dan hubungannya dengan fossa kranialis

    anterior pada orbita. Arteri ethmoid menandai batas superior untuk osteotomi pada

    tindakan medial maksillektomi.(7)

    Jarak dari tepi orbital ke arteri ethmoid anterior adalah sekitar 20-25 mm.

    Jarak antara anterior dan posterior arteri ethmoid rata-rata 12 mm, dengan kisaran

    8-19 mm. Rata-rata jarak cincin optik 6 mm dari arteri ethmoid posterior, dengan

    kisaran 5-11 mm. Pengetahuan tentang jarak ini akan memandu ahli bedah dalam

    melakukan tindakan yang aman sepanjang dinding orbital medial.(7)

    Sulkus infraorbital melintasi lantai orbit dan dilewati oleh arteri infraorbital,

    vena infraorbital, dan saraf infraorbital dari fisura orbital inferior ke foramen

    infraorbital. Secara klinis, foramen infraorbital memberikan jalan penyebaran

    infeksi atau tumor maksilaris pada ruang orbita dan dasar tengkorak.(7)

    b. Sistem lakrimalis

    Kelenjar lakrimal

    Sistem lakrimal memproduksi, mendistribusikan, dan menyalurkan air

    mata. Air mata diproduksi oleh kelenjar lakrimal dan beberapa kelenjar aksesori.

    Kelenjar lakrimal dibagi menjadi lobus orbital dan lobus palpebra dengan cornu

    lateral levator aponeurosis. Kelenjar lakrimal berorientasi di wilayah superior-

    temporal orbit dan terletak pada fossa glandula lakrimalis. Lobus palpebra dapat

    dilihat dengan eversi kelopak mata atas di mana globus palpebra akan terlihat

    meluas ke dalam beberapa milimeter dari tarsus. Saluran dari lobus orbital melintasi

    lobus palpebra sebelum masuk menuju ke forniks.(7)

    Kelenjar ini dapat dikenali oleh warna pink abu-abu dan permukaan

    glandular. Meskipun kelenjar tampaknya memiliki kapsul, akan tetapi hal ini

    tampak akibat kombinasi dari insersi jaringan ikat sekitar. Saraf lakrimal, cabang

    dari divisi ophthalmik dari CN V, memberikan persarafan sensorik ke kelenjar

    lakrimal.(7)

  • 7

    Drainase air mata

    Air mata yang dialirkan melalui saluran berbentuk tabung sepanjang sudut

    medial mata. Sistem ini terdiri dari sepasang papila lakrimal, punctum, dan

    kanalikuli yang terhubung sehingga membentuk kanalikuli comunis, saccus

    lakrimal, dan duktus nasolakrimalis. Kanalikuli komunis yang menyatu ke dalam

    kantung lakrimal pada sudut tertentu untuk membentuk struktur yang disebut

    sebagai katup Rosenmller. Katup ini mencegah refluks air mata ke dalam sistem

    kanalikular. Air mata disimpan dalam kantung lakrimal dan kemudian mengalir

    melalui saluran nasolakrimal yang menuju ke dalam meatus inferior rongga

    hidung.(7)

    Gambar 2.3 sistem drainase air mata

    c. Jaringan ikat

  • 8

    Isi rongga orbita dipisahkan dan didukung oleh beberapa lapisan jaringan

    ikat. Secara umum, batas-batas jaringan ikat dapat dibagi menjadi 4 unit utama

    sebagai berikut(7):

    Fasia bulbar (fasia Tenon) mengelilingi dan melindungi bola mata bagian

    posterior limbus, dan otot-otot ekstraokular menembus fasia bulbar untuk melekat

    pada bola mata; fasia memberikan penghalang antara bola mata dan lemak

    retrobulbar. Hal tersebut memungkinkan gerakan bebas bola mata(7).

    Jaringan ikat bersepta sepanjang bola mata ke periorbita seperti jari-jari

    pada roda; septa ini terletak 360 di seluruh daerah bola mata, menstabilkan bola

    mata yang terpusat dalam orbit tetapi memiliki cukup kelemahan untuk

    memungkinkan pergerakan bebas bola mata.(7)

    Setiap otot ekstraokular memiliki selubung jaringan ikat masing-masing;

    sebagai selubung antero-superior ke bola mata, mereka berfusi membentuk

    selubung otot yang saling berhimpitan satu dengan yang lainnya disertai dengan

    jaringan ikat yang diperluas ke daerah medial dan lateral dari selubung otot masing-

    masing untuk membentuk ligamentum pada daerah medial dan lateral.(7)

    d. Otot ekstraokular

    Setiap orbit memiliki 6 otot ekstraokular yang berfungsi bersama-sama

    untuk menggerakkan bola mata: 4 otot rektus (yaitu, superior, inferior, lateral,

    medial) dan 2 otot oblique (yaitu, superior, inferior). Otot lain, elevator palpebra,

    berfungsi untuk mengangkat kelopak mata superior.(7)

    Gerakan yang dihasilkan oleh setiap otot ekstraokular adalah sebagai

    berikut(7):

    Rektus medial: adduksi

    Rektus lateral: abduksi

    Rektus superior: Elevasi, adduksi, intorsi

    Rektus inferior: Depresi, adduksi, extorsi

    Oblique Inferior: elevasi, adduksi, ekstorsi

    Oblique superior: Depresi, abduksi, intorsi

    Otot-otot rektus berasal di anulus Zinn, tendon fibrosa yang mengelilingi

    foramen optik. Anulus Zinn dibagi menjadi tendon Lockwood superior dan tendon

  • 9

    Zinn inferior. Anulus merupakan lanjutan dengan dura fosa kranial tengah.

    Selubung otot rektus superior dan medial yang melekat pada selubung saraf optik

    di anulus.(7)

    Gambar 2.4 Hubungan antara nervus, pembuluh darah dan annulus Zinn

    Berbeda dengan otot rektus, otot oblique superior dan inferior berasal

    terpisah dari dinding orbital posterior. Otot-otot ekstraokular melekat pada sklera

    anterior tepat di ekuator bola mata. Otot oblique superiorlebih dulu melewati

    troklea dan kemudian diarahkan ke arah posterior-lateral untuk melekat ke bola

    mata mata. Troklea adalah sadel tulang rawan dengan kondensasi berserat padat

    yang menempel pada periosteum dari ruang orbita.(7)

    e. Inervasi orbit

    Persarafan dari orbit dapat dibagi menjadi 4 komponen fungsional: eferen

    somatik umum (otot ekstraokular), aferen somatik umum (sensorik), eferen viseral

    umum (otonom), dan aferen sensorik khusus (penglihatan). Saraf referen somatik

    umum meliputi divisi motorik saraf oculomotor (CN III), saraf trochlear (CN IVs,

    dan saraf abdusen (CN VI).(7)

    Saraf okulomotorius

    Saraf okulomotorius (CN III) menembus dura pada prosesus klinoid

    posterolateral, program melalui aspek lateral sinus cavernosus, dan memasuki

  • 10

    bagian inferior fisura supraorbital. Dalam sinus kavernosus, saraf terbagi menjadi

    cabang superior dan inferior. Cabang superior menginervasi otot rektus superior

    dan superioris levator palpebra, sedangkan cabang inferior melewati anulus Zinn

    untuk mempersarafi rektus medial, rektus inferior, dan oblique inferir. Cabang

    inferior juga membawa serat parasimpatis preganglionik ke ganglion siliaris.(7)

    Saraf troklearis

    Saraf troklearis (CN IV) bergerak melalui sinus mayor dan memasuki orbit

    melalui fisura orbital superior di luar anulus Zinn. Saraf troklear menginervasi otot

    oblik superior.(7)

    Saraf abdusen

    Saraf abdusen (CN VI) saraf dengan serabut yang panjang dan berliku-liku

    dari dalam intrakranial. Saraf berjalan sepanjang clivus dan melalui sinus petrosus

    inferior di persimpangan bagian petrosa dari tulang temporal dan tulang oksipital.

    Saraf melewati pinggiran bagian petrosa dan melewati ligamen petroclinoid

    inferior. Kemudian berjalan melalui kanal Dorello, lateral arteri karotis dan medial

    ke ganglion trigeminal. Saraf abdusen memasuki orbit melalui fisura orbital

    superior dalam anulus Zinn dan menginervasi rektus lateral. Serabut intrakranial

    yang relatif panjang dari saraf abdusen membuatnya rentan terhadap cedera

    sekunder pada trauma, tumor, aneurisma, dan infeksi.(7)

    Saraf trigeminal

    Saraf trigeminal, yang memasok persarafan sensorik umum untuk orbita dan

    struktur sekitarnya, berasal di bagian lateral dan ventral pons. Saraf memasuki

    cavum Meckel, yang dibentuk oleh perpecahan dalam dura sepanjang tulang

    temporal di fossa kranial media. Ganglion trigeminal terletak di cavum Meckel

    posterior dan lateral sinus cavernosus serta arteri karotis interna.(7)

    Saraf Oftalmika dan saraf lainnya

    Cabang oftalmika memanjang dari ganglion trigeminal dan melewati sinus

    cavernosus ke orbit melalui fisura orbital superior.(7)

    Dalam orbit, cabang-cabang saraf oftalmika ke lakrimal, frontal, dan saraf

    nasociliaris. Saraf lakrimal menginervasi kelenjar lakrimal dan menerima serabut

    parasimpatis postganglionik. Serat parasimpatis berjlan dari inti lakrimal di pons

    melalui nervus intermedius ke saraf petrosus superfisial yang lebih besar, ke saraf

  • 11

    vidian, ke ganglion sphenopalatina, ke cabang zygomatic saraf rahang atas, ke saraf

    zygomaticotemporal, dan saraf lakrimal, untuk menginervasi kelenjar lakrimal.(7)

    Cabang frontal terbagi dan membentuk dua cabang yaitu saraf supraorbital dan

    supratrochlear yang keluar dari orbit di tepi orbital superior dan menginervasi alis

    dan kulit kepala. Cabang nasociliaris memasuki orbit melalui anulus Zinn dan

    kemudian mengeluarkan saraf siliaris pendek dan panjang untuk dunia. Saraf silia

    panjang membawa sympathetics dari ganglion cervical superior bertanggung jawab

    atas dilatasi pupil. Saraf siliaris pendek melewati ganglion siliaris dan tidak sinaps.

    Sebuah cabang saraf nasociliary berjalan sepanjang dinding orbital medial dan

    melepaskan posterior dan anterior saraf ethmoid, yang menginervasi lapisan

    mukosa sinus ethmoid dan bagian dari rongga hidung. Saraf infratrochlear juga

    merupakan cabang saraf nasociliaris dan memberikan persarafan sensorik untuk

    tutup lebih rendah medial, sisi hidung, konjungtiva, dan kantung lakrimal.(7)

    f. Vaskularisasi orbit

    Arteri oftalmik dan cabang-cabangnya

    Sebuah jaringan anastomosis pembuluh berasal dari sistem arteri karotis

    internal dan eksternal pasokan orbit. Pasokan arteri utama orbit adalah arteri

    ophthalmic, cabang besar pertama dari arteri karotis interna. Arteri mata berasal

    dari karotis interna saat keluar sinus cavernosus. Kursus arteri oftalmik pada aspek

    inferior saraf optik dan memasuki orbit melalui kanal optik. Arteri ini

    mengeluarkan banyak cabang dengan jumlah yang signifikan dari variabilitas.

    Secara umum, cabang-cabang arteri ophthalmic dapat dibagi menjadi 3 kelompok

    kapal (yaitu, mata, orbital, extraorbital), berdasarkan target organ mereka.(7)

    Cabang-cabang mata termasuk arteri sentral retina, arteri siliaris, dan

    jaminan cabang ke saraf optik. Cabang-cabang orbital adalah arteri lakrimal, arteri

    otot, dan cabang periosteal. Cabang Extraorbital termasuk posterior dan arteri

    ethmoid anterior, arteri supraorbital, arteri palpebral medial, arteri hidung dorsal,

    dan arteri supratrochlear.(7)

    Pembuluh orbital dan extraorbital lanjut membagi menjadi cabang-cabang

    yang beranastomosis dengan kapal dari sistem arteri karotis eksternal. Arteri

    zygomatic berasal dari arteri lakrimal dan kemudian cabang ke divisi temporal dan

  • 12

    wajah yang beranastomosis dengan cabang-cabang arteri temporal yang dangkal.

    Arteri lakrimal memiliki cabang ke kelenjar dan cabang meningeal berulang, yang

    kembali ke fossa kranial tengah. Cabang-cabang arteri palpebra lateralis dari arteri

    lakrimal untuk memasok riam kapal di kelopak mata dan beranastomosis dengan

    arteri palpebra medial. Arteri palpebra medial disuplai oleh kombinasi dari arteri

    dorsal hidung dan arteri sudut, yang berasal dari sistem karotis eksternal.(7)

    Arteri posterior dan anterior ethmoid melewati foramen masing-masing

    pada tulang frontal. Arteri ethmoid anterior adalah lebih besar dari 2 arteri dan

    memasok anterior dan sel udara ethmoid tengah, sinus frontalis, dan dura fosa

    kranial anterior melalui cabang meningeal. Arteri supraorbital memasok otot-otot

    alis dan dahi dan memiliki hubungan dengan cabang frontal dari arteri temporal

    yang dangkal. Arteri supratrochlear berakhir di kulit kepala dan merupakan urat

    nadi di mana flaps dahi paramedian untuk rekonstruksi hidung didasarkan.(7)

    Arteri infraorbital

    Arteri infraorbital merupakan cabang dari sistem karotid eksternal melalui

    arteri maksilaris internal. Cabang-cabang arteri infraorbital dari arteri maksilaris

    interna di fossa pterygopalatine dan memasuki orbit melalui fisura orbital rendah

    untuk melakukan perjalanan di lantai orbit dalam sulkus infraorbital. Arteri

    infraorbital keluar dari tengkorak di foramen infraorbital dan membentuk jaringan

    dengan pembuluh arteri wajah dan arteri zygomatic.(7)

    Sistem vena

    Drainase vena dari orbit terjadi melalui 2 pembuluh darah utama, pembuluh

    darah mata superior dan inferior. Drainase vena dari orbit, seperti pasokan arteri

    nya, terjadi melalui jaringan anastomosing sistem internal dan eksternal. Vena

    orbital yang valveless; Oleh karena itu, arah drainase vena tergantung pada gradien

    tekanan.(7)

    Vena mata superior mengumpulkan aliran dari ethmoidal, silia, lakrimal,

    dan anak sungainya pusaran unggul. Vena melewati celah orbital superior dan

    mengalir ke sinus kavernosus. Vena mata rendah disuplai oleh pleksus vena difus

    di lantai orbit. Vena mata rendah bermuara di vena mata unggul dalam orbit dan

    memiliki cabang kecil, yang mengalir ke pleksus vena pterygoideus. The vena

    retina sentral bermuara langsung ke sinus kavernosus. Pembuluh darah dari orbit

  • 13

    eksternal mengalir ke vena sudut wajah yang memiliki koneksi dengan sistem vena

    mata superior.(7)

    Pasokan arteri ganda dan valveless sistem vena menyediakan orbit dengan

    pasokan vaskular yang kaya. Dalam obstruksi sistem karotis interna, aliran kolateral

    dari sistem karotid eksternal dapat memberikan arus yang cukup untuk orbit.

    Pembuluh darah memungkinkan aliran untuk membalikkan dalam kasus

    obstruksi.(7)

    2.1.2 Bola Mata dan Struktur Sekitarnya

    a. Konjungtiva

    Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang

    melapisi bagian yang paling anterior dari sclera dan melapisi permukaan bagian

    dalam kelopak mata. Konjungtiva dibagi menjadi daerah limbal, bulbar, forniks,

    dan palpebra. Sel yang terkait dengan konjungtiva adalah sel goblet yang

    menghasilkan lendir dan kelenjar ekrin: kelenjar konjungtiva (Krause) dan kelenjar

    lakrimal aksesorius (Wolfring). Kelenjar konjungtiva (Krause) terkonsentrasi di

    fornix atas, sedangkan kelenjar lakrimal aksesori (Wolfring) berhubungan dengan

    tarsus.(11)

    b. Kelopak mata

    Kelopak mata yang dirancang untuk melindungi, memelihara dan

    mempertahankan kornea dan sclera anterior. Secara anatomis, kelopak mata dibagi

    menjadi 2 lamellae, anterior dan posterior, yang dibatasi oleh alinea alba. Lamella

    anterior terdiri dari epitel dan otot orbicularis oculi, sedangkan tarsus dan

    konjungtiva palpebra membentuk lamella posterior.(11)

    c. Tunika fibrosa

    sklera

    Sklera adalah jaringan fibrosa padat yang membentuk lapisan terluar mata.

    Sklera melindungi mata dan memberikan tempat perlekatan otot ekstraokuler. Pada

    daerah posterior, bagian sklera yang berlubang akan dilewati oleh saraf optik di

    lamina cribrosa.(11)

    Ketebalan sklera tidak seragam. Pada daerah anterior, ketebalan sklera

    adalah 0,6 mm; 0,3 mm pada tempat melekatnya otot rektus; 0,5 mm di ekuator

  • 14

    bola mata dan 1,0 mm di kutub posterior. Secara eksternal, sclera ditutupi oleh

    episklera, yang berisi pembuluh episkleral, dan pleksus anterior serta posterior.(11)

    Kornea

    Kornea merupakan lapisan yang jernih dan transparan yang berada di bagian

    depan mata. Kornea merupakan media refraksi utama pada bola mata. Lapisan

    kornea merupakan lapisan avaskular yang terdiri dari 5 lapis.(11)

    1) lapisan epitel merupakan lapisan yang tersusun atas epitel skuamosa bertingkat

    non-keratinosa (5-6 lapis sel). Lapisan ini memiliki sensitivitas yang tinggi

    terhadap beberapa serabut akhir saraf dan memiliki kemampuan regenerasi yang

    sangat baik.

    2) Membran Bowman merupakan membran yang astruktural dan aselular.

    3) Substansi propria (stroma) membentuk 90% dari total ketebalan kornea. Jaringan

    ikat penyusun lapisan ini membentuk struktur yang saling menyilang dengan

    sudut 90. Jaringan ikat pada stroma merupakan fibrin tipe I, III, V dan VII serta

    jaringan ikat kolagen.

    4) Membran Descemet merupakan lapisan astruktural, homogen dan memiliki

    ketebalan sekitar 3-12 mikron. Lapisan ini tersudut atas zona band anterior dan

    zona non-band posterior. Membran Descemet kaya akan jaringan ikat kolagen

    tipe IV.

    5) Endotelium merupakan satu lapis sel kuboid dan hexagonal simpleks yang

    tersusun pada permukaan bagian dalam kornea. Endotelium terbentuk dari sel

    mural crest dan berfungsi untuk memindahkan cairan dari kamera kuli anterior

    ke stroma. Karena kornea merupakan struktur avaskular maka nutrisi untuk

    kornea berasal dari difusi pada lapisan endotelium.(11)

    d. Tunika vaskulosa

    Koroid

    Koroid merupakan membran berbentuk spons berwarna coklat dengan

    pleksus vena yang luas, yang memiliki 4 lapisan berikut:

    1) Lapisan epikoroid menjembatani ruang antara sklera dan koroid.

    2) Lapisan pembuluh darah membentuk sebagian besar lapisan koroid dan

    mengandung melanosit.

  • 15

    3) koriokapilaris adalah lapisan kapiler dilapisi oleh endotelium fenestratum tipe II

    yang memasok nutrisi ke bagian luar retina.

    4) Membran Bruch adalah membran mengkilap dan homogen yang terletak di

    antara koriokapilaris dan retina.(11)

    Iris

    Iris merupakan bagian paling anterior dari uvea. Memiliki apertura sentralis,

    dan membentuk pupil. Pada daerah perifer, iris yang melekat pada badan silia,

    dan,pada bagian anterior, bersandar terhadap permukaan anterior lensa, sehingga

    memisahkan ruang anterior dari ruang posterior. Permukaan anterior tidak teratur

    dengan kriptus dan alur-alur; sedangkan pada bagian posterior, permukaan

    menunjukkan alur dangkal dan warna hitam seragam karena 2 lapisan epitel

    berpigmen.(11)

    Iris memiliki otot sfingter dan dilator pupil. Otot sfingter pupillae terletak

    sebagai cincin halus pada marjin pupil dan disuplai oleh serabut parasimpatis dari

    CN III. Otot dilator pupillae tipis dan berorientasi radial; otot ini diinervasi oleh

    serat simpatis.(11)

    Gambar 2.5 Anatomi bola mata

  • 16

    e. Lensa

    Lensa adalah struktur kristal, cembung pada kedua sisi, dan ditutupi oleh

    kapsul lensa. Lensa melekat pada serat zonula yang menempel ke badan silear

    sebagai ligamentum suspensorium. Lensa avaskular dan nutrisi untuk lensa berasal

    dari aqueous humor. Lensa bersifat elastis dan transparan.(11)

    f. Kamera okuli

    Ruang anterior atau kamera okuli anterior adalah ruang yang dibatasi oleh

    permukaan anterior posterior (endotelium) kornea, dan posterior oleh lensa, iris,

    dan permukaan anterior korpus siliaris. Kamera okuli anterior melingkar dengan

    batas lateral dari ruang anterior ditempati oleh trabecular meshwork, di mana humor

    aqueous didrainase ke dalam sinus vena skleral (kanal Schlemm).(11)

    Ruang posterior dibatasi pada daerah anterior oleh iris dan posterior oleh

    serat lensa dan serta zonula, dan perifer oleh proses siliaris.(11)

    g. Aqueous humor

    Aqueous humor adalah cairan yang mengisi kedua kamera okuli anterior

    dan posterior mata. Aqueous humor disekresikan sebagian oleh epitel silia dan

    sebagian oleh difusi dari kapiler dalam prosesus siliaris. Aqueous humor

    mengandung bahan plasma darah diffusable namun memiliki kandungan protein

    yang rendah.(11)

    h. Sinus venosus sklera

    Sinus vena skleral, atau kanal Schlemm, adalah pembuluh darah melingkar

    mengelilingi mata. Kanal ini dibatasi oleh endotelium dan fungsinya adalah untuk

    mengalirkan aqueous humor.(11)

    i. Trabekula meshwork

    Trabecular meshwork adalah jaringan seperti spons yang berada disela antara

    kamera okuli anterior dan sinus vena skleral. Trabekula yang terdiri dari inti serat

    kolagen yang ditutupi oleh endothelium.(11)

    j. Badan vitreous

    Badan vitreous adalah gel transparan dan jernih yang mengisi ruang antara

    retina dan lensa yang melekat ke retina. Fungsinya adalah untuk mempertahankan

    bentuk dan turgor mata serta untuk memungkinkan lewatnya sinar cahaya ke

    retina.(11)

  • 17

    k. Retina

    Retina adalah lapisan terdalam dari bola mata, yang terdiri dari sel-sel

    fotoreseptor. Di kutub posterior, depresi dangkal disebut fovea centralis. Daerah ini

    adalah titik ketajaman visual terbesar. Daerah ini terdiri dari hanya sel kerucut.

    Sekitar fovea merupakan daerah yang mengandung pigmen kuning disebut makula

    lutea.(11)

    Lapisan retina adalah sebagai berikut:

    1) Epitel pigmen (lapisan yang paling dekat ke lapisan koroid)

    2) Lapisan sel batang dan kerucut

    3) Membran limiting eksternal

    4) Lapisan nuklear eksterna

    5) Lapisan plexiform eksterna

    6) Lapisan nuklear interna

    7) Lapisan plexiform interna

    8) Lapisan sel ganglion

    9) Lapisan serat saraf optik

    10) Membran limiting internal(lapisan yang paling dekat dengan tubuh

    vitreous)(11)

    Gambar 2.6 Gambaran funduskopi mata kanan.

  • 18

    3.2 Endoftalmitis

    Endoftalmitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada seluruh jaringan

    intraokular. Endoftalmitis mengenai dua dinding bola mata yaitu retina dan koroid

    namun tanpa melibatkan sklera dan kapsula tenon.(12)

    Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata

    yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli

    anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat

    membentuk abses di dalam badan kaca.(13)

    3.3 Epidemiologi

    Angka kejadian endoftalmitis di Amerika Serikat akibat operasi terbuka

    bola mata sebesar 5-14%, sedangkan yang disebabkan oleh trauma sekitar 10-30%

    dan akibat oleh reaksi antibodi terhadap pemasangan lensa yang dianggap sebagai

    benda asing oleh tubuh sebesar 7-31%.(12)

    Banyak hal yang dapat menyebabkan endoftalmitis, namun penyebab

    tersering adalah post operasi intraokular (62%), cedera karna benda tajam (20%),

    komplikasi setelah operasi glaukoma (10%), serta setelah melakukan operasi lain

    berupa keratoplasti, vitrectomi, ataupun implantasi intraokular lensa, dan akibat

    bakteri dan jamur terjadi sekitar 2-8%.(12)

    3.4 Etiologi

    Berdasarkan penyebabnya, endoftalmitis dapat dibedakan menjadi

    endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh

    imunologis atau auto imun (non infeksi).(12)

    Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat dibagi menjadi

    endoftalmitis endogen dan endoftalmitis eksogen. Endoftalmitis endogen

    diakibatkan penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit dari fokus infeksi yang

    terdapat didalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun akibat penyakit

    sistemik lainnya, seperti endokarditis.(12)

    Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus atau adanya infeksi

    sekunder akibat komplikasi yang terjadi pada tindakan membuka bola mata, reaksi

    terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata.(12)

  • 19

    Endoftlamitis fakoanafilatik adalah endoftalmitis unilateral ataupun

    bilateral yang merupakan akibat reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang

    ruptur. Endoftalmitis jenis ini merupakan suatu penyakit autoimun terhadap

    jaringan tubuh sendiri yang diakibatkan jaringan tubuh tidak mengenali jaringan

    lensa yang tidak terletak didalam kapsul. Terbentuk antibodi didalam tubuh

    terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan

    endoftalmitis fakoanafilatik.(12)

    3.5 Patogenesis

    Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)

    memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Masuknya

    bakteri ke dalam mata terjadi karena rusaknya rintangan-rintangan okular. Ini bisa

    disebabkan oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan

    dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama

    infeksi. Penetrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan gangguan eksogen

    pada mata. Jika masuknya lewat sistem vaskular, maka jalur endogen akan

    terbentuk. Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata,

    proliferasi akan berlangsung dengan cepat. Kerusakan jaringan intraokular dapat

    juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator

    inflamasi dari respon kekebalan.(13)

    Vitreus bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan

    bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokokus,

    streptokokus, pneumokokus, pseudomonas dan bacillus cereus. Bakteri, sebagai

    benda asing, memicu suatu respons inflamasi. Masuknya produk-produk inflamasi

    menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan peningkatan

    rekrutmen sel inflamasi.(13)

    Kerusakan pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang

    melepaskan enzim-enzim proteilitik serta racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri-

    bakteri. Kerusakan terjadi di semua level jaringan yang berhubungan dengan sel-

    sel inflamasi dan racun-racun.(14)

    Endoftalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,

    retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan

  • 20

    okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,

    peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang

    mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen.(14)

    3.6 Manifestasi Klinis

    Diagnosis endoftalmitis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap

    meliputi adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai

    dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya

    kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita

    perlu dianamnesis mengenai ada atau tidaknya penyakit sistemik yang dideritanya.

    Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah

    diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang

    rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang menyebabkan endoftalmitis

    endogen akibat penyebaran secara hematogen dan meningitis, endokarditis, infeksi

    saluran kemih, infeksi paru-paru dan pieonefritis.(15-17) Untuk endoftalmitis

    fakoanafilaktik, dapat dinyatakan tentang adanya riwayat gejala subjektif katarak

    yang diderita pasien sebelumnya. Adapun gejala yang dikeluhkan pasien (gejala

    subjektif) dan gejala yang didapat melalui pemeriksaan fisik dapat mengarahkan

    pada diagnosis endoftalmitis.(12, 16)

    Gejala subjektif.(12, 16, 17)

    Mata merah dan nyeri pada bola mata

    Penurunan tajam penglihatan

    Fotofobia

    Nyeri kepala

    Mata terasa bengkak

    Kelopak mata bengkak, kadang sulit dibuka

  • 21

    Gambar 2.7 Endoftalmitis Staphylococcus epidermidis pada pasien post

    operasi katarak.

    Gejala objektif.(12, 15-17)

    Edema palpebra superior

    Kemosis dan hiperemi konjungtiva

    Edema kornea dan infiltrasi struma

    Kornea keruh

    Hipopion

    Kekeruhan badan kaca (vitreus)

    Injeksi silier dan injeksi konjungtiva

    Keratik presipitat

    Bilik mata depan keruh

    Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun

    hilang sama sekali

    Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan masa

    putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca dengan

    proyeksi sinar yang baik.

    Pemeriksaan penunjang(12, 15, 16):

    1. Pemeriksaan darah lengkap, LED, gula darah puasa.

    2. Foto rontgen thoraks

    3. USG jantung

    4. Kultur urin, darah, LCS, sputum dan tinja

    5. Funduskopi untuk menilai ada tidaknya kekeruhan media refraksi

    6. Ultrasonografi (B Scan) dan CT-Scan

  • 22

    Ini adalah pemeriksaan dengan melakukan ultrasound terhadap kutub

    posterior jika pandangan fundus buruk. Biasanya, penebalan korodial dan gema-

    gema ultrasound dalam vitreus anterior dan posterior akan membantu diagnosis.

    Ultrasound juga penting untuk menyediakan landasan pijak sebelum intervensi

    intraocular dan untuk menilai tampak vitreus posterior dan daerah-daerah traksi

    yang mungkin. Retina yang robek jarang terlihat bersama-sama dengan

    endoftalmitis.(9)

    Gambar 2.8 B.Scan Endoftalmitis(15)

    CT-Scan jarang dilakukan kecuali terjadi trauma. Penebalan sclera dan

    jaringan-jaringan uveal yang berhubungan dengan berbagai tingkatan densitas yang

    tinggi dalam vitreus dan struktur-struktur jaringan lunak periokular mungkin

    terlihat.(9)

    7. Pengambilan sampel akueous dan vitreus antuk analisis mikrobiologi.

    Kultur untuk menentukan mikroorganisme penyebab memerlukan waktu 48

    jam sampai 14 hari. Diagnosis endoftalmitis dipastikan dengan melakukan

    aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreum di bawah anestesi lokal melalui sklerotomi

    pars plana dengan menggunakan jarum berukuran 20-23, kemudian aspirat

    diperiksa secara mikroskopik. Vitrektomi juga diindikasikan untuk

    melakukan drainase abses dan memungkinkan visualisasi fundus yang jelas.

    3.7 Diagnosa Banding dan Diagnosis

    Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit untuk

    dibedakan dengan peradangan intraocular lainnya. Peradangan berlebihan tanpa

  • 23

    endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah ada

    sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya. Toxic

    anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis diferensial

    endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun selama

    operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa intraokular.

    Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion tanpa infeksi

    intraokular. lt ini penting untuk menghindari memperkenalkan infeksi eksternal

    (seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan paracentesis yang

    tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di vitreous, atau sel

    retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi peradangan intraocular.

    Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan kontraindikasi. karakteristik

    yang paling membantu untuk membedakan endoftalmitis yang benar adalah bahwa

    vitritis ini progresif dan keluar dari proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu,

    dokter harus menangani kondisi ini sebagai suatu proses infeksi.(14)

    3.8 Tatalaksana

    Endoftalmitis di obati sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik

    atau antifungi diberikan melalui periokular atau subkonjungtiva. Antibiotik topikal

    dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari sebagai

    antibiotik empiris yang harus diberikan secepatnya. Antibiotik dapat diberikan

    secara tunggal ataupun kombinasi. Jika penyebabnya jamur diberikan amfoterisin

    B 150 g subkonjungtiva.(12)

    Tabel 2.1 penggunaan dan dosis antibiotik empiris untuk endoftalmitis.(15)

  • 24

    Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata untuk mengurangi rasa nyeri,

    stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah danmencegah atau melepaskan sinekia

    serta mengistirahatkan iris dan dan badan siliar yang sedang mengalami infeksi. (12)

    Terapi steroid untuk mengurangi infamasi yang disertai eksudasi dan untuk

    mengurangi granulasi jaringan. Pemberian deksametason diduga dapat

    menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan

    kerusakan luas pada mata. Deksametason dapat diberikan secara intravitreal dengan

    dosis 400 g dan 1 mg secara intraoukular sebagai profilaksis. (16) bila terapi tidak

    berhasil maka dilakukan eviserasi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.(18)

    3.9 Komplikasi

    Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga

    lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan vitreus dapat menyebabkan

    panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan radang supuratif intraocular disertai

    dengan radang jaringan ekstraokular atau kapsul tenon dan jaringan ikat

    jarang di dalam rongga orbita. Penyebabnya terutama akibat perforasi

    operasi atau tukak yang disertai infeksi. Pasien dengan panoftalmitis

    akan terlihat sakit, menggigil disertai demam, sakit kepala berat,

    kadang-kadang muntah, disertai gejala endoftalmitis yang lebih berat.

    Pada mata terlihat kornea yang sangat keruh dan berwarna kuning,

    hipopion, badan kaca dengan massa purulen massif disertai refleks

    kuning di dalamnya, konjungtiva kemotik, dan kelopak kemotik dan

    hiperemis.(12, 13)

    3.10 Prognosis

    Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen karena

    berhubungan dengan tipe organisme, tingkat virulensi, daya tahan tubuh penderita

    dan keterlambatan diagnosis. Endoftalmitis yang diterapi dengan vitrektomi 74%

    pasien mendapat perbaikan visus sampai 6/30.(16, 17)

  • 25

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    3.1 Identitas Pasien

    Nama : Engkos Salim

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 59 tahun

    Alamat : Desa Makmur Jaya, Simpang Kiri, Kec. Longkib,

    Subulussalam

    Pekerjaan : Wiraswasta/Petani

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    No CM : 1-04-44-18

    Tanggal Masuk RS : 17 Maret 2015

    Tanggal Pemeriksaan : 17,18, 23 Maret 2015

    3.2 Anamnesis

    3.2.1 Keluhan Utama

    Hilang penglihatan mata kiri

    3.2.2 Keluhan Tambahan

    Mata kiri nyeri, kepala nyeri,

    3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke poli mata dengan keluhan hilang penglihatan mata kiri

    yang dialaminya sejak 32 hari yang lalu. Penglihatan menghilang semakin

    lama semakin parah. Keluhan hilang penglihatan diikuti dengan keluhan

    nyeri pada mata kiri dan nyeri kepala. Pada awalnya mata pasien kelilipan

    saat pasien ingin memanen kelapa sawit dan kemudian merasakan mata

    terasa gatal sehingga pasien sering mengusap matanya. Beberapa hari

    setelah kelilipan pasien mulai merasakan silau jika mata kirinya terkena

    cahaya. Dua minggu setelah kelilipan pasien merasakan mata kirinya

    mulai terasa nyeri dan sakit kepala. Sepuluh hari kemudian pasien mulai

  • 26

    mengalami penglihatan kabur dan semakin lama semakin parah. Pasien

    juga mengatakan bahwa ada bintik putih di mata kirinya. Pasien kemudian

    di rawat di Rumah Sakit Daerah Tapak Tuan selama 15 hari akan tetapi

    pasien tidak merasakan perubahan yang berarti terhadap penglihatan mata

    kirinya. Dan akhirnya pasien dirujuk ke RSUDZA untuk dilakukan

    pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

    3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus disangkal. 25 tahun

    sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan ada bintik putih pada mata

    dan bintik putih tersebut hilang setelah pasien berobat ke dokter mata.

    Pasien juga pernah mengalami beberapa kali sakit mata. Dimana mata

    pasien menjadi berwarna merah dengan kotoran mata yang bertambah

    banyak. Mata merah ini terakhir kali dialami pasien satu tahun yang lalu.

    3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

    3.2.6 Riwayat Pemakaian Obat

    Pasien sebelumnya sudah berobat beberapa kali dalam 46 hari terakhir

    tetapi pasien tidak tahu nama obatnya.

    3.2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial

    Pasien merupakan seorang petani yang biasanya rutin ke ladang sawit

    untuk mengotrol hasil panen.

    3.3 Vital sign (18 Maret 2015)

    Keadaan Umum : Baik

    Kesadaran : Kompos mentis

    Tekanan darah : 100/60 mmHg

    Heart rate : 64x/i

    Respiratory rate : 18 x/i

    Temperatur : 36,2C

  • 27

    3.4 Status Oftalmologis

    Pemeriksaan OD OS

    Visus :

    - Tanpa koreksi

    - Dengan koreksi

    5/60

    Tidak dilakukan

    1/

    Tidak dilakukan

    TIO N/P N/P

    Hirschberg Orthophoria Orthophoria

    Pergerakan Normal Normal

    Palpebra

    - Edema

    - Hiperemis

    - Trikiasis

    - Ptosis

    - Lagoftalmus

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    +

    -

    Konjungtiva

    Bulbi:

    - injeksi konjungtiva

    - Injeksi siliar

    - Hiperemis

    Tarsal:

    - Pucat

    - Hiperemis

    -

    -

    +

    -

    -

    +

    -

    -

    +

    +

    -

    +

    Kornea

    - Warna

    - Ulkus

    - Infiltrate

    - Sikatrik

    Jernih

    -

    -

    -

    Keruh

    -

    +

    -

    COA

    - Kedalaman

    - Hifema

    Dalam

    -

    Dangkal

    -

  • 28

    Foto klinis

    Gambar 3.1 Foto Klinis pasien

    3.5 Pemeriksaan penunjang

    1. Pemeriksaan Laboratorium

    (17 Maret 2015)

    Natrium : 143 mmol/L

    Kalium : 3,9 mmol/L

    Glukosa darah sewaktu : 122 mg/dL

    Ureum : 56 mg/dL

    Kreatinin : 1,05 mg/Cl

    - Hipopion - -

    Iris / pupil

    - Warna iris

    - Bentuk pupil

    - Refleks cahaya langsung

    - Refleks cahaya tidak

    langsung

    Cokelat

    Bulat, sentral

    +

    +

    keruh

    Bulat, sentral

    +

    +

    Lensa

    - Warna

    Jernih

    Keruh

    Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

    Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

  • 29

    2. Pemeriksaan USG B-Scan (19 Maret 2015)

    Gambar 3.2 USG B-Scan Mata Kiri

  • 30

    3.6 Diagnosa banding

    - Endoftalmitis OS

    - Abrasi kornea OS

    - Uveitis anterior OS

    - Konjungtivitis OS

    Diagnosa Kerja : Endoftalmitis OS

    3.7 Tatalaksana

    1. Siprofloksasin 500 mg tablet 2x1

    2. Asam Mefenamat 500 mg tablet 3x1

    3. Natacern Eye Drop 6x1 OS

    4. Levocin Eye Drop 6x1 OS

    3.8 Prognosis

    o Quo ad vitam : Dubia ad bonam

    o Quo ad functionam : Dubia ad malam

    o Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

  • 31

    BAB IV

    ANALISA KASUS

    Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 59 tahun dengan keluhan

    kehilangan penglihatan mata kiri sejak 32 hari sebelum masuk rumah sakit pasca

    trauma okuli. Insiden endoftalmitis pasca trauma lebih banyak terjadi pada laki-laki

    yang berusia muda.(19) Hal ini terkait dengan pola aktivitas dan pekerjaan laki-laki

    muda yang lebih berpotensi mengalami trauma okuli.

    Sebuah penelitian prospektif multisenter yang dilakukan oleh Cornut dkk

    pada tahun 2012 didapatkan bahwa 17 pasien dengan endoftalmitis pasca trauma

    rata-rata usia pasien adalah 58 tahun. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa

    gejala-gejala endoftalmitis muncul rata-rata setelah 4 hari pasca trauma.(20) Pada

    pelitian lainnya didapatkan bahwa pada endoftalmitis yang disebabkan bakteri

    didapatkan gejala muncul rata-rata 4 hari setelah trauma dan pada endoftalmitis

    yang disebabkan oleh jamur rata-rata gejala muncul 57 hari setelah trauma.(21)

    Pasien mengalami trauma okuli saat sedang bekerja dan berada di daerah

    perkebunan. Hal ini berhubungan dengan teori yang menyatakan bahwa mayoritas

    cedera mata yang menyebabkan endoftalmitis terjadi di tempat kerja bila peralatan

    pelindung mata tidak dipakai, dan biasanya terjadi di daerah pedesaan. Sebagian

    besar terjadi pada pekerja laki-laki muda di daerah pedesaan dan lingkungan

    berisiko tinggi.(22)

    Angka kejadian endoftalmitis setelah trauma adalah bervariasi yaitu sebesar

    4-16%.(20, 23) Angka kejadian ini meningkat hingga 6-60% apabila terdapat benda

    asing pada mata pasca trauma okuli.(24)

    Keluhan yang dialami oleh pasien pada laporan kasus ini adalah menurun

    hingga menghilangnya penglihatan yang diawali dengan rasa gatal dan nyeri pada

    mata kiri. Nyeri juga dirasakan pada kepala. Keluhan ini sesuai dengan teori bahwa

    pada pasien-pasien dengan endoftalmitis pasca trauma akan menenunjukkan urutan

    gejala-gejala akibat trauma.(21) Keluhan utama pasien dengan endoftalmitis pada

    umumnya adalah kehilangan penglihatan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

    Verma dkk pada tahun 2004 didapatkan bahwa pada 37 pasien yang mengalami

  • 32

    endoftalmitis 31 pasien (87%) mengalami penurunan penglihatan dan 6 pasien

    (13%) tidak dapat menilai adanya rangsangan cahaya.(25)

    Penelitian lainnya menyebutkan bahwa gejala pada endoftalmitis dapat

    berupa: eritema kelopak mata, edema kelopak mata, ektropion kelopak mata,

    proptosis, purulen debit (hipopion).(26) Hal ini sesuai dengan gejala dan tanda yang

    ada pada pasien yang dilaporkan.

    Diagnosa endoftalmitis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis khususnya

    riwayat trauma serta gejala dan tanda yang muncul berupa gejala dan tanda

    inflamasi yang menyertai trauma. Diagnosa pastinya ditegakkan dengan

    pemeriksaan agen infeksius dengan cara kultur ataupun pewarnaan yang sesuai

    terhadap masing-masing agen infeksius.(21) Hal ini belum dilakukan pada pasien

    yang dilaporkan sehingga diagnosa pada pasien ini hanya berdasarkan pada

    anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.

    Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG B-Scan. Pemeriksaan USG B-

    Scan dilakukan untuk menilai ada tidaknya benda asing di dalam mata, keadaan

    humor vitreus dan keadaan retina. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan

    adalah pemeriksaan CT-Scan jika terdapat kecurigaan yang besar adanya benda

    asing di dalam bola mata dan untuk memfasilitasi proses pengangkatan benda asing

    dan perbaikan primer pada bola mata.(21)

    Tata laksana pada pasien ini adalah pemberian analgesik dan antibiotik oral

    disertai dengan antibiotik topikal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan

    bahwa pemberian analgesik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

    Antibiotik intra oral diberikan untuk mengatur dosis antibiotik di dalam vitreus

    selalu berada dalam efek teurapetik yang maksimal.(27) Selain itu, pemberian

    antibiotik topikal adalah untuk mencapai level teurapetik antibiotik intraokular.

    Pada beberapa kasus pemberian antibiotik intravitreal juga menunjukkan prognosis

    yang lebih baik.(21)

  • 33

    BAB V

    KESIMPULAN

    Endoftalmitis adalah adanya peradangan hebat intraokular, terjadi yang

    diakibatkan dari bakteri, jamur atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukan

    antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan,

    dan hipopion. Konjungtiva chemosis dan edema kornea. Sedangkan jenis dari

    endoftalmitis ini sendiri Endoftalmitis akut pasca bedah katarak, Endoftalmitis

    pseudofaki kronik, Endoftalmitis pasca operasi filtrasi anti-Glaukoma,

    Endoftalmitis pasca trauma, Endoftalmitis endogen, Endoftalmitis jamur.

    Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis adalah vitreous tap untuk mengetahui

    organisme penyebab sehingga terapi yang diberikan sesuai. Terapi operatif

    (vitrectomy) dilakukan pada endoftalmitis berat. Prognosis dari endoftalmitis

    sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis, jangka waktu infeksi sampai

    penatalaksanaan, virulensi bakteri dan keparahan dari trauma. Diagnosa yang tepat

    dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat mampu meningkatkan angka

    kesembuhan endoftalmitis.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA, Cohan JE, Perkins T. Albert & Jakobiec's principles and practice of ophthalmology: Saunders/Elsevier; 2008.

    2. Taban M, Behrens A, Newcomb RL, Nobe MY, Saedi G, Sweet PM, et al. Acute endophthalmitis following cataract surgery: a systematic review of the

    literature. Archives of ophthalmology. 2005;123(5):613-20.

    3. Bhagat N, Nagori S, Zarbin M. Post-traumatic infectious endophthalmitis. Survey of ophthalmology. 2011;56(3):214-51.

    4. Niazi MK, Khan MD, Arain MA, Adeeb L, Yasir S. Effect of Intravitreal Moxifloxacin in Acute Post Traumatic Endophthalmitis. American Journal of

    Medical Case Reports. 2014;2(2):39-40.

    5. Thompson JT, Parver LM, Enger CL, Mieler WF, Liggett PE, System FTNET. Infectious endophthalmitis after penetrating injuries with retained intraocular

    foreign bodies. Ophthalmology. 1993;100(10):1468-74.

    6. Long C, Liu B, Xu C, Jing Y, Yuan Z, Lin X. Causative organisms of post-traumatic endophthalmitis: a 20-year retrospective study. BMC

    ophthalmology. 2014;14(1):34.

    7. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.

    8. Takahashi Y, Miyazaki H, Ichinose A, Nakano T, Asamoto K, Kakizaki H. Anatomy of deep lateral and medial orbital walls: implications in orbital

    decompression surgery. Orbit. 2013;32(6):409-12.

    9. Hwang SH, Kim SW, Park CS, Kim SW, Cho JH, Kang JM. Morphometric

    analysis of the infraorbital groove, canal, and foramen on three-dimensional

    reconstruction of computed tomography scans. Surgical and Radiologic

    Anatomy. 2013;35(7):565-71.

    10. Michalek P, Donaldson W, McAleavey F, Johnston P, Kiska R. Ultrasound

    imaging of the infraorbital foramen and simulation of the ultrasound-guided

    infraorbital nerve block using a skull model. Surgical and Radiologic Anatomy.

    2013;35(4):319-22.

    11. Drake R, Vogl AW, Mitchell AW. Gray's anatomy for students: Elsevier

    Health Sciences; 2014.

  • 35

    12. Rao N, Cousins S, Forster D, Meisler D, Opremcap E, Turgeon P. Intraocular

    inflammation and uveitis. Basic and Clinical Science Course (San Francisco:

    American Academy of Ophthalmology, 1997-1998), Section. 1997;9:57-80.

    13. Sidarta I. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

    14. Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Asbury's general ophthalmology:

    Wiley Online Library; 2008.

    15. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial

    endophthalmitis: a 17-year prospective series and review of 267 reported cases.

    Survey of ophthalmology. 2003;48(4):403-23.

    16. Veselinovi D, Veselinovi A. Endophthalmitis. Acta Medica Medianae. 2009;48(1):56-62.

    17. Olver J, Cassidy L, Jutley G, Crawley L. Ophthalmology at a Glance: John

    Wiley & Sons; 2014.

    18. Phan LT, Hwang TN, McCulley TJ. Evisceration in the modern age. Middle

    East African journal of ophthalmology. 2012;19(1):24.

    19. Faghihi H, Hajizadeh F, Esfahani MR, Rasoulinejad SA, Lashay A, Mirshahi

    A, et al. Posttraumatic endophthalmitis: report No. 2. Retina. 2012;32(1):146-

    51.

    20. Cornut PL, Youssef EB, Bron A, Thuret G, Gain P, Burillon C, et al. A

    multicentre prospective study of posttraumatic endophthalmitis. Acta ophthalmologica. 2013;91(5):475-82.

    21. Nataraj A. Review Post Traumatic Endophthalmitis. Kerala Journal of

    Ophthalmology. 2011;23:293-7.

    22. Gokce G, Sobaci G, Ozgonul C, editors. Post-Traumatic endophthalmitis: a

    mini-review. Seminars in ophthalmology; 2014: Informa Healthcare USA, Inc.

    New York.

    23. Ahmed Y, Schimel A, Pathengay A, Colyer M, Flynn H. Endophthalmitis

    following open-globe injuries. Eye. 2012;26(2):212-7.

    24. Lieb DF, Scott IU, Flynn HW, Miller D, Feuer WJ. Open globe injuries with

    positive intraocular cultures: factors influencing final visual acuity outcomes.

    Ophthalmology. 2003;110(8):1560-6.

    25. Verma L, Patil R, Talwar D, Tewari HK, Ravi K. First contact management of

    post-operative endophthalmitis. A retro-spective analysis. Indian journal of

    ophthalmology. 2004;52(1):65.

  • 36

    26. Romero CF, Rai MK, Lowder CY, Adal KA. Endogenous endophthalmitis:

    case report and brief review. American family physician. 1999;60:510-23.

    27. Barry P, Behrens-Baumann W, Pleyer U, Seal D. ESCRS Guidelines on

    prevention, investigation and management of post-operative endophthalmitis.

    Version. 2007;2:1-36.

  • 37

  • 38