referat kulit revisi 2

13
EPIDERMOLISIS BULOSA Achmad Fitrah Khalid, S.Ked Pembimbing Dr. Sarah Diba, SPKK Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Pendahuluan Epidermolisis bulosa (EB) adalah kelompok penyakit genetik langka yang ditandai dengan terbentuknya lepuh akibat trauma ringan. 1 Klasifikasi kelompok penyakit ini sangat sulit mengingat banyak sekali subtipe yang telah ditemukan. Pearson berhasil mengkategorikan EB menjadi tiga kelompok utama, yaitu EB simpleks, junctional EB, dan dystrophic EB dengan subtipe masing- masing. 2 Seluruh tipe dan subtipe EB jarang ditemukan. Angka kejadian EB tercatat kisaran 19 per satu juta angka kelahiran. Penelitian yang dilakukan National EB Registry (NEBR) mencatat bahwa selama periode 16 tahun (1986 – 2002), sebanyak 3.300 penderita EB berhasil di identfikasi. 3 Sebuah penelitian yang dilakukan di negara-negara benua eropa menunjukkan tidak ditemukan kecenderungan jenis kelamin, ras, etnik, dan geografis terhadap angka kejadian EB. 5 Gejala penderita EB pada umumnya adalah mudah terbentuk lepuh pada permukaan kulit ataupun jaringan mukosa yang biasanya disebabkan kerapuhan kulit dan trauma. Epidermolisis bulosa berasal dari defek perlekatan basal keratinosit terhadap dermis. Defek ini bisa berasal dari membran plasma atau ekstraselular dermal-epidermal basement membrane zone (BMZ). 1

Upload: achmad-fitrah

Post on 07-Dec-2015

240 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

lll

TRANSCRIPT

EPIDERMOLISIS BULOSA

Achmad Fitrah Khalid, S.KedPembimbing Dr. Sarah Diba, SPKK

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

Pendahuluan

Epidermolisis bulosa (EB) adalah kelompok penyakit genetik langka yang ditandai

dengan terbentuknya lepuh akibat trauma ringan.1 Klasifikasi kelompok penyakit ini sangat

sulit mengingat banyak sekali subtipe yang telah ditemukan. Pearson berhasil

mengkategorikan EB menjadi tiga kelompok utama, yaitu EB simpleks, junctional EB, dan

dystrophic EB dengan subtipe masing-masing.2

Seluruh tipe dan subtipe EB jarang ditemukan. Angka kejadian EB tercatat kisaran 19

per satu juta angka kelahiran. Penelitian yang dilakukan National EB Registry (NEBR)

mencatat bahwa selama periode 16 tahun (1986 – 2002), sebanyak 3.300 penderita EB

berhasil di identfikasi.3 Sebuah penelitian yang dilakukan di negara-negara benua eropa

menunjukkan tidak ditemukan kecenderungan jenis kelamin, ras, etnik, dan geografis

terhadap angka kejadian EB.5

Gejala penderita EB pada umumnya adalah mudah terbentuk lepuh pada permukaan

kulit ataupun jaringan mukosa yang biasanya disebabkan kerapuhan kulit dan trauma.

Epidermolisis bulosa berasal dari defek perlekatan basal keratinosit terhadap dermis. Defek

ini bisa berasal dari membran plasma atau ekstraselular dermal-epidermal basement

membrane zone (BMZ). Defek pada perlekatan BMZ inilah yang berujung pada perbedaan

tipe EB.4

Referat ini membahas tentang ultrastruktur dermal epidermal junction, klasifikasi,

etiopatogensis, gejala klinis dan diagnosis EB diturunkan yang bertujuan untuk menambah

khasanah pengetahuan mengenai EB.

Klasifikasi

EB dibagi menjadi dua yaitu EB diturunkan (inherited EB) dan EB didapat (acquired EB). EB

diturunkan ditandai dengan kulit rapuh sebagai hasil mutasi paling tidak sepuluh gen yang

mengkode protein struktural yang berada pada epidermis, dermo-epidermal junction, atau

dermis pars papilare. Letak mutasi protein struktural ini menentukan lokasi ultrastruktural

dimana lepuh dan akan memberikan ciri khas pada tipe dan subtipe EB (Gambar 1).5 EB

1

diturunkan menjadi beberapa tipe, yaitu epidermis bulosa simpleks, junctional EB, dan

distrofik EB. Berikut akan dibahas masing-masing tipe EB diturunkan.

Gambar 1. Komponen dermal-epidermal basal membrane zone (BMZ).4

1. Epidermolisis Bulosa Simpleks

Epidermolisis bulosa simpleks (EBS) merupakan kelainan kulit ditandai dengan terbentuk

celah intraepidermal dan seringkali berhubungan dengan mutasi gen keratin.4 Sebagian

besar subtipe EBS bersifat autosomal dominan. Mutasi gen keratin 5 (K5) atau keratin 14

(K14) yang berada pada lapisan basal epidermis diduga berperan dalam terjadinya EBS.5

Tipe EBS yang paling sering ditemukan adalah Dowling-Meara EBS (Herpetiformis EBS),

EBS generalisata (Koebner EBS), dan EBS lokalisata (Weber-Cockayne EBS). Tipe EBS

yang jarang ditemukan, yaitu EBS Ogna, EBS dengan distrofi otot, EBS dengan

pigmentasi. EBS biasanya tidak diikuti dengan retardasi pertumbuhan atau anemia.4

Patologi EBS

EBS merupakan suatu kelainan genetik disebabkan oleh mutasi gen pengkode keratin 5

(K5) dan keratin 14 (K14) yang banyak terdapat pada lapisan basal epidermis. Mutasi ini

menyebabkan terpisahnya kulit pada jaringan midbasal (Gambar 2). Hemidesmosom dan

struktur BMZ lainnya dalam keadaan normal jika dilihat menggunakan mikroskop

elektron. Mayoritas mutasi gen keratin pada EBS diakibatkan oleh abnormalitas dari

pembentukan multinumerik keratin filamen.4 Mutasi ini dapat menyebabkan kerapuhan

dari sel basal dan pembentukan lepuh. Mutasi keratin 14 yang terjadi secara heterozigot

memberikan gambaran lepuh yang ditemukan pada tangan dan kaki, namun mutasi

homozigot memiliki predileksi lepuh yang lebih luas dan parah.1

2

Gambar 2. Gambaran ultrastruktural BMZ pada EB simpleks.5

a. Dowling-Meara EBS (Herpetiformis EBS)

Subtipe ini seringkali muncul pada kelahiran, ditandai dengan lesi generalisata dan

dianggap sebagai subtipe EBS yang paling berat. EBS Dowling-Meara berbeda

dengan EBS generalisata karena keterlibatan mukosa mulut dengan gambaran erosi.

Subtipe ini memberikan gambaran lepuh yang herpetiformis. Lepuh biasa muncul

pada regio trunkus dan ekstrimitas proksimal yang sembuh tanpa meninggalkan skar.

Subtipe ini seringkali melibatkan kuku berupa distrofi atau pertumbuhan kuku

dengan hiperkeratosis sub ungual.4

b. EBS Generalisata (Koebner EBS)

Subtipe ini ditemukan 1 per 500.000 kelahiran. Subtipe ini menunjukan onset lepuh

generalisata saat lahir, ditandai dengan pertumbuhan vesikel, bula, dan milia pada

sendi tangan, siku, lutut, kaki, dan tempat yang sering terkena trauma berulang.1 Lesi

yang sudah sembuh seringkali memberikan gambaran hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi paska inflamasi. Atrofi dan milia dapat ditemukan pada EBS

generalisata, namun tidak sebanyak pada Dowling-Meara EBS. Hiperkeratosis dan

erosi pada palmoplantar sering kali ditemukan.

c. EBS Lokalisasta (Weber-Cockayne EBS)

EBS Lokalisata merupakan subtipe EBS yang paling ringan dan paling sering

ditemukan pada masa infantil dan anak-anak. Banyak kasus EBS lokalisata yang

tidak terdiagnosa karena gejala yang ringan dan sering tidak terdeteksi. Hiperhidrosis

3

pada telapak tangan dan kaki merupakan gejala yang sering ditemukan.4 Lepuh

seringkali ditemukan pada kaki dan tangan, hanya 10% pasien yang memiliki lepuh

pada tempat lain, seperti pinggang dan leher. Lepuh biasanya menjadi semakin buruk

pada cuaca panas.1 Perubahan pigmentasi paska inflamasi sering ditemukan pada tipe

ini, namun milia dan skar tidak pernah ditemukan.4

Gambar 3. Gambaran lepuh pada Dowling-Meara EBS (A); lepuh generalisata pada EBS generalisata (B); dan lepuh akibat trauma berulang pada EBS lokalisata (C).4

2. Junctional EB (JEB)

Seluruh tipe JEB merupakan penyakit keturunan autosomal resesif yang menyebabkan

disfungsi pada anchoring filaments yang terdapat pada lamina lucida.5 Penyakit keturunan

ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi tergantung dari defek secara molekuler.4 JEB

terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe Herlitz dan non-Herlitz.2 Pada JEB-Herlitz terjadi

mutasi heterozigot yang menyebabkan terminasi kodon yang prematur pada gen yang

mengkode sub-unit protein laminin 332, sebuah protein penyokong lamina lucida pada

dermo-epidermal junction.5,6

Patologi JEB

JEB merupakan suatu kelainan genetik autosomal resesif yang ditandai dengan mutasi

pada gen pengkode α3, β3, dan γ2 pada sub-unit laminin 332. Kehilangan salah satu dari

tiga rantai tersebut akan memberikan klinis lepuh. Pada penderita JEB Herlitz, ditemukan

terminasi kodon secara prematur yang menyebabkan laminin 332 tidak berfungsi secara

keseluruhan. Sementara itu, pada penderita Non-Herlitz JEB, ditemukan kehilangan parsial

terhadap fungsi dari laminin 332 (Gambar 4).4

4

A CB

Gambar 4. Gambaran ultrastruktural BMZ pada junctional EB.5

a. Herlitz JEB

Herlitz JEB, yang dulu dikenal dengan JEB letalis, merupakan salah satu subtipe EB

yang paling membahayakan dan mematikan. Herlitz JEB mayoritas mulai timbul

pada masa infantil atapun anak-anak. Kelainan ini ditandai dengan lepuh yang

generalisata pada saat lahir dan menyisakan skar atrofik setelah hilang. Jaringan

granulasi periorifisial seringkali bermanifestasi terutama di sekitar mulut, mata dan

hidung. Keterlibatan kuku yang ditandai dengan hipertropi jaringan granulasi

periungual dan abnormalitas formasi enamel pada gigi sering dijadikan pertanda

untuk melakukan diagnosis. Erosi pada jaringan dengan epitel skuamousa sering kali

ditemukan pada nasal, konjungtiva, esofagus, trakea, dan laring, rektum, dan mukosa

urethra. Pada kasus parah, temuan sistemik seperti stensosis atau obstruksi laring dan

sepsis merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan kematian. Gagal tumbuh

disertai anemia refrakter sering dilaporakan pada penderita herlitz JEB akibat infeksi

kronik dan kehilangan besi serta protein kulit.2,4

b. Non-Herlitz JEB

Sebagian pasien Non-Herlitz JEB memiliki gambaran awal seperti JEB Herlitz yang

akan mengalami perbaikan seiring pertambahan usia. Lepuh dan erosi oral

merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan walaupun tidak separah JEB

Herlitz.4 Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi sering ditemukan setelah sembuh.

Tanda khas Non-Herltiz JEB adalah perkembangan rambut yang buruk yang

menyebabkan alopesia, hilangnya bulu dan alis mata, serta rambut tubuh lainnya.2

Jarang ditemukan suara serak yang merupakan manifestasi dari sistem pernafasan

5

yang dapat mengancam nyawa. Penderita Non-Herlitz JEB memberikan gambaran

klinis lebih ringan dibandingkan JEB Herlitz, namun ditemukan abnormalitas adhesi

sel epitel. Trakeostomi atau gastrotomi dapat membantu kelangsungan hidup

penderita.4

Gambar 5. Lepuh generalisata pada anak dengan herlitz JEB (A); Erosi periorifisial dan hipertrofik jaringan granulasi pada non-herlitz JEB (B).5

3. Distrofik EB (DEB)

Distrofik EB (DEB) merupakan penyakit keturunan yang bersifat autosomal dominan

(DDEB) atau resesif (RDEB). Kelainan ini ditandai dengan kerapuhan kulit, lepuh, skar,

perubahan kuku dan pembentukan milia.2 Salah satu alasan penting untuk membedakan

dari kedua subtipe ini adalah peningkatan angka kejadian karsinoma skuamousa invasif

yang sering dikaitkan dengan bentuk resesif.4

Patologi DEB

Distrofik EB telah dibuktikan berkaitan dengan mutasi pada gen pengkode kolagen VII

(COL7A1). Abnomralitas pada anchoring fibrils juga berperan pada penderita DEB yang

akan menyebabkan lepuh distrofik (Gambar 4). Pada analisa mikroskopis, terkadang

ditemukan retensi sitoplasma kolagen VII di keratinosit.4

6

A B

Gambar 6. Gambaran ultrastruktural BMZ pada distrofik EB.5

a. Dominan Distrofik EB Lokalisata (DDEB Lokalisata)

Kelainan ini biasanya mulai bermanifestasi pada masa anak-anak, namun tidak

jarang muncul pada kelahiran. Keluhan yang sering disampaikan penderita adalah

lepuh yang terlokalisir terutama pada daerah yang sering mengalami trauma berulang

seperti lutut, sakrum, dan permukaan tangan. Pada area tersebut didapatkan skar

hipertrofik. Milia sering ditemukan pada proses penyembuhan. Distrofi kuku dan

pelepasan kuku disertai skar atrofik pada jari sering ditemukan. Abnormalitas pada

kuku hanya ditemukan pada DDEB.4

b.Dominan Distrofik EB Generalisata (DDEB Generalisata)

DDEB generalisata, sering disebut subtipe Pasini, memberikan gambaran lepuh yang

lebih parah dan luas dibandingkan dengan tipe lokalisata pada saat kelahiran. Pada

proses penyembuhan sering ditemukan milia. Papul yang tampak pada badan

menjadi ciri khas DDEB generalisata. Lepuh akan lebih terlokalisir di ekstrimitas

seiring bertambahnya usia. Beberapa penderita menunjukkan klinis berupa distrofi

bahkan hilangnya kuku. Erosi pada sekitar mulut dan defek pada enamel gigi dapat

terjadi namun tidak ekstensif.4

c. Resesif Distrofik EB (RDEB)

Resesif Distrofik EB (RDEB) sangat bervariasi dalam derajat keparahannya. Sama

seperti DDEB lokalisata, RDEB lokalisata dapat terjadi pada daerah yang mengalami

trauma berulang. Skar dan milia biasanya terbentuk pada masa penyembuhan.4

7

Secara garis besar, RDEB memiliki dua subtipe, yaitu subtipe mitis (mild)

dan severe (Hallopeau-Siemens). Pada tipe mitis, lepuh hanya terbatas pada tangan,

kaki, lutut, siku, dan juga memiliki komplikasi yang tidak luas. Sedangkan pada tipe

severe ditemukan lepuh jaringan mukosa dan kutan yang generalisata. Gambaran

deformitas mitten-like merupakan ciri khas pada jari-jari penderita RDEB tipe severe

yang muncul pada usia 25 tahun (Gambar 7).1

Orofaring dapat terlibat baik pada tipe dominan ataupun resesif dengan

gambaran erosi generalisata yang akan menjadi skar dan membatasi pergerakan lidah

dan gangguan membuka mulut. Trakeostomi terkadang dilakukan pada penderita

yang mengalami keterlibatan pada trakea ataupun laring. Erosi pada esofagus sering

berujung pada striktur. Seluruh gangguan tersebut membuat banyak penderita RDEB

mengalami malnutrisi, gangguan pertumbuhan, dan anemia defisiensi besi.4

Pada penderita severe RDEB, 50 -80% dilaporkan mengalami karsinoma dan

dilaporkan meninggal akibat metastasis. Karsinoma yang diakibatkan oleh RDEB

dipisahkan dari karsinoma sel skuama lainnya karena sifatnya yang agresif dengan

kemungkinan metastasis yang tinggi.4

Gambar 7. Lepuh generalisata pada severe RDEB (A); Gambaran deformitas

mitten-like pada RDEB (B).2

Diagnosis

Langkah pertama mendiagnosis EB dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

anamnesis, riwayat onset lepuh muncul dan keberadaan lepuh pada keluarga dapat membantu

diagnosis. Riwayat gangguan sistem gastro intestinal, respirasi, mata, gigi, tulang dan

genitourinaria merupakan evaluasi penting dalam perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan

8

A B

fisik, pemeriksaan status dermatologikus saja tidak cukup, perlu dilakukan evaluasi secara

menyeluruh baik pada jaringan mukosa, rambut, kuku, dan gigi. Pada pemeriksaan

laboratorium, evaluasi terhadap anemia dan kadar albumin untuk mengukur tingkat malnutrisi

perlu dilakukan.4

Biopsi kulit merupakan langkah penting dalam mendiagnosis. Analisa histologis dapat

menyingkirkan penyebab lain dari lepuh walaupun tidak dapat mendiagnosis EB. Perlu

dilakukan transmission electron microscopy (TEM) atau indirect immnofluorescent

microscopy (IDIF) untuk melihat pemisahan pada BMZ.4

Kesimpulan

Epidermolisis bulosa (EB) merupakan suatu kelainan genetik pada kulit yang ditandai

timbulnya bula akibat trauma ringan. EB dapat bersifat autosomal resesif ataupun autosomal

dominan tergantung pada subtipe. EB dibedakan menjadi EB diturunkan dan EB didapat. EB

diturunkan dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan letak defek pada BMZ, yaitu EB simpleks

(EBS), junctional EB (JEB), dan distrofik EB (DEB) yang masing-masing memiliki subtipe.

Diagnosa dini EB sangat penting untuk mencegah progresifitas dan komplikasi. Anamnesis

dan pemeriksaan yang baik dapat mendiagnosis EB, walaupun pemeriksaan mikroskop

elektron (TEM) merupakan gold standard untuk mendiagnosa jenis EB.

9