askep dispepsia

56
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN “DISPEPSIA” OLEH: KURNIA SANGAJI 136 STY C09 PENGALAMAN BELAJAR PRAKTEK (PBP) YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

Upload: kurnia-sangaji

Post on 12-Aug-2015

230 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sangat Lengkap

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Dispepsia

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

“DISPEPSIA”

OLEH:

KURNIA SANGAJI

136 STY C09

PENGALAMAN BELAJAR PRAKTEK (PBP)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

2013

Page 2: Askep Dispepsia

LAPORAN PENDAHULUAN

DISPEPSIA

1.1 Pengertian

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti

pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari

rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan

keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan

regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,

2000 hal : 488).

Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri

dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh

atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola

makan yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-

obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).

Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,

perasaan panas didada di daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut

terasa penuh, cepat kenyang, bersendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa

keluhan lainnya. (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26).

Pengertian dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat keluhan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,

radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai

Page 3: Askep Dispepsia

kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong saluran pencernaan).

1.2 Anatomi dan Fisiologi

a. Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung.

Panjang sekitar 25 cm mulai dari faring sampai pintu masuk cardiac

lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar lapisan mukosa, submukosa,

lapisan otot melingkar esofagus terletak dibelakang trakhea dan depan tulang

belakang setelah melalui torak menembus difragma masuk .kedalam

abdomen menyambung dengan lambung.

b. Gaster (lambung)

Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar

seperti kantong, terletak didalam rongga perut terutama didaerah epigastrik.

Sebagian terletak dibagian kiri daerah hipokondriak dan umbilikal. Dalam

Page 4: Askep Dispepsia

keadaan kosong lambung berbentuk g dan dalam keadaan penuh lambung

berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.

Lambung terbagi atas cardiac gaster, fundus gaster, corpus gaster, antrum

pylorus, spinkter kedua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran

dan pemasukkan, mengalirkan makanan masuk ke duodenum dan ketika

berkontraksi spinkter ini akan mencegah terjadinya aliran balik dari usus

kelambung.

Persyaratan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis

untuk lambung dan duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus

vagus. Serabut aferen mengantarkan infuls nyeri yang dirangsang oleh

peregangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan pada

daerah epigastrium, serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan

sekresi lambung.

Didalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling, dan

beberapa fungsi, antara lain:

1) fungsi motorik terdiri atas:

Page 5: Askep Dispepsia

a. fungsi reservoir, menyimpan makanan sehingga sedkit demi

sedikit akan dicerna dan akan masuk kedalam saluran cerna.

b. Fungsi pencampuran, memecahkan makanan menjadi partikel

- partikel kecil dan bercampur dengan getah lambung melalui

kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi

peristaltik diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar.

c. Fungsi pengosongan lambung, diatur pembukaan

spinkter pilorus dan dipengaruhi oleh viskositas (kekentalan),

volume, keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta

emosi, dan obat-obatan. Lambung biasanya kosong dalam

waktu empat jam setelah makan dapat lebih cepat atau lebih

lambat tergantung dari banyak makanan yang masuk.

2) Fungsi pencernaan dan sekresi

a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan

karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam

lambung.

b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang

dimakan, perenggangan dan alkalinase antrum dan rangsangan

vagus.

c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12

dari usus halus bagian distal.

d. Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi

lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan

mudah diangkut.

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi:

a) Fase sefalik

Page 6: Askep Dispepsia

Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau

mengecap makanan. Menyebabkan fase sefalik berasal dari

korteks serebri atau pusat nafsu makan, impuls eferen

kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.

Hasilnya kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam

HCL.

b) Fase gastrik

Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan

terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada

dinding lambung, gastrik dilepaskan dari antrum kemudian

dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung untuk

merangsang sekresi pelepasan HCL.

c) Fase intestinal

Dimulai dari gerakan kimus dari lambung ke duodenum.

Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum

tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon

yang menyebabkan lambung terus-menerus mensekresi cairan

lambung.

1.3 Etiologi

Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses

penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung

lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%. Dispepsia disebabkan karena

kelainan organik, yaitu:

a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau

duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa Jenis

antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.

Page 7: Askep Dispepsia

c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,

pankreatitis, kolesistisis kronik.

d. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit

jantung koroner.

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.

b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual,

cepat kenyang.

c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia

mirip ulkus dan dispepsia mirip dismotilitas.

Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-

kasus dengan kelainan organic (Panchmatia, 2010).

1.4 Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat

seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan

menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat

mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,

kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan

merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla

oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan

maupun cairan.

Page 8: Askep Dispepsia

Gambar Patofisiologi dispepsia akibat infeksi Helycobacter Pylori

1.5 Patoflow

Page 9: Askep Dispepsia

Faktor resiko Faktor pemicu

Perubahan pola makan, stress Aspirin (OAINS), biometosin

Lambung kosong lama Memblok prostaglandin

Makanan masuk Sekresi mukus

Peregangan di perut Permeabilitas dinding lambung

Merangsang syaraf lambung HCL

di kirim ke hipotalamus Mengikis dinding lambung

Nausea

Regurgitasi HCL HCL mengiritasi dinding esofagus (esofagitis)

Disfagia, anorexia

merusak flora

infeksi bakteri E.Coli pengeluaran BPH

bakteri sisa masuk ke usus Merangsang reseptor nyeri

Diare Iritasi dinding lambung Medulla spinalis

perasaan tidak nyaman Thalamus

dibagian epigastrium

Korteks serebri

anorexia

respon nyeri

anorexia dalam waktu lama (hipermatabolik)

penurunan pembentukan ATP

kelelahan

intoleransi aktivitas

Kurang cairan

Ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi

Nyeri

Page 10: Askep Dispepsia

1.6 Manifestasi Klinik

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan,

membagi dyspepsia menjadi tiga tipe:

1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan

gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodic

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility),

dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas) (Mansjoer,

et al, 2007)

Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat

akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan

kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai

dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa

penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan

bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,

mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Page 11: Askep Dispepsia

Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak

memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan

atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksan.

1.7 Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya

komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka

didinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung

terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan

semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang

ditandai dengan terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda yang timbul

belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam

terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling

dikuwatirkan adalah terjadinya kangker lambung yang mengharuskan penderitanya

melakukan operasi. Adapun komplikasi dari didpepsia antara lain:

a. Perdarahan

b. Kangker lambung

c. Muntah darah

d. Ulkus peptikum

1.8 Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan

kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan

yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat

karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak

mengganggu fungsi lambung.

1.9 Pemeriksaan penujang

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

Page 12: Askep Dispepsia

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang

lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Dari hasil pemeriksaan

darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. pada

pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak

berarti kemungkinan menderta malabsorbsi. Seseorang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada

karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya

dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas

perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).

2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus

dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,

penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk

bila penderita makan (Mansjoer, 2007).

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau

usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan

lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk

mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi

merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus

terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan

kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum

tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan

Page 13: Askep Dispepsia

terhadap saluran makan bagian atas sebaiknya dengan kontras ganda. Pada

refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun

terutama di bagian distal, tampak anti peristaltik di antrum yang meninggi

serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke

intestine (hadi, 2002). Pada tukak baik dilambung, maupun di duodenum akan

terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi

kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular,

semisirkuler, dengan dasar licin. Kangker dilambung secara radiologis, akan

tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kangker, bentuk

dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen,

yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cuf off sign),

atau tampak dilatasi dari intestine terutama di jejunum yang disebut sentinel

loops.

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi

kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

1.10 Penatalaksanaan Medik

Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan Helicobacter pylori 1996,

ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan

dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi

dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/ hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menertalisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al

(OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisiklat. Pemberian antasid jangan terus-

menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg

trisiklat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai

Page 14: Askep Dispepsia

adsorben sehingga bersifat non toksik, namun dalam dosis besar akan

menyebabkan diare karena terbentuk senyawa Mgcl2.

2. Antikolenergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak

selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang

dapat mensenkresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga

memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik

atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis

reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asamm lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek samping

Omeperazol Tukak peptik

Tukak

duodenum

1x20

mg/hari

1x20-

50mg/hari

Setiap pagi,

selam 1-2

minggu, oral

Selama 2-4 hari,

oral

Sakit kepala,

nausea, diare

Mabuk, lemas,

nyeri

epigastrik,

banyak gas

Lansoprazol Tukak peptik 1x30mg/hari 4 minggu, oral Idem

Pantoprazol Tukak peptik, 1x40mg/har oral idem

Page 15: Askep Dispepsia

inhibitor pompa

proton yang

reversibel

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seprti misoprostol (PGE1) dan enprostil

(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung

oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi protoglandin

endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan

produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta

membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan

protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA)

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metaklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia

fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan

memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)

7. Kadangkala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-

depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak

jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti

cemas dan depresi.

Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu

memuaskan. Hasil peneliitian controlled trials secara umum masih

mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai

placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam

(proton pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun

Page 16: Askep Dispepsia

sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis

telah menunkukkan keunggulan ssisaprid dibandngkan placebo, sekarang

kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek

samping pada jantung. (Holtman et al 2006)

Di Jepang, itoprid yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja

menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia

fungsional . walaupun obat ini tlah menunjukkan merangsang kemampuan

gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat,

acak dan controlled trials terahadap pasien dispepsia fungsional masih lemah.

Di jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun,

respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Holtman dkk membandingkan antara

pasien dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien

dispepsia fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50, 100, atau

200 untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan,

tiga poin efikasi untuk di analisa: perubahan dasar berbagai gejala

Page 17: Askep Dispepsia

TEORI KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

IDENTITAS

1. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama,

pekerjaan, pendidikan, alamat.

2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,

pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.

PENGKAJIAN

Alasan utama datang ke rumah sakit

Keluhan utama (saat pengkajian)

Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat pengobatan dan alergi

PENGKAJIAN FISIK

1. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-

lain.

2. Data sistemik

a. Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan,

pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain

b. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan

mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil,

respon cahaya, dan lain-lain.

c. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan

napas, dan lain-lain.

d. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,

kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.

Page 18: Askep Dispepsia

e. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu,

orientasi tempat, orientasi orang, dan lain-lain.

f. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan,

bibir, mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah,

kemampuan menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan

lain-lain.

g. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara

jalan, kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman

tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.

h. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan,

dan lain-lain.

i. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,

prostat, payudara, dan lain-lain.

j. Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,

vesika urinaria.

3. Data penunjang

4. Terapi yang diberikan

5. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual

a. Psikologi

Perasaan klien setelah mengalami masalah ini

Cara mengatasi perasaan tersebut

Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan

Jika rencana ini tidak terselesaikan

Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada

b. Sosial

Aktivitas atau peran klien di masyarakat

Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai

Cara mengatasinya

Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya

Page 19: Askep Dispepsia

c. Budaya

Budaya yang diikuti oleh klien

Aktivitas budaya tersebut

Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut

Cara mengatasi keberatan tersebut

d. Spiritual

Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari

Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan

Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan

Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal

tersebut

Upaya klien mengatasi perasaan tersebut

Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan

yang sekarang sedang dialami

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan

mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia,

esofagitis dan anorexia.

3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Rencana Keperawatan

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri,

Kriteria hasil: klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri

INTERVENSI RASIONAL

Page 20: Askep Dispepsia

1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala

0 – 10)

2. Berikan istirahat dengan posisi

semifowler

3. Anjurkan klien untuk menghindari

makanan yang dapat meningkatkan

kerja asam lambung.

4. Anjurkan klien untuk tetap

mengatur waktu makannya.

5. Observasi TTV

6. Diskusikan dan ajarkan teknik

relaksasi

7. Kolaborasi dengan pemberian obat

analgesik

1. Berguna dalam pengawasan

kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan

2. Dengan posisi semi-fowler dapat

menghilangkan tegangan abdomen

yang bertambah dengan posisi

telentang

3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat

dan menurunkan aktivitas peristaltik

4. mencegah terjadinya perih pada ulu

hati/epigastrium

5. sebagai indikator untuk melanjutkan

intervensi berikutnya

6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat

terkontrol

7. Menghilangkan rasa nyeri dan

mempermudah kerjasama dengan

intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah

makan, esofagitis dan anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu

Kriteria hasil: klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau dan dokumentasikan dan

haluaran tiap jam secara adekuat

2. Timbang BB klien

1. Untuk mengidentifikasi indikasi/

perkembangan dari hasil yang

diharapkan

Page 21: Askep Dispepsia

3. Berikan makanan sedikit tapi sering

4. Catat status nutrisi paasien: turgor

kulit, timbang berat badan, integritas

mukosa mulut, kemampuan

menelan, adanya bising usus,

riwayat mual/rnuntah atau diare.

5. Kaji pola diet klien yang

disukai/tidak disukai.

6. Monitor intake dan output secara

periodik.

7. Catat adanya anoreksia, mual,

muntah, dan tetapkan jika ada

hubungannya dengan

medikasi. Awasi frekuensi, volume,

konsistensi Buang Air Besar (BAB).

2. Membantu menentukan

keseimbangan cairan yang tepat

3. Meminimalkan anoreksia, dan

mengurangi iritasi gaster

4. Berguna dalam mendefinisikan

derajat masalah dan intervensi yang

tepat Berguna dalam pengawasan

kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan.

5. Membantu intervensi kebutuhan

yang spesifik, meningkatkan intake

diet klien.

6. Mengukur keefektifan nutrisi dan

cairan.

7. Dapat menentukan jenis diet dan

mengidentifikasi pemecahan masalah

untuk meningkatkan intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,

muntah dan diare

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu

untuk memperbaiki defisit cairan.

kriteria hasil: klien mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan

cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi tekanan darah dan nadi,

pengisian kapiler, status membran

mukosa, turgor kulit.

1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi

perifer dan hidrasi seluler.

2. Klien tidak mengkomsumsi cairan

Page 22: Askep Dispepsia

2. Awasi jumlah dan tipe masukan

cairan, ukur haluaran urine

dengan akurat.

3. Diskusikan strategi untuk

menghentikan muntah dan

penggunaan laksatif/diuretik.

4. Identifikasi rencana untuk

meningkatkan/mempertahankan

keseimbangan cairan optimal

misalnya : jadwal masukan cairan.

5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV

sama sekali mengakibatkan dehidrasi

atau mengganti cairan untuk masukan

kalori yang berdampak pada

keseimbangan elektrolit.

3. Membantu klien menerima perasaan

bahwa akibat muntah dan atau

penggunaan laksatif/diuretik mencegah

kehilangan cairan lanjut.

4. Melibatkan klien dalam rencana untuk

memperbaiki keseimbangan untuk

berhasil.

5. Tindakan daruat untuk memperbaiki

ketidak seimbangan cairan elektroli

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : menunjukkan kemampuan beraktivitas

kriteria hasil: klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh

INTERVENSI RASIONAL

1. kaji kemampuan klien untuk melakukan

aktivitas dan catat laporan kelelahan.

2. awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan

sebelum dan sesudah aktivitas.

3. beri bantuan dalam melakukan aktivitas

1. Untuk melakukan intervensi

selanjutnya

2. Untuk mengetahui kondisi

klien

3. Menjaga keamanan klien, dan

menghemat energi klien

Page 23: Askep Dispepsia

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN ”S” DENGAN DISPEPSIA

DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS. MUHAMMADIYAH PLG

Tanggal masuk IGD RS : 22 Januari 2012

Tanggal pengkajian : 22 Januari 2012

Pukul : 10.00 WIB

Pasien: Penanggung jawab:

Nama : Tn ”S”

Umur : 26 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Bekerja Pertamina

Status pernikahan : Belum menikah

Alamat : Palembang

Dx medik : Dispepsia

Pengkajian

Alasan utama datang ke IGD:

Sejak dari pagi hari klien mengeluh nyeri ulu hati tembus ke belakang, mual,

muntah >4x, nyeri pada saat menelan.

Keluhan saat pengkajian:

Pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri di ulu hati dan bagian perut

sebelah kiri sampai kebelakang

Riwayat penyakit saat ini (PQRST):

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati, nyeri hilang timbul,

skala nyeri: 6, lama nyeri: 10-15 menit.

Riwayat kesehatan lalu:

Klien pernah mengalami gastritis.

Riwayat kesehatan keluarga:

Tidak ada penyakit bawaan dari keluarga

Page 24: Askep Dispepsia

Pengkajian fisik

1. Keadaan umum:

Sakit/ nyeri : sedang 6

Status gizi : Kurus

Sikap : Menahan nyeri

Personal hygiene :

- Kuku : baik/ bersih

- Rambut : baik/ bersih

- Kulit : baik/ bersih

2. Data sistemik

a. Sistem persepsi sensori

Pendengaran : normal

Penglihatan : normal

Pengecap, penghidu : normal

Peraba : normal

Masalah keperawatan : Tidak ada

b. Sistem penglihatan

Nyeri tekan : tidak ada

Lapang pandang : normal

Kesimetrisan mata : simetris

Alis : sempurna

Kelopak mata : normal

Sklera : putih

Kornea : normal

Pupil : isokor

Masalah keperawatan : Tidak ada

c. Sistem pernapasan

Page 25: Askep Dispepsia

Frekuensi : 18x/ menit, kualitas: normal

Batuk : tidak ada

Bunyi napas : vesikuler

Sumbatan jalan napas : tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak ada

d. Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah : 120/ 90 mmHg

Tekanan nadi : 72x/ menit, irama: teratur

Bunyi jantung : normal

Kekuatan : kuat, akral: dingin

Edema : tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak ada

e. Sistem saraf pusat

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: 15

G: 4, M:6, V:5

Bicara : Normal

Status motorik : normal

Kekuatan otot : derajat 3

Masalah keperawatan : Tidak ada

f. Sistem gastrointestinal

Nafsu makan : menurun

Diet : tidak ada

Porsi makan : 3 sendok

Keluhan : mual (+), muntah (+)

Bibir : kering

Mulut/ esofagus : normal, peradangan pada esofagus

Page 26: Askep Dispepsia

Kemampuan mengunyah : kesulitan

Kemampuan menelan : nyeri telan

Perut : nyeri tekan bagian epigastrium

Kolon dan rektum BAB : diare

Gaster : terdapat peradangan pada lapisan

lambung, peningkatan HCL, infeksi

H.pylori & E.coli

Masalah keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

ketidakseimbangan cairan.

g. Sistem muskuloskeletal

Rentang gerak : penuh

Kemampuan berjalan : tidak mampu

Kemampuan memenuhi aktivitas sehari-hari: dibantu sebagian

Genggaman tangan : sangat kuat

Akral : dingin

Masalah keperawatan : intoleransi aktivitas

h. Sistem integumen

Warna kulit : normal

Turgor : normal

Luka : tidak ada

Memar : tidak ada

Kemerahan : tidak ada

Masalah keperawatan: tidak ada

i. Sistem perkemihan

Urine : jumlah/ 24 jam: cc

Warna : kuning

Pancaran urine: normal

Page 27: Askep Dispepsia

BAK : normal

Vesika urinaria: normal

Masalah keperawatan: tidak ada

3. Data penunjang

Tidak ada

4. Terapi yang diberikan

Bed rest

Diet pencernaan

IVFD RL: NaCl, gtt 20x/ menit

Antacid 20-150 ml/ hari

Omeperazol 1x20mg/hari

Prioritas masalah

1. Nyeri ulu hati

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Ketidakseimbangan cairan

4. Intoleransi aktivitas

Diagnosa keperawatan

1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan

mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia,

esofagitis dan anorexia.

3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Page 28: Askep Dispepsia

Analisa data

Nama : Tuan “S” Diagnosa keperawatan: Dispepsia

Jenis kelamin : laki-laki No. Med. Record :

Ruang : IGD Hari/ Tanggal : Minggu, 22 jan 2012

No. Data senjang Etiologi Masalah

keperawatan

1. DS: klien mengatakan

nyeri pada daerah ulu

hati

DO:

-klien Nampak

memegang perut dan

gelisah

-skala nyeri: 6

-TD: 120/ 90 mmHg,

-N:72x/menit

-RR: 28, T: 36,6c

Pengaruh OAINS (Aspirin)

Memblok prostaglandin

produksi HCL

iritasi lapisan lambung

pengeluaran BPH

merangsang reseptor nyeri

medulla spinalis

thalamus

kortex serebri

respon nyeri

Nyeri

Nyeri

2. DS: klien mengatakan

mual dan muntah >4x,

tubuh lemas

DO:

-Klien tampak lesu

-KU: lemah

-TD: 120/ 90 mmHg,

-N:72x/menit

Pengaruh perubahan pola

makan, stress

Lambung kosong lama

Makanan masuk

Peregangan gaster,

merangsang syaraf lambung

Dikirim ke hipotalamus

Mual

Nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

Page 29: Askep Dispepsia

-RR: 28, T: 36,6c

Porsi makanan: 3 sendok

Regurgitasi HCL lewat

esophagus

Esofagitis, disfagia, anorexia

Gangguan pola nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

3. DS: klien mengatakan

muntah >4x, tubuhnya

lemas, BAB sering

DO:

- klien Nampak lesu

- Lemah

- TD: 120/ 90 mmHg,

- N:72x/menit

- RR: 28, T: 36,6c

Pengaruh OAINS (Aspirin)

Memblok prostaglandin

produksi HCL

iritasi lapisan lambung

merusak flora

infeksi bakter E.coli

diare

ketidakseimbangan cairan

tubuh

ketidakseimbangan

cairan tubuh

4. DS:klien mengatakan

tubuhnya lemas

DO:

-KU: lemah

-Berjalan perlu dibantu

-TD: 120/ 90 mmHg,

-N:72x/menit

-RR: 28, T: 36,6c

-mual (+), muntah(+)

Pengaruh OAINS (Aspirin)

Memblok prostaglandin

produksi HCL

iritasi lapisan lambung

inflamasi dinding lambung

perasaan tidak nyaman

dibagian epigastrium

anorexia

dalam waktu lama

(hipermatabolik)

penurunan pembentukan ATP

Intoleransi aktivitas

Page 30: Askep Dispepsia

kelelahan

intoleransi aktivitas

Page 31: Askep Dispepsia

Nursing Planning

Nama : Tuan “S” Diagnosa keperawatan : Dispepsia

Jenis kelamin : laki-laki No. Med. Record :

Ruang : IGD Hari/ Tanggal : minggu, 22 jan 2012

No. Diagnosa

keperawatan

Jam Tujuan

(SMART)

Rencana keperawatan Rasionalisasi

1. Nyeri ulu hati

berhubungan dengan

iritasi dan inflamasi

pada lapisan mukosa,

submukosa, dan

lapisan otot lambung

10.30 Dalam 1x24 jam

masalah klien

teratasi:

-nyeri berkurang

-Klien nampak

tenang

- Kaji tingkat nyeri,beratnya(skala 10-0)

- Berikan istirahat dengan posisi

semifowler

- Anjurkan klien untuk menghindari

makanan yang dapat meningkatkan

kerja asam lambung.

- Anjurkan klien untuk tetap mengatur

waktu makannya.

- Observasi TTV

- Diskusikan dan ajarkan teknik

relaksasi.

- Kolaborasi dengan pemberian obat

analgesik

-Berguna dalam pengawasan kefektifan obat,

kemajuan penyembuhan

-Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi

telentang

-dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan

menurunkan aktivitas peristaltik

-mencegah terjadinya perih pada ulu

hati/epigastrium

-sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi

berikutnya

- Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

-Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah

kerjasama dengan intervensi terapi lain

2. Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

10.30 Dalam 1x24 jam

masalah klien

-Pantau dan dokumentasikan dan

haluaran tiap jam secara adekuat

-Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan

dari hasil yang diharapkan

Page 32: Askep Dispepsia

berhubungan dengan

disfagia, esofagitis

dan anorexia

teratasi:

-muntah

berkurang

-nafsu makan

meningkat

-Berikan makanan sedikit tapi sering

-Catat status nutrisi paasien: turgor

kulit, timbang berat badan, integritas

mukosa mulut, kemampuan menelan,

adanya bising usus, riwayat

mual/rnuntah atau diare.

-Kaji pola diet klien yang disukai/tidak

disukai.

-Monitor intake dan output secara

periodik.

-Catat adanya anoreksia, mual, muntah,

dan tetapkan jika ada hubungannya

dengan medikasi. Awasi frekuensi,

volume, konsistensi Buang Air Besar

(BAB).

-Membantu menentukan keseimbangan cairan

yang tepat

-meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi

gaster

-Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah

dan intervensi yang tepat Berguna dalam

pengawasan kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan

-Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,

meningkatkan intake diet klien.

-Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan

-Dapat menentukan jenis diet dan

mengidentifikasi pemecahan masalah untuk

meningkatkan intake nutrisi.

3. Ketidakseimbangan

cairan berhubungan

dengan muntah,

gastroenteritis

10.30 Dalam 1x24 jam

masalah klien

teratasi:

-frekuensi BAB

berkurang

-kebutuhan

cairan tercukupi

-Awasi tekanan darah dan nadi,

pengisian kapiler, status membran

mukosa, turgor kulit

-Awasi jumlah dan tipe masukan cairan,

ukur haluaran urine dengan akurat

- Diskusikan strategi untuk

menghentikan muntah dan penggunaan

laksatif/diuretic

- Identifikasi rencana untuk

-Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer

dan hidrasi seluler

- Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali

mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan

untuk masukan kalori yang berdampak pada

keseimbangan elektrolit

- Membantu klien menerima perasaan bahwa

akibat muntah dan atau penggunaan

laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan

Page 33: Askep Dispepsia

meningkatkan/mempertahankan

keseimbangan cairan optimal misalnya :

jadwal masukan cairan

- Berikan/awasi hiperalimentasi IV

lanjut

- Melibatkan klien dalam rencana untuk

memperbaiki keseimbangan untuk berhasil

- Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak

seimbangan cairan elektroli

4. Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

kelemahan fisik

10.30 Dalam 1x24 jam

masalah klien

teratasi:

-klien dapat

melakukan

aktivitas seperti

biasanya

-klien Nampak

bersemangat

- kaji kemampuan klien untuk

melakukan aktivitas dan catat laporan

kelelahan

- awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan

sebelum dan sesudah aktivitas

- beri bantuan dalam melakukan

aktivitas

- untuk melakukan intervensi selanjutnya

- Untuk mengetahui kondisi kklien

- Menjaga keamanan klien, dan menghemat

energi klien

Nursing Implementation

Nama : Tuan “S” Diagnosa keperawatan : Dispepsia

Page 34: Askep Dispepsia

Jenis kelamin : laki-laki No. Med. Record :

Ruang : IGD Hari/ Tanggal : minggu, 22 jan 2012

No. Nomor Tindakan Jam Tindakan Keperawatan Respon

1. I 11.00 - Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, dan penyebaran nyeri

- Memberikan klien dengan posisi semifowler/ nyaman

- Menganjurkan klien untuk menghindari makanan yang

dapat meningkatkan kerja asam lambung.

- Observasi TTV

- Mendiskusikan dan mengajarkan teknik relaksasi.

- Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik (Ranitidin)

- Nyeri: 5 di ulu hati

- Klien kooperatif

- Klien kooperatif

- TD: 120/ 90 mmHg, N:72x/menit, RR: 28, T:36,6c

- Klien kooperatif

- Nyeri berkurang

2. II 11.00 - Memberikan makanan sedikit tapi sering

- Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.

- Menganjurkan makan makanan yang hangat

- Berkolaborasi pemberian obat anti-emesis

- Klien kooperatif

- Nafsu makan meningkat

- Klien kooperatif

- Muntah berkurang

3. III 11.00 - Mengawasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler,

status 34embrane mukosa, turgor kulit

- Mendiskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan

penggunaan laksatif/diuretic.

- TD: 120/ 90 mmHg, normal

- Muntah berkurang, BAK klien lancar

4. 1V 11.00 - mengkaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas

dan catat laporan kelelahan

- mengawasi vital sign: TD, nadi, pernapasan sebelum dan

sesudah aktivitas

- menganjurkan keluarga membantu klien dalam

melakukan aktivitas

- aktivitas klien dibantu keluarga

- TD: 120/ 90 mmHg, N:72x/menit, RR: 28,

T:36,6c

- keluarga kooperatif

Page 35: Askep Dispepsia

Evaluasi

Nama : Tuan “S” Diagnosa keperawatan : Dispepsia

Jenis kelamin : laki-laki No. Med. Record :

Ruang : IGD Hari/ Tanggal : minggu, 22 jan 2012

No. Nomor diagnosa Jam Evaluasi

1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi 10.15 S: klien mengatakan nyeri pada daerah ulu hati

Page 36: Askep Dispepsia

dan inflamasi pada lapisan mukosa,

submukosa, dan lapisan otot lambung

O:

- klien Nampak memegang perut dan gelisah

- skala nyeri: 6

- TD: 120/ 90 mmHg,

- N:72x/menit

- RR: 28, T: 36,6c

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan disfagia, esofagitis

dan anorexia

10.15 S: klien mengatakan mual dan muntah >4x, tubuh lemas

O:

- klien Nampak lesu

- KU: lemah

- TD: 120/ 90 mmHg,

- N:72x/menit

- RR: 28, T: 36,6c

- Porsi makanan: 3 sendok

A: Masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan

dengan muntah, gastroenteritis

10.15 S: klien mengatakan muntah >4x, tubuhnya lemas, BAB sering

O:

- klien Nampak lesu

- Lemah

- TD: 120/ 90 mmHg,

- N:72x/menit

Page 37: Askep Dispepsia

- RR: 28, T: 36,6c

A: masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik

10.15 S:klien mengatakan tubuhnya lemas

O:

- KU: lemah

- Berjalan perlu dibantu

- TD: 120/ 90 mmHg,

- N:72x/menit

- RR: 28, T: 36,6c

- mual (+), muntah(+)

A: Masalah teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan

Page 38: Askep Dispepsia