referat mata revisi eksotropia

39
BAB I PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu organ sensoris yang berfungsi sebagai organ penglihatan. Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai “gambar/bayangan optis” di suatu lapisan sel peka sinar, retina, seperti kamera nondigital menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli, citra tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli. 1,5 Mata secara keseluruhan dapat berfungsi secara optimal berkat adanya susunan penting struktur-struktur yang membentuk bola mata. Gangguan pada salah satu struktur penting mungkin dapat sangat berpengaruh pada fungsi utama mata sebagai organ penglihatan dengan manifestasi yang berbeda-beda, tergantung dari struktur mana yang terganggu. 1,5 1

Upload: rusty-hogan

Post on 19-Feb-2016

73 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

aksdjfksdajf sdakjf asdkjfas djfasdfjeiortu3 43trethjkhfj sdahfkasjd fkaksdjfksdajf sdakjf asdkjfas djfasdfjeiortu3 43trethjkhfj sdahfkasjd fkaksdjfksdajf sdakjf asdkjfas djfasdfjeiortu3 43trethjkhfj sdahfkasjd fkjhsfkhsd fasldhfksdah

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mata Revisi Eksotropia

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ sensoris yang berfungsi sebagai organ penglihatan.

Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai

“gambar/bayangan optis” di suatu lapisan sel peka sinar, retina, seperti kamera nondigital

menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari

bayangan asli, citra tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual

yang semakin rumit hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari

bayangan asli.1,5

Mata secara keseluruhan dapat berfungsi secara optimal berkat adanya susunan penting

struktur-struktur yang membentuk bola mata. Gangguan pada salah satu struktur penting

mungkin dapat sangat berpengaruh pada fungsi utama mata sebagai organ penglihatan dengan

manifestasi yang berbeda-beda, tergantung dari struktur mana yang terganggu. 1,5

Mata memiliki otot-otot ekstraokular memegang peranan penting pada sistem visual, baik

untuk penyesuaian statis binocular alignment yang diperlukan untuk stereopsis maupun bagi

pergerakan dinamis untuk mempertahankan target visual pada fovea.1 Terdapat 7 otot

ekstraokular yaitu empat otot rektus, dua otot oblik, dan satu otot levator palpebra superior.

Posisi primer terjadi pada saat mata dan kepala berada dalam keadaan lurus ke depan. Bola mata

biasanya dapat digerakkan sekitar 50° pada tiap-tiap arah dari posisi primer, akan tetapi mata

hanya bergerak 15-20° dari posisi primer sebelum terjadi gerakan kepala.2

1

Page 2: Referat Mata Revisi Eksotropia

Keempat otot rektus berorigo di posterior orbita pada annulus Zinn di sekeliling kanalis

optik dan bagian inferior fissura orbitalis superior.1 Otot rektus medial dan lateral adalah otot

rektus horisontal. Otot rektus medial berjalan sepanjang dinding orbita medial dan berinsersi 5.3

mm dari limbus. Otot rektus lateral berjalan sepanjang dinding lateral orbita dan berinsersi 6.9

mm dari limbus. Otot rektus vertikal terdiri dari otot rektus superior dan inferior. Otot rektus

superior berjalan ke anterior di atas bola mata, kemudian ke lateral membentuk sudut 23° dengan

aksis visual pada posisi primer, dan berinsersi 7.9 mm dari limbus. Otot rektus inferior berjalan

ke anterior, ke bawah, kemudian ke lateral di sepanjang dasar orbita, membentuk sudut 23°

dengan aksis visual pada posisi primer, dan berinsersi 6.8 mm dari limbus. Dimulai dari otot

rektus medial, inferior, lateral, dan otot rektus superior, tendon otot rektus ini akan berinsersi

semakin menjauhi limbus. Jika dari insersi ini ditarik suatu garis imajiner maka akan

menghasilkan bentuk spiral yang disebut spiral of Tillaux.

Gambar 1. Spiral of Tillaux.dikutip dari kepustakaan 1

Otot oblik superior berorigo di apeks orbita di atas annulus Zinn dan berjalan ke anterior

dan superior sepanjang dinding superomedial orbita. Tendon otot oblik superior membentuk

sudut 51° dengan aksis visual pada posisi primer. Tendon otot oblik superior berinsersi pada

2

Page 3: Referat Mata Revisi Eksotropia

kuadran posterosuperior bola mata, di sebelah lateral bidang midvertikal, di bawah otot rektus

superior.1

Otot oblik inferior berorigo dari periosteum tulang maksila, di posterior rima orbita. Otot

ini berjalan ke lateral, superior, dan posterior, kemudian ke inferior otot rektus inferior dan

berinsersi di bawah otot rektus lateral. Otot oblik inferior membentuk sudut 51° dengan aksis

visual pada posisi primer. Otot levator palpebra superior muncul dari apeks orbita di atas annulus

Zinn, berjalan ke anterior di atas otot rektus superior dan menjadi aponeurosis di daerah forniks

superior.

Saraf okulomotor akan menginervasi otot rektus superior, inferior, medial, otot oblik

inferior, serta otot levator palpebra superior. Divisi inferior menginervasi rektus medial, inferior,

dan otot oblik inferior. Divisi superior menginervasi otot rektus superior dan otot levator

palpebra superior. Otot oblik superior diinervasi oleh saraf troklearis sedangkan otot rektus

lateral diinervasi oleh saraf abdusen.2

Masing-masing otot ekstraokular mendapat suplai darah dari cabang muskular medial dan

lateral arteri oftalmika. Cabang medial mensuplai darah otot rektus inferior dan medial serta otot

oblik inferior, sedangkan cabang lateral menvaskularisasi otot rektus superior dan lateral, otot

oblik superior dan otot levator palpebra superior.

Terdapat 3 aksis utama pada mata yaitu aksis y, x, dan z yang pertama kali diperkenalkan

oleh Fick tahun 1854. Aksis y adalah aksis anteroposterior dan berhimpitan dengan garis fiksasi.

Bidang median bola mata terletak sepanjang aksis y. Aksis x dan z terletak perpendikular

terhadap aksis y. Aksis x adalah aksis horisontal dan aksis z adalah aksis vertikal. Aksis

3

Page 4: Referat Mata Revisi Eksotropia

horisontal dan vertikal terletak pada Listing’s plane. Listing’s plane adalah bidang pada orbita

yang melewati pusat rotasi dari bola mata dan mengandung dua aksis rotasi utama. 5,23

Gambar 2. Aksis rotasi bola mata dan Listing’s plane.dikutip dari kepustakaan 23

Duksi adalah gerak satu mata. Duksi di sekitar aksis vertikal (aksis z) menghasilkan gerak

mata aduksi dan abduksi. Rotasi dengan pusat aksis horisontal (aksis x) menghasilkan gerak mata

vertikal yaitu gerak elevasi dan depresi. Rotasi dengan pusat aksis y disebut dengan sikloduksi.

Rotasi dengan sumbu sagital ke arah nasal disebut insikloduksi sedangkan ke arah temporal

disebut eksikloduksi.

Versi adalah gerak kedua mata dengan arah yang sama. Vergens adalah gerak kedua mata

dengan arah yang berlawanan. Kontraksi otot mata akan menghasilkan gerakan bola mata. Otot-

otot yang memproduksi suatu gerakan disebut otot agonis sedangkan otot yang menghasilkan

gerakan dengan arah yang berlawanan disebut otot antagonis. Sebagai contoh, otot rektus medial

beraksi sebagai aduktor sedangkan otot rektus lateral beraksi sebagai abduktor sehingga kedua

otot tersebut dikatakan antagonis relatif terhadap satu sama lain.

Otot pada mata yang sama yang menggerakkan bola mata pada arah yang sama disebut

sebagai sinergis. Sebagai contoh, otot rektus superior dan otot oblik inferior beraksi sebagai

4

Page 5: Referat Mata Revisi Eksotropia

elevator bola mata dan dikatakan sinergis pada aksi elevasi. Otot pada masing-masing mata juga

dapat beraksi secara sinergis dan disebut sebagai otot yoke. Sebagai contoh, otot rektus medial

mata kanan dan otot rektus lateral mata kiri berfungsi untuk menggerakkan mata ke arah kiri

(levoversi).

Gambar 3. Otot yoke berperan dalam 6 posisi pergerakan bola mata.dikutip dari kepustakaan 23

Terdapat 2 hukum gerakan bola mata yang penting untuk diketahui, yaitu hukum

Sherrington dan hukum Herring. Hukum Sherrington menyatakan bahwa pada saat terdapat

impuls untuk berkontraksi yang diterima oleh otot agonis, maka otot antagonis akan menerima

impuls inhibisi sehingga gerakan bola mata selalu melibatkan kontraksi satu atau lebih otot

ekstraokular dan relaksasi otot antagonisnya.

Hukum Herring menyatakan bahwa pada keadaan normal otot yoke pada kedua mata

selalu menerima inervasi yang sama besar. Hukum ini dapat diterapkan pada gerakan mata

volunter maupun involunter.

Bidang otot dari otot rektus horisontal berkorespondensi dengan bidang horisontal mata.

Pada saat mata berada dalam posisi primer otot rektus horizontal akan berotasi pada aksis z.2

Otot rektus medial dan lateral hanya mempunyai aksi horisontal; di mana aksi otot rektus medial

adalah sebagai aduktor dan otot rektus lateral sebagai abduktor.5,23

5

Page 6: Referat Mata Revisi Eksotropia

Pada saat mata berada dalam posisi primer, bidang otot dari otot rektus superior dan

inferior membentuk sudut 23° dengan aksis y.

Gambar 4. Hubungan bidang otot dari otot rektus vertical terhadap aksis rotasi x dan y. dikutip dari

kepustakaan 23

Aksi utama otot rektus superior pada posisi primer adalah untuk elevasi bola mata.

Karena adanya hubungan antara bidang otot dari otot rektus superior dan aksis kardinal rotasi

bola mata, kontraksi otot rektus superior juga menyebabkan aduksi dan insikloduksi.

Pada posisi primer, otot rektus inferior berfungsi sebagai depresor. Selain itu otot rektus

inferior juga menghasilkan gerak eksikloduksi dan aduksi. Fungsi depresor terjadi maksimal saat

bola mata abduksi sekitar 23° dari posisi primer, di mana bidang otot paralel dengan aksis y.

Fungsi sikloduksi maksimal saat bola mata berada dalam keadaan aduksi.

Aksi utama otot oblik superior adalah insikloduksi saat mata pada posisi primer. Karena

hubungannya dengan bidang otot dari tendon oblik superior dan aksis utama rotasi bola mata,

kontraksi otot oblik superior juga menghasilkan depresi dan abduksi. Saat bola mata aduksi,

sudut antara bidang median (aksis y) dan bidang otot berkurang, dan memperkuat fungsi depresi

6

Page 7: Referat Mata Revisi Eksotropia

otot oblik superior. Saat mata dalam keadaan abduksi, sudut antara bidang otot dan bidang

median bola mata bertambah, dan memperkuat fungsi sikloduksi otot oblik superior.

Fungsi otot oblik inferior yang utama pada posisi primer adalah menghasilkan

eksikloduksi dan sejumlah kecil elevasi serta abduksi. Fungsi elevasi otot oblik inferior diperkuat

saat aduksi dan fungsi eksikloduksi diperkuat saat abduksi. Fungsi elevasi akan maksimal saat

mata aduksi 51° dan fungsi eksikloduksi maksimal saat mata abduksi sekitar 39°.

Gambar 5. a. Hubungan antara bidang otot dari otot oblik terhadap aksis y; b. Otot oblik superior akan berfungsi insikloduksi sepenuhnya saat mata abduksi sekitar 36°.

Untuk menentukan sudut strabismus digunakan beberapa tes yaitu sebagai berikut :

a. Uji Tutup dan Prisma

Uji tutup terdiri atas 4 bagian, yaitu ;

1. Uji Tutup

Untuk menentukan deviasi yang bermanifestasi (strabismus). Arah gerakan

memperlihatkan arah penyimpangan ( missal : jika mata yang diamati bergerak ke

luar untuk melakukan fiksasi, terdapat esotropia ).

2. Uji Buka Tutup (Cover-Uncover Test)

7

Page 8: Referat Mata Revisi Eksotropia

Untuk menilai terjadi interupsi penglihatan binokuler yang menyebabkan deviasi dan

mampu menunjukkan kualitas (eso-,exo-,hiper-) serta sifat/ nature (foria/tropia)

deviasi.

3. Uji Tutup Bergantian (Alternate Cover Testing)

Untuk memperlihatkan deviasi total (heterotropia ditambah heteroforia bila ada juga)

dengan mendisosiasi fusi binocular. Penutup harus dipindahkan dengan cepat dari

satu mata ke mata yang lain untuk mencegah refuse heteroforia.

4. Uji Tutup Bergantian Plus Prisma

Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang

semakin meningkat di depan satu mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada

uji tutup bergantian.

b. Uji Objektif

1. Metode Hirschberg

Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi pantulan cahaya. Dengan

mempertimbangkan 18 PD untuk setiap millimeter desentrasi, dapat di buat perkiraan

sudut deviasinya.

2. Metode refleks prisma ( uji krimsky ”reverse” )

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan di depan

mata yang di pilih, dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat refleks

cahaya terletak di tengah kornea mata yang strabismus menentukan ukuran sudut

deviasi nya.

BAB II

8

Page 9: Referat Mata Revisi Eksotropia

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI EKSOTROPIA 10,11,12

Eksotropia adalah penyimpangan sumbu penglihatan yang dimana salah satu sumbu

penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang

horizontal ke arah lateral.

Ekstropia lebih jarang dijumpai dibandingkan esotropia, terutama pada masa bayi dan

anak. Insidensnya meningkat secara bertahap seiring dengan usia. Tidak jarang bahwa suatu

tendensi strabismus divergen berawal dari suatu eksoforia yang berkembang menjadi eksotropia

intermiten dan akhirnya menjadi eksotropia yang menetap apabila tidak dilakukan terapi. Kasus-

kasus lain berawal sebagai eksotropia intermiten atau konstan dan tetap stasioner. Seperti halnya

esotropia, pada beberapa kasus mungkin terdapat unsur herediter. Eksoforia dan eksotropia (yang

dianggap sebagai sebuah entitas deviasi divergen) sering diwariskan sebagai ciri autosomal

dominan; salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan

eksotropia atau eksoforia derajat tinggi.

B. ETIOLOGI 10,11,12

Penyebab eksotropia dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominan.

2) Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang sensorimotor

3) Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon

C. KLASIFIKASI 10,11,12

9

Page 10: Referat Mata Revisi Eksotropia

1. Eksotropia Intermiten

Intermiten eksotropia adalah eksotropia yang secara intermiten akan bermanifestasi

menjadi eksotropia.15 Intermiten eksotropia merupakan bentuk eksotropia yang paling banyak

terjadi pada anak 16,17,18 dan pada beberapa populasi lebih sering ditemukan daripada esotropia.18

Menurut Hutchinson, intermiten eksotropia ditemukan pada hampir 1 % dari populasi umum.19

Studi populasi di USA menyatakan bahwa intermiten eksotropia terjadi pada 1 dari 185 anak

umur 10 tahun. 17

Hingga saat ini perjalanan penyakit intermiten eksotropia masih belum jelas. Sekitar 80%

penderita intermiten eksotropia akan menunjukkan hilangnya kendali fusi yang progresif dan

terjadi peningkatan eksotropia setelah beberapa bulan atau tahun.15 Studi selama 20 tahun yang

dilakukan oleh Nusz et al menyatakan bahwa deviasi pada intermiten eksotropia akan

menghilang pada 4% subjek dan lebih dari 50% lainnya akan mengalami peningkatan deviasi

sebesar lebih dari 10 D. 20

1.1 Etiopatogenesis

Beberapa teori yang menerangkan kejadian intermiten eksotropi berpendapat bahwa

penyebab deviasi adalah multifaktorial, yang ditentukan oleh faktor anatomi dan faktor mekanik.

Pada saat tidak ada impuls yang menuju otot ekstraokular maka mata akan cenderung berada

dalam keadaan divergence. Pendapat lain mengatakan adanya ketidakseimbangan antara

mekanisme convergence dan divergence.

1.2 Manifestasi Klinis

10

Page 11: Referat Mata Revisi Eksotropia

Intermiten eksotropia biasanya pertama kali terdeteksi pada usia kurang dari 5 tahun.2

Penderita intermiten eksotropia cenderung bermanifes pada saat kelelahan, terserang flu, atau

melamun. Penderita intermiten eksotropia dewasa biasanya akan bermanifes pada saat

mengkonsumsi alkohol atau sedativa. Penderita akan mengeluhkan diplopia, sakit kepala,

kesulitan membaca, fotofobia, dan masalah kosmetik saat mata berdeviasi.24 Gejala seperti

penglihatan kabur, asthenopia, nyeri kepala, fotofobia, dan diplopia jarang dikeluhkan kecuali

jika terdapat convergence insufficiency. Jarangnya keluhan gejala ini menandakan mekanisme

supresi yang berkembang dengan baik.

Pada saat mata berada dalam fase foria, penderita mempunyai fusi bifovea yang baik

dengan stereoacuity berkisar antara 40-50 sec of arc.24 Pada saat mata berdeviasi, penderita akan

menunjukkan supresi hemiretina atau supresi retina temporal.24

Gambar 6. A. Penderita intermiten eksotropia menggunakan fusi kedua mata. B. Oklusi mata kanan untuk menghilangkan mekanisme fusi. C. Penderita bermanifes menjadi eksotropia.dikutip dari

kepustakaan 24

Intermiten eksotropia diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan klasifikasi

Duane, yaitu basic type, divergence excess, dan convergence insufficiency. Klasifikasi ini

11

Page 12: Referat Mata Revisi Eksotropia

didasarkan pada fusi saat convergence dan divergence dan tergantung pada perbedaan deviasi

jauh dan dekat. 19

Pada basic type, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara deviasi jauh dan dekat,

dan perbedaan deviasi jauh berkisar 10 PD dari deviasi dekat. Penderita basic type intermiten

eksotropia mempunyai AC/A ratio yang normal sehingga deviasi jauh dan dekat adalah sama.

Tipe divergence excess dibagi menjadi dua, yaitu pseudodivergence excess dan true

divergence excess. Pada tipe pseudodivergence excess, deviasi pada fiksasi jauh lebih besar

dibanding fiksasi dekat jika diukur dengan alternate cover test. Apabila dilakukan oklusi satu

mata selama 60 menit untuk menghilangkan tenacious proximal fusion, maka deviasi dekat akan

meningkat hingga sama besar dengan deviasi jauh.2 Tipe ini cukup sering terjadi, lebih dari 80%

penderita dengan tipe divergence excess sebenarnya merupakan pseudodivergence excess.19

Pada tipe divergence excess, deviasi jauh tetap lebih besar dibanding deviasi dekat

setelah dilakukan oklusi satu mata. Beberapa penderita dengan tipe ini mempunyai AC/A ratio

yang tinggi, yang dibuktikan dengan meningkatnya deviasi dekat setelah ditambah dengan lensa

+3.00 D.2

Pada tipe convergence insufficiency deviasi dekat melebihi deviasi jauh, minimal 10 PD.

Jika saat melihat jauh tidak terdapat deviasi atau deviasi yang ada minimal sedangkan saat

melihat dekat terdapat deviasi maka ini disebut true convergence insufficiency. Sebagai contoh,

pada saat melihat jauh ortoforia, saat melihat dekat terjadi deviasi sebesar 15 PD.15

Perjalanan penyakit intermiten eksotropia hingga saat ini masih belum jelas karena tidak

adanya studi prospektif longitudinal dan kurangnya studi retrospektif pada penderita yang tidak

mendapat terapi. Noorden melaporkan bahwa 75% dari 51 pasien yang tidak diberikan terapi

12

Page 13: Referat Mata Revisi Eksotropia

menunjukkan progresivitas dalam 3.5 tahun, di mana 9% memburuk, dan 16% sisanya

menunjukkan perbaikan.25 Hiles menyatakan bahwa dalam 11 tahun masa follow up tidak ada

perbedaan deviasi yang signifikan pada 48 subjek, sedangkan 2 orang subjek berkembang

menjadi eksotropia konstan.

Pada kebanyakan kasus intermiten eksotropia tidak akan menunjukkan perbaikan

melainkan akan menetap atau malah menunjukkan perburukan atau progresivitas. Jika fase tropia

meningkat maka supresi yang terjadi juga akan semakin sering dan seiring dengan

progresivitasnya menjadi eksotropia konstan maka fusi juga akan menghilang.24

1.3 Diagnosis

Diagnosis intermiten eksotropia ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologis. Pada anamnesis dapat digali onset dan progresivitas deviasi. Pemeriksaan

oftalmologis untuk mengukur sudut deviasi menggunakan prisma dan alternate cover test untuk

fiksasi jauh dan fiksasi dekat dengan target akomodasi. Mengukur sudut deviasi penderita

intermiten eksotropia dapat menjadi masalah tersendiri karena besar sudut terkadang bervariasi

saat diukur dengan uji alternate cover prism. Pada saat penderita kelelahan maka fusi

konvergensi lemah dan akan terukur deviasi yang besar. Sebaliknya, jika penderita berada dalam

keadaan sadar penuh maka fusi konvergensi akan menutupi deviasi yang kecil dan sulit bagi

pemeriksa untuk mengukurnya.24 Pemeriksaan eksotropia intermitten berdasarkan sebagai

berikut :

Observasi : ekstropia tidak menetap, sering kembali normal

Visus : normal

Deviasi : divergen

13

Page 14: Referat Mata Revisi Eksotropia

Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik

Motility : tidak terdapat tahanan

Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah

Akomodasi : miopia

Fiksasi : nistagmus

Binokular : abnormal

Supresi : diplopia

Refraksi dengan siklopegik: normal

Patch test (oklusi) dapat mengurangi fusi konvergensi karena oklusi satu mata selama 30-

60 menit dapat mengganggu fusi dan deviasi laten akan manifes. Karena kebanyakan penderita

intermiten eksotropia mempunyai fusi konvergensi tonik yang kuat maka harus diukur dengan

prolonged alternate cover test. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara deviasi jauh dan

dekat maka harus dilakukan patch test.24

Teknik pemeriksaan lain adalah prism adaptation test untuk mengetahui deviasi

maksimal sehingga setelah pembedahan tidak terjadi undercorrection.

1.4 Tatalaksana

Tatalaksana intermiten eksotropia meliputi pendekatan bedah dan non bedah. Terapi non

bedah dapat menggunakan koreksi kacamata, pemberian lensa overminus, prisma, oklusi satu

mata, dan orthoptic vision theraphy. Terapi ini dapat digunakan pada penderita dengan sudut

deviasi kecil (≤ 20-25 PD)19, penderita usia sangat muda di mana overkoreksi setelah

pembedahan dapat menimbulkan ambliopia, serta penderita dengan kemungkinan hasil

pembedahan yang buruk. Penderita dengan AC/A ratio tinggi juga dilaporkan cukup responsif

terhadap terapi non bedah.

14

Page 15: Referat Mata Revisi Eksotropia

Koreksi kacamata dapat diberikan pada penderita anisometropia, astigmatisme, miopia,

dan hipermetropia karena kesalahan refraksi yang tidak terkoreksi dapat menyebabkan

terganggunya fusi dan terjadinya deviasi yang manifes.19 Proporsi penderita intermiten

eksotropia yang dapat dikoreksi hanya dengan kacamata belum diketahui karena tidak adanya

studi yang dilakukan hingga saat ini. Studi retrospektif selama 6-22 tahun yang dilakukan oleh

Hiles melaporkan bahwa pada 48 subjek penderita intermiten eksotropia yang hanya mendapat

terapi kacamata, 65% subjek menjadi eksoforia, 73% mengalami pengurangan sudut deviasi, dan

4% subjek berkembang menjadi eksotropia konstan.21

Pemberian lensa overminus juga merupakan alternatif lain dan diberikan dengan

kekuatan 2-3 D lebih besar daripada kekuatan lensa minus yang diperlukan. Setelah fusi konstan

diperoleh selama beberapa waktu maka kekuatan lensa overminus dikurangi secara bertahap

hingga nol. Noorden melaporkan asthenopia akomodativa sebagai efek samping terutama pada

anak usia lebih tua dan dewasa. Rutstein melaporkan bahwa 25% subjek mengalami peningkatan

miopia sebesar lebih dari 0.50 D per tahun setelah diberikan lensa -0.50 D hingga -3.75 D. 25

Salah satu keterbatasan lensa overminus ini adalah hanya efektif bila digunakan pada penderita

usia muda dan tidak bermanfaat pada penderita dengan presbiopia.21

Terapi oklusi dapat diberikan mulai dari full-time, yaitu saat penderita bangun hingga

tidur kembali, atau secara parsial yaitu 1 hingga beberapa jam sehari. Terapi ini jarang

digunakan sebagai terapi tunggal dan biasanya diberikan untuk menunda terapi bedah. Freeman

dan Isenberg melaporkan bahwa pada 4-6 jam oklusi yang diberikan selama 6 bulan pada anak

usia 9 bulan hingga 5 tahun, 100% berubah dari heteroforia menjadi orthoforia. Pada follow up

selanjutnya 27% berkembang menjadi eksotropia konstan.15 Secara keseluruhan angka

15

Page 16: Referat Mata Revisi Eksotropia

keberhasilan terapi oklusi pada 7 studi yang dilakukan dari tahun 1965 hingga 1989 adalah

37%.21

Pemberian prisma pada intermiten eksotropia dapat dilakukan dan bekerja dengan

mekanisme (1) mengkompensasi eksodeviasi dan mengurangi kebutuhan fusi vergens (demand-

reducing prism) sehingga fusi lebih stabil dan frekuensi deviasi berkurang, (2) menetralkan

seluruh eksodeviasi dan memungkinkan fusi sensori (neutralizing prism), (3) pemberian prisma

base-in dengan kekuatan di atas kekuatan yang dapat menetralkan gerakan pada alternate cover

test (overcompensating base-in prism) sehingga diharapkan terjadi konvergensi dan diplopia

dapat dicegah.21

Demand-reducing prism adalah prisma yang paling sering digunakan meskipun belum

ada studi yang dapat menjelaskan efikasinya. Kekuatan neutralizing prism yang digunakan

adalah nilai antara deviasi jauh dan dekat. Pada kasus di mana nilai prisma pada titik ini tidak

menghilangkan heteroforia pada kedua deviasi, maka dapat digunakan kaca mata dengan

kekuatan prisma yang berbeda pada bagian atas dan bawah lensa minimal selama 6 bulan.

Overcompensating base-in prism digunakan jika prosedur bedah berakibat undercorrection.

Kekuatan prisma yang digunakan minimal 10 PD untuk menggerakkan bayangan retina pada

mata yang berdeviasi dari temporal ke nasal. Prisma ini akan menyebabkan diplopia yang

memaksa penderita untuk mengadakan adaptasi motorik konvergensi (convergent motor

adaptation). Setelah tercapai adaptasi motorik konvergensi sempurna maka kekuatan prisma

dikurangi secara perlahan.

Keseluruhan angka keberhasilan penggunaan prisma pada 8 studi yang dilakukan dari

tahun 1969 hingga tahun 1990 adalah 28%.21 Keunggulan prisma adalah relatif mudah

16

Page 17: Referat Mata Revisi Eksotropia

digunakan dan biayanya yang lebih murah jika dibandingkan dengan prosedur bedah.

Keterbatasannya adalah sulit mengontrol komplians penderita dan masalah kosmetik.

Orthopthic vision therapy atau vision training digunakan pada sudut deviasi kecil, kurang

dari 20 PD. Terapi ini berfungsi untuk melatih konvergensi pada penderita tipe convergence

insufficiency. Efikasi terapi ini dilaporkan berkisar antara 43-100%.15,21

Pendekatan bedah pada intermiten eksotropia diindikasikan jika terdapat progresivitas

penyakit, terdapat deviasi lebih dari atau sama dengan 15 PD, dan jika eksotropia bermanifes

lebih dari 50% saat penderita bangun.2,27 Kapan sebaiknya dilakukan tindakan bedah hingga

sekarang masih merupakan kontroversi. Beberapa berpendapat bahwa pembedahan dini perlu

dilakukan untuk mencegah supresi dan anomalous retinal correspondence sementara pendapat

lain mengatakan bahwa overkoreksi yang dapat terjadi setelah pembedahan dapat berakibat

ambliopia dan hilangnya stereopsis.22 Studi yang dilakukan oleh Nishimura menunjukkan

bahwa usia tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pembedahan.28 Abroms dkk menyatakan

bahwa pembedahan yang dilakukan pada saat usia penderita kurang dari 7 tahun dan deviasi

masih intermiten serta durasi deviasi yang bermanifes kurang dari 5 tahun, akan mempunyai fusi

sensorik yang lebih baik.2,22

Beberapa prosedur bedah yang dapat digunakan menurut Burian adalah resesi otot rektus

lateral bilateral untuk tipe divergence excess, resesi otot rektus lateral unilateral untuk tipe

simulated divergence excess, reseksi otot rektus medial untuk basic type, dan reseksi otot rektus

medial bilateral untuk tipe convergence insufficiency. Basic type juga memberikan hasil yang

baik dengan kombinasi resesi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus medial ipsilateral.2

17

Page 18: Referat Mata Revisi Eksotropia

Penderita dengan divergence excess murni sebaiknya diberikan terapi secara konservatif

terlebih jika disertai dengan AC/A ratio yang tinggi. Kasus yang seperti ini biasanya sulit untuk

ditangani karena setelah pembedahan sering terjadi overcorrection yang berkembang menjadi

esotropia persisten dan membutuhkan kacamata bifokal.24

Angka keberhasilan pembedahan untuk mengkoreksi semua tipe intermiten eksotropia

dilaporkan berkisar 60-70%.30-34 Keberhasilan pada studi ini didefinisikan sebagai terjadinya

alignment dalam 10 PD dari orthoforia dan lama follow up rata-rata tidak lebih dari 4.5 tahun.

1.5 Prognosis

Angka keberhasilan terapi intermiten eksotropia sulit diperoleh karena belum adanya

definisi standard untuk keberhasilan, variasi sistem klasifikasi, dan pendekatan terapi yang

multipel. Kushner menyatakan bahwa pseudodivergence excess merupakan indikator prognosis

yang baik. Kebanyakan penderita dengan tipe ini mempunyai angka keberhasilan pembedahan

yang tinggi. AC/A ratio yang tinggi akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena

overcorrection yang dapat terjadi setelah pembedahan akan berkembang menjadi esotropia

persisten.

2. Eksotropia Konstan

Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Kelainan ini dapat

dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu eksotropia intermiten berkembang

menjadi eksotropia konstan. Sebagian ekostropia onsetnya mungkin terjadi pada usia lanjut,

terutama setelah kehilangan salah satu mata.

.

2.1 Manifestasi Klinis

18

Page 19: Referat Mata Revisi Eksotropia

Derajat eksotropia konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya penurunan

penglihatan pada satu mata dapat menjadikan deviasi semakin besar. Aduksi mungkin

terbatas, dan mungkin juga dijumpai hipertropia. Supresi terjadi apabila deviasi didapat pada

usia 6-8tahun, kalau tidak dapat dijumpai diplopia. Bila eksotropia disebabkan oleh

pengelihatan salah satu mata yang sangat buruk, mungkin tidak ada diplopia. Ambliopia

jarang terjadi bila tidak ada anisometropia, dan sering terlihat perpindahan spontan mata yang

melakukan fiksasi.

2.2 Diagnosis

Penegakkan diagnosis eksotropia konstan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan penunjang. Pemeriksaan eksotropia konstan berdasarkan sebagai berikut :

Observasi : ekstropia menetap

Visus : ambliopia

Deviasi : divergen

Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik

Motility : terdapat tahanan

Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah

Akomodasi : miopia

Fiksasi : nistagmus

Binokular : abnormal

Supresi : diplopia

Refraksi dengan siklopegik: diplopia

2.3 Tatalaksana 10,11,12,13

19

Page 20: Referat Mata Revisi Eksotropia

Hampir selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan seperti

yang dijelaskan untuk eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada orang dewasa

dapat menyebabkan diplopia. Sebagian pasien dapat menyesuaikan diri dengan hal ini,

terutama bila mereka telah diberitahu mengenai kemungkinan ini sebelumnya.

Apabila salah satu mata mengalami penurunan penglihatan, prognosis untuk

mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan kemungkinan yang besar akan

kambuhnya eksotropia setelah pembedahan. Penatalaksanaan sebagai berikut :

1. Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.

2. Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yangsehat.

3. Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).

4. Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

Pengobatan dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang penting

dan harus dilakukan dengan hati-hati. Bila pasien eksotropia dengan hipermetropia maka

harus diberi kacamata dengan ukuran yang kurang dari seharusnya unutk merangsang

akomodasi dan konvergensi.

Bila pasien menderita miopia maka harus diberi kacamata yang lebih besar

ukurannya dari seharusnya untuk merangsangakomodasi konvergensi.

Namun pada dasarnya pengobatan ialah operasi. Harus dipertimbangkan

sebelumnya hal-hal sebagai berikut:

1. Besarnya sudut deviasi

2. Perbandingan pengukuran deviasi untuk jauh dan dekat.

20

Page 21: Referat Mata Revisi Eksotropia

Operasi pada eksotropia tergantung pada jenis eksotropianya, biasanya dilakukan

resesi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus medial mata yang sama pada yang

berdeviasi.

BAB III

21

Page 22: Referat Mata Revisi Eksotropia

KESIMPULAN

Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu

sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada

bidang horizontal ke arah lateral. Penyebab Eksotropia adalah hipotoni rektus medius, hipertoni

rektus lateralis, penurunan fungsi penglihatan satu mata pada remaja dan dewasa muda (miop,

kelemahan konvergensi, kelebihan divergensi). Gejala klinis eksotropia adalah posisi bola mata

menyimpang ke arah temporal.

Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesa, inspeksi, pemeriksaan ketajaman

penglihatan, pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur sudut deviasi. Penatalaksanaan esotropia

dan eksotropia yaitu pengobatan secara non operatif dan operatif.

Eksotropia intermiten merupakan penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari

anamnesis sering diketahui bahwa kelainan tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda

khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang. Eksotropia manifes pertama – tama

terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan fusi pada penglihatan dekat, mengatasi

eksoforia bersudut besar atau kecil. Terapi non bedah sebagian besar terbatas pada koreksi

refraksi dan terapi ambliopia. Sebagian besar pasien eksotropia intermiten memerlukan tindakan

bedah bila kontrol terhadap fusinya memburuk.

Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Derajat eksotropia

konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya penurunan penglihatan pada satu mata.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Referat Mata Revisi Eksotropia

1. Coats DK, Olitsky SE. Strabismus Surgery and It’s Complication. In: Surgically

Important Anatomy. Germany: Springer; 2007. p 3-19.

2. American Academy of Ophthalmology staff. Anatomy of the extraocular muscles and

their fascia. In: American Academy of Ophthalmology staff, editor. Pediatric

ophthalmology and strabismus. Basic and clinical science course. Sec 6. San Fransisco:

The Foundation of American Academy of Ophthalmology; 2005-2006. p. 13-28.

3. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Susanto D, editor. Vaughan &

Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2009:14

4. Andrew A. Anatomy and Physiology of the Eye. Diunduh dari:

www.emedicinehealth.com Diakses tanggal: 20 Juni 2015.

5. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Jakarta: EGC, 2001: 171.

6. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC; 2008

7. John R. 2009. Eye Muscles. Diunduh dari: www.marineyes.com/anatomy/muscles.html

Diakses tanggal: 21 Juni 2015.

8. Gergard L, Doris R. Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas: Ocular motility and

strabismus, 2nd edition. New York: Thieme. 2006: 471.

9. Olver J, Cassidy L. Ophtamology At A Glance: Strabismus, 1 st edition. USA: Blackwell

Science. 2005: 48.

10. West Constance E, Asbury Taylor. Strabismus. Dalam: Susanto D, editor. Vaughan &

Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2009: 244

11. Robert P, et all. Optometric Clinical Practice Guideline dalam Care the Patient with:

Strabismus: Esotropia and Exotropia. USA: American Optometric Association. 2011: 8.

23

Page 24: Referat Mata Revisi Eksotropia

12. The Eye M.D Association. Esotropia and Exotropia. USA: American Academy Of

Opthalmology. 2012: 19.

13. Gerhard K. Opthalmology. New York: Department of Opthalmology and University Eye

Hospital Ulm Germany. 2000: 459.

14. David F. Pemeriksaan Oftalmologik Dalam: Susanto D, editor. Vaughan & Asbury

Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2009: 28.

15. Wright KW. Color Atlas of Strabismus Surgery: Strategies and Technique. 3 rd ed. USA:

Springer; 2007. p 42-51.

16. Mohney BG, Huffaker RK. Common forms of childhood exotropia. Ophthalmology;

2003;110:2093– 6.

17. Govindan M, Mohney BG, Diehl NN, Burke JP. Incidence and types of childhood

exotropia: a population-based study. Ophthalmology; 2005;112:104–8.

18. Yu CB, Fan DS, Wong VW. Changing patterns of strabismus: a decade of experience in

Hong Kong. Br J Ophthalmol; 2002;86:854–6.

19. Hutchinson A. Intermittent Exotropia. Ophthalomology Clinics of North America; 2001;

14: 399-406.

20. Nusz KJ, Mohney BG, Diehl NN. The Course of Intermittent Exotropia in a Population-

Based Cohort. Ophthalmology; 2006; 113: 1154-1158.

21. Coffey B, Wick B, Cotter S, Scharre J, Horner D. Treatment Options in Intermittent

Exotropia: A Critical Appraisal. Optometry and Vision Science; 1992; 69: 386-404

22. Abroms AD, Mohney BG, Rush DP, Parks MM, Tong PY. Timely Surgery in

Intermittent and Constant Exotropia for Superior Sensory Outcome. Ophthalmology;

2001; 131: 111-116.

24

Page 25: Referat Mata Revisi Eksotropia

23. Coats DK, Olitsky SE. Strabismus Surgery and It’s Complication. In: Physiology of Eye

Movements. Germany: Springer; 2007. p 21-25.

24. Wright KW, Siegel PH, Thompson LS. Handbook of Pediatric Strabismus and

Amblyopia. In: Wright KW, editor. Binocular Vision and Introduction to Strabismus.

New York: Springer; 2006. p 70-82.

25. von Noorden GK, Campos EC. Binocular Vision and Ocular Motility: Theory and

Management of Strabismus. 6th ed. St. Louis: Mosby; 2002:356 –76.

26. Rutstein RP, Marsh TW, London R. Changes in Refractive Error for Exotropias Treated

with Overminus Lenses. Optom Vis Sci; 1989; 66: 487-91.

27. Freeman RS, Isenberg SJ. The Use of Part-time Occlusion for Early Onset Unilateral

Exotropia. J Pediatr Ophthalmol Strabismus. 1989; 26: 94-6.

28. Nishimura J, Okino L. Outcome Study of Bilateral Lateral Rectus Recession for

Intermittent Exotropia in Children. Trans Am Ophthalmol. 1997; 95: 433-443.

29. Kushner BJ. Selective Surgery for Intermittent Exotropia Based on Distance/Near

Differences. Arch Ophthalmol; 1998; 116: 324-28.

30. Benish R, Flanders M: The Role of Stereopsis and Early Postoperative Alignment in

Long-term Surgical Results of Intermittent Exotropia. Can J Ophthal; 1994; 29:119-124

31. Ruttum MS. Initial verses Subsequent Postoperative Motor Alignment in Intermittent

Exotropia. J Am Ass Pediatr Ophthalmol Strabismus; 1997;1:88-91.

32. Olitsky SE. Early and Late Postoperative Alignment Following Unilateral Lateral Rectus

Recession for Intermittent Exotropia. J Pediatr Ophthalmol Strabismus;1998; 35: 146-

148.

25

Page 26: Referat Mata Revisi Eksotropia

33. Stoller SH, Simon JW, Li ninger LL. Bilateral Lateral Rectus Muscle Recession for

Exotropia: A Survival Analysis. J Pediatr Ophthalmol Strabismus; 1994; 31:89-92.

34. Yildrem C, Mutlu FM, Chen Y, et al: Assessment of Central and Peripheral Fusion and

Near and Distance Stereoacuity in Intermittent Exotropic Patients before and after

Strabismus Surgery. Am J Ophthalmology; 1999; 128:222-230.

26