laporan praktikum biokimia

12
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA NAMA PERCOBAAN : PENGARUH SUHU PADA REAKSI ENZIMATIS HARI/TANGGAL PERCOBAAN : KELOMPOK : A NAMA MAHASISWA/NRP : 1. 2. 3. Rudolfus Bala Gaan/2443011152 4. Benediktus M.A.A. Beke/2443011153 I. Tujuan Percobaan Mengetahui pengaruh suhu yang berbeda-beda pada reaksi enzimatis II. Dasar Teori Kenaikan suhu pada umumnya menyebabkan kecepatan suatu reaksi kimia bertambah besar, disebabkan karena energy kinetik dari molekul-molekul yang bereaksi menjadi semakin besar. Di lain pihak, enzim adalah suatu protein. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan perubahan struktur protein. Oleh karena itu, suatu reaksi yang menyangkut suatu enzim akan dipengaruhi oleh kedua efek yang “bertentangan” dari suhu tersebut. Prinsip percobaan ini mirip dengan percobaan E1, hanya saja dilakukan percobaan pada beberapa macam suhu yang berbeda. Sedangkan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada

Upload: raven-moarte

Post on 09-Aug-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

NAMA PERCOBAAN : PENGARUH SUHU PADA REAKSI ENZIMATIS

HARI/TANGGAL PERCOBAAN :

KELOMPOK : A

NAMA MAHASISWA/NRP : 1.

2.

3. Rudolfus Bala Gaan/2443011152

4. Benediktus M.A.A. Beke/2443011153

I. Tujuan Percobaan

Mengetahui pengaruh suhu yang berbeda-beda pada reaksi enzimatis

II. Dasar Teori

Kenaikan suhu pada umumnya menyebabkan kecepatan suatu reaksi kimia

bertambah besar, disebabkan karena energy kinetik dari molekul-molekul yang bereaksi

menjadi semakin besar. Di lain pihak, enzim adalah suatu protein. Suhu yang tinggi dapat

menyebabkan perubahan struktur protein. Oleh karena itu, suatu reaksi yang menyangkut

suatu enzim akan dipengaruhi oleh kedua efek yang “bertentangan” dari suhu tersebut.

Prinsip percobaan ini mirip dengan percobaan E1, hanya saja dilakukan

percobaan pada beberapa macam suhu yang berbeda. Sedangkan faktor-faktor lain yang

berpengaruh pada reaksi enzimatik dibuat sama, pada PH optimum yang telah ditentukan

dari percobaan E1.

III. Alat dan Bahan

Alat

Spektrofotometer, kuvet, stopwatch, tabung reaksi, pipet volume, mikropipet, rak

tabung reaksi, vortex, penangas air terkontrol.

Bahan

Larutan ekstrak kasar enzim amylase (dikondisikan selalu dingin, dalam

penangas es), larutan pati 2% (w/v), larutan penyangga 0,04 M PH 4; 5; 6,5; 8;

10, larutan iodine, larutan HCl 0,1 N.

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Preparasi larutan kerja iodine (dibuat baru): encerkan 1,0 mL larutan stock

(500 mg iodine/I2 dan 5,0 gram KI/100 mL air) 100 kali. Simpan dalam botol

gelap.

Preparasi larutan pati 1,0% (w/v): larutan pati 2,0% (w/v) diencerkan 1:1

dengan larutan penyangga 0,04 M pada PH optimum yang telah ditentukan dari

percobaan minggu sebelumnya. Larutan pati juga perlu dibuat baru setiap hari.

IV. Cara Kerja

1. Tiap kelompok mahasiswa melakukan percobaan pada satu suhu tertentu sesuai

arahan asisten yaitu:

Pada suhu lemari es

Pada suhu kamar

Pada suhu AC

Suhu penangas air

2. Masing-masing variasi suhu dilakukan dengan menggunakan 3 buah tabung

reaksi, 2 tabung untuk “AE” (2 replikasi) dan 1 tabung “R”. Blangko untuk zero-

ing spektrofotometer dapat dibuat satu untuk seluruh kelompok.

3. Dengan pipet volume 5 mL atau mikropipet 1000 mL tambahkan 5,00 mL larutan

pati 1% (w/v) dalam pH optimum (hasil percobaan E1) pada tabung “R” dan

“AE”, kemudian masukkan dalam penangas air suhu pengujian selama ± 10

menit.

4. Tambahkan pada tabung reaksi “AE” 500 µL larutan enzim (atau sesuai jumlah

hasil optimasi pada E1), sedangkan pada tabung ”R” 500 µL air suling (volume

sama dengan volume enzim), catat waktu sebagai t=0, vortex sebentar, kemudian

inkubasi pada penangas air suhu pengujian selama 10 menit (hasil sesuai hasil

optimasi pada E1).

5. Setelah tepat 10 menit, segera tambahkan 5,00 mL HCl 0,1 N untuk

menghentikan reaksi, vortex sebentar.

6. Pipet 500 µL masing-masing campuran ke dalam tabung reaksi berisi 5,00 mL

larutan kerja iodine dan vortex.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

7. Amati intensitas warna biru larutan dengan spektrofotometer pada λ 620 nm.

Sebelum pengukuran , spektrofotometer di zero - ing dengan blanko iodine yang

tidak berisi substrat dan enzim ( 5,00 mL larutan kerja iodine + 500 µL HCl 0,1 N

)

8. Aktivitas enzim amilase dihitung dengan persamaan berikut :

Aktivitas ( Unit/mL ) = D [ Ro – R)Ro] x 100 mg pati/ mL enzim, dengan Ro

adalah absorbansi kompleks subtrat iodine tanpa adanya enzim ( dari tabung “R” )

; R adalah absorbansi hasil pencernaan substrat oleh enzim ( dari tabung “AE”); D

adalah faktor pengenceran enzim .

Satu unit aktivitas enzim ( unit/mL) didefenisikan sebagai jumlah enzim yang

diperlukan sehingga I mg pati (1%) terhidrolisis oleh 1 mL enzim selama 10

menit dalam suhu 25oC dan PH 6,5 ( kondisi pengujian ini disesuaikan dengan

yang dilakukan ).

V. Data dan Hasil Pengamatan

Tabung A ( 90C ) B ( 32,5oC) C (25oC) D (65oC)

AE1 1,386 1,407 1,301 2,244

AE2 1,258 1,374 1,219 2,377

A0 1,594 1,493 1,577 2,482

A 1,322 1,391 1,26 2,3105

AE 170 mg/mL 68mg/mL 201 mg/mL 69 mg/mL

Untuk A

Ak.Enzim = D[(1-A/A0)]f

= 10[(1-1.322/1,594)]x100

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

= 170,6399

9 25 32,5 650

1

2

3

4

5

6

7

8

9

suhuColumn1AE

VI. Pembahasan

Struktur Primer Protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang

dihubungkan melalui ikatan peptida (amida) (lihat gambar 1).. Frederick

Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam

amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan

antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan

lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatografi. Urutan asam amino menentukan fungsi

protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino

akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetik.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Gambar 1. Struktur Primer Protein

Struktur Sekunder Protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian

asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Dua pola terbanyak

adalah alpha helix dan beta sheet (lihat gambar 2). Berbagai bentuk struktur sekunder

misalnya ialah sebagai berikut:

Alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino

berbentuk seperti spiral;

Beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun

dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau

ikatan tiol (s-h);

Beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan

Gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").

Gambar 2. Struktur Sekunder Protein

Struktur Tersier Protein merupakan  lipatan secara keseluruhan darirantai polipeptida

sehingga membentuk struktur 3 dimensi tertentu (lihat gambar 3). Struktur tersier

biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik

tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau

kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Gambar 3. Struktur tersier dari protein enzim triosa fosfat isomerase (TPI)

Struktur Kuartener Protein adalah struktur kuartener menggambarkan subunit-subunit

yang berbeda dikemas bersama-sama membentuk struktur protein. Contoh struktur

kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin. Sebagai contoh adalah

molekul hemoglobin manusia yang tersusun atas 4 subunit (lihat gambar 4).

Gambar 4: Struktur hemoglobin yang merupakan struktur kuartener protein

Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis

protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino

ditentukan dengan instrumenamino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan

menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri

massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.

Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular

dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa

menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan

satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-

alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur

sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah.

Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-

350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein

yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai

polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda

dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah,

maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah

yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener,

setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional.

(Anonymous a,2012)

Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur

sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan

kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan

hydrogen,interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul

protein (Winarno,1992).

Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang

bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan

atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan

menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang

menjadia simetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992)

.Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur

sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk

memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses

denaturasi.Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier

protein. Padastruktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan

pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi

hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum

ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

VII. Kesimpulan

Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan suhu lemari es yakni 90C. Berdasarkan

percobaan yang kami laku dengan menggnakan spektrofotometer hasil yang diperoleh;

R=1,594

E1 = 1,389

E2 = 1,258

E = 1,322

AE = 170,6399 mg/mL

Suhu optimum enzim yaitu antara 30 – 40 oC pada suhu 50 oC enzim menjadi inaktif

karena protein terdenaturasi dan pada suhu 100 oC enzim rusak

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

VIII. Daftar Pustaka

Petunjuk Praktikum Biokim Unika Widya Mandala Surabaya , 2012