ketoasidosis diabetikum

24
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya. Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %, sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 % Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000 pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Upload: mohammad-hafidz-ramadhan

Post on 13-Aug-2015

101 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

endokrinologi dan metabolik

TRANSCRIPT

Page 1: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang

terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang

menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang

diketahui baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.

Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe

1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %,

sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %

Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000

pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga

merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1,

yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24

tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal

ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-

kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Page 2: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara

tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan

dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas

metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal,

okular, neurologik dan kardiovaskuler.

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang

serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan

pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi.

Pencegahan merupakan upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.

Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan

disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini

terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang

paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang

disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum

terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II)

B. ETIOLOGI

Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung

insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.

Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus

tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.

Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya

terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya

sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami

desensitisasi terhadap glukosa.

Page 3: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia

dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :

1. Infeksi

2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong

peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin

C. KLASIFIKASI DM

Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation (1997) sesuai anjuran

perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :

1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel B ), umumnya menjurus ke definisi insulin absolut :

o Autoimun

o Idiopatik

2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan risestensi insulin disertai

definisi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi

insulin)

3. Diabetes tipe lain

a. Defek generik fungsi sel B

o Maturity Onset Diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3

o DNA mitokondria

b. Defek generik kerja insulin

c. Penyakit eksoskrin pankreas

o Pankreastitis

o Tumor / pankreatektomi

o Pankreatopati fibrokalkulus

d. Endokrinopati : Akromegali, Syndrom Cushing, Feokromositoma dan

hipertiroidisme.

e. Karena obat / zat kimia.

o Vacor, pentamidin, asam nikotinat

o Glukokortikoid, hormon tiroid

o Tiazid, dilatin, interferon α, dll.

f. Infeksi : Rubela kongenital, sitomegalovirus.

g. Penyebab imunologi yang jarang ; antibodi ; antiinsulin.

Page 4: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

h. Syndrom generik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Down, Sindrom

Klinefelter, Sindrom Turner, dll.

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

D. EPIDEMIOLOGI

Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang

menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun

nantinya. Insiden DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat

0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia.

Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada lingkungan tempat tinggal.

Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin

tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya

cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara eropa.

Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya IDDM, namun berbagai ras

dalam satu lingkungan belum tentu memiliki perbedaan. Orang-orang kulit putih

cenderung memiliki insiden paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah.

Orang-orang yang berasal dari daerah dengan insiden rendah cenderung akan lebih

berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke daerah penduduk dengan insiden yang

lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih banyak pada daerah dengan insiden yang tinggi,

sedangkan perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan insiden yang rendah.

Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga mendekati pu-

bertas, namun semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa kejadian

IDDM yang paling tinggi, yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang

IDDM juga dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun

kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat tentunya akan menimbulkan

kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin rash, malaise yang tidak jelas

penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.

Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi ma-

suknya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi

glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan

glukosa dari glikogen hepar (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak

menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga

Page 5: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa

(glukoneogenesis) di hepar dan ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin

dalam metabolisme.

Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di

darah dan terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar

gula darah sewaktu (GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah dikate-

gorikan sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu

dikategorikan normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu dengan Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar IDDM atau kategori

yang tidak toleran terhadap glukosa oral.

E. PROGNOSIS PENYAKIT

Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi

dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa

sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber

energi.

Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam

darah (ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun atau

disebut sebagai asidosis. Keduanya disebut sebagai ketoasidosis.

Pasien dengan KAD biasanya memiliki riwayat masukan kalori (makanan) yang

berlebihan atau penghentian obat diabetes/insulin.

F. TANDA DAN GEJALA

Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah:

1. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)

2. Terdapat keton di urin

3. Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi

4. Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)

5. Nafas berbau aseton

6. Badan lemas

7. Kesadaran menurun sampai koma

8. KU lemah, bisa penurunan kesadaran

9. Polidipsi, poliuria

10. Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut

Page 6: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

11. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik

12. Kulit kering

13. Keringat <<<

14. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD adalah:

1. Infeksi, stres akut atau trauma

2. Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes

3. Dosis insulin yang kurang

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Glukosa.

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin

memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin

memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung

pada derajat dehidrasi.

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan

kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar

glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin

tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya

mencapai 400-500 mg/dl.

Natrium.

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap

100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh

sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat

dengan jumlah yang sesuai.

Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.

EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.

Bikarbonat.

Page 7: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-

7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi

respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan

keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam

darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion

untuk menilai derajat asidosis.

Sel darah lengkap (CBC).

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran

kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

Gas darah arteri (ABG).

pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.

Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada

pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan

ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan

untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan

sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

Keton.

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat

berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.

β-hidroksibutirat.

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons

terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal,

dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis

diabetik (KAD).

Urinalisis (UA)

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran

kencing yang mendasari.

Osmolalitas

Page 8: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.

Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya

memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330

mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis),

maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

Tingkat BUN meningkat.

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada

dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum

yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada diabetes.

Diabetic

ketoacidosis (KAD)

Hyperosmolar

non ketoticcoma

(HONK)

Asidosis laktat

Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi

Ketone Ada Tidak ada Bervariasi

Asidosis Sedang/hebat Tidak ada hebat

Dehidrasi Dominan dominan bervariasi

Hiperventilasi Ada Tidak ada ada

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:

Page 9: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).

Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat

dibawah kondisi stress.

Gula darah puasa normal atau diatas normal.

Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya

aterosklerosis.

DIAGNOSIS

Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.

Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

Asidosis, bila pH darah < 7,3.

kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

DIAGNOSIS BANDING

KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain

termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis

laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )

Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita

mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein.

Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada

Page 10: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal

ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa

menimbulkan gagal jantung kongesif.

2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.

Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.

3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,

perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati

rasa).

4. Kelainan Jantung.

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis

pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung

koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan

tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.

5. Hipoglikemia.

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar

glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan

dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai

berupa koma dan kejang-kejang.

6. Hipertensi.

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal

penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan

darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan

pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan

mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.

I. PENATALAKSANAAN

Page 11: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan

(resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan

elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor

pencetus.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

Penilaian Klinik Awal

1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis

(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar

glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.

Resusitasi

a. Pertahankan jalan napas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.

d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk

menghindari aspirasi lambung.

Observasi Klinik

Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :

a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.

Page 12: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

c. Pengukuran balans cairan setiap jam.

d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.

g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan

resiko terjadinya edema serebri.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

Page 13: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)

rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

Penggantian Natrium

a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang

terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap

peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.

e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan

NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

Page 14: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema

serebri.

Penggantian Kalium

Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun

konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium

intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan

pemberian insulin dan asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,

dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40

mmol/L cairan.

b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

Penggantian Bikarbonat

a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:

a. Terjadinya asidosis cerebral.

b. Hipokalemia.

c. Excessive osmolar load.

d. Hipoksia jaringan.

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan

bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang

persistent.

d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1

jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari

kebutuhan.

Pemberian Insulin

Page 15: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun

insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak

< 2 tahun.

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml

atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam

500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½

Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk

menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi

penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon

pemberian insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau

subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

Tatalaksana edema serebri

Page 16: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,

meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.

b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan

pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet

per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a. Memulai diet per-oral.

1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH >

7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.

2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit

sesudah snack berakhir.

3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit

sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak

dapat menghabiskan makanan utama.

Page 17: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv

diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar

gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan

dosis basal sebelumnya.

c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7

sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

Algoritma Tatalaksana Ketoasidosis Diabetic

Anamnesis Poliuria Polidipsia Penurunan BB Nyeri perut Lemas/lemah Muntah-muntah pusing

Pemeriksaan fisik Tentukan derajat dehidrasiNafas cepat& dalam(kusmaul)Nafas bau ketonLethargy&muntah

Laboratotium Ketonuria Hipoglikemia>300 mg/dl Asidosis metabolic Pemeriksaan lain:Elektrolit darah,BUN

Diabetes ketoasidosis

Syok+dehidrasi berat Penurunan kesadaran Dehidrasi >5%

Asidosis(hiperventilasi)Syokmuntah

-krisis sedang-bisa makan/minum

Resusitasi:-Airway/nasogastric tube-Berikan oksigen masker 100%-Terapi syok: NS 20ml/kg(bisa diulang)

IVFD:-Tentukan kebutuhan cairan+deficit-Koreksi deficit dalam 48 jam-Menggunakan normal salin-EKG-Tambahan KCL 40 mmol/L cairan

-Berikan insulin sc-Rehidrasi oral

Tidak ada perbaikan

Insulin IV:o,1 u/kg/jam(0,05 u/kg/jam bila<2th)

Observasi ketat:-kadar gula darah setiap 1 jam-balans cairan setiap 1jam-status neurologis-elektrolit darah-EKG:perubahan gel T

Asidosis tidak membaik

Kesadaran menurun,sakit kepala,penurunan HR,irritable/gelisah,inkontinensia,specific neurological sign

Page 18: KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Evaluasi kembali:-balans cairan?-insulin:dosis,macet?-infeksi,sepsis

KGD 200-300mg/dl. AtauPenurunan KGD>100mg/dl/jam

-Pastikan bukan hipoglikemia-Edema cerebri

IVFD:-ganti cairan dengan D5 0,45 salin-turunkan dosisulin(jangan<0,05 u/kg/jam-periksa elektrolit darah koreksi bila perlu

Krisis membaik,bisa makan/minum per-oral

Perubahan insulin:berikan insulin scstop insulin iv 60 menit kemudian

-konsul neurologi-pertimbangan:Manitol 1g/kg BB-Restraksi cairan 50%