referat ckd revisi yooo
DESCRIPTION
good readingTRANSCRIPT
REFERAT
PENATALAKSANAAN KONSERVATIF
GAGAL GIJAL KRONIK
Dokter Pembimbing :
Dr. Gerie Amarendra, Sp.PD
Disusun oleh :
Selvi Annisa
030.08.220
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KOTA BEKASI
PERIODE 23 JULI- 23 SEPTEMBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
SEPTEMBER 2012
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................4
Definisi.................................................................................................................................................4
Klasifikasi............................................................................................................................................4
Epidemiologi........................................................................................................................................5
Etiologi.................................................................................................................................................5
Faktor resiko........................................................................................................................................7
Patofisiologi.........................................................................................................................................7
Penatalaksanaan Konservatif...............................................................................................................7
- Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya .....................................................................................8
- Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ..........................................................................9
- Memperlambat pemburukan fungsi ginjal………………………………………….. ......................9
- Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler...............................................................13
- Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi………………………………………………………………………….…13
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................................... 18
Daftar pustaka ...................................................................................................................................19
LAPORAN KASUS………………………………………………………………………………………………………………………………20
2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan salah satu masalah utama dalam pelayanan
kesehatan baik di negara maju maupun berkembang. Pada penurunan fungsi ginjal mencapai
tahap tertentu, perkembangan PGK menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) tidak
terhindarkan lagi. Walaupun presentase kejadian ini relatif tidak begitu tinggi tetapi risiko
dan beban yang diakibatkannya merupakan masalah besar. Data tersebut mengisyaratkan
pentingnya melakukan upaya pencegahan terjadinya PGK atau setidaknya menghambat
progresi penyakit.(1)
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium, yaitu stadium I, II,
III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum
menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien
diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan
mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke stadium V atau fase
gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK. Penelitian keadaan gizi
pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) ≤ 25 ml/mt yng diberikan terapi konservatif
di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status gizi
kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang sebagai
akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. (2)
Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui
monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada
dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta
petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan
gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi
optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangn cairan dan elektrolit, yang
pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik. (2)
3
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Penyakit Ginjal Kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada akhirnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
penggantian ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal. (2)
Kriteria Penyakit ginjal Kronik(2)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural maupun
fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi: kelainan
patologis, terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml.mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya dapat dilihat pada table 2
Table 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya(3)
Derajat Penjelasan LFG(ml/menit/1,73m2)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau↑
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
Kerusakan gijal dengan LFG↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat
Gagal ginjal
≥90
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
4
Klasifikasi atas dasar diagnostic dapat dilihat pada table 3
Tabel 3. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi(3)
Penyakit Contoh
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit pada transplantasi
Diabtes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular, penyakit vaskuler,
penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik
Rejeksi kronik, keracunan obat
(siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent
(glomerular), Transplant glomerulopathy
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
per tahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus
perjuta penduduk pertahun.(3)
Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Tabel 4
menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat.Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialysis di Indonesia, seperti ada table 5.Dikelompokkan pada sebab lain, dianntaranya, nefritis
lupus, nefroati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak
diketahui.(3)
Tabel 4. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)(3)
Penyebab Insiden
Diabetes Melitus
5
-tipe1 (7%)
-tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis
Nefritis Interstitialis
Kista dan penyakit bawaan lahir
Penyakit sistemik (missal: lupus dan vaskulitis)
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain
44%
27%
10%
4%
3%
2%
2%
4%
4%
Penyebab gagal ginjal kronik tersering dapat dibagi menjadi 8 kelas seperti yang tercantum pada table 46-1 di bawah ini(4)
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial
Penyakit Peradangan
Penyakit vascular hipertensif
Gangguan Jaringan ikat
Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit metabolic
Nefropati toksik
Pielonefritis kronis atau refluks nefropati
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Lupus eritematosus sistemik
Penyakit ginjal polikistik
Diabetes mellitus
Gout
Hiperparatioroidisme
Amiloidosis
Penyalahgunaan analgesic
Nefropati timah
6
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas:
Batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal,
Traktus urinarius bagian bawah:
Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital leher vesika urinaria, uretra.
Perlu ditekankan di sini, meskipun stadium dini dari penyakit ginjal dapat cukup bervariasi, tetapi stadium akhir dapat sama semuanya. Dan pada banyak kasus sebab asalnya tidak dapat diidentifikasi lagi.(4)
Faktor Risiko
Merupakan hal penting untuk mengetahui factor yang meningkatkan resiko CKD, meskipun pada seseorang dengan nilai GFR normal. Yang termasuk factor resiko CKD adalah hipertensi, diabetes mellitus, penyakit autoimun, kelompok lanjut usia, keturunan Afrika, punya riwayat keluarga sakit ginjal, pernah menderita ARF, proteinuria, sediment urin abnormal, atau struktur yang abnormal pada traktus urinarius.(5)
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai molekul vasoaktif seperti siktokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltras, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.(3)
7
Gambar patofisiologi GGK(6)
8
Tatalaksana Konservatif
Tatalaksana konservatif pada GGK adalah suatu tatalaksana yang bertujuan untuk memperlambat perburukan progresifitas gangguan fungsi ginjal, dimulai ketika pasien mengalami azotemia, dengan cara memperbaiki penyebab utama dan faktor –faktor yang masih reversible, seperti penurunan volume ekstrasel karena pemakaian diuretic berlebihan atau pembatasan garam yang terlalu ketat, obstruksi saluran kemih, infeksi, obat-obatan yang memperberat penyakit ginjal(4)
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai ketika penderita mengalami azotemia. Berusaha menentukan penyebab utama gagal ginjal dan menyelidiki setiap factor yang masih reversible, seperti;penurunan volume cairan ekstrasel yang disebabkan oleh penggunaan diuretic berlebihan atau pembatasan garam terlalu ketat,Obstruksi saluran kemih akibat batu, pembesaran prostat, atau fibrosis retroperitoneal;Infeksi, terutam infeksi saluran kemih;Obat-obatan yang memeperberat penyakit ginjal: maminoglikosida, obat antitumor, OAINS, bahan radiokontras, dan Hipertensi berat atau maligna(4)
Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik meliputi:
A.Terapi spesifik terhadap penyakit dasar (3)
Dilakukan sebelum nilai LFG menurun.(3,5) Pada ukuran ginjal yang normal, dilakukan pemeriksaan USG, biopsy, dan pemeriksaan histopatologi ginjal untuk menentukan indikasi tetap terhadap terapi spesifik.(3)
1. Tatalaksana Dislipidemia(1)
Dislipidemia pada penderita PGK membutuhkan skrining dan pendekatan tatalaksana yang berbeda dengan penderita lain karena metabolism dan eliminasi lipid lowering drugs pada penderita PGK dapat terganggu, yang dapat mengubah profil keamanannya. Tatalaksana dyslipidemia berupa perbaikan pola hidup, berupa pengaturan diet, latihan fisik dan menghentikan kebiasaan yang tidak sehat, serta terapi farmakologis.(1)
Perbaikan pola Hidup
Mencakup diet rendah lemak, penurunan berat badan, olah raga, menghindari asupan alkoho berlebih dan berhenti merokok sangat penting dan sering merupakan lini pertama tatalaksana penderita dengan abnormalitas kadar lipid. Rekomendasi diet harus diberikan secara hati-hati mengingat prevalensi malnutrisi pada PGK stadium lanjut yang tinggi. Diet yang diberikan sebaiknya mengandung kurang dari 7% kalori lemak jenuh/satured fat (SAFA), polyunsatured fat (PUFA) hingga 10%, monounsatured fat (MUFA) hingga 20% dan total lemak 25-35% dari kalori total.
9
Diet juga harus mengandung karbohidrat kompleks(50-60% dari kalori total) dan serat (20-30 g/hari). Kolesterol diet harus kurang dari 200 mg/hari (Liu 2006)(1)
Terapi farmakologis
Statin
Berfungsi sebagai kompetitif inhibitor terhadap enzim HMG Ko-A reduktase, enzim yang mempengaruhi kecepatan sintesis kolesterol (lstvan 2001). Pada metaanalisis terhadap 6 penelitian yang menggunakan statin pada penderita PGK stadium lanjut menunjukkan rata-rata penurunan kolesterol sebesar 50-55 mg.dl dan penurunan TG hingga 34 mg/dl. Penggunaan statin pada pasien dengan hemodialysis juga terbukti dapat meningkatkan HDL hingga 4,84 mg/dl. Efek samping yang dapat timbul adalah miopati.(Liu 2006)(1)
Fibrat
Bekerja pada peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR)-α, suatu reseptor yang diaktivasi oleh asam lemak bebas dan eicosanoid. Aktivasi PPAR-α berakibat peningkatan oksidasi asam lemak di hepar, jantung, ginjal, dan otot bergaris. Aktvasi dari reseptor ini juga mengakibatkan peningkatan ekspresi lipoprotein lipase. Sebagai hasilnya fibrat menurunkan TG dan VLDL serta meningkatkan HDL. FIbrat juga mempengaruhi ukuran LDL menjadi lebih besar dan kurang aterogenik (Staels 2005)(1)
Bile Acid Sequestrants
Yang sudah tersedia adalah kolestiramin, kolestipol dan kolesevelam. Obat-obatan ini berkaitan dengan asam empedu di usus dan menurunkan sirkulasi enterohepatikanya. Sebagai hasilnyam konversi kolesterol menjadi asam empedu diaktivasi di hepar melalui jalur feedback. Hal ini mengakibatkan overekspirasi reseptor LDL di hepar dan meningkatkan klirens LDL dari plasma. Obat golongan ini telah dibuktikan menurunkan LDL hingga 10-20 % pada populasi umum. Pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan statin dan asam nikotinat pada hiperkolestrolemia berat.(1)
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam nikotinat dan ezetimibe(1)
2. Tatalaksana hipertensi
Akan dibahas pada bahasan terapi untuk mengahambat perburukan fungsi ginjal.
B.Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)(3)
Pantau Kecepatan penurunan LFG secara berkala untuk mengetahui kondisi komorbid(3,5). Contoh kondisi komorbid: gangguan keseimbangan cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi
10
traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, bahan radiokontras, peningkatan aktivitas penyakit dasar, obat-obatan nefrotoxic(3,5)
C. Menghambat perburukan fungsi ginjal(3)
Terdiri dari 2 cara yaitu:
1. Pembatasan diet protein
Dimulai ketika LFG ≤60 ml/menit. Jumlah asupan protein yang dianjurkan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari,yang 0,35-0,5 gr di antaranya merupakan protein dengan nilai biologi tinggi. Status nutrisi pasien juga harus dipantau teratur untuk mencegah protein-kalori malnutrisi.(3,5) Asupan protein dibatasi, juga karena kelebihan protein terutama diekskresikan melalui ginjal dan bisa terjadi uremia. Ketika konsumsi protein menigkat, terjadi peningkatan aliran darah dan tekanan darah intraglomerular yang menyebabkan progresifitas fungsi ginjal. Fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama sehingga harus dibatasi asupan proteinnya.(3)
Berdasarkan penelitian, pembatasan diet protein dapat menghambat perburukan penyakit ginjal pada stadium awal, namun tidak pada stadium lanjut(5,7). Pada pasien yang sudah mendekati stadium akhir, asupan protein ditingkatkan menjadi 0,9 g/kgBB/hari yang terdiri dari protein dengan nilai biologi tinggi.(5)
Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif adalah sebagai berikut: (2)
Syarat Dalam Menyusun Diet (2)
Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB,
dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut: ¾ Karbohidrat sebagai sumber tenaga,
50-60 % dari total kalori . ¾ Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti
sel-sel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein
dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari
kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein. Pada waktu
yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥ 60 %, akan tetapi pada
saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan
protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu. ¾
Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan lemak tidak
jenuh. ¾ Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah
IWL ± 500 ml. ¾ Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan
cairan dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000
mg Na/hari. ¾ Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70
11
meq/hari ¾ Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari ¾ Kalsium 1400-1600 mg/hari
(depkes), eemam mlan hari(2)
Sumber Protein Pada Penyakit Ginjal Kronik Protein berasal dari bahasa Yunani,
yaitu proteos berarti yang utama atau didahulukan. Jumlah dan jenis protein yang
diberikan pada pasien PGK pre dialisis dalam bentuk diet Rendah Protein sangat penting
untuk diperhatikan karena protein berguna untuk mengganti jaringan yang rusak,
membuat zat antibodi, enzim dan hormon, menjaga keseimbangan asam basa, air,
elektrolit, serta menyumbang sejumlah energi tubuh. Protein dibuat dari 20 asam amino
penyusun protein, 11 diantaranya dapat disintesis oleh tubuh, dan 9 sisanya disebut asam
amino esensial yang diperoleh dari bahan makanan, yaitu Leusin, Isoleusin, Valin,
Triptofan, Fenilalanin, Metionin, Treonin, Lisin dan Histidin. Dari asam amino, 8
diantaranya dibutuhkan oleh orang dewasa, sedangkan Histidin dibutuhkan oleh anak-
anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bahan makanan yang mengandung semua
asam amino disebut lengkap protein, seperti telur, daging, ikan, susu, unggas, keju. Oleh
karena itu, protein hewani biasa disebut sebagai protein bernilai biologi tinggi. Bahan
makanan nabati, misalnya beras dan kacang-kacangan, mengandung asam amino esensial
yang terbatas atau tidak lengkap. Oleh karena itu, dikatakan mengandung protein bernilai
biologi rendah. Kedelai dan hasil olahannya, yaitu tempe, tahu dan susu kedelai,
mengandung asam amino esensial walaupun ada 1 asam amino yang kurang, terbatas
fungsinya hanya untuk pemeliharaan, tidak untuk pertumbuhan (Limiting Amino Acid)
yaitu metionin. Demikian pula asam amino esensial lisin kurang pada beras dan triptopan
kurang pada jagung, akan tetapi apabila bahan makanan yang mengandung asam amino
terbatas dikonsumsi secara bersamaan dalam hidangan sehari-hari, dapat saling
melengkapi kekurangan dalam asam amino esensial. Sebagai contoh, nasi yang terbatas
lisin dimakan bersamaan dengan tempe yang terbatas pada metionin didapatkan campuran
yang memungkinkan saling melengkapi dalam asam aminonya untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan tubuh. Metode penilaian kualitas protein dahulu menggunakan
Protein Efficiency Ratio (PER) yang berdasarkan respon pertumbuhan pada pemberian
sejumlah protein. Saat ini, penilaian mutu protein digunakan Protein Digestibility
Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) yang menggambarkan jumlah asam amino dari
protein dan tingkat daya cernanya pada manusia. Dengan metode ini, protein kedelai
mempunyai nilai yang sama dibandingkan dengan putih telur dan protein susu, kecuali
asam amino methionin yang harus ditambah.(2)
Sumber protein dari kacang-kacangan dan produk kedelai, seperti tempe, tahu, susu
acang juga mengandung kalium dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga untuk mencegah
hiperkalemia dan hiperfosfatemia tetap dibutuhkan pengikat fosfor dan kalium yang
12
adekuat. Produk kedelai cukup aman untuk selingan pengganti protein hewani sebagai
variasi menu dengan jumlah sesuai anjuran. Akan tetapi tidak untuk suplemen atau
tambahan sehingga melebihi kebutuhan. Susu kacang kedelai dapat pula digunakan
sebagai pengganti susu sapi. Hal positif yang didapat dari protein nabati adalah
mengandung phytoestrogen yang disebut isoflavon yang memberikan banyak keuntungan
pada PGK. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatan protein dari kedelai dapat
menurunkan proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamato cytokines yang diperkirakan
dapat menghambat penurunan fungsi ginjal lebuh lanjut. Penelitian lain mengenai diet
dengan protein nabati pada pasien PGK adalah dapat menurunkan ekresi urea, serum
kolesterol total dan LDL sebagai pencegah kelainan pada jantunh yang sering dialami
pada pasien PGK. Pada binatang percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi
casein dibandingkan dengan protein kedelai setelah 1-3 minggu didapatkab menunda
penurunan fungi ginjal lebih lanjut.(2)
Bahan Makanan yang Dianjurkan (2)
¾ Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang,
tepungtepungan, madu, sirup, permen, dan gula. ¾ Sumber Protein Hewani: telur, susu,
daging, ikan, ayam. Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani Hasil olahan kacang
kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein
hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian
asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan. ¾ Sumber Lemak: minyak kelapa,
minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega. ¾ Sumber Vitamin
dan Mineral: Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu
menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan
cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman
dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat
dimasak menjadi stup buah/coktail buah. (2)
Bahan Makanan yang Dihindari
¾ Sumber Vitamin dan Mineral: Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien
mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam,
gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan
makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering,
makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan(2)
13
2. Terapi farmakologis(3)
Terapi ini berutujuan untuk menurunkan hipertensi intraglomerulus dan
sistemik sehingga dapat menurunkan resiko kardiovaskular dan menghambat
perburukan kerusakan nefron.(2) . Hal ini adalah sama pentingnya dengan dengan
pembatasan protein. Sasaran dari terapi ini adalah sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria.(2) Target tekanan darah yang dicapai pada pasien PGK dengan
proteinuria adalah 125/75 mmHg.(4)
Obat yang digunakan adalah ACE-i dan ARB yang dapat menghambat
angiotensin-induced vasokonstriksi pada arteriol aferen dari mikrosirkulasi
glomerular sehingga dapat menurunkan tekanan filtrasi intraglomerular dan
proteinuria. Beberapa studi menunjukkan bahwa obat-obatan ini efektif pada
pasien gangguan ginjal dengan DM maupun nonDM. Efektivitas obat dalam
menghambat progresi perburukan PGK adalah bergantung dari efeknya terhadap
menurunkan proteinuria. Jika pada penggunaan satu jenis obat tidak ditemukan
respons anti proteinuria, maka bisa digunakan kombinasi obat ACE-I dan ARB.
Efek samping ACE-I adlah batuk, angioderma; efek samping ARB:
anafilaksis,hyperkalemia. Jika ditemukan peningkatan efek samping maka obat
bisa diganti dengan lini kedua seperti CCB, diltiazem, verapamil.(4)
D.Pencegahan dan terapi pada penyakit Kardiovaskular
Hal ini sangat penting dilakukan karena 840-45% kematian pada penderita PGK diakibatkan oleh penyakit kardiovaskular. Upaya yang dilakukan berupa pengendalian terhadap DM, hipertensi, anemia,hiperfosfatemia,terapi kelebihan cairan dan keseimbangan elektrolit. Upaya-upaya ini terkait dengan komplikasi PGK secara menyeluruh(2)
E.Pencegahan dan Terapi komplikasi
1.Modifikasi penyesuaian obat
Menghindari obat-obatan yan deliminasi terutama melalui ginjal. Seperti Metformin, meperidin, dan OHO lain yang dieliminasi di ginjal. OAINS juga harus dihindari karena dapat memperburuk fungsi ginjal. Dan banyak antibiotic, antiaritmia , dan antihipertensi yang memerlukan penyesuaian dosis(4)
2.Pembatasan cairan (balance cairan) dan elektrolit
Bertujuan untuk mencegah edema dan komplikasi kardiovaskular. Diatur sedemikian rupa sehingga tercapai keseimbangan cairan,dimana jumlah air yang masuk sama dengan
14
jumlah air yang keluar. Jumlah air yang keluar dari tubuh yaitu dari insensible water loss adalah sekitar 500-800 ml/hari,sehingga jumlah air yang masuk adalah 500-800 ml/hari ditambah jumlah urin.(2)Asupan cairan 1-2 L per hari dapat menjaga keseimbangan cairan.(5)
Pembatasan elektrolit,yaitu dengan mengawasi asupan kalium dan natrium.Kalium dibatasi karena hyperkalemia dapat menyebabkan aritmia jantung,sehingga obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium harus dibatasi.(2)Jika GFR menurun <10-20 ml/menit maka asupan harus kurang dari 50-60 meq/dl.(5) Natrium harus dibatasi untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan disesuaikan dengan tekanan darah dan derajat edema. (2) Asupan natrium >3-4 g/dl dapat menyebabkan edema,hipertensi,dan CHF. Aupan <1 g/dl menyebabkan volume depletion dan hipertensi. Untuk pasien yang mendekati penyakit ginjal tahap akhir, inisial rekomendasi asupan natrium adalah 2g/dl (5)
Pembatasan magnesium juga penting karena Mg terutama dieliminasi ginjal. Semua Mg mengandung laxativ dan antacid yang merupakan kontraindikasi relative pada penyakit ginjal.(5)
3.Osteodistrofi renal(2)
Sering terjadi pada PGK. Pencegahan dan terapi dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian kalsitriol (1,25 (OH)2D3).(2)
Hiperfosfatemia(2)
Diatasi dengan membatasi diet fosfat, yaitu sebanyak 600-800 mg/hari. Hal ini sejalan dengan diet pada PGK secara umum,yaitu tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam. Fosfat banyak terdapat dalam produk hewan seperti susu, telur, daging. Pembatasan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan karena bahaya malnutrisi.(2)
Memberi pengikat fosfat. Bertujuan untuk menghambat absorbs fosfat di saluran cerna.Pengikat fosfat ini diberikan diantaranya; Garam Kalsium, Aluminium hidroksida, Garam magnesium. Yang banyak dipakai adalah CaCO3 dan Calcium asetat.(2)
Pemberian Ca mimetic agent. Efektivitas penggunaannya baik dengan efek samping minimal. Cara kerjanya dengan menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid.(2)
Pemberian kalsitriol. Pemakaiannya tidak begitu luas karena dapat meningkatkan absorbs fosfat dan calcium dalam saluran pencernaan, sehingga dikhawatirkan terjadi penumpukan garam kalsium di jaringan yang disebut kalsifikasi metsatatik. Oleh karena itu pemakaiannya dibatasi pada pasien dengan kadar P darah normal dan kadar parathormon lebih dari 2,5 kali normal.(2)
15
4. Anemia(2)
Pada PGK, 80-90% anemia akibat defisiensi eritropoietin (EPO). Penyebab lain adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan saluran cerna, hematuria), umur eritrosit yg pendek (misal pada hemolisis), defisiensi asam folat, penekanan sum-sum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik,. Evaluasi dapat dimulai saat Hb≤ 10 g/dl atau hematocrit ≤ 30%. Melakukan evaluasi status besi (SI,TIBC,Fe serum), mencari sumber perdarahan, dan melakukan pemeriksaan morfologi eritrosit.(2)
Kadar Hb penderta PGK perlu dipertahankan. Karena kadar Hb yang rendah pada penderita PGK dapat menyebabkan keadaan seperti mempercepat perburukan penyakit, meningkatkan angka kesakitan dan kematian, dan memperburuk kualitas hidup.Anemia pada PGK terjadi mulai stadium 3 dan hampir 100% pada stadium 5. Disebut Anemia bila didapatkan kadar Hb <14 gr % (pria) dan pada <12 gr% (wanita).Anemia defisiensi besi pada PGK bila (8)
Absolut : Serum transferin (ST) < 20%, feritin serum (FS) < 100ng/mg (PGK non HD) dan < 200 ng/ml (PGK HD) Fungsional : ST < 200 %, FS ≥ 100 ng/ml (PGK non HD), ≥ 200 ng/ml (PGK HD)
Penatalaksanaan Anemia
Tatalaksana yang dilakukan terutama ditujukan pada penyebab utama. Dalam pemberian EPO ini status besi harus diperhatikan karena EPO perlu besi untuk bekerja. Jika dilakukan transfusi darah, harus hati-hati mempertimbangkan segala aspek. Sasaran Hb yang dicapai adalah 11-12 g/dl.(2)
EPO biasanya diberikan sebagai injeksi subkutan (25 hingga 125 U/kgBB) tiga kali seminggu.(4).Indikasi terapi dengan eritropoetin adalah kadar Hb < 10 gr % dengan penyebab lain sudah diatasi. Syarat pemberian EPO, tidak ada anemia defisiensi besi absolut, bila masih ada dianjurkan dikoreksi terlebih dahulu; tidak ditemukan infeksi yang berat. Kontraindikasi terapi dengan eritropoetin adalah kondisi tekanan darah tinggi, kondisi hiperkoagulasi., adanya respon yang tidak baik terhadap pemberian eritropoetin (EPO) dengan dosis 8000 - 10.000 U / minggu,pada minggu ke-4 kenaikan Hb gagal mencapai 0.5 - 1.5 gr % atau terjadi kegagalan mempertahankan kadar Hb.(8).Efek samping pemberian EPO adalah tekanan darah meningkat, thrombosis, kejang.(4,8) Peningkatan tekanan darah akibat terapi EPO disebabkan oleh peningkatan viskositas darah dan pulihnya vasodilatasi perifer yang diinduksi anemia.(4)
Terapi anemia didasarkan indikasi terapi besi yaitu anemia besi absolut, anemia besi fungsional, tahap pemeliharaan status besi.Kontraindikasi terapi besi adalah hipersensitivitas terhadap besi, gangguan fungsi hati berat, andungan besi tubuh berlebih. Target Hb pada terapi menggunakan eritropoetin adalah dimulai pada kadar Hb < 10 gr %, pada Penderita PGK yang menjalani HD / non HD dengan target Hb 10 - 12 gr %, kadar Hb tidak boleh > 13 gr %.(8)
5. Asidosis
16
Asidosis metabolic kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan asidosis, tetapi bila kadar bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/l, beberapa ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium bikarbonat maupun sitrat pada dosis 1 mEq/kg/hari secara oral, untuk menghilangkan efek sakit pada asidosis metabolic, termasuk penurunan masa tulang yang berlebihan. Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali bila bikarbonat plasma turun di bawah angka 15 mEq/L, ketika gejala-gejala asidosis dapat mulai timbul. Asidosis berat dapat tercetus bila suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan. Asidosis berat dikoreksi dengan NaHCO3 parenteral,maka perlu disadari resiko yang ditimbulkannya. Koreksi pH darah secara berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, kejang, dan kematian. Perlu diingat bahwa penderita gagal ginjal kronik juga mengalami hipocalcemia(4)
6. Hiperurisemia
Obat pilihan hiperurisemia pada pGK adalah allopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat sintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh. Untuk meredakan gejala-gejala artritis gout dapat digunakan kolkisin (obat antiradang pada gout)(4)
7. Neuropati perifer
Biasanya simptomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap lanjut. Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk mengatasi perubahan tersebut kecuali dengan dialysis yang dapat menghentikan perkembangannya. Karena itu, perkembangan neuritis sensorik merupakan tanda bahwa dialysis tidak boleh ditunda-tunda lagi. Neuropati smotorik mungkin reversible. Uji kecepatan konduksi saraf biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk memantau perkembangan neuropati perifer(4)
8. pengobatan segera pada infeksi
Penderita gagal ginjal kronik memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Semua infeksi dapat memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga infeksi harus segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi ginjal lebih lanjut. Namun,deteksi infeksi pada pasien PGK tahap akhir membutuhkan tingkat kecurigaan dan perhatian yang tingi terhadap indicator yang kurang spesifik seperti takikardia, kelelahan, atau sedikit peningkatan temperature. Perhatian harus diberikan karena hipotermia merupakan gambaran klinis sindron uremik dan banyak pasien PGK tahap akhir yang tidak memperlihatkan peningkatan temperature tubuh yang diperkirakan atau hitung leukosit saat terjadi infeksi.(4)
17
BAB IIIKESIMPULAN
Tatalaksana konservatif pada penyakit ginjal kronis bertujuan untuk menghambat progresifitas perburukan fungsi ginjal ke tahap selanjutnya. Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan dedasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Bila hal ini sudah diketahui maka diet zat terlarut dan cairan orang bersangkutan dapat diatur dan disesuaikan dengan batas-batas tersebut. Selain itu, terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi.Tatalaksana ini dilakukan ketika pasien masih pada stadium empat atau sebelumnya. Jika pasien telah memasuki stadium lima dari penyakit ginjal kronik, atau stadium akhir maka terapi konservatif tidak dapat lagi diandalkan untuk menghambat progresifitas penyakit sehingga harus segera melakukan dialysis atau terapi penggantian ginjal.
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W, Susalit E, Suwitra K,et al. Penatalaksanaan Penyakit ginjal Kronik dan Hipertensi. PERNEFRI. 2009.
2. Kresnawan T, Markun HMS. Diet Rendah Protein dan Penggunaan Protein Nabati Pada Gagal Ginjal Kronik. Divisi Ginjal Hipertensi Bag. Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Jakarta: 2012. Accessed on 13th September 2012. Available at: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/diet_rendah_prot-nabati.pdf
3. Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Interna Pubishing. Jakarta; 2009.
4. Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,Vol.2. ECG. Jakarta; 2006.
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Ed,Vol.II. Mc Graw Hill. 2008
6. Chronic Kidney Disease/CRF. Accessed on 14th September 2012. Available at: http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=71:ckd&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66
7. Adler J, Aminoff M, Baird C, et al. LANGE 2009 CURRENT Medical Diagnosis & Treatment ed.48. Mc Graw Hill. 2009
8. Mewaspadai Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Accessed on 13th September 2012. Available at: http://www.sahabatginjal.com/Articles/tabid/635/ID/2083/Mewaspadai-Anemia-Pada-Penyakit-Ginjal-Kronis-PGK.aspx
19
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Sunayah
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Alamat :
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status : Janda 1 anak
Suku : Sunda
Pendidikan : SD
No RM : 03317655
Tanggal masuk RS : 29/08/12
Tanggal pemeriksaan : 1/09/12
Anamnesis secara autoanamnesis
KU : sesak napas sejak 2 minggu SMRS
KT : mual, muntah,batuk, kaki bengkak, lemas
RPS :
OS datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan utama sesak napas yang semakin lama semakin
hebat sejak 2 minggu SMRS. OS harus tidur diganjal dengan 2 bantal untuk mengurangi
sesaknya.sesak terutama saat berbaring dan berkurang saat posisi tegak.. Nyeri dada(-), berdebar-
debar(-).Batuk jarang dan kering,timbul pada saat berbaring. OS mengeluh sering merasa mual.
Muntah terjadi setiap habis makan berisi makanan. BAB dan BAK lancar. Sakit pinggang(-).
Sejak 10 hari SMRS, OS mengaku kedua kakinya bengkak, bengkak timbul perlahan-lahan dari
bawah ke atas. Demam(-). OS juga mengaku merasa lemah.Nafsu makan baik.
20
2 hari SMRS OS sudah sempat ke dokter untuk berobat dan diberi obat hipertensi captopril. OS baru
minum sekali. Riwayat HT(+) namun tidak rutin minum obat. kencing manis(-), jantung(-), maag(+),
sakit kuning(-), sakit ginjal(-), Asma(-), alergi(-)
Saat di IGD, OS mengaku demam menggigil setelah diberikan transfuse darah. Demam hilang setelah
kompres air hangat dan minum teh hangat.
OS baru dipindahkan ke bangsal setelah 3 hari di IGD
RPD:
OS tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat batuk pilek sebelum sakit disangkal.
Riwayat pengobatan Ca Cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu
Riwayat HT(-), sakit jantung(-), kencing manis(-), maag(+), alergi(-), asma(-), sakit kuning(-)
Riwayat kebiasaan:
-jarang mengkonsumsi minuman bersoda
Merokok(-)
Alcohol(-)
Jamu godongan (+)
RPK:
Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Ibu pasien HT(+) dan asma(+), DM(-), jantung(-),
alergi(-), sakit ginjal(-), sakit kuning(-)
[O]
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit berat
Kesadaran: compos mentis
Kesan Gizi: TB: 152 cm, BB: 48kg. BMI: 20,77 kg/m2 : normal
21
Tanda-tanda vital:
TD: 150/100 mmHg
N: 98x/m
T: 39,3oC
RR: 28x/m
Mata: bengkak palpebral , CA+/+,SI-/-
Abdomen:
Inspeksi: tampak buncit
Auskultasi; bising usus 4x/m normal
Perkusi: timpani, nyeri ketuk(-)
Palpasi: supel, nyeri tekan positif regio lumbal dekstra dan sinistra, ballottement(-), CVA?
Ekstremitas:
Akral hangat ke4 ekstremitas
Oedem pitting ke 2 tungkai
[A]: suspek CKD, snemia
[P]: PRC 500cc
Paracetamol 3x1stop
O2 2-3 liter/menit
Follow up
2/9 3/9 4/9
S Sesak napas
batuk
lemas
kaki bengkak
Batuk(-)
Lain masih
bengkak kaki kiri↓
punggung panas
demam tadi malam,skarang turun
lain masih
22
O TSB/CM
TD: 150/110 mmHg
N: 108x/m
T: 36,50C
RR: 40x/m
Mata: CA+/+
Abdomen:
tampak buncit
teraba masa 4 jari di
bawah umbilicus
ballottement+/+, CVA
+/-, NK(+) dan NT(+)
epigastrium,
hypogastrium dan
lumbal kiri
Oedem ke 2 tungkai
Lab tgl 30/8
Eritrosit 1,93
juta/uL↓
Hb 5,3 g/dL↓
Ht 17,6 %
MCHC 30,1 pg
Trombosit 491 rb/UL
Ur 95 mg/dl
Cr 4,65 mg/dl
TSB/CM
TD: 130/100 mmHg,
N: 111x/M
T: 36,50C,
RR: 44x/m
Lain masih
Lab Darah rutin DHF
tanggal 1/9/12
Hb 6,7 gr/dl
Ht 21,2%
Darah rutin DHF tgl 2/9/12
Hb 7,8 gr/dl
Ht 23,4 %
Trombo 400 ribu/uL
GFR: 14
TSS/CM
TD: 140/100 mmHg
N; 100 x/m
T: 37,3oC
RR: 40 x/m
CA-/-
Lain masih
23
A CKD std V
Anemia
Ca cerviks
P Transfusi PRC
DL, UL,FG
Diet lunak
Lasix 1x1
Bicnat
Asam folat
CaCo3 3x1
Transfuse PRC 2 kolf Batasi cairan, pasang kateter untuk
hitung balance cairan, USG
Sanmol 3x1
Renxamin/ 24 jam
5/9 6/9 8/9 9/9
lemas↓
pusing
mual
sakit perut
pinggang sakit dan
panas
lain masih
Sakit perut↓ sesak↓, nyeri
pinggang↓
S: sesak↓
TSS/CM TSS/CM TSS/CM O: TSS/CM
24
TD: 140/100 mmHg
N; 100 x/m
T: 37,3oC
RR: 40 x/m
Lab: tgl 4/9/12
Darah rutin DHF
Hb: 9,4 g/dL
Ht: 29%
Trombosit: 441 ribu/uL
Ureum: 89 mg/dL
Creatinin: 4,26 mg/dL
USG: hidronefrosis
bilateral (bendungan),
dan pembesaran uterus
disertai asites .Efusi
leura bilateral
TD: 140/90 mmHg
N: 104x/m
T: 36,50C
RR: 44 x/m
Abdomen:
buncit ↓
TD 110/70mmHg
N: 92 x/mnit
T: 36,50C
RR: 32 x/mnt
TD: 110/80 mmHg
N: 120 x/menit
T: 37,7oC
RR: 29x/menit
Lab 9/9/12: Hb: 9,6
g/dL, Ht: 29,6 %,
Trombo: 421 rb/uL
Fungsi hati
Albumin 2 g/dL
Ur: 99 mg/dl
Cr: 4,9 mg/dL
CKD V
Efusi Pleura
Ca Cerviks
CKD V
Efusi Pleura
Ca Cerviks
USG valsartan Batasi cairan 500
cc/mEq
Cek ulang albumin,
jika albumin <3
koreksi albumin 20
lasik 2x1
Albumin 20% 100 cc
Bicnat 3x1
25
% 100 cc Caco3 3x1
Asam folat 3x1
Laboratorium
30/08/12
HEMATOLOGI
Darah rutin
Leukosit 8,9 ribu/uL (5-10)
Eritrosit 1,93 juta/uL (4-5)
Hemoglobin 5,3 g/dL (12-14)
Hematokrit 17,6 % (37-47)
Index eritrosit
MCV 91,1 fl (82-92)
MCH 27,4 pg (27-32)
MCHC 30,1% (32-37)
Trombosit 591 ribu/uL (150-400)
KIMIA KLINIK
Fungsi hati
AST (SGOT) 22 U/L (<37)
ALT(SGPT) 26 U/L (<41)
Fungsi Ginjal
Ureum 95 mg/dL (20-40)
Kreatinin 4,65 mg/dL (0,5-1,5)
26
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 96 mg/dL (60-110)
Elektrolit
Natrium (Na) 141 mmol/L (135-145)
Kalium(K) 5,2 mmol/L (3,5-5,5)
Clorida (Cl) 105 mmol/L (94-111)
Darah Rutin DHF tgl 1/9/12
Leukosit 8,7 ribu/uL (5-10)
Hemoglobin 6,7 g/dL (12-14)
Hematokrit 21,2 % (37-47)
Trombosit 325 ribu/uL (150-400)
Darah Rutin DHF tgl 2/9/12
Leukosit 8,1 ribu/uL (5-10)
Hemoglobin 7,8 g/dL (12-14)
Hematocrit 23,4 % (37-47)
Trombosit 460 ribu/uL (150-400)
Darah Rutin DHF tgl 4/9/12
Leukosit 9,2 ribu/uL (5-10)
Hemoglobin 9,4 g/dL (12-14)
Hematokrit 29 % (37-47)
Trombosit 441 ribu/uL (150-400)
KIMIA KLINIK
27
Fungsi ginjal
Ureum 89 mg/dL (20-40)
Kreatinin 4,26 mg/dL (0,5-1,5)
Resume:
Pasien, Ny. S,42 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu SMRS. sesak terutama saat
berbaring dan berkurang saat posisi tegak..Mual(+), muntah(+) isi makanan setiap habis makan, batuk
jarang terutama saat berbaring. Kaki bengkak sejak 10 hari SMRS, lemas(+). RPD: riwayat
pengobatan Ca Cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu. Riw. maag(+).PF; TD: 150/100 mmHg, N:
98x/mT: 36,7oC, RR: 28x/m, CA+/+,Abdomen: tampak buncit, nyeri tekan (+) regio lumbal dekstra
dan sinistra, ballottement(+/+), CVA(+/+).Ekstremitas:kedua tungkai oedem. Lab: Eritrosit
1,93 juta/uL↓, Hb 5,3 g/dL↓, Ht 17,6 % ↓, MCHC 30,1 pg ↓, Trombosit 491 rb/UL ↑, Ur 95 mg/dl ↑,
Cr 4,65mg/dl↑.
DAFTAR MASALAH
1. CKD
Atas dasar: keluhan sesak napas terutama saat nerbaring, kedua tungkai bengkak, lemas,mual
TD 150/100 mmHg,, RR: 28x/menit, CA+/+,abdomen tampak buncit, nyeri tekan region
lumbal dextra dan sinistra, ballottement(+/+), nyeri ketuk CVA(+/+), kedua tungkai edema.
Hb 5,3 g/dl, ur 95 mg/dl, cr 4,65 mg/dl.
A: CKD.dd/ CHF
Pemeriksaan penunjang anjuran: USG abdomen, EKG,rontgen thorax
Medikamentosa:
O2 2-3 L
RL/16 jam
Transfusi PRC
Posisi setengah duduk
Hitung balance cairan, kurangi asupan cairan
28
Diet lunak
Medikamentosa
Lasix 1x1
Bicnat 3x1
Asam folat 3x1
CaCo3 3x1
2. Anemia normositik normokrom ec. CKD—dd/ anemia aplastic,anemia hemolitik
Atas dasar lemas, lemas, CA+/+, Eritrosit 1,93 juta/uL↓, Hb 5,3 g/dL↓, Ht 17,6 % ↓, MCHC
30,1 pg ↓,
Pemeriksaan penunjang anjuran: Morfologi darah tepi
Non medikamentosa: Transfusi PRC
3. Ca cerviks
Atas dasar riwayat pengobatan Ca cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu
Pemeriksaan penunjang anjuran: USG
Rujuk ke RSCM
4. Hipertensi
Atas dasar TD 150/100 mmHg
A Hipertensi ec CKD. dd/ peningkatan tekanan darah karena tegang,
hiperkolesterolemia,kelainan jantung
Pemeriksaan anjuran: Lipid lengkap, foto rontgen
Non-medika mentosa
Pantau tekanan darah setiap hari
Medikamentosa
Amlodipin 12,5 mg
29
30