tugas presentasi kasus dispepsia iabetes fix

38
TUGAS PRESENTASI KASUS “DM” Kelompok I Tutor : dr. Suharno. Sp.Pd Firman Pranoto G1A00134 Bellindra Putra G1A00135 Khafizati A.Fitri G1A00136 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: bellindra-putra-haryoko

Post on 06-Aug-2015

266 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

TUGAS PRESENTASI KASUS

“DM”

Kelompok I

Tutor : dr. Suharno. Sp.Pd

Firman Pranoto G1A00134

Bellindra Putra G1A00135

Khafizati A.Fitri G1A00136

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan,

khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di

perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau

kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan

penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat. Gejalanya pun

bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati,

sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan

segala komplikasinya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya Dispepsia yaitu

pengleuaran asam lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah,

infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung

dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress

psikologis (Ariyanto, 2007).

Terkadang dispepsi dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya

penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dyspepsia disebabkan karena

kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal

penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas

2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja

3. Kesulitan menelan

4. Terkadang mual-muntah

5. Buang air besar tidak lancar

6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999)

Page 3: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

   Secara umum dyspepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik

dan dyspepsia non organic atau dyspepsia fungsionan. Dyspepsia organik

jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih

dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002).

Dyspepsia dapat disebut dipepsia organik apabila penyebabnya telah

diketahui secara jelas. Dyspepsia fungsional atau ispepsia non

organic,merupakan ispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan

kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi,

2002).

Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya. Diabetes mellitus sendiri secara klinis

diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu diabetes mellitus tipe I dan

diabetes mellitus tipe II. DM Tipe I sendiri disebabkan oleh terjadinya

destruksi sel beta dikarenakan proses imunologik maupun proses idiopatik,

sementara DM Tipe II disebabkan karena terjadinya resistensi insulin, yaitu

kurangnya sensitifitas jaringan sasaran untuk berespon terhadap insulin

(Gustaviani, 2006). Hiperglikemia merupakan tanda yang sering dijumpai

pada pasien DM Tipe II dikarenakan akibat gabungan dari resistensi insulin,

sekresi insulin yang tidak memadai dan sekresi glukagon yang berlebihan

(Fauci, 2009). DM Tipe II dengan kontrol yang buruk menjadi faktor risiko

untuk terjadinya disfungsi vaskular dan neuropati, yang manifestasinya dapat

menimbulkan disfungsi di berbagai organ tubuh (Khardori, 2012).

Saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes yang cukup

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Tahun 2011, Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa diperkirakan sekitar 26 juta

warga negara Amerika menderita Diabetes, dan diperkirakan 79 juta warga

Amerika termasuk golongan prediabetes (CDC, 2011). The International

Diabetes Federation sendiri memprediksi bahwa jumlah orang dengan diabetes

akan meningkat dari 366 juta pada tahun 2011 menjadi 552 juta pada tahun

2030. Indonesia sendiri termasuk jajaran 10 besar negara dengan angka

Page 4: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

kejadian diabetes tertinggi di dunia, dengan jumlah penderita yang dilaporkan

diperkirakan sebesar 5 juta penderita (IDF, 2011). Secara epidemiologi

diperkirakan tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta

orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh

bahwa hasil proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-

54 tahun menempati peringkat kedua, yaitu sebesar 14,7% dan peringkat ke 6

sebesar 5,8% untuk penyebab kematian di daerah pedesaan (Aisyah, 2012).

Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 2005 didapatkan

kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di

beberapa tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3%,

Manado 6%, di Depok didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%

dimana angka ini termasuk tinggi, di Makassar didapatkan prevalensi diabetes

terakhir sebesar 12,5% (Suyono, 2006).

Page 5: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

a. Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari

rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di

dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk

dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik

sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan

yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus

dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia

nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional

tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan

pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong

saluran pencernaan).

    Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada

perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas,

perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang

dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita.

Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa

waktu (Bazaldua, et al, 1999)

b. Diabetes Militus

Page 6: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu gangguan

metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan

manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, dimana terjadi secara

kronik dan ditandai dengan adanya hiperglikemi ataupun gangguan

aktivitas insulin ataupun keduanya (Price, 2006; PERKENI, 2006).

B. Etiologi dan predisposisi

a. Etiologi

Dispepsia

Dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.

Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas

menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari

faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa

obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan

dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.

(Bazaldua, et al, 1999)

   Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

Diabetes Militus

Page 7: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus

Tergantung Insulin disebabkan oleh destruksi sel â pula Langerhans

akibat proses autoimun.

2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes

Mellitus Tidak Tergantung Insulin disebabkan kegagalan relatif sel â

pulau Langerhans dan resisteni insulin. Resitensi insulin adalah

turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi

glukosa oleh hati. Sel â tidak mampu mengimbangi resistensi insulin

ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel â pankreas mengalami

desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer, A., 1999).

b. Predisposisi

Seseorang dapat memiliki risiko tinggi mengidap DM tipe 2

apabila termasuk salah satu atau lebih dalam kelompok sebagai

berikut: 1) Usia >45 tahun; 2) Berat badan lebih: IMT >23 kg/m2;

3) Hipertensi (> 140/90 mmHg), 4) Riwayat DM dalam garis

keturunan, 5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat,

atau BB lahir bayi > 4000 gram; 6) Kolesterol HDL < 35 mg/dl

dan atau trigliserida > 250 mg/dl (Gustaviani, 2006). Fauci (2009)

dalam bukunya Harrison Manual of Medicine, dijelaskan beberapa

faktor risiko DM, antara lain: 1) Ada riwayat keluarga penderita

DM; 2) Aktivitas fisik yang kurang; 3) Ras/etnis (African

American, Latin, Native American, Asian American, Pacific

Islander); 4) Sebelumnya teridentifikasi ke dalam kelompok IFG

(Impaired Fasting Glucose, kadar GDP 100-125 mg/dL) atau IGT

(Impaired Glucose Tolerance, kadar glukosa darah sewaktu 140-

199 mg/dl); 5) Riwayat melahirkan bayi makrosomia (BBLR >

4000 gr) atau Diabetes Gestasional; 6) Hipertensi (> 140/90

Page 8: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

mmHg); 7) HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl; 8)

PCOS (Polycystic Ovary Syndrome); 9) Riwayat gangguan

kardiovaskuler (Fauci, 2009).

C. Patofisiologi

a. Dispepsia

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak

jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan

stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan

kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung

akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, Lambung menghasilkan

asam pepsin lambung yang sifatnya mencerna semua jaringan hidup

termasuk mukosa lambung dan duodenum. Tetapi lambung dan

duodenum dilindungi oleh barier epitel dari autodigesti. kondisi demikian

dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang

terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla

oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik

makanan maupun cairan. Peningkatan tersebut akan mencerna sistem

barier mukosa epitel (autodigesti) sehingga menyebabkan tukak lambung

lalu timbul gejala dyspepsia (Corwin,2001).

b. Diabete militus

Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respon

terhadap kejadian-kejadian pemicu yang di duga berupa infeksi virus,

dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh

glukosa. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih dari 90%

sel-sel beta menjadi rusak. Pada DM dalam bentuk yang lebih berat, sel-

sel beta telah dirusak semuanya sehingga terjadi insulinopenia dan semua

kelainan metabolic yang berkaitan dengan defisiensi insulin. (Price,

Sylvia.2006)

Page 9: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Autoantibodi yang diproduksi di pulau langerhans tersebut telah

merusak sel-sel β sehingga produksi insulin yang membantu proses

penyerapan glukosa tersebut tidak mencukupi atau produksi insulinnya

sedikit bahkan dapat juga tidak memproduksi insulin. Tubuh yang tidak

bisa memenuhi kebutuhan insulin ini disebut resistensi insulin. Karena

produksi insulin tidak mencukupi sehingga penyerapan glukosa di dalam

usus yang akan disimpan di dalam hati dan otot menjadi sedikit. Hal ini

menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi meningkat. (Price,

Sylvia.2006)

Patofisiologi

AutoantibodyPankreasMerusak sel βVirus/toksik

Produksi insulin terganggu

Resistensi insulinInsufisiensi insulin

Usus tdk dpt menyerap

Kadar gula darah naik

Diabetes

Page 10: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Ketidak seimbangan cairan

Gangguan nutrisi

Polifagia

Keseimbangan kalori (-)

Glukosa hilangPolidipsia Poliuria

Diuresis osmotik

Glukosuria

Ginjal tdk dpt menyerap glukosa kembali

Page 11: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

D. Penegakan Diagnosis

Dipepsia

a. Anamnesis

Pada keluhan utama yang dialami pasien adalah nyeri ulu hati

yang yang sudah dialami selama 2 minggu. Sejak 1 tahun yang lalu

pasien sering mengalami nyeri ulu hati, kembung, dan sendawa namun

sembuh setelah minum obat seperti promag dan waisan. Ayah dan ibu

juga menderita penyakit yang sama. Pasien merupakan karyawan

berdedikasi tinggi, sering makan tidak teratur, dan baru putus hubungan

dengan pacarnya 2 bulan yang lalu (sudoyono,2009)

Berdasarkan lokasi nyeri, dapat dipikirkan kemungkinan kelainan yang

terjadi :

Lokasi nyeri dugaan sumber nyeri

Epigastrium gaster, pankreas, duodenum

Periumbilikus usus halus, duodenum

Kuadran kanan atas hati, duodenum, kantung empedu

Kuadran kiri atas pankreas, limpa, gaster, kolon, ginjal

Perlu diketahui kualitas nyeri yang dialami pasien. Namun hal ini tidak

mudah terutama di Indonesia dimana ekspresi bahasa tidak sama untuk

menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnya harus dibedakan antara nyeri

kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, nyeri yang bersifat

tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa

panas seperti pada esofagitis, dan nyeri tumpul yang menetap pada

apendisitis (sudoyono,2009)

Intensitas nyeri juga dapat membantu dalam diagnosis penyakit. Pada

keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurutkan dari yang paling hebat

sampai nyeri yang cukup ringan sesuai dengan urutan penyakit berikut :

perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, obstruksi ileus, kolesistitis,

apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis, dan esofagitis. Pada nyeri kronik

Page 12: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

banyak faktor psikologis yang berperan sehingga lebih sulit dalam

menentukan diagnosis ( sudoyono,2009)

b. Pemeriksan Fisik

Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengidentifikasi kelainan intra

abdomen atau intra lumen yang padat seperti tumor, organomegali, atau

nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal atau

peritonitis. Dari pemeriksaan fisik pada pemicu didapatkan nyeri tekan

pada epigastrium dan perut sekitar pusar. Hati dan limpa tidak teraba.

Dari anamnesis yang tepat dibantu pemeriksaan fisik yang baik.Pada

kasus dispepsia, etiologi yang mungkin adalah :

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti tukak

gaster/duodenum, gastritis, tumor, atau infeksi bakteri Helicobacter

pylori.

Obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis

antibiotik, digitalis, teofilin, dll.

Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem bilier seperti hepatitis,

pankreatitis, dan kolesistitis kronik.

Dispepsia fungsional pada kasus yang tidak terbukti adanya gangguan

pada organik dan struktural yang dapat menjelaskan gejala-gejala yang

terjadi. Sering juga disebut dispepsia non ulkus ( sudoyono,2009)

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Endoskopi

Endoskop merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa organ

di dalam tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip melalui alat

tersebut atau melalui layar monitor sehingga kelainan yang ada pada

organ dapat terlihat dengan jelas. Pemeriksaan endoskopi adalah

pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskop untuk mendiagnosis

kelainan-kelainan organ dalam tubuh antara lain saluran cerna, saluran

kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dll.

Page 13: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Sumber : http://www.medhelp.org/adam/graphics/images/en/15849.jpg

Untuk pemeriksaan endoskopi saluran pencernaan bagian atas, terdapat

beberapa jenis yaitu :

Esofagogastroduodenoskopi

Jejunoskopi

Enteroskopi

Kapsul endoskopi

Pada kasus dispepsia, pemeriksaan endoskopi yang digunakan adalah

esofagosgastroduodenoskopi. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk

dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut

alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah

hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau

keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia di atas 45 tahun.

Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama

keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya.

Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentfikasi dengan akurat adanya

kelainan struktural/organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti

adanya tukak/ulkus, tumor, dll. Pemeriksaan dengan endoskopi juga dapat

memiliki fungsi lain yaitu biopsi/ pengambilan contoh jaringan yang

dicurigai untuk didapatkan gambaran histopatologiknya atau

mengidentifikasi adanya bakteri seperti Helicobacter pylori. (Fauci et

al,2008)

Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi kelainan

padat intra abdomen, misalnya batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis

hati, dll.

Page 14: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural

dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau

tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat

penyempitan dan obstruktif yang tidak dapat dilewati oleh skop

endoskopi.

Pada pemeriksaan radiologi untuk saluran cerna bagian atas, digunakan

barium sulfat yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh

sinar X. Saat pasien menelan suspensi barium, suspensi itu akan melapisi

esofagus dengan barium sehingga imaging dapat dilakukan (Fauci et

al,2008)

d. Gold Standar Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar

20 sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dan dari anamnesinya ada nyeri ulu hati yang yang

sudah dialami dari pemeriksan fisik di dapatkan ada nyeri tekan pada

epigastrium saat palpasi.paa pemeriksaan laboratorium sangat di perlukan

pemeriksaan Endoskopi untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai

oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat

badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah

darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama.

Diabetes Militus

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan keluhan keluhan khas penyakit

diabetesmilitus seperti poliuri, polidipsi,polifagi, lemas dan bahalnya

ektremitas bagian bawah. Dan biasanya didapatkan keludan tambahan

seperti pasien mudah ngantuk, penurunan berat badan, sering merasa

kesemutan, dan rasa bahal pada angota gerak

Page 15: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

b. Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi

badan,berat badan dan tanda – tanda vital.

2. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas.

3. Sistem urinaria

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit

saat berkemih.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa

>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl

2. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat

melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),

merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

3. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik

yang sesuai dengan jenis kuman.

d. Gold standard diagnosis

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan

puasa dengan metode enzimatik sebagai

patokan penyaring dan diagnosis DM

Bukan

DM

Belum

pasti DMDM

Page 16: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

(mg/dl).[6]

Kadar glukosa darah sewaktu:

Plasma vena <110 110 - 199 >200

Darah kapiler <90 90 - 199 >200

Kadar glukosa darah puasa:

Plasma vena <110 110 - 125 >126

Darah kapiler <90 90 - 109 >110

E. Pentalaksanaan

a. Medikamentosa

Dispepsia

Ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra

kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai

fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

   Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan

menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na

bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid

jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi

rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga

berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun

dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa

MgCl2.

2. Antikolinergik

Page 17: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang

agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor

muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-

43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3.   Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia

organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk

golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin,

ranitidin, dan famotidin. 

4.   Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir

dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan

PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5.   Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil

(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam

lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi

prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,

meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat

mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang

bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian

atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati

dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks

Page 18: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer

et al, 2007).

Ranitidin      Dispepsia akut dan  2x150mg Selama 4-6 minggu

                     kronik, khususnya  lanjutan :

                     tukak duodenum aktif  1x150mg Malam hari  

(Mansjoer et al, 2007) 

Tabel 5.2. Golongan obat penghambat pompa proton

Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek

samping

Omeperazol Tukak

peptik 

 

Tukak

duodenum

1x20mg/hari 

 

1x20-50mg/

hari

Setiap

pagi,

selama

1-2

minggu,

oral 

Selama 2-

4 hari

minggu,

oral

Sakit

kepala,

nuase,

diare,

lemas,

nyeri

epigastrik,

banyak

gas

Lansoprazol Tukak

peptik

1x30mg/hari 4 minggu,

oral

Sama

Pantoprazol Tukak

peptik,

inhibitor

pompa

proton

1x40mg/hari Oral sama

Page 19: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

yang

reversibel

Diabetes Militus

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar

gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi

tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid,

gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar

gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu

metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi

meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos

bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita

diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar

gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya

satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3

kali pemberian.Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat

mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan

suntikan insulin.

2. Terapi Sulih Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan

insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian

insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin

dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-

oral (ditelan).

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak,

biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang

sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3

Page 20: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja

yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan

paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar

gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4

jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali

digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan

setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan. ( CDC.

2011)

2. Insulin kerja sedang

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin

isofan.Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak

maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.

Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi

kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari

untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. ( CDC. 2011)

3. Insulin kerja lambat.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.

Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

( CDC. 2011)

b. Non medikamentosa

Dispepsia

a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-

obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

c. Atur pola makan

Page 21: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

Diabetes Militus

1. Prinsip 3J

Jumlah Makanan

Syarat kebutuhan kalori untuk penderita Diabetes Mellitus

harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan

mempertahankan berat badan normal. Komposisi energy adalah 60-

70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 20-25 % dari lemak.

Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat

tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur. (PERKENI. 2006)

a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi

karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi

serta penggantinya seperti : roti, mie, kentang, dan lainlain.

b. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi

protein dan mineral. Makanan sumber zat pembangun

seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam,

daging, susu, keju, dan lain-lain.

c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan

mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain : sayuran

dan buah-buahan. Ada beberapa jenis diet dan jumlah

kalori untuk penderita Diabetes Mellitus menurut

kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak .

(PERKENI. 2006)

Jenis Bahan Makanan

Banyak yang beranggapan bahwa penderita Diabetes

Mellitus harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak

selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa

darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi kita

terutama penderita Diabetes Mellitus untuk mengetahui efek dari

makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang dianjurkan

untuk penderita Diabetes Mellitus adalah makanan yang kaya serat

seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Yang terpenting

adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan

Page 22: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah

(hypoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak makan makanan

yang memperparah penyakit Diabetes Mellitus. (PERKENI. 2006)

Jadwal Makan Penderita Diabetes Mellitus

Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu

mengontrol kadar gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan

peningkatan gula darah mendadak dan bila berulang-ulang dalam

jangka panjang, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi Diabetes

Mellitus. Oleh karena itu makanlah sebelum lapar karena makan

disaat lapar sering tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula

darah lebih stabil, perlu pengaturan jadwal makan yang teratur yaitu

makan pagi, makan siang, makan malam dan snack diantara makan

besar dan dilaksanakan dengan interval 3 jam (PERKENI. 2006)

F. Prognosis

a. Dyspepsia

1. Baik jika Os dapat mengikuti edukasi, anjuran serta mengikuti alur

penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis yang telah

diberikan.

2. Kemungkinan besar Komplikasi akan terjadi jika Os tidak

mengikuti saran atau edukasi yang telah diberikan.

b. Diabetes Militus

Prognosis DM tipe II lebih baik dibandingkan dengan tipe I,

prognosis DM juga di pengaruhi ada tidaknya komlikasi yang bermakna

dalam kasus penyakit DM seperti ketoasidosis

G. Komplikasi

b. Dispepsia

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu

adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia

yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung

berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan

dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat

menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan

Page 23: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul

belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar

berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal.

Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker

lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.

.b. Diabetes Militus

Komplikasi DM dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis:

1. Komplikasi akut

Hipoglikemi dan ketoasidosis diabetikum

2. Komplikasi kronik

Komplikasi vaskuler, komlikasi non vaskuler dan ulkus diabetikum

(Harrison, 2008)

Page 24: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

BAB III

KESIMPULAN

1. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan. Pengertian dispepsia terbagi dua Dispepsia

organic,Dispepsia nonorgan

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu gangguan metabolisme yang

secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa

hilangnya toleransi karbohidrat, dimana terjadi secara kronik dan ditandai

dengan adanya hiperglikemi ataupun gangguan aktivitas insulin ataupun

keduanya (Price, 2006; PERKENI, 2006).

2. Dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus

Tergantung Insulin disebabkan

3. Pengobatanya dapat di berikan golongan oatobRanitidin,

Pantoprazol,Lansoprazo Omeperazol. Pada diaetes militus Obat

Hipoglikemik Oral (OHO),Terapi Sulih Insulin

4. Prognosis pasien Baik jika Os dapat mengikuti edukasi, anjuran serta

mengikuti alur penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis yang

telah diberikan. Prognosis DM tipe II lebih baik dibandingkan dengan tipe

I, prognosis DM juga di pengaruhi ada tidaknya komlikasi yang bermakna

dalam kasus penyakit DM seperti ketoasidosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad, Rosid. 2001. Hubungan Antara Hiperkolesterolemia dengan

Mikroalbuminuria. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Bagian Patologi Klinik, Semarang.

Page 25: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

2. Adam, J.M.F., 2006. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi,

B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, 1926 - 1932.

3. Aisyah, Siti. 2012. Mengenali Diabetes Melalui Tri “Poli”. Institut Agama

Islam Negeri Sunan Ampel. Diakses dari

http://www.sunan-ampel.ac.id/kolom-akademisi/1495-mengenali-diabetes-

melitus-melalui-tri-poli.html?lang= Diakses 20 Juli 2012.

4. American Diabetes Association, 2004. Diagnosis and Classification of

Diabetes Melitus. Diabetes Care

5. Batuman, Vecihi, et al. 2012. Diabetic Nephrophaty. Medscape Reference.

Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/238946-

overview#a0156. Diakses 20 Juli 2012.

6. Busari, OA. 2010. Microalbuminuria and its Relations with Serum Lipid

Abnormalities in Adult Nigerians with Newly Diagnosed Hypertension.

Annals of African Medicine. Vol 9: 62-7.

7. Fauci, Anthony S. 2009. Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition.

USA: McGraw-Hill Companies. Hal: 942-943.

8. CDC. 2011. National diabetes fact sheet: national estimates and general

information on diabetes and prediabetes in the United States, 2011.

Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh

dari http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf. Diakses 20 Juli

2012

9. Guyton, A.C..,Hall, J.E. 2007. Insulin, Glukagon, dan Diabetes Mellitus.

Hal 1010-1018. Dalam: Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2007. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

10. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : 156,159

11. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung.

www.kiatsehat.com, 2007

12. Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About

It. 

Page 26: Tugas Presentasi Kasus Dispepsia Iabetes Fix

http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspeps

ia.html, Desember 2006

13. Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.

15. Fauci et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. USA:

McGraw-Hill Companises; 2008.

16. Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi

Ketiga. Jakarta.: 488-491

17. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

Mellitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2006. Jakarta: Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia.

18. Price, Sylvia. 2006. Penyakit Aterosklerosis Koroner. Dalam: Price,

Sylvia dan Wilson, Loraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis dan

Proses-Proses Penyakit Jilid 1. Jakarta: EGC. 585-589.