referat mh revisi

19
PENCEGAHAN KECACATAN PADA MORBUS HANSEN Revi Dinayanti, S.ked Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Moh.Hoesin Palembang 2015 PENDAHULUAN Morbus Hansen atau penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh infeksi M. leprae yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat Penyakit ini menyerang saraf perifer dengan komplikasi cacat primer maupun sekunder yang tampak menyeramkan sehingga penderitanya ditakuti, dijauhi dan diisolasi secara sosial. 1 WHO melaporkan bahwa jumlah kasus kusta di dunia sampai bulan maret tahun 2013 sebanyak 189.018 dengan jumlah kasus baru pada tahun 2012 adalah 213.036 kasus. 2 Secara global prevalensi kusta dilaporkan 0,2 kasus dari 10.000 orang. 3 Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus. 4 Jumlah kecacatan tingkat 2 di Indonesia di antara penderita baru sebanyak 9,86%. 5 Pada tahun 2004 WHO menyatakan bahwa 2-3 juta penduduk dunia telah mengalami kecacatan akibat penyakit kusta. 3 Pada tahun 2012 tercatat penderita kusta di Palembang sebanyak 40 orang. 6 Berdasarkan data di RSUP Mohammad Hoesin, ada 433 kunjungan penderita kusta pada tahun 2014. 1

Upload: dinayanti

Post on 16-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat MH

TRANSCRIPT

Page 1: Referat MH Revisi

PENCEGAHAN KECACATAN PADA MORBUS HANSENRevi Dinayanti, S.ked

Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Moh.Hoesin Palembang

2015

PENDAHULUAN

Morbus Hansen atau penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh

infeksi M. leprae yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya menyerang kulit, mukosa

mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis,

kecuali susunan saraf pusat Penyakit ini menyerang saraf perifer dengan komplikasi cacat

primer maupun sekunder yang tampak menyeramkan sehingga penderitanya ditakuti, dijauhi

dan diisolasi secara sosial.1

WHO melaporkan bahwa jumlah kasus kusta di dunia sampai bulan maret tahun 2013

sebanyak 189.018 dengan jumlah kasus baru pada tahun 2012 adalah 213.036 kasus.2 Secara

global prevalensi kusta dilaporkan 0,2 kasus dari 10.000 orang.3 Indonesia hingga saat ini

merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013,

Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia

memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus.4 Jumlah kecacatan tingkat 2 di

Indonesia di antara penderita baru sebanyak 9,86%.5 Pada tahun 2004 WHO menyatakan

bahwa 2-3 juta penduduk dunia telah mengalami kecacatan akibat penyakit kusta.3 Pada

tahun 2012 tercatat penderita kusta di Palembang sebanyak 40 orang.6 Berdasarkan data di

RSUP Mohammad Hoesin, ada 433 kunjungan penderita kusta pada tahun 2014.

Kusta merupakan penyakit dengan stigma yang sangat besar pada masyarakat

sehingga penderita kusta menderita tidak hanya karena penyakitnya saja, tetapi juga dijauhi

atau dikucilkan oleh masyarakat. Kusta merupakan masalah sosio-medis yang kompleks.1

Penundaan pengobatan pada kusta menyebabkan peningkatan resiko timbulnya kecacatan

akibat kerusakan saraf yang progresif. Karena itu diperlukan diagnosis dan pengobatan dini

serta pencegahan kusta agar dapat mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang.7 Referat

ini akan membahas mengenai patogenesis, klasifikasi, derajat, pencegahan dan perawatan

kecacatan.

1

Page 2: Referat MH Revisi

CEDERAMemarNekrosis tekananLuka tusukLuka sayat, lepuhLuka bakarDislokasi sendi

Kerusakan Saraf Primer

Pencegahan:Diagnosaterapi

SENSORIK OTONOM

ANASTESI KEKERINGAN PARALISIS

MOTORIK

KEHILANGAN FUNGSI TANGAN & KAKIFISURA

DISUSED

INFEKSI SEKUNDER ULSERASI

KONTRAKTUR

DEFORMITAS SENDI MENETAP

KEHILANGAN JARINGAN

OSTEOMIELITIS

SELULITIS

DEFORMITAS & DISABILITAS

SIKATRIK

ULSERASI BERULANG

TEKANAN ABNORMAL

DISTORSI

KOMPLIKASI SEKUNDERPencegahan:PendidikanPerawatanDiperbaiki:RehabilitasiFisioterapiOperasiPendidikan

PATOGENESIS KECACATAN

Kecacatan akibat kerusakan saraf tepi dapat dibagi menjadi tiga tahap, tangan dan otot kaki.

yaitu:

Tahap I Terjadi kelainan pada saraf, berbentuk penebalan saraf, nyeri, tanpa gangguan

fungsi gerak, namun telah terjadi gangguan sensorik.

Tahap II Terjadi kerusakan pada saraf, timbul paralisis tidak lengak atau paralisis awal

termasuk pada otot kelopak mata, otot jari tangan dan otot jari kaki. Pada

stadium ini masih dapat terjadi pemulihan kekuatan otot. Bila berlanjut, dapat

terjadi luka (di mata, tangan dan kaki) dan kekakuan sendi.

Tahap III Terjadi penghancuran saraf dengan kelumpuhan yang dapat menetap. Pada

stadium ini dapat terjadi infeksi yang progresif dengan kerusakan tulang dan

kehilangan penglihatan.1

Bagan 1. Patogenesis Kecacatan1

2

Page 3: Referat MH Revisi

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Kecacatan akibat

penyakit kusta dapat melalui 2 proses:

- Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ melaui kulit tubuh

yang tidak intak. Setelah itu basil akan menuju sel target yaitu sel schwan.

- Melalui reaksi kusta.

a. Reaksi tipe 1

Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di

spectrum borderline. Reaksi ini terjadi akibat peningkatan hebat respon imun

seluler secara tiba-tiba, sehingga mengakibatkan respon radang pada daerah kulit

dan saraf. Inflamasi pada jaringan saraf dapat mengakibatkan kerusakan dan

kecacatan yang dapat timbul dalam hitungan hari, jika tidak diatasi dengan

adekuat. 5

Gejala reaksi tipe 1 dapat dilihat berupa peradangan pada lesi. Selain itu juga

disertai gejala sistemik seperti demam dan artralgia. Kulit yang bengakak menjadi

kemerahan, nyeri dan panas. Pada kasus lainnya dapat ditemui ulserasi.2

b. Reaksi tipe 2

Reaksi ini merupakan reaksi humoral yang disebabkan tingginya respons imun

humoral pada penderita kusta. Banyaknya antibodi yang terbentuk disebabkan

banyaknya antigen. Antigen yang ada akan bereaksi dengan antibodi dan akan

membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan menimbulkan respon

inflamasi.8 Kompleks imun tersebut umumnya terjadi ekstravaskuler, beredar

dalam sirkulasi darah sehingga dapat mengendap ke berbagai organ, terutama

pada lokasi diman M. leprae berada dalam konsentrasi tinggi, yaitu pada kulit,

saraf, limfonodus dan testis. Umumnya menghilang dalam 100 hari atau lebih dan

bekasnya menimbulkan hiperpigmentasi. Perjalanan penyakit dapat berlangsung

selama 3 minggu atau lebih7

KLASIFIKASI KECACATAN KUSTA1

Cacat yang timbul pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu, yaitu kecacatan primer dan sekunder.

Kecacatan Primer

Kecacatan primer, ialah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas

penyakit, terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap M. leprae.

Termasuk cacat primer adalah:

3

Page 4: Referat MH Revisi

a. Cacat pada fungsi saraf sensorik, seperti anastesi, gangguan fungsi saraf motorik

yang dapat menyebabkan claw hand, drop hand, drop foot, claw toes dan

lagoftalmos selain itu juga termasuk gangguan fungsi otonom yang menyebabkan

kulit kering, elastisitas kulit berkurang, serta gangguan refleks vasodilatasi.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 1. (a) Claw hand, (b) Drop hand, (c) Droop foot, (d) Claw toes, (e) Lagoftalmos

b. Infiltrasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan yang menyebabkan kulit

berkerut dan berlipat-lipat (seperti fasies leonine, blefaroptosis, ektropion).

Kerusakan folikel rambut yang menyebabkan alopesia atau madarosis, seperti

kerusakan glandula sebasea dan sudorifera yang menyebabkan kulit kering dan

tidak elastik.

(a) (b) (c)

`

Gambar 2. (a) Fasies leonine, (b) blefaroptosis, (c) ektropion

c. Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendon,

ligamen, sendi, tulang rawan, tulang, testis dan bola mata.

Kecacatan Sekunder

4

Page 5: Referat MH Revisi

Kecacatan sekunder, cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer, terutama akibat

adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom). Anastesia akan memudahkan terjadinya

luka akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan

segala akibatnya. Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat

menimbulkan gangguan menggenggam atau berjalan, juga memudahkan terjadinya luka.

Demikian pula akibat lagoftalmus dapat menyebabkan kornea kering sehingga mudah timbul

keratitis. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas berkurang.

Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.

Tingkat Kerusakan Saraf1

Sebagian besar masalah kecacatan pada kusta ini terjadi akibat penyakit kusta yang

terutama menyerang saraf perifer. Menurut Srinivasan, saraf perifer yang terkena akan

mengalami beberapa tingkat kerusakan, yaitu:

1. Stage of involvement

Pada tingkat ini terjadi penebalan saraf serta mungkin disertai nyeri tekan dan spontan

pada saraf perifer tersebut tetapi belum disertai gangguan fungsi saraf seperti anestesi

atau kelemahan otot.

2. Stage of damage

Pada stadium ini saraf telah rusak dan fungsi saraf tersebut telah terganggu. Terjadi

kerusakan fungsi saraf, seperti kehilangan fungsi saraf otonom, sensoris dan motorik.

Diagnosis stage of damage ditegakkan, bila saraf telah mengalami paralisis yang tidak

lengkap atau saraf batang tubuh telah mengalami paralisis lengkap kurang dari 6-9

bulan. Penting sekali untuk mengenali tingkat kerusakan ini karena dengan

pengobatan pada tingkat ini kerusakan saraf yang permanen dapat dihindari.

3. Stage of destruction

Pada tingkat ini saraf telah rusak secara lengkap. Diagnosis stage of destruction

tingkat ini ditegakkan, bila kerusakan atau paralisis saraf secara lengkap terjadi lebih

dari satu tahun. Pada tingkat ini walaupun dengan pengobatan, fungsi saraf ini tidak

dapat diperbaiki.

DERAJAT KECACATAN KUSTA1

Organ yang paling berfungsi dalam kegiatan sehari-hari adalah mata, tangan dan kaki,

maka WHO (1988) membagi cacat kusta menjadi tiga tingkat kecacatan, yaitu:

1. Cacat pada tangan dan kaki

Tingkat 0: tidak ada anastesi dan kelainan anatomis

5

Page 6: Referat MH Revisi

Tingkat 1: ada anastesi, tanpa kelainan anatomis

Tingkat 2: terdapat kelainan anatomis

2. Cacat pada mata

Tingkat 0: tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)

Tingkat 1: ada kelainan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang

Tingkat 2: ada lagoftalmos dan visus sangat terganggu (visus 6/60; dapat menghitung

jari-jari pada jarak 6 meter).

PENCEGAHAN DAN PERAWATAN KECACATAN1

Tujuan pencegahan kecacatan

1. Mencegah timbulnya cacat pada saat diagnosis kusta ditegakkan dan diobati. Untuk

tujuan ini diagnosis dini dan terapi yang rasional perlu ditegakkan dengan cepat dan

tepat.

2. Mencegah agar cacat yang telah terjadi jangan menjadi lebih berat. Untuk mencapai

tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai cara antara lain:

- Melindungi dan menjaga tangan yang anestesi (mungkin pula yang telah cacat)

- Melindungi dan menjaga kaki yang anastesi (mungkin pula telah cacat),

- Melindungi mata dari kerusakan dan menjaga penglihatan

- Menjaga fungsi saraf.

3. Menjaga agar cacat tidak kambuh lagi .

Pencegahan terjadinya transmisi dari disability ke handicap dapat dilakukan antara

lain dengan penyuluhan, adaptasi social dan latihan.

Upaya pencegahan kecacatan

Upaya pencegahan primer

Upaya pencegahan primer dapat dilakukan melalui diagnosis dini, pengobatan secara

teratur dan adekuat, diagnosis dini dan penatalaksanaan neuritis, termasuk silent neuritis serta

diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi. Kecacatan kusta diakibatkan gangguan saraf

perifer, maka pemeriksaan saraf perifer harus dilakukan secara teliti dan benar, namun cukup

sederhana dan murah. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fungsi sensorik, motorik dan

otonom.

Pada pemeriksaan fungsi sensorik, dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensosrik pada

telapak tangan, yaitu daerah yang disarafi oleh n. ulnaris dan medianus. Juga pada daerah

telapak kaki untuk daerah yang disarafi oleh n. tibialis posterior.

6

Page 7: Referat MH Revisi

Pada pemeriksaan fungsi motorik, alat pengukur yang dipakai adalah Voluntary

Muscle Testing (VMT) untuk mendeteksi kerusakan saraf.

Tabel 1. Voluntary Muscle Testing1, 8

N. fasialis Untuk menilai kekuatan penutupan bola mata. Minta pasien

menutup matanya, seperti sedang tidur, dan ukur jarak antara

kelopak yang tertutup. Untuk menilai kelemahan awal minta

pasien menutup rapat matanya lalu buka kelopak matanya

menggunakan jempol dan jari tengah.

N. ulnaris Untuk memeriksa kekuatan m. abductor digiti minimi. Minta

pasien untuk melakukan abduksi jari kelingking.

N. medianus Memeriksa kekuatan m. abductor pollicis brevis. Minta pasien

menggenggam tangan secara horizontal dan abduksi ibu jari.

N. radialis Memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan. Minta

pasien mengekstensikan pergelangan tangan.

N. popliteal

lateralis

Memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki. Minta

pasien untuk mengangkat kakinya.

Pada pemeriksaan fungsi otonom dilakukan pemeriksaan dengan memegang tangan /

kaki pasien untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat).

Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di macula anestesi pada penyakit kusta,

pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis, yaitu tes tinta gunawan dan tes

pillocarpin.

Tes tinta gunawan dilakukan dengan cara tinta digariskan mulai dari bagian tengah

lesi yang dicurigai hingga ke daerah kulit normal.Pada kulit normal tinta akan luntur.

Sedangkan pada kulit abnormal tinta tidak luntur. Tes pilocarpin dilakukan dengan cara

menyuntikan pilocarpin secara subkutan di daerah kulit pada makula dan perbatasannya.

Setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap

kering.

Pada keadaan ini bila berbagai gangguan ini cepat diketahui, maka dengan terapi

medikamentosa serta tindakan perlindungan saraf dari kerusakan lebih lanjut, maka hasilnya

akan sangat baik.

Upaya pencegahan sekunder

7

Page 8: Referat MH Revisi

Upaya pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui perawatan diri sendiri untuk

mencegah luka . Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

terjadinya kontraktur. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan

agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan. Bedah septic untuk mengurangi perluasan

infeksi, sehingga pada proses penyembuhan tidak terlalu banyak jaringan yang hilang.

Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anastesi atau mengalami kelumpuhan otot.

Pencegahan dan perawatan cacat oleh penderita7

Pencegahan dilakukan sendiri oleh penderita di rumah, petugas jarang hanya

memberikan edukasi kepada penderita, tetapi peragakan tindakan-tindakan itu dan bantulah

penderita agar dapat melakukannya sendiri. Akan efektif bila penderita sendiri yang

bertangguang jawab atas kondisinya.

Menggunakan material yang diperoleh dari sekitar lingkungan penderita.

Petugas kusta harus memperhatikan penderita yang cacat tetap dan menentukan tindakan

perawatan diri apa yang perlu dilakukan penderita itu dengan mengupayakan penggunaan

material yang mudah di peroleh di sekitar lingkungan penderita.

Prinsip pencegahan cacat dan bertambah beratnya cacat pada dasarnya adalah ada

3M,yaitu dengan memeriksa, melindungi dan memelihara. Prinsip 3M ini dilakukan pada

bagian tubuh yang sering terkena cacat, yaitu mata, tangan dan kaki.

Mata

Kecacatan pada mata yang sering terjadi adalah lagoftalmos. Pemeriksaan yang

dilakukan yaitu minta pasien untuk menutup mata. Jika ada celah atau kelopak mata terbuka

setelah 5-10 detik, berarti ada gangguan pada persarafan dan otot kelopak mata (lagoftalmos)

Pada mata yang tidak dapat ditutup rapat. Pasien dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan dengan sering bercermin untuk melihat apakah ada kemerahan atau benda yang

masuk ke mata. Selain itu, pasien dianjurkan untuk melindung mata dari debu dan angin yang

dapat mengeringkan mata. Serta menghindari tugas-tugas dimana ada debu. Pasien

dianjurkan merawat diri dengan cara sering mencuci/membasahi tangan dengan air bersih dan

tutup mata dengan sepotong kain basah ketika istirahat.

Tangan

Pada tangan yang mati rasa pasien dianjurkan untuk lebih sering memeriksa tangan

dengan teliti apakah ada luka atau lecet sekecil apapun. Melindungi tangan dari benda panas,

kasar ataupun tajam dengan sarung tangan tebal. Merawat luka, memar atau lecet sekecil

apapun dan mengistirahatkan bagian tangan tersebut hingga sembuh.

8

Page 9: Referat MH Revisi

Sedangkan untuk kulit tangan yang kering pasien dianjurkan untuk memeriksa,

kemungkinan adanya kekeringan, retak dan kulit pecah-pecah tidak terasa. Melindungi kulit

tangan dari benda-benda yang mudah menimbulkan luka. Merawat kulit tangan dengan cara

merendam kaki selama 20 menit setiap hari dalam air biasa, menggosok bagian yang menebal

dengan batu gosok dan langsung mengolesi dengan minyak kelapa untuk menjaga

kelembapan kulit.

Untuk jari tangan yang bengkok pasien dianjurkan untuk memeriksa tangan secara

rutin apakah ada luka yang mungkin terjadi akibat penggunaan tangan dengan jari yang

bengkok. Melindungi tangan yang bengkok menggunakan alat bantu untuk aktivitas sehari-

hari yang dimodifikasi untuk digunakan oleh jari yang bengkok. Merawat tangan yang

bengkok dengan cara sesering mungkin memakai tangan lain untuk meluruskan sendi-

sendinya dan mencegah supaya jangan sampai terjadi kekakuan lebih berat dengan cara

meletakkan tangan di atas paha, lalu luruskan dan bengkokkan jari berulang kali. Setelah itu

pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya tidak kaku. Jika ada kelemahan

pada jari, kuatkan dengan cara taruh tangan di meja atau paha, pisahkan dan rapatkan jari

berulang kali. Ikat jari dengan 2-3 karet gelang, lalu pisahkan dan rapatkan jari berulang kali.

Kaki

Untuk kaki yang semper pasien dianjurkan untuk memeriksa, apakah ada luka. Lalu

lindungi kaki untuk mencegah agar kaki yang semper (lumpuh) tidak bertambah cacat maka,

pasien dianjurkan untuk selalu memakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat

lutut lebih tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antara lutut dan sepatu guna mengangkat

kaki bagian depan waktu berjalan. Pasien juga dianjurkan untuk merawat kaki semper agar

tidak semakin parah dengan cara duduk dengan kaki lurus ke depan. Pakailah kain panjang

atau sarung yang disangkutkan pada bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh. Jika kaki

yang semper tidak disertai luka, maka dapat dilakukan variasi latihan dengan cara berdiri

menghadap ke tembok dengan jarak 60 cm, lipat siku dan sandarkan pada tembok. Dorong

tubuh ke depan dengan tumit tetap menapak ke lantai, dan tahan selama beberapa detik,

hingga terasa ototnya tertarik, kemudian dorong kembali tubuh ke belakang. Lakukan latihan

ini beberapa kali. Selain itu, dapat dilakukan latihan lainnya dengan cara mengikat karet (dari

ban dalam) pada tiang atau kaki meja, dan tarik tali karet itu dengan punggung kaki , lalu

tahan beberapa saat dan ulangi beberapa kali.

Untuk kulit kaki yang tebal dan kering, pasien diminta untuk memeriksa secara rutin

apakah ada bagian kaki yang kering mengalami retak dan luka. Melindungi dan merawat kulit

kaki untuk mencegah kulit kering dengan cara merendam kaki selama 20 menit setiap hari

9

Page 10: Referat MH Revisi

dalam air biasa, menggosok bagian yang menebal dengan batu gosok dan langsung mengolesi

dengan minyak kelapa untuk menjaga kelembapan kulit.

Untuk kaki yang mati rasa, pasien dianjurkan agar lebih sering memeriksa kaki

dengan teliti apakah ada luka atau memar atau lecet sekecil apapun. Melindungi kaki yang

mati rasa dengan cara selalu memakai alas kaki dan membagi tugas agar orang lain

mengerjakan tugas yang berbahaya bagi kaki mati rasa. Serta memilih alas kaki yang tepat.

Pasien juga dianjurkan agar merawat kaki yang mati rasa untuk mencegah terjadinya luka

dengan cara: jika ada luka memar atau lecet kecil, langsung rawat dan mengistirahatkan

bagian kaki tersebut (jangan diinjakkan) hingga sembuh.

Luka

Untuk luka borok pasien dianjurkan untuk membersihkan luka dengan sabun,

kemudian rendam dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang menebal

dengan batu apung. Beri minyak pada bagian kaki yang tidak luka, balut, lalu istirahatkan

bagian kaku tersebut (jangan diinjakkan).

KESIMPULAN

Prevalensi kusta di Indonesia masih cukup tinggi. Masyarakat yang menderita

penyakit ini tidak hanya menderita secara fisik namun juga psikis. Mereka dikucilkan oleh

lingkungannya sendiri, menjadi tidak percaya diri dan menarik diri dari lingkungan. Hal

tersebut sebagian besar disebabkan oleh kecacatan tubuh yang dialami penderita. Sebenarnya

kecacatan pada kusta dapat dicegah melalui upaya primer dan sekunder. Diagnosis dan

penanganan penyakit yang dilakukan secara dini dapat menurunkan angka kecacatan pada

kusta. Penderita diberikan edukasi dan diajarkan cara mencegah kecacatan serta merawat luka

atau kecacatan yang sudah terjadi agar tidak menjadi semakin parah.

10

Page 11: Referat MH Revisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmat, Haikin dkk. KUSTA. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003. 83-93.

2. James, William D et all. Hansen’s Disease in Diseases Andrews’ OF The skin

Clinical Dermatology. British: Expert Consult. 2011. 343.

3. Cross, Hugh. “The prevention of disability for people affected by leprosy: whose

attitude needs to change?”. Philippines: Lepr Rev 78, 321–329. 2007.

4. Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2012.

Palembang: Dinkes. 2013. 33.

5. Kementerian Kesehatan. Menkes Canangkan resolusi Jakarta Guna Hilangkan Stigma

Diskriminasi Kusta [Online]. Diakses pada 13 Maret 2015. Available:

http://www.depkes.go.id.

6. Widodo, Arini Astari and Sri Linuwih Renaldi. 2012.“Characteristic of Leprosy

Patients in Jakarta”. Jakarta: J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 11, November

2012.

7. Depkes RI. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes

RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2007. 89-115.

8. Bhavan, Nirman. Disability Prevention and Medical Rehabilitation. India: Central

Leprosy Division Directorate General of Health Services,Ministry of Health & Family

Welfare. 2012.

9. Lee, Delphine J., Thomas H. Rea and Robert L. Modlin. Leprosy, in Fitzpatrick :

Dermatology in general medicine, 8th Ed, New York. Mc Graw Hill. 2012. 2253-

2263.

11

Page 12: Referat MH Revisi

DISKUSI

1. Apa tujuan tes tita gunawan? Dan bagaimana cara melakukan tes tinta gunawan

Tes tinta gunawan merupakan salah satu pemeriksaan fungsi otonom yang bertujuan

untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat).

Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di macula anestesi pada penyakit kusta,

pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis, yaitu tes tinta gunawan

yang dilakukan dengan cara tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang

dicurigai hingga ke daerah kulit normal.Pada kulit normal tinta akan luntur.

Sedangkan pada kulit abnormal tinta tidak luntur.

2. Apakah ada tatalaksana lain seperti fisioterapi atau protesa untuk mengatasi dropfoot

dan kaki yang mengalami anastesi.

Pasien dapat diajarkan fisoterapi sederhana yang dapat dilakukan dirumah, yaitu salah

satunya dengan cara menggunakan kain panjang atau sarung yang disangkutkan pada

bagian depan kaki itu dan tarik ke arah tubuh. Selain fisioterapi pasien juga

dianjurkan menggunakan alas kaki khususnya, salah satunya dengan menggunakan

“sandal MCR” yang terbuat dari bahan micro cellular rubbe. Sandal ini terbuat dari

karet rubber dengan bagian atas dari bahan yang kuat yang dapat menahan benturan

pada kaki dan dapat dengan mudah memantau kondisi kaki.

12