referat stimulant revisi

40
DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………... 2 BAB II. ISI 2.1 Kokain dan Gangguan yang Diakibatkan ………………………………………... 4 2.1.1 Kokain …………………………………………………………………. 4 2.1.2 Gangguan Akibat Kokain ……………………………………………… 5 2.2 Amphetamine Type Stimulants dan Gangguan yang Diakibatkan ……………… 8 2.2.1 Amphetamine Type Stimulants ………………………………………... 8 2.2.1.1 Metamphetamine …………………………………………… 8 2.2.1.2 MDMA ………………………………………………………. 8 2.2.2Gangguan Akibat Amphetamine Type Stimulants …………………… 9 2.3 Penatalaksanaan ………………………………………………………………… 12 2.3.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Kokain ……………………… 12 2.3.2 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk ATS ………………………….. 21 2.3.3 Psikoterapi …………………………………………………………… 23 BAB III. PENUTUP 3. 1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 26 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 27 1

Upload: santi-lestari

Post on 27-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

stimulan

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………... 2

BAB II. ISI

2.1 Kokain dan Gangguan yang Diakibatkan ………………………………………... 4

2.1.1 Kokain …………………………………………………………………. 4

2.1.2 Gangguan Akibat Kokain ……………………………………………… 5

2.2 Amphetamine Type Stimulants dan Gangguan yang Diakibatkan ……………… 8

2.2.1 Amphetamine Type Stimulants ………………………………………... 8

2.2.1.1 Metamphetamine …………………………………………… 8

2.2.1.2 MDMA ………………………………………………………. 8

2.2.2Gangguan Akibat Amphetamine Type Stimulants …………………… 9

2.3 Penatalaksanaan ………………………………………………………………… 12

2.3.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Kokain ……………………… 12

2.3.2 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk ATS ………………………….. 21

2.3.3 Psikoterapi …………………………………………………………… 23

BAB III. PENUTUP

3. 1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 26

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 27

1

Bab I

Pendahuluan

Stimulans adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat

proses-proses dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan

darah. Stimulan dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan. Contoh-

contoh zat yang termasuk dalam stimulans adalah amfetamin,met-amfetamin, kokain, nikotin,

kath, kafein dan MDMA. kokain adalah salah satu zat stimulant yang kuat, yang dapat

ditemukan dalam bentuk bubuk, free-based cocain dan garam kokain yang diolah dari daun

coca.Sedangkan Amphetamine Type Stimulants (ATS) merujuk pada kumpulan obat yang

termasuk amphetamine dan metamphetamine, meskipun demikian, zat-zat yang termasuk dari

golongan ini cukup luas, salah satunya MDMA atau ‘Ecstasy’ – derivate tipe amphetamine

yang mempunyai efek halusinogen.Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam ilmu

kedokteran sebagai obat untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi, dan depresi.

Menurut United Nations Office on Drug and Crime di seluruh dunia diperkirakan

terdapat 26 juta orang yang menggunakan met-amfetamin pada tahun 2003-2004, sedangkan

yang menggunakan kokain 14 juta orang. Penelitian Badan Narkotika Nasional tahun 2008

menunjukkan adanya peningkatan bermakna atas sitaan met-amfetamin dari 48,8 kg pada

tahun 2001 menjadi 1241,2 kg pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan 25 kali hanya dalam

waktu 5 tahun. Survey yang sama menunjukkan bahwa met-amfetamin Indonesia menduduki

peringkat kedua jenis zat paling banyak digunakan setelah ganja. 1

Penggunaan ATS merupakan masalah pokok pada sebagian besar daerah. Pada 2012,

pengguna ATS memiliki porsi terbesar kedua sekitar 19,1% pada penerima pengobatan di

tanah daratan China, di bawah jumlah penerima pengobatan pada pengguna opioid dengan

persentase 79,7%. Meski pengguna ATS terhitung sebanyak 35,7% (4.884 orang) dari total

jumlah pengguna yang mendapatkan pengobatan di Indonesia pada 2012, angka ini masih di

bawah jumlah pengguna opioid yang terobati dengan angka 53,1% (7.262 orang).2

Pada survey terbaru tentang penggunaan zat, ditemukan prevalensi ecstasy berada

pada posisi ketiga substansi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat usia antara 16-64

tahun dengan persentase 2,6% setelah cannabis (14,6%) dan halusinogen (3,2%). Di

Indonesia, serangan ecstasy telah meningkat secara kontinu dari 0,1 ton pada 2009 hingga 1,3

ton pada 2012. Hasil survey penggunaan zat di antara pekerja Indonesia usia antara 15 - 60

2

tahun pada 2012,ecstasy termasuk dalam urutan ketiga substansi yang banyak digunakan

dengan persentase 2,50% setelah cannabis (7,11%) dan tranquilizers and sedatives (4,09%).

Survey sekolah Indonesia di antara pelajar usia 15-19 tahun juga mengindikasikan

peningkatan prevalensi ecstasy dengan urutan kedua terbanyak setelah benzodiazepine

(0,34%) dan cannabis (1,3%). 2

Pada referat ini, khusus akan dibicarakan tentang Gangguan yang disebabkan Kokain

dan zat ATS serta penatalaksanaannya

3

Bab II

Isi

2.1 Kokain dan Gangguan yang Diakibatkan

2.1.1 Kokain3

Adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum begitu popular. Namun

bertambahnya sitaan kokain secara illegal dan meningkatnya kasus-kasus pengguna kokain

akihir-akhir ini, bukan tidak mungkin epidemic kokain akan merajai pasaran peredaran

NAPZA dalam masa-masa mendatang.

Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca.Tanaman

tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan.Tanaman ini

juga tumbuh di beberapa tempat di Asia Tenggara, Eropa dan Amerika Serikat.

Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk bubuk putih. Ada 3 cara

penggunaan kokain untuk memasukkannya ke dalam tubuh, yaitu:

1. Bubuk kokain (dalam bentuk garam kokain hidrokhlorid) langsung diinhalasi

memalui lubang hidung (sering disebut dengan istilah snorting) dan kemudian

diabsorbsi ke dalam pembuluh darah melalui mukosa lubang hidung

2. Free-base cocain, adalah garam kokain yang dikonversikan dengan larutan yang

mudah menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti merokok),

dengan cepat diabsorbsi melalui membrane alveoli paru

3. Garam kokain yang disuntikkan melalui intravenous

Gambar 1. Kokain

4

2.1.2 Gangguan Akibat Kokain3

Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara snorting dan berakhir

dengan menyuntik intravenous atau dengan cara merokok. Akibat penyalahgunaan kokain

adalah :

1. Problem Fisik

a) Dengan menggunakan snorting dapat terjadi komplikasi : pilek terus menerus,

sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga hidung, perforasi septum nasi.

b) Dengan suntukan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulit sampai sistemik

(virus, bakteri, parasite, atau jamur), abses daerh kulit, endocarditis bakteri, hepatitis

(B dan C), HIV/AIDS

c) Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang tenggorokan, melanoptysis

atau sputum berbercak-bercak darah, bronchitis kronis sampai pneumonia.

d) Cocain baby (retardasi pertumbuhan intrauterine, bayi lahir lebih kecil sampai

prematur yang diikuti kelainan menta :irritable, gangguan tidur, kesukarn makan).

2. Problem Psikiatri

a) Toleransi dan ketergantungan sifat toleransi tubuh terhadap kokain sanngat cepat,

kendati pengguna tidak menyadari dosis yang digunakan kian meningkat. Akibatnya,

ia tidak mampu mengendalikan diri, dan untuk mencukup kebutuhnnya ia

mengkonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat adiktif lain (speedball)

untuk mendapatkan efek yang diinginkan

b) Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental sangat merugikan

berupa: agitasi, depresi, fatigue, high craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan

tidur, mimpi aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot pegal

gingga lethargy.

3. Problem Sosial

a) Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian, pertengkaran dalam

rumah tangga

b) Problem finansil: toleransi karena penggunaan kokain menyebabkan besarnya biasa

penyediaan kokain, terbatasnya penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk

c) Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena rusaknya produktivitas diri, angka

absen yng meningkat, kehilangan professional licence atau certificate

d) Problem legal: ditahan, dihukum hingga dipidana

5

4. Sebab Kematian

a) Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram bubuk kokain asli)

b) Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan, artimia kordis, kejang

berulang kali, mati lemas karena merasa seperti dicekik, reaksi alergi, stroke (karena

naiknya tekanan darah secara mendadak), kehamilan (perdarahan antepartum, aborsi)

c) Pada bayi dapat terjadi Sudden Infant Death Syndome

Efek akut pada dosis rendah :

1. Anastesi lokal

2. Dilatasi pupil

3. Vasokonstriksi

4. Peningkatan pernapasan

5. Peningkatan denyutjantung

6. Peningkatan tekanan darah

7. Peningkatan suhu tubuh

Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):

1. Stereotipik, perilaku repetitif

2. Ansietas/ agitasi berat/ panik

3. Agresif

4. Kedutan otot/tremor/hilang koordinasi

5. Peningkatan refleks

6. Gagal napas

7. Peningkatan tekanan darah yang bermakna

8. Nyeri dada/angina

9. Edema paru

10. Gagal ginjal akut

11. Konvulsi

12. Penglihatan kabur

13. Stroke akut

14. Kebingungan/delirium

15. Halusinasi, lebih sering halusinasi dengar

16. Dizziness

17. Kekakuan otot

6

18. Lemah, nadi cepat

19. Aritmia jantung

20. Iskemi miokardial dan infark

21. Berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal bisa mencapai 41°C)

22. Sakit kepala

23. Nyeri perut/mual/muntah

Efek pada penggunaan kronis :

1. Insomnia

2. Depresi

3. Agresif atau liar

4. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan

5. Kedutan otot

6. Ansietas

7. Psikosis - waham curiga, halusinasi

8. Hilang libido dan/atau impotensi

9. Peningkatan refleks

10. Peningkatan denyut nadi

Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain)

1. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan

a) Kelelahan

b) Insomnia atau hipersomnia

c) Agitasi psikomotor atau retardasi

d) Craving

e) Peningkatan nafsu makan

f) Mimpi buruk

2. Gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari

3. Gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu

7

2.2. Amphetamine Type Stimulants dan Gangguan yang diakibatkan

2.2.1 Amphetamine Type Stimulants

Amphetamin adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia ( lebih dikenal dengan

Amphetamin Type Stimulants atau ATS). Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam

ilmu kedokteran sebagai obat untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi, dan depresi.4

Ada dua jenis amfetamin tipe stimulan:

1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine)4

MDMA mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi. Nama

lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein. Ecstasy dalam bentuk pil, tablet atau kapsul dan

shabu dalam bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu masak). Nama jalanannya adalah

speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Ecstasy: digigit dengan gigi sedikit demi

sedikit kemudian ditelan.

Gambar 2. Shabu/MDMA (kiri) dan Ecstasy (kanan)

2. Metamfetamin.4

Metamfetamin disebut juga “es” adalah bentuk zat murni yang disalahgunakan

dengan cara dihirup, dihisap, atau injeksi intravena. Efek psikologisnya berlangsung

berjam-jam dan sangat kuat. Zat ini dipakai dengan cara uap yang dipanaskan melalui

tabung air kemudian dihisap melalui bibir (dengan bong plastik).

Zat ini disebut juga: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, crank.

Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA

(Methylenedioxymethamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya

lebih kuat.

8

Kedua zat ini digunakan sebagai alasan klasik: “for fun”, “recreational use”,

“meningkatkan libido dan memperkuat sex performance”.

Gambar 3. Metamfetamin

2.2.2 Gangguan Akibat ATS

Gangguan akibat penyalahgunaan amfetamin (termasukecstasy dan shabu) adalah :

1. Problem Fisik

a) Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan

b) Denyut jantung meninggi sehingga membahayakan bagi mereka yang pernah

mempunyai riwayat penyakit jantung

c) Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke

d) HIV / AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan amfetamin

2. Problem Psikiatri

a) Perilaku agresif

b) Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia

c) Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exhausted, serangan panic,

gangguan tidur

d) Depresi berat sampai suicide

e) Halusinasi (terutama ecstasy dan shabu)

3. Problem Sosial

a) Suicide

b) Kecelakaan lalu lintas

c) Aktivitas kriminal

4. Sebab Kematian

a) Suicide

b) Serangan jantung

c) Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas

d) Dehidrasi, sindrom keracunan air

9

Efek Fisik dan Psikologis

Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin.Metamfetamin

diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampakyang lebih buruk.

Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkangejala ansietas, agresif,

paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin.Efek psikologis yang

ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tapiberlangsung lebih lama. 1

Tabel 1. Efek Fisik Akut dan Psikologis Penggunaan Amfetamin1

Dosis rendah Dosis tinggi

Susunan Syaraf

Pusat,

neurologi, perilaku

Peningkatan stimulasi,

insomnia, dizziness, tremor

ringan

Euphoria/disforia, bicara

berlebihan

Meningkatkan rasa percaya

diri dan kewaspadaan diri

Cemas, panik

Menekan nafsu makan

Dilatasi pupil

Peningkatan energi, stamina

dan penurunan rasa lelah

Stereotipik atau perilaku

yang sukar ditebak

Perilaku kasar atau

irasional, mood yang

berubah-ubah, termasuk

kejam dan agresif

Bicara tak jelas

Paranoid, kebingungan

dan gangguan persepsi

Sakit kepala, pandangan

kabur, dizziness

Psikosis (halusinsi, delsi,

paranoia)

Dengan penambahan dosis

dapat meningkatkan libido

Sakit kepal

Gemerutuk gigi

Gangguan

serebrovaskular

Kejang

Koma

Gemerutuk gigi

Distorsi bentuk tubuh

secara keseluruhan

Kardiovskular Takikardia (mungkin juga

bradikardia)

Hipertensi

Palpitasi, aritmia

Stimulasi krdiak

(takikardia, angina, MI)

Vasokonstriksi /

hipertensi

10

Kolaps kardiovaskuler

Pernapasan Peningkatan frekuensi napas dan

kedalaman pernapasan

Kesulitan bernapas /

gagal napas

Gastrointestinal Mual dan muntah

Konstipasi,diare atau

kramabdominal

Mulut kering

Mual dan muntah

Kram abdominal

Kulit Kulit berkeringat, pucat

Hiperpireksia

Kemerahan atau flushing

Hiperpireksia, disforesis

Otot Peningkatan refleks tendon

Efek fisik dan psikologis jangka panjang :

1. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan

2. Gangguan makan, anpreksia atau defisiensi gizi

3. Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis

4. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses

5. Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin

padapembuluh darah yang kecll.

6. Disfungsi seksual

7. Gejala kardiovaskuler

8. Delirium, paranoia, ansietas akut, halusinasi, amphetamines induced psychosisakan

berkurang bila penggunaan napza dihentikan,bersamaan dengandiberikan medikasi

jangka pendek.

9. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguanmakan

pada protracted withdrawal.

10. Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.

Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:

1. Agresif / perkelahian

2. Penggunaan alkohol

3. Berani mengambil resiko

4. Kecelakaan

5. Sex tidak aman

6. Menghindar dari hubungan social dengan sekitarnya

7. Penggunaan obat-obatan lain

11

8. Problem hubungan dengan orang lain

Tabel2. Masalah gangguan kesehatan mental yang paling sering terkait dengan gangguan

penggunaan NAPZA

Jenis

NAPZA

Ggn.

Amn

esis

Ggn

.

Ce

mas

Deliri

um

Gg

n.

Mo

od

Ggn.

Psiko

tik

Ggn.

Fs.

Seks

ual

Gg

n.

Tid

ur

CNS

Stimulant

Amfetam

in

X X X X X X

Kafein X X

Kokain X X X X X X

Nikotin X X

2.3 Penatalaksanaan

2.3.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Kokain5

Tujuan pengobatan farmakologis dari ketergantungan kokain adalah sama seperti untuk

setiap modalitas pengobatan lain. Artinya, untuk membantu pasien menjauhkan diri dari

penggunaan kokain dan pasien dapat kembali mengendalikan kehidupan mereka.Pada

mekanisme perilaku dimana pengobatan bisa mencapai tujuan terapi itu sangat sulit untuk di

presiksi dan berbeda-beda untuk setiap obat dan pasien. Secara teori, pengobatan bisa

membantu beberapa orang untuk jauh dari prilaku penggunaan kokain melalui beberapa cara

mekanisme. : (1) dengan mengurangi atau menghilangkan efek kesenangan dari pemakaian

dosis kokain (misalnya, dengan mengurangi euforia atau tinggi), (2) dengan mengurangi atau

menghilangkan keadaan subyektif (seperti keinginan) yang mempengaruhi untuk mengambil

kokain, (3) dengan mengurangi atau menghilangkan efek buruk dari pemakaian kokain

(seperti dengan mengurangi efek gejala putus obat), (4) menganggap kokain sebagai musuh,

atau (5) dengan meningkatkan efek positif yang diperoleh dari perilaku tidak menggunakan

kokain. Saat ini tersedia obat yang dianggap bertindak dalam satu atau lebih dari tiga

mekanisme pertama, dan mekanisme ini adalah fokus dari penelitian dalam pengembangan

obat.

12

Setidaknya ada empat pendekatan farmakologis yang berpotensi dalam pengobatan

ketergantungan kokain.Pendekatan ini adalah (1) terapi substitusi dengan stimulan cross-

toleran (analog dengan metadon sebagai pengobatan pemeliharaan ketergantungan opioid).

(2) pengobatan dengan obat antagonis yang menghambat pengikatan kokain di jalan kerjanya

(antagonis farmakologis murni, analog dengan pengobatan naltrexone dari ketergantungan

opioid), (3) pengobatan dengan obat yang fungsinya sebagai antagonis dari efek kokain

(seperti mengurangi efek atau keinginan untuk menggunakan kokain), dan (4) perubahan

farmakokinetik kokain sehingga pada pemakaian obat yang sedikit sudah bisa mencapai

jalan kerjanya di otak.

Kokain memiliki dua cara kerja neurofarmakologis mayor: blokade presynaptic pompa

neurotransmitter reuptake, sehingga menghasilkan efek stimulan psikomotor, dan blokade

saluran ion natrium dalam membran saraf, sehingga efek terjadi anestesi lokal.

Pilihan pengobatan :

A. Antidepresan5

Beberapa contoh golongan obat yang termasuk dalam antidepresan :

1. Antideprean Heterosiklik

Heterosiklik antidepresan tryciclic dan antidepresan heterosiklik lainnya adalah golongan

yang paling banyak digunakan dan paling dipelajari untuk pengobatan ketergantungan

kokain.Penggunaan antidepresan ini menduduki peringkat kedua terbaik untuk mengobati

gejala depresi sering terjadi pada pecandu kokain.Mekanisme farmakologisnya adalah dengan

meningkatkan aktivitas amina biogenik neurotransmitter di sinaps.Peningkatan tersebut

dicapai terutama dengan menghambat re-uptake pompa presinaptik neurotransmitter.

Desipramine menghambat reuptake norepinefrin, dengan beberapa tindakan pada re-

uptake serotonin, ini merupakan obat pertama yang ditemukan efektif untuk pasien rawat

jalan, double-blind, uji klinis terkontrol; sebuah temuan yang menerima publisitas luas

bahkan sebelum studi lengkap diterbitkan dalam jurnal atau review. Sehingga desipramine

hasil studi yang terbaik sebagai tricyclic anti depresan, dengan lebih dari setengah lusin uji

klinis terkontrol dalam literatur yang diterbitkan. Dosis tipikal adalah 150-300 mg/hari

(sekitar 2,5 mg/kg), mirip dengan yang digunakan dalam pengobatan depresi.

Perbedaan karakteristik pasien, pengobatan yang bersamaan, dan konsentrasi plasma

desipramine dapat menjelaskan beberapa variabilitas dalam keberhasilan dalam penggunaan

desipramine.Misalnya pasien dengan depresi dan tanpa gangguan kepribadian antisosial

mungkin merespon baik pada penggunaan desipramine. Pasien ketergantungan kokain dan

13

opiat akan merespon lebih baik pada despiramine, jika terapi ketergantungan opioid dengan

buprenorfin daripada dengan metadon. Ada bukti bahwa pasien dengan konsentrasi plasma

desipramine di atas 200 mg/ml akan memberikan progonosis buruk, prognosis baik pada

konsentrasi sekitar 125mg/mL.

Penelitian dengan antidepresan heterosiklik lainnya telah menunjukkan bukti yang

sedikit dalam keberhasilan.Reboxetine dan maproline, yang memblokir re-uptake

norepinephrine, hanya efektif pada beberapa penelitian.Imipramine, prekursor dari

desipramine, yang memblokir re-uptake serotonin, lebih banyak daripada reuptake

norepinefrin, tidak menunjukkan keberhasilan dalam dua uji klinis terkontrol.Nefazodone

dan venlafaxine, yang memblokir re-uptake serotonin dan norepinefrin, juga tidak efektif

dalam uji klinis terkontrol.Mircazapine yang meningkatkan aktivitas serotonin dan

norepinefrin otak dengan memblokir autoregulatory α2 adrenergic dan penerimaan 5-HT2

hanya menunjukkan beberapa manfaat dalam percobaan kecil.

Tidak ada efek samping yang ditemukan tidak terduga atau efek samping medis yang

serius yang dilaporkan dalam uji klinis dari penggunaan antidepresan heterosiklik.

2. Selective Serotonin reuptake inhibitors5

Antidepresan yang selektif memblokir pompa presynaptic re-uptake serotonin telah

menarik minat karena peran serotonin dan reseptornya dalam modulasi dopaminergik otak

dan perilaku dari efek kokain.Beberapa uji klinis terkontrol belum menemukan keuntungan

dari fluoxetine (20,40,atau 60 mg/hari), paroxetine (20 mg/hari), atau sertraline (100 mg/hari)

dibandingkan plasebo.Sebuah uji klinis baru-baru ini menemukan citalopram(20 mg/hari)

secara signifikan lebih baik daripada plasebo.Penelitian tersebut, tidak seperti studi

sebelumnya, yang digunakan manajemen kontingensi selain terapi kognitif-perilaku,

menunjukkan pengaruh pentingnya pengobatan psikososial pada keberhasilan pengobatan.

3. Monoamine Oxidase Inhibitors5

Dasar pemikiran untuk menggunakan monoamine oxidase (MAO) inhibitor terletak pada

efeknya dalam meningkatkan kadar neurotransmiter otak amina biogenik dengan

menghambat enzim katabolik utama. Penelitian pada phenelzine, pada dosis antidepresant

dari 30-90 mg/hari, menunjukkan bahwa obat ini dapat mengurangi penggunaan kokain, dan

stimulan lain. Namun, tindakan klinis manfaatnya mungkin dibatasi oleh kebutuhan untuk

makanan dan obat-obatan secara bersamaan, untuk menghindari terjadinya krisis hipertensi,

14

karena secara teoriditemukan bahwa efek pecandu kokaindapat kembali relaps/kambuh pada

pasien untuk penggunaan kokain pada saat masih minum menjalani pengobatan.

Penelitian akhir-akhir ini berfokus pada selektif MAO inhibitor yang hanya berperan

pada MAO tipe B, tipe predominan di otak, sedangkan MAO tipe A, tipe predominan

ditractus gastrointestinal.Ini adalah penghambatan MAO di GIT yang menghasilkan krisis

hipertensi setelah konsumsi makanan yang mengandung tyramine atau obat

catecholaminergic tertentu. Selegiline, pasar untuk perawatan dari parkinson dan, dalam

bentuk transdermal untuk pengobatan depresi pada cukup selektif untuk jenis MAO B pada

dosis yang dianjurkan (10 mg/hari untuk parkinson, 12 mg/hari untuk depresi) dan sedang

dipelajari sebagai pengobatan ketergantungan kokain. Sebuah uji kontroler terbaru multisite

menggunakan selegiline diberikan melalui patch kulit (transdermal system selegiline)

ditemukan tidak ada bukti dari keberhasilannya.

4. Antidepresan lain5

Bupropion menarik perhatian dari para peneliti karena merupakan inhibitor lemah

monoamine reuptake dan memiliki beberapa stimulan yang samaseperti efek perilaku pada

hewan.Uji klinis pada metadon-maintained, pasien ketergantung kokain ditemukan tidak ada

efek yang signifikan terhadap penggunaan kokain, kecuali dalam subjek juga menerima

pengobatan manajemen berkelanjutan.

Ritanserin a-5-HT2 antagonis reseptor dikembangkan sebagai antidepresan, menarik

minat karena mengurangi pemberian kokain di beberapa (tetapi tidak semua) hewan

penelitian.Namun, dua uji klinis terkontrol menemukan ritancerine tidak lebih baik

dibandingkan plasebo dalam mengurangi penggunaan kokain.

B. Agonis Dopamin (Agen Anti-Parkinson)5

Variasi dari pengobatan agonis dopamine langsung dan tidak langsung telah dievaluasi,

berdasarkan hipotesi deplesi dopamine untuk ketergantungan kokain, walaupun data yang

mendukung hipotesis tersebut pada manusia adalah serupa, agonis dopamine, yang

menstimulasi aktivitas sinaps dopamine, akan memperbaiki efek penurunan aktivitas

dopamine yang diakibatkan dari peningkatan penggunaan kokain. Yang termasuk dari efek

penggunaan kokain adalah antara lain, anhedonia, anergia, depresi, dan cocaine craving. Pada

tikus, reseptor agonis dopamine seperti bromocriptine dan lisuride mengurangi metabolism

kokain, membalikkan tingkat metabolism dan peningkatan ambang stimulasi intracranial

dalam memproduksi mesokortikolimbik dopaminergic stelah pemakaian kronik

15

kokain.Bromokriptin, pergolide, dan amantadine, semua dijual untuk pengobatan Parkinson

(atau dalam keadaan defisiensi dopamine lainnya), adalah pengobatan dopamine agonis yang

paling banyak diteliti.

Amantadine adalah agonis dopamine tidak langsung yang bekerja engan melepaskan

dopamine pada presinaps, obat ini juga merupakan antagonis lemah pada reseptor N-Methyl

D-Aspartate glutamate.Namun, dari enam penelitian tentang obat ini, hanya satu yang

menunjukkan bahwa amantadine (200-400 mg/hari) lebih baik dari placebo dalam

pengobatan penyalahgunaan kokain.

Asam aminio L-DOPA, precursor untuk katekolamin sintetik yang digunakan untuk

terapi Parkinson telah digunakan untuk meningkatkan level dopamine pada otak dalam

pengobatan ketergantungan kokain.Biasa digunakan sebagai monoterapi maupun terapi

kombinasi dengan carbidopa, inhibitor dekarboksilasi asam amino perifer, yang mencegah

perubahan L-DOPA menjadi dopamine di luar otak.Pada empat penelitian yang dilakukan

bahwa pengobatan tersebut memiliki keunggulan dibandingkan pengobatan dengan placebo.

L-thyrosine, precursor asam amino dari L-DOPA, mengurangi Cocaine carving pada

sekelompok kecil pasien (dua belas banding lima puluh dua) pada penelitian double blind,

dan ditemukan kurang efektif dalam pengurangan pemakaian kokain.

Disulfiram, dapat dikelompokkan menjadi agen agonis dopamine karena cara kerjanya

yang memblokir konversi dopamine ke norepinefrin melalui enzim dopamine-B-

Hidroksilase, yang mengakibatkan peningkatan level dopamine.ketertarikan penggunaan

disulfiram untuk terapi ketergantungan kokain dikarenakan banayaknya ketergantungan

kokain yang berbarengan dengan ketergantungan alcohol. Pada penelitian, ditemukan bahwa

disulfiram (250 mg/hari) meningkatkan abstinensi penggunaan kokain dibandingkan dengan

placebo. Walapun disulfiram ditemukan efektof dalam pengobatan ketergantungan kokain,

tetapi muncul pertanyaan tentang keamanan pemakaiannya dalam praktik klinik. Pada

penelitian ditemukan bahwa premedikasi disulfiram (250 mg/ hari selama 3 hari) secara

signifikan akan memperpanjang kadar waktu paruh plasma kokain, meningkatkan konsentrasi

plasma kokain, dan mempotensiasi efek takikardia dan hipertensipada pemakaian kokain

intranasal. Namun demikian, disulfiram tetap dianggap sebagai terapi baru yang menjanjikan

dalam pengobatan ketergantungan kokain, terlepas dari adanya efek samping yang mungkin

dapat disebabkan oleh obat ini.

C.Zat Stimulan 5

16

Seperti terapi metadon pada ketergantungan opiate, penggunaan zat stimulan sebagai

terapi pada ketergantungan kokain dapat menjadi salah satu cara untuk dapat mengatasi

penggunaan kokain dan cocaine craving.seperti metadon, keuntungan dari terapi substitusi

stimulan adalah rendahnya risiko medis karena merupakan terapi oral, penggunaan medikasi

yang murni yang telah diketahui potensinya, dan penggunaan medikasi yang mempunyai

onset lambat dan efek yang panjang. Beberapa pengobatan psikomotor stimulant sekarang

digunakan untuk pengobatan pada penyakit Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD),

narkolepsi, dan penekan nafsu makan. Dari penelitian – penelitian yang dilakukan, dilaporkan

tidak ada efek samping yang bearti, yang memberikan suatu kemungkinan bahwa terapi

substitusi ini mempunyai tingkat keamanan yang baik dalam pengobatan ketergantungan

kokain.Modafinil, digunakan sebagai terapi narkolepsi, OSA, serangan kantuk, dan kelainan

tidur, dapat dikelompokkan sebagai stimulant lemah, mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi

termasuk dalam blok transporter dopamine presinaps yang kemudian akan meningkatkan

pelepasan glutamate pada otak dan akan menurunkan kadar pelepasan GABA. Pada

penelitian, disebutkan bahwa penggunaan sebanyak 200 - 400 mg/hari secara teratur dapat

meningkatkan abstinensi pada penggunaan kokain.Modafinil adalah agen stimulant yang

sangat aman dan dapat ditoleransi dengan baik, tidak pernah dilaporkan penggunaan agen ini

dapat mengakibatkan cocaine craving maupun menyebabkan euphoria. Pada prinsipnya,

kokain sendiri, dalam formulasi onset lambat, dapat digunakan sebagai terapi agonis

maintenans, sama seperti pada nikotin transdermal onset lambat atau transbukal untuk terapi

ketergantungan nikotin onset cepat (cigarettes). Kapsul garam kokain oral (100 mg, 4 kali

sehari) dapat menjadi terapi pengganti pada penggunaan kokain intravena (25 mg) dan

mengurangi konsumsi rokok rasa kokain di Peru (dimana kokain oral merupakan barang

industry legal).

D. Antipsikotik5

Antipsikotik generasi pertama, yang dimana merupakan reseptor antagonis dopamine

poten, tidak secara signifikan merubah penggunaan kokain kronis pada pasien skizofrenia

yang menyalahgunakan kokain selama pengobatan kronik antipsikotik.Kegunaan yang lebih

besar diharapkan pada generasi kedua antipsikotik, yang dikarenakan spectrum mekanisme

kerjayang lebih luas dari obat tersebut pada pengikatan reseptor (pada dopamine dan

serotonin).Walaupun demikian, pemakaian obat ini belum dapat dibuktikan melalui

penelitian pada pengguna kokain tanpa disertai adanya gangguan psikotik. Pada penelitian,

olanzapine digunakan pada 18 pasien ketergantungan opiate dan kokain (yang juga diterapi

17

substitusi dengan metadon) mengalami penurunan pemakaian kokain sebanyak 53.2%.

Kewaspadaan tetap harus diteliti dalam penggunaan antipsikotik pada pengguna kokain

karena potensinya yang dapat mengakibatkan terjadinya neuroleptic malignant syndrome,

yang didasarkan pada penurunan level dopamine pada pengguna kokain. Pengguna kokain

dan amphetamine juga dapat berada di risiko yang meningkat dalam terjadinya dyskinesia

yang disebabkan oleh antipsikotik.

E. Antikonvulsan5

Antikonvulsan telah dicoba dalam pengobatan ketergantungan kokain karena

antikonvulsan memblokir perkembangan kokain.Antikonvulsan mampu meningkatkan

sensitivitas saraf untuk obat karena paparan intermiten sebelumnya. Di tingkat

neurotransmitter, antikonvulsan mungkin efektif karena mampu meningkatkan penghambatan

aktivitas GABA dan / atau menurunkan rangsang aktivitas glutamat di otak, baik yang akan

mengurangi respon terhadap kokain dalam dopaminergik, cortico mesolimbic otak.

Carbamazepine merupakan antikonvulsan yang paling dipelajari. Empat dari lima

pasien penggunaa kokain yang dilakukan trial terapi rawat jalan dengan carbamazepine

ditemukan efeknya tidak berpengaruh signifikan terhadap penggunaan kokain. Sedangkan,

untuk Gabapentin ditemukan tidak efektif dalam tiga uji klinis terkontrol, seperti lamotrigin,

dan asam valproik dalam uji tunggal.

Beberapa antikonvulsan lain telah menunjukkan hasil yang lebih baik. Tiagabine, yang

meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat reuptake presynapticnya, secara

signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam dua uji klinis terkontrol pada dosis 12 atau

24 mg setiap hari, tetapi tidak memiliki efek dalam uji klinis ketiga pada 20 mg per hari.

Semua tiga percobaan menggunakan bersamaan terapi kognitif-perilaku. Topiramate, yang

menurunkan aktivitas glutamat dengan memblokir AMPA-jenis reseptor glutamat dan

meningkatkan aktivitas GABA, secara signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam

percobaan klinis terkontrol sampai dengan 200 mg sehari, dalam hubungannya dengan terapi

kognitif-perilaku.

Vigabatrin (ɤ-vinyl-GABA), yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat

pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, mengurangi penggunaan kokain.Vigabatrin

tidak dipasarkan di Amerika Serikat karena efek sampingnya pada penglihatan, tapi tidak ada

yang diamati selama studi jangka pendek.Fenitoin (300 mg sehari) secara signifikan

mengurangi kokain digunakan dalam satu percobaan klinis terkontrol, terutama pada

konsentrasi serum di atas 60 µg / ml.

18

Baclofen merupakan antispasmotic, yang mekanisme kerjanya meningkatkan aktivitas

GABA dengan berperan sebagai agonis pada reseptor GABAβ.Satu percobaan klinis

terkontrol menemukan bahwa baclofen (60 mg sehari) tidak secara signifikan mengurangi

penggunaan kokain, kecuali pada kelompok pengguna kokain berat.

F. Suplemen Gizi dan Produk Herbal5

Suplemen gizi.Penggunaan campuran asam amino, baik sendiri atau dengan suplemen

gizi lainnya (vitamin dan mineral), telah dipublikasikan secara luas dalam bidang pengobatan

penyalahgunaan narkoba berdasarkan peraturan yang diberlakukan pada obat-obatan resep

dan keselamatan, suplemen gizi ini dirasakan dapat digunakan dan kecilnya efek

samping.Tirosin (asam amino prekursor L-DOPA) dan L-triptofan (asam amino prekursor

serotonin, telah ditandai dengan klaim keberhasilan, tetapi dalam suatu penelitian 28 hari,

ditemukan bahwa campuran tirosin dan triptofan tidak berpengaruh signifikan (1 gram setiap

hari) pada ketergantungan kokain atau gejala witdrawal. Percobaan klinis terkontrol yang

lebih baru ditemukan L-tryptophan, bahkan ketika digabungkan dengan pengobatan

manajemen kontingensi, tidak lebih baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi

penggunaan kokain.L-carnitine (500 mg / hari) ditambah koenzim Q10 (200 mg / hari) tidak

lebih baik dibandingkan plasebo dalam uji klinis 8 minggu.Sebuah uji klinis terkontrol yang

kecil yang menemukan bahwa magnesium L-aspartat (732 mg setiap hari), bentuk yang

mudah diserap dari magnesium, tidak lebih baik dari plasebo.

Produk herbal.Berbagai produk herbal dan derivat tanaman telah disebut-sebut sebagai

pengobatan untuk penyalahgunaan narkoba, tetapi hanya sedikit yang dilakukan evaluasi

klinis.salah satu yang telah menerima publisitas substansial, tetapi belum evaluasi klinis,

adalah ibogaine, alkaloid indol yang ditemukan di kulit akar semak Tabernanthe iboga di

Afrika Barat. Senyawa ini telah diklaim untuk menekan penggunaan terhadap kokain (dan

opioid dan alkohol) untuk beberapa bulan setelah dosis oral tunggal.Ginkgo Biloba (120

mg / hari selama 8 minggu) tidak lebih baik dibandingkan plasebo dalam uji klinis terkontrol.

G. Obat Lainnya5

Penghambat Kanal Kalsium (Amlodipine) juga telah diusulkan sebagai pengobatan

untuk ketergantungan kokain karena pengaruhnya terhadap pelepasan neurotransmiter dan

penghambatan efek psikologis kokain di beberapa orang, tapi tidak semua, pada studi

penelitian. Namun, amlodipine tidak menunjukkan keberhasilan dalam uji klinis terkontrol.

19

Berbagai macam obat lain telah dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain,

sering atas dasar laporan kasus atau penelitian pada hewan menunjukkan bahwa obat-obat

tersebut dapat mempengaruhi dalam memperkuat efek kokain.

Ondansentron, antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan untuk mengurangi mual dan

muntah, secara signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam uji klinis skala

kecil.Efeknya signifikan hanya pada dosis tertinggi (4 mg dua kali sehari).

Kombinasi pengobatan5

Penggunaan bersamaan dua obat yang berbeda yang dipelajari dengan harapan bahwa

kombinasi tersebut akan meningkatkan kemanjuran sambil meminimalkan efek samping, baik

dengan bertindak pada sistem tunggal neurotransmiter oleh dua mekanisme yang berbeda

atau bertindak atas dua sistem neurotransmiter yang berbeda. Penggunaan bersamaan agen

dopaminergik, bupropion dan bromocriptine pada pasien ketergantungan cocain telah

ditemukan aman, meski dari hasil penelitian menunjukkan sedikit keberhasilan. Penggunaan

bersamaan pergolide (antagonis reseptor D1 D2 dopamin) dirancang untuk menghasilkan aksi

agonis D1 relatif murni, juga menemukan sedikit bukti kemanjuran, begitu juga pada

kombinasi penggunaan amantadine dan propranolol.

Penggunaan gabungan phentermine, dopamin release dan serotonin release,

fenfluramine yang masing-masing yang dipasarkan sebagai penekan nafsu makan, dan

menerima publisitas substansial selama tahun 1990-an yang dikenal dengan “phen-fen”

yang dipakai pada obesitas dan gangguan adiktif. Kombinasi obat ini telah mengacaukan

hasil pengobatan rawat jalan pada pasien dengan ketergantungan cocain. Sejak penarikan

fenfluramine, kombinasi ini tidak lagi tersedia dikarenakan adanya hubungan antara

hipertensi pulmonal dan penyakit katup jantung. Kombinasi lain yang menggantikan

fenfluramine dengan inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) seperti fluoxetine yang

belum dievaluasi secara sistematis.

Kombinasi yang tepat dari flumazenil intravena ( reseptor benzodiazepine antagonis )

dan gabapentin oral dan hydroxyzine ( histamin antagonis ) secara substansial mengurangi

metamfetamin yang digunakan.

2.3.2 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Zat ATS

Banyak dari obat-obatan yang dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain juga

telah diteliti untuk pengobatan ketergantungan amfetamin, sering untuk alasan farmakologis

20

yang sama. Namun, kebanyakan hasil uji klinis tidak menunjukkan hasil yang

menggembirakan.

Pendekatan yang paling menjanjikan yaitu antara substitusi agonis dengan stimulans

dan peningkatan aktivitas gaba. Dua dari tiga uji klinis terkontrol dengan d-amphetamine

(satu menggunakan formulasi berkelanjutan) ditemukan penurunan yang signifikan dalam

menggunakan amfetamin dibandingkan dengan plasebo. Ada kejadian buruk tidak signifikan

dalam studi apapun. Pelepasan lambat methylphenidate (54 mg sehari) mengurangi

penggunaan amfetamin secara signifikan lebih daripada plasebo dalam satu uji klinis

terkontrol. Modafanil (200 mg dua kali sehari) berkurangnya amfetamin yang digunakan

dalam laporan kasus dan saat ini mengalami sebuah uji klinis terkontrol.

Vigabatrin, antikonvulsan yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat

pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, secara substansial mengurangi pemakaian

methamphetamine dalam dua uji label terbuka. Vigabatrin tidak dipasarkan lagi di amerika

serikat dikarenakan adanya efek samping ophthalmologik, tetapi tidak pernah diamati

selama studi jangka pendek ini. Baclofen, antispasmotic yang meningkatkan aktivitas GABA

dengan bertindak sebagai agonis di GABAB reseptor, sama sekali tidak memiliki efek pada

pengguna metamfetamin pada sebuah uji klinis terkontrol tetapi secara signifikan

menunjukkan pengurangan pada penggunaan pada subgrup patuh obat. Gabapentin

merupakan antikonvulsan yang mekanisme aksinya tidak diketahui , ini tidak berbeda dari

plasebo, bahkan di subgrup patuh.

Obat lain yang menjanjikan pada penelitian uji klinis termasuk naltrexone, bupropion

dan risperidone. Bupropion sebagai antidepresan sama sekali tidak menunjukkan kemanjuran

dalam dua uji klinis tetapi secara signifikan menunjukkan pengurangan pada subgrup

pengguna methamphetamin dengan tingkat penggunaan methamphetamine dosis rendah.

Antipsikotik risperidone, baik pemakaian secara oral atau disuntikkan, menunjukkan

pengurangan pada pengguna methamphetamin dalam dua uji label terbuka. Generasi kedua

antipsikotki yang lain, aripiprazole (15 mg sehari) menunjukkan tidak berkhasiat pada

sebuah uji klinis yang kecil.

Obat-obatan yang tidak menunjukkan efektivitas dalam pengobatan ketergantungan

amfetamin dalam uji klinis termasuk antidepresan trisiklik (misalnya, imipramine,

despiramine), inhibitor reuptake serotonin selektif (e.g.,fluoxetine, sertraline, paroxetine),

ondansetron (antagonis reseptor 5-HT3), dan calcium channel blocker seperti amlodipine.

21

Namun, pada penyalahgunaan zat ATS, terdapat terapi khusus untuk pasien yang

berada dalam keadaan tertentu, yaitu saat terjadi intoksikasi dan saat terjadi gejala putus zat.

Berikut pilihan terapinya :

A. Terapi kondisi Intoksikasi6

1. Intoksikasi amfetamin atau zat yang menyerupai

a) Simptomatik tergantung kondisi klinis, untuk penggunaa oral : merangsang muntah

dengan activated charcoal atau kuras lambung adalah penting

b) Antipsikotik : haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau chlorpromazine mg/kgBB

oral setiap 4-6 jam

c) Antihipertensi bila perlu, tekana darah diatas 140/100 mmHg

d) Kontrol termperatur dengan selimut dingin atau chlorpromazine untuk mencegah

temperature tubuh meningkat

e) Aritmia cordis, lakukan cardiac monitoring : contoh untuk palpitasi diberikan

propanolol 20-80 mg/hari

f) Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan benzodiazepine:diazepam 3x5 mg

atau chlordiazeprox de 3x25 mg

g) Asamkan urin dengan ammonium chloride 2,75 mEq/kg atau ascorbic acid 8 mg/hari

sampai pH urin < 5 akan mempercepat ekskresi zat

B. Terapi pada kondisi putus zat6

1. Putus zat amfetamin dan zat yang menyerupai

a) Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan psikiatrik

b) Rawat inap diperlukan apabila gejala psikotik berat, gejala depresi berat atau

kecenderungan bunuh diri, dan komplikasi fisik lain

c) Terapi : antipsikotik (haloperidol 3 x 1,5-5 mg, atau risperidon 2 x 1,5-3 mg),

antiansietas (alprazolam 2 x 10 mg), atau diazepam 3x5-10 mg, atau clobazam 2x10 mg)

atau antidepresi golongan SSRI atau trisiklik/tertrasiklik sesuai kondisi klinis

2.3.3 Psikoterapi

Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Kognitif Perilaku)

Terapi Kognitif Perilaku adalah suatu bentuk psikoterapi yang ditekankan pada apa

yang pasien pikirkan dan lakukan. Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses

mengajar, melatih dan menguatkan perilaku positif. Terapi ini memebantu seorang individu

22

untuk mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan

perilaku. Terapi ini merupakan gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi

ini menganggap kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah

(kognisi) yang menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik

tampaknya membaik apabila cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku

individu lebih tepat. Oleh karena itu, terapis bekerjasama dengan pasien mengidentifikasi dan

mengoreksi salah persepsi dan perilaku yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas

dan menekankan “hal yang terjadi di sini dan saat ini” (apa yang dipikirkan pasien saat ini;

bagaimana perilaku pasien saat ini).

Prinsip - prinsip Terapi Perilaku- Kognitif

Prinsip dasar dari terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan kepada pasien bahwa

kepercayaan dan pemikiran tidak rasional adalah penyebab dari gangguan emosional dan

tingkah laku (Hoffman, 1984). Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu

menjelaskan susunan terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang

teori modifikasi perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip

yang melandasi prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah di dalam

terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan menjalin

kerjasama yang baik. Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator

timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi

(Ivey, 1993). Oleh karena itu individu harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-

prinsip terapi kognitif dan modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran

terapis penting dalam mengajak individu memahami perasaannya dan teknik terapi yang

efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki. Terkait dengan perlunya

pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku-kognitif, Meichenbaum (dalam Ivey,

1993) mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang terapis dalam penggunaan

modifikasi perilaku-kognitif, yaitu:

1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran, perasaan,

proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem

interaksi dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan

perilaku yang dihasilkan klien.

23

2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional, namun yang

menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri

merupakan proses interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi

adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha untuk memberi komentar secara internal

pada pola pemikiran dan perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu

untuk mengorganisasi pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu

memahami personal schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami

masalah yang dialami klien. Perubahan personal skema yang tidak efektif adalah

bagian yang penting dari terapi

3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk memahami cara

klien membentuk dan menafsirkan realitas.

4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan psikoterapi

yang diambil dari sisi rasional atau objektif.

5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan proses

pemahaman pengalaman klien

6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan kembali.

7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun antara

klien dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses perubahan klien.

8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa

ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.

9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.

10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan timbulnya

perilaku maladaptif.

Tujuan Pendekatan Terapi Perilaku Kognitif

Pendekatan terapi perilaku kognitif adalah pendekatan pemberian bantuan yang

bertujuan mengubah suasana hati dan perilaku individu dengan mempengaruhi pola

berfikirnya (Beck, 1985; Burns, 1986). Pada dasarnya pendekatan terapi perilaku kognitif

bertujuan untuk mengenali kejadian yang memberi tekanan, mengenali dan memantau

gangguan-gangguan kognitif yang muncul dalam menanggapi kejadian atau peristiwa, dan

mengubah cara berfikir dalam menginterpretasikan dan menilai kejadian dengan cara-cara

yang lebih sehat.

24

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Kokain dan Amphetamine Type Stimulants (ATS) merupakan zat stimulant yang

memiliki efek yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat proses-proses

dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan

darah.Penyalahgunaan zat-zat ini dapat mengakibatkan berkurangnya efektivitas pengguna

dalam hal kognitif, emosi, dan social yang membuat kerugian yang besar.Modalitas terapi

yang sementara ada, baik dari segi efektivitas maupun keamanan, belum dapat memenuhi

harapan dari penulis untuk dapat menjadi terapi bagi penyalahgunaan kedua zat ini.Namun,

ada beberapa modalitas yang cukuo menjanjikan dalam beberapa penelitian yang telah

dilakukan.Disulfiram, adalah modalitas terapi yang paling menjanjikan untuk terapi

penyalahgunaan kedua zat ini yang disertai dengan penyalahgunaan alcohol.Antidepresan

trisiklik, seperti despiramine dan imipramine, dapat digunakan bagi pasien penyalahgunaan

kedua zat ini yang disertai dngan adanya gejala depresi. Antikonvulsan, seperti topiramat,

tiagabine, dan fenitoin, telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada beragam penelitian.

Terapi maintenans zat stimulan juga mempunyai prospek yang cerah untuk pasien dengan

penyalahgunaan kedua zat ini dalam dosis yang rendah dan onset yang panjang.

Modalitas terapi lain, yang berupa psikoterapi, juga telah dikembangkan dan

didayagunakan untuk terapi pasien dengan ketergantungan kedua zat ini. Penulis

beranggapan, untuk saat ini, bahwa kombinasi dari kedua modalitas ini merupakan solusi

yang terbaik untuk penatalaksanaan penyalahgunaan kedua zat ini.Kedepannya, dari berbagai

penelitian yang dilakukan, kami berharap semakin banyak modalitas terapi yang tersedia dan

efektivitas serta keamanan modalitas terapi juga meningkat.

25

Daftar Pustaka

1. Kurniadi H. Wreksoatmodjo B. Napza dan Tubuh Kita. Jakarta : Yayasan Jendela;

2004.

2. UNODC

3. Husin AB, Siste K. Gangguan penggunaan zat. Dalam: Buku ajar psikiatri.

Jakarta: FKUI; 2014.h. 143-71.

4. Sadock BJ, Sadock VA, Eds. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi X.

Philadelphia, Baltimore, New York: Lippincott Williams &Wilkins, 2007.

5. Addiction. American Psychiatric Association. 2014.

6. Keputusan Menteri 420

7. Preda A. Stimulants. 2013. Diunduh dari: www.medscape.com/article. ( 15 Juni

2014).

8. Pamusu D, Amir N, Effendi J, Khamelia, Kembaren L, Aritonang I, et al. Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. 2012. h. 18-28

.

26