diabetik ketoasidosis

46
I. PENDAHULUAN Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% – 87% dari seluruh kematian akibat KAD. 1 Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan bahwa insidens Ketoasidosis Dibetik (KAD) sebesar 8 per 1000 pasien Diabetes Melitus (DM) per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur di bawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insidens KAD di Indonesia tidak sebanyak negara Barat, mengingat prevalensi DM tipe I yang rendah. Laporan insidens KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit, dan terutama pada pasien DM tipe II. 4 Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pada pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun tampaknya belum ada perbaikan. Selama periode 1

Upload: rodzi-arrashid

Post on 30-Jul-2015

194 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: diabetik ketoasidosis

I. PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila

tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin

efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas

terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% – 87% dari seluruh

kematian akibat KAD.1

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester menunjukkan bahwa insidens

Ketoasidosis Dibetik (KAD) sebesar 8 per 1000 pasien Diabetes Melitus (DM) per tahun untuk

semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur di bawah 30 tahun sebesar 13,4 per

1000 pasien DM per tahun. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insidens

KAD di Indonesia tidak sebanyak negara Barat, mengingat prevalensi DM tipe I yang rendah.

Laporan insidens KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit, dan terutama pada

pasien DM tipe II. 4

Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-

10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pada pasien usia lanjut angka kematian

dapat mencapai 25-50%. Angka kematian KAD di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke

tahun tampaknya belum ada perbaikan. Selama periode 5 bulan terdapat 39 episode KAD dengan

angka kematian 15%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang

menyertai KAD, seperti, sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia

lanjut, kadar glukosa darah awal tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.

Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnose yang cepat,

pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada

pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit

dasarnya. Dari data yang ada tampak bahawa jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif

tetap tidak berkurang dan angka kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80%

pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan

dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD. 4

1

Page 2: diabetik ketoasidosis

II. DIABETES MELITUS

2.1 DEFINISI

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya atau dengan kata lain defisiensi insulin absolut

ataupun relatif.2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia kini menempati urutan

ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada 2006, jumlah

penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru

50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan

secara teratur. Menurut beberapa penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia

berkisar 1,5 sampai 2,3, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 %.2

Penyakit diabetes di Indonesia adalah DM tipe 2, merupakan jenis penyakit diabetes yang

mencakup lebih dari 90% seluruh populasi diabetes. Data WHO mengungkapkan, beban

global diabetes melitus pada tahun 2000 adalah 135 juta, di mana beban ini diperkirakan

akan meningkat terus menjadi 366 juta orang setelah 25 tahun (tahun 2025). Pada 2025, Asia

diperkirakan mempunyai populasi diabetes terbesar di dunia, yaitu 82 juta orang dan jumlah

ini akan meningkat menjadi 366 juta orang setelah 25 tahun.2

Hasil penelitian epidemiologi di Jakarta beberapa waktu lalu membuktikan adanya

peningkatan prevalensi diabetes melitus dari 1,7 % pada 1982 menjadi 5,7% tahun 1993,

yang disusul pada 2001 di Depok (sub-urban Jakarta) menjadi 14,7%. Peningkatan prevalensi

diabetes melitus juga terjadi di Makassar yang meningkat dari 1,5 % pada 1981 menjadi 2,9

% tahun 1998 dan 12,5 pada 2005. Pada 2005, daerah semi-urban seperti Sumatera Barat

melaporkan prevalensi diabetes mellitus sebesar 5,1% dan Pekajangan (Jawa Tengah) 9,2%.

Bali telah meneliti prevalensi beberapa daerah rural dengan hasil antara 3,9-7,2% pada 2004

dan Singaparna tahun 1995 tercatat 1,1%.2

2

Page 3: diabetik ketoasidosis

WHO memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta

orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Indonesia berada di urutan ke-4 terbanyak

kasus diabetes di dunia. Beberapa waktu lalu, International Diabetes Federation (IDF)

menyatakan, tahun 2003 terdapat 194 juta orang terkena diabetes. Pada 2030 akan terdapat

lebih dari 82 juta orang berumur di atas 64 tahun dengan diabetes di negara sedang

berkembang, di negara maju hanya 48 juta orang, dan secara global diperkirakan 333 juta

orang menderita diabetes.2

Seiring dengan pola pertambahan penduduk, pada 2005 di Indonesia ada 171 juta

penduduk berusia di atas 15 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus maka

terdapat kira- kira 24 juta penyandang diabetes. Tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara

global, terutama dipicu oleh peningkatan kesejahteraan suatu populasi, sehingga sangat

dimungkinkan dalam kurun waktu satu-dua dekade silam, kekerapan diabetes melitus di

Indonesia telah meningkat signifikan.2

2.3 ETIOLOGI

Diabetes melitus sangat erat kaitannya dengan mekanisme pengaturan gula normal. Pada

kondisi normal, kadar gula tubuh akan selalu terkendali, berkisar 70-110 mg/dL, oleh

pengaruh kerja hormon insulin yang diproduksi oleh kalenjar pankreas. Setiap sehabis

makan, terjadi penyerapan makanan seperti tepung-tepungan (karbohidrat) di usus dan kadar

gula darah akan meningkat. Peningkatan kadar gula darah ini akan memicu produksi hormon

insulin oleh kalenjar pankreas.2

Berkat pengaruh hormon insulin ini, gula dalam darah sebagian besar akan masuk ke

dalam berbagai macam sel tubuh (terbanyak sel otot) dan akan digunakan sebagai bahan

energi dalam sel tersebut. Sel otot kemudian menggunakan gula untuk beberapa keperluan

yakni sebagai energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dan jika masih ada sisa, sisa

sebagian tersebut diubah menjadi lemak dan protein.2

Penyebab diabetes mellitus sebenarnya bisa dengan berbagai macam cara

misalnya:2

3

Page 4: diabetik ketoasidosis

1. Genetik atau faktor keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.

Anggota keluarga penderita DM (diabetis) memiliki kemungkinan lebih besar terserang

penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli

kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau

kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum

perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

2. Virus dan bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui

mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan

sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya

autoimun dalam sel beta. Diabetes melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun,

para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

3. Bahan toksik atau beracun.

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,

pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah

sianida yg berasal dari singkong.

4. Nutrisi.

Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang

diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang

berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang mengidap DM.

2.4 FAKTOR RESIKO

4

Page 5: diabetik ketoasidosis

Para peneliti tidak sepenuhnya memahami mengapa sebagian orang mengembangkan

diabetes tipe 2 dan yang lainnya tidak. Sudah jelas bahwa faktor-faktor tertentu

meningkatkan risiko, bagaimanapun, termasuk:2

Kelebihan berat badan. Menjadi adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2.

Jaringan lemak belebih yang dimiliki, sel-sel tubuh akan menjadi lebih resisten terhadap

insulin.

Tidak aktif. Semakin sedikit aktif sesorang, semakin besar risiko diabetes tipe 2.

Aktivitas fisik membantu mengendalikan berat badan, menggunakan glukosa sebagai

energi dan membuat sel-sel tubuh lebih sensitif terhadap insulin.

Riwayat keluarga. Risiko diabetes tipe 2 meningkat jika orang tua atau saudara

memiliki diabetes tipe 2.

Ras -. Walaupun tidak jelas mengapa, orang-orang tertentu, termasuk ras kulit hitam,

Hispanik, Indian Amerika dan Asia-Amerika - lebih mungkin untuk mengembangkan

diabetes tipe 2.

Umur,. Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia terutama setelah usia

45. Itu mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga, penambahan berat badan

dan kehilangan massa otot dengan bertambahnya usia mereka. Tetapi diabetes tipe 2 juga

meningkat secara dramatis di kalangan anak-anak, remaja dan dewasa muda.

Pradiabetes. Pradiabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah seseorang lebih

tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi harus diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 2.

Bila tidak diobati, pradiabetes sering berkembang menjadi diabetes tipe 2.

Diabetes kehamilan. Jika seseorang terkena gestational diabetes saat hamil, resiko

terkena diabetes tipe 2 kemudian meningkat. Jika ibu melahirkan seorang bayi dengan

berat lebih dari 9 pon (4.1 kilogram), ibu tersebut juga berisiko diabetes tipe 2.

5

Page 6: diabetik ketoasidosis

2.5 TIPE DAN PENYEBAB DIABETES

Macam-Macam

Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO 1985

A. Clnical Classes

I. Diabetes Melistus

1. IDDM (DM tipe I)

2. NIDDM (DM tipe II)

3. Bila meragukan Tipe 1 atau Tipe 2 disebut : Questionable DM

4. MRDM (Malnutrition Related DM) :

a. Fibrocalculous Pancreatic Diabetes Melitus (FCPD)

b. Protein Deficient Pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD)

5. Other Tupes of DM associated with certain conditions and syndromes :

a. Pancreatic disease

b. Disease of hormonal etiology

c. Drug of chemical induced conditions

d. Abnormal of insulin or its receptor

e. Certain genetic syndromes

f. Miscellanous

II. Impaired Glucose Tolerane (GTG = DM Chemical = DM Latent)

III.Gestational DM (DM hanya pada saat hamil)

B. Statistical Risk Classes

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah penderita yang :

Kedua orang tuanya menderita DM (potential DM)

Pernah menderita GTG kemudian normal lagi

Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg

Pada DM tipe I kelainan terletak pada sel beta pankreas yang tidak mampu membuat

dan mengeluarkan insulin dalam jumlah dan kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang

tidak ada sekresi (produksi) insulin sama sekali.

6

Page 7: diabetik ketoasidosis

Pada DM tipe II, kelainan terletak di beberapa tempat :

1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup, tetapi terdapat keterlambatan, sehingga

glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tapi insulin belum memadai.

2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 – 30.000); pada obesitas bahkan

hanya sekitar 20.000.

3. Jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga insulin tidak efektif.

4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga proses glikolisis intra seluler terganggu.

5. Adanya kelainan campuran di antara no 1,2,3 dan 4

Pada DM akibat malnutrisi (DM-Malnutrisi atau disingkat DM-M) terjadinya DM-M

diduga karena :

1. Kekurangan protein jangka panjang yang bersamaan dengan makanan utama singkong,

sehingga HCN dari singkong merusak sel beta pankrea s yang sebetulnya HCNbisa

dinetralkan oleh asam amino dari protein makanan, dan terus dikeluarkan melalui urin

(cyanide cassava hypothesis).

2. Kekurangan protein dan kalori jangka panjang (protein deficient hypothesis).

3. Sebab lain yang belum jelas.

7

Page 8: diabetik ketoasidosis

Tergantung insulin (IDDM, Tipe I) Tidak tergantung insulin (NIDDM, tipe II)

10-15 & penderita diabetes masuk golongan ini Bentuk lazim: sekitar 85% dari diabetes

Biasanya pada anak dan remaja Umur biasanya 40 tahun

Berat badan normal atau kurus Penderita sering gemuk

Gejala secara mendadak Gejala lambat laun atau asimptomatik

Ketoasidosis sering terjadi karena tak terkontrol Ketoasidosis jarang kecuali bila ada penyakit lain yang berat

Sindrom nonketonik hiperosmolar tidak dijumpai Sindroma hiperosmolar nonketonik diawali oleh gangguan ginjal atau kardovaskular

Insulin yang beredar tidak dapat di ukur Kadar insulin rendah, normal atau bahkan tinggi

Resptor insulin tidak terganggu Reseptor berkurang atau tidak efektif

Sering didapat antibody terhadap sel pulau Antibody terhadap sel pualu tidak ada

Jumlah sel beta berkuarang banyak Jumlah sel beta berkurang sedikit

Tidak ada respons terhadap obat hipoglikemik oral

Obat hipoglikemik oral sering efektif

Ada hubungan dengan fenotipe HLA antigen DR3 dan DR4 (juga B8, B15); heterozigot DR3/DR4 merupakan risiko khusus

Tidak ada hubungan dengan fenotipe HLA

Tabel 1. Perbedaan DM Tipe I dan DM tipe I

8

Page 9: diabetik ketoasidosis

2.6 Fisiologi Glukosa Darah

Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh

sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin

disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk

keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur

bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their

role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada

retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami

pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-

gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim

peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah

siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. (Aschroft FM, Gribble FM,

1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease.

Diabetologia 42: 903-19)

Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal,

karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada

dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang

memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa,

beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam

rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis

dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan

belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-

Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia

42: 903-19)

9

Page 10: diabetik ketoasidosis

Dinamika Sekresi Insulin

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh

normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti

dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya

rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang

dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas

fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase

sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah

selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their

role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Aksi Insulin

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh

terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses

utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

(Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their

role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan

sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut.

Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi

proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme

kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan

dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada

mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4

inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya

mengalami metabolisme. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain

diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin

yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh

10

Page 11: diabetik ketoasidosis

terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya

diabetes tipe 2. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin

secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan

metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2

berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel.

Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh.

Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa

secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan

hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh

hormon insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi

hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi

tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan

inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat

produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels

and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada

metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini

bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan

kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes

melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering

ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak

adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh

terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ).

Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi

insulin secara absolut. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and

insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

11

Page 12: diabetik ketoasidosis

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika

sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan

(inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap

homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial

(HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa

(makan atau minum). (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and

insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi

yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan

cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan

kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya

secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan

kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel

beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara

substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin (

insulin sensitizer ). (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and

insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi

fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai

dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat

dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang

cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi,

terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan

makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi

insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial.

Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah

kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan

semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999.

ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease.

Diabetologia 42: 903-19)

12

Page 13: diabetik ketoasidosis

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh

kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan

berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).

Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi

insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap

insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau

obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme

glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses

kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi

insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering

menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolic. (Aschroft FM, Gribble

FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and

disease. Diabetologia 42: 903-19)

13

Page 14: diabetik ketoasidosis

2.7 PATOGENESIS

Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan

dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). 3

Diabetes melitus tipe 2

14

Page 15: diabetik ketoasidosis

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II

disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. 3

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel

beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin

disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan

regulasi glukosa darah. Resistensi insulin berarti ketidaksanggupan insulin memberi efek

biologik yang normal pada kadar gula darah tertentu. Dikatakan resisten insulin bila dibutuhkan

kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal. Sekresi

insulin oleh sel beta tergantung oleh 3 faktor utama yaitu, kadar glukosa darah, ATP-sensitive K

channels dan Voltage-sensitive Calcium Channels sel beta pankreas. Mekanisme kerja ketiga

faktor ini sebagai berikut : Pada keadaan puasa saat kadar glukosa darah turun, ATP sensitive K

channels di membran sel beta akan terbuka sehingga ion kalium akan meninggalkan sel beta (K-

efflux),dengan demikian mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar

sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel beta sehingga

perangsangan sel beta untuk mensekresi insulin menurun. Sebaliknya pada keadaan setelah

makan, kadar glukosa darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel beta melalui glucose

transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa akan mengalami

fosforilase menjadi glukosa-6 fosfat (G6P) dengan bantuan enzim penting, yaitu glukokinase.

Glukosa 6 fosfat kemudian akan mengalami glikolisis dan akhirnya akan menjadi asam piruvat.

Dalam proses glikolisis ini akan dihasilkan 6-8 ATP. Penambahan ATP akan meningkatkan rasio

ATP/ADP dan ini akan menutup terowongan kalium. Dengan demikian kalium akan tertumpuk

dalam sel dan terjadilah depolarisasi membran sel, sehingga membuka terowongan kalsium dan

kalsium akan masuk ke dalam sel. Dengan meningkatnya kalsium intrasel, akan terjadi

translokasi granul insulin ke membran dan insulin akan dilepaskan ke dalam darah. Mengingat

GLUT2 mempunyai sifat mengangkut glukosa ke dalam sel tanpa batas, agaknya enzim

glukokinase bekerja sebagai "pembatas" agar proses fosforilasi berjalan seimbang sesuai

15

Page 16: diabetik ketoasidosis

kebutuhan, dengan demikian peristiwa depolarisasi dapat diatur dan pelepasan insulin dari sel

beta ke dalam darah disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu enzim glukokinase disebut

sebagai glucose sensor karena bertindak sebagai sensor terhadap glukosa. Sekresi insulin pada

orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini (fase 1) atau early peak yang terjadi dalam 3-

10 menit pertama setelah makan. Insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang

disimpan dalam sel beta (siap pakai) dan fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 20

menit setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian glukosa akan meningkatkan sekresi

insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya

akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. Makin tinggi kadar glukosa darah

sesudah makan makin banyak pula insulin yang dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya

terbatas pada kadar glukosa darah dalam batas normal. Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1

tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin

lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang

normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar

insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar

glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk

menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan

gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak

terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Apabila ada gangguan pada mekanisme

kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa

darah. 3

2.8 GEJALA KLINIS2

16

Page 17: diabetik ketoasidosis

3

Gejala polidipsia (banyak minum) dan poliuria (banyak kencing) bersama polifagia

(banyak makan) dengan tubuh yang kurus pada usia anak-anak  merupakan gejala DM tipe 1

yang memerlukan suntikan insulin. DMT1 ini jarang ditemukan karena hanya 5% dari total

kasus DM. 2

DM tipe 2 yang ditemukan pada usia pertengahan atau usia lanjut terjadi karena

gangguan pada proses masuknya gula ke dalam sel (resistensi insulin). Pada tipe ini,

penyandangnya bertubuh gemuk dan biasanya tidak memberikan keluhan serta gejala yang

jelas sebelum terdapat komplikasi. Paling banter penyandang DMT2 yang jumlah  sekitar

95% dari seluruh kasus DM mengeluhkan badan yang cepat lelah, sering pusing, berat badan

yang bertambah terus, dan kulit yang sering terasa gatal. Lebih lanjut mungkin dia mengeluh

banyak kencing terutama di malam hari, sering haus dan lapar, penglihatan kabur dan luka

yang susah sembuh. 2

III. KETOASIDOSIS DIABETIKUM

3.1 DEFINISI17

Page 18: diabetik ketoasidosis

Ketoasidosis adalah komplikasi dari diabetes mellitus dengan keadaan dekompensasi-

kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama

disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. 4

3.2 FAKTOR PENCETUS

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.

Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya factor

pencetus. Mengatasi factor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan

ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan terjadinya KAD adalah infeksi, infark

miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau

mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan factor pencetus. 4,6,7

Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya

KAD. Data seri kasus KAD tahun 1988-99 di RS Dr.Cipto Mangunkusumo menunjukkan 5%

kasus menyuntik dosis insulin kurang. Musey et al melaporkan 56 kasus KAD negro di

Amerika Serikat yang tinggal di daerah perkotaan. Di antara 56 kasus tersebut, 75% telah

diketahui DM sebelumnya dan 67% factor pencetusnya adalah sebagai berikut: 50% tidak

mempunyai uang untuk membeli, 21% nafsu makan menurun, 14% masalah psikologism,

14% tidak paham mengatasi masa masa sakit akut. Pada seri kasus di atas 55% menyadari

adanya gejala hiperglikemia, walaupun demikian hanya 5% yang menghubungi klinik

diabetes untuk mengatasi masalah tersebut. 4,6,7

3.3 PATOFISIOLOGI

18

Page 19: diabetik ketoasidosis

KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

peningkatan hormone kontra regulator (glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormone

pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi

glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia

sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda

klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

a. Akibat hiperglikemia b. Akibat ketosis

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem hemeostasis tubuh terus

teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.

Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormone kontra regulator terutama

epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis

meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara

berlebihan. Akumulasi produk benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolic

asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat

(3HB) ; dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah

merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar

tersebut sel sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa. 4,7

Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi signal

untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak

(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat gluconeogenesis pada sel hati serta

mendorong proses oksidasi melalui siklus kreb dalam mitokondria sel. Melalui proses

oksidasi tersebut akan dihasilkan adenine trifosfat (ATP) yang merupakn sumber energy

utama sel. 4,7

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.

Meningkatnya hormone kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,

hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat menganggu

sensitivitas insulin. 4,7

19

Page 20: diabetik ketoasidosis

Figure22-10. Regulation of long chain fatty acid oxidation in the liver. (FFA, free fatty

acid; VLDL, very low density lipoprotein.) Positive (+) and negative (-) regulatory effects

are represented by red arrows and substrate flow by black arrows. 5

3.4 HORMON REGULATOR

3.4.1 PERANAN INSULIN

20

Page 21: diabetik ketoasidosis

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relative terhadap

hormone kontra regulasi yang berlebihan. Defisiensi insulin dapat disebabkan

oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang.

Defisiensi aktivitas insulin tersebut menyebabkan 3 proses patofisiologi yang

nyata pada 3 organ, yaitu sel sel lemak, hati dan otot. Perubahan terjadi terutama

melibatkan metabolism lemak dan karbohidrat. 4

3.4.2 PERANAN GLUKAGON

Di antara hormone hormone kontraregulator, glucagon yang paling

berperan dalam pathogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan

menghambat pembentukan malonyl CoA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat

carnitine acyl transferases (CPT1 dan CPT2) yang bekerja pada transfer asam

lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glucagon akan

meransang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis. 4

Pada pasien DM tipe 1, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi

dengan baik. Bila konsentrasi insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah

sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada sel-

sel lemak dan hati. 4

3.4.3 HORMON KONTRA REGULATOR LAINNYA

Konsentrasi epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan

(GH) pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih

meningkat lagi dengan pemberian insulin. 4

Keadaan stres sendiri meningkatkan hormone kontra regulasi yang pada akhirnya

akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton, gluconeogenesis serta potensial

sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stres yang

berkepanjangan4

3.4 GEJALA KLINIS

21

Page 22: diabetik ketoasidosis

Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan ini tentunya

sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi akut DM dan

segera menangatasinya. 4,7

Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai penafasan cepat dan

dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering),

kadang kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu

mudah tercium. 4,7

Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri dan polidipsi

sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam,

atau infeksi. Muntah muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD

anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan

gastroparesis-dilatasi lambung. 4,7

Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi

sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan

kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol) 4,7

Infeksi merupakan factor pencetus yang paling sering, di RS Dr.Cipto Mangunkusumo

Jakarta, factor pencetus infeksi didapatkan sekitar 80%. Infeksi yang sering ditemukan ialah

infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun factor pencetusnya adalah infeksi,

kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu

dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, diverticulitis, atau perforasi

usus. Bila ternyata pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadapa pengobatan KAD,

maka perlu dicari kemungkinan infesi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirectal) 4,7

3.5 DIAGNOSIS

22

Page 23: diabetik ketoasidosis

Ketoasidosis diabetic perlu dibedakan dengan ketosis diabetic ataupun hiperglikemia

hyperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia dan asidosis dapat dipakai

dengan kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus per kasus diperlukan

untuk menegakkan diagnosis. 4

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan

napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskuler, dan status hidrasi. Langkah- langkah

ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan,

sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan. 4

Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan

setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan konsentrasi

glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urin dengan menggunakan urin strip

untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan lekosit dalam urin.

Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan

KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan

pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB. 4

Tabel. Kriteria Diagnosis KAD

Kadar glukosa > 250mg%

pH < 7,35

HCO3 rendah

Anion gap yang tinggi

Keton serum positif

3.6 PRINSIP PENGOBATAN

23

Page 24: diabetik ketoasidosis

Begitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan

KAD tentunya berdasarkan patofisiologi dan pathogenesis penyakit, merupakan terapi

titerasi, sehingga sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Prinsip pengelolaan KAD

ialah : 1. Penggantian cairan dan garam yang hilang; 2. Menekan lipolisis sel lemak dan

menekan gluconeogenesis sel hati dengan pemberian insulin; 3. Mengatasi stres sebagai

pencetus KAD; 4. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya

pemantauan serta penyeusaian pengobatan. 4

Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; 5 diantaranya ialah:

cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan yang terakhir tetapi sangat

menentukan adalah asuahan keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi

sampai keadaan KAD teratasi dan stabil.

3.6.3 Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan

perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100ml per kg berat badan,

maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter

dan selanjutnya sesuai protocol. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD:

memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormone kontraregulator

insulin. Bila konsentrasi glukosa kurang dari 200mg% maka perlu diberikan

larutan mengandung glukosa (dektrosa 5% atau 10%)4

3.6.4 Insulin24

Page 25: diabetik ketoasidosis

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan

rehidrasis yang memadai. Pemberian insulin akan menurukan konsentrasi

hormone glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,

pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari

jaringan oto dan meningktkan utitilisasi glukosa oleh jaringan.

Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin umumnya secara bolus melalui

intravena, intramuscular, ataupun subkutan. Sejak pertengahan tahun 1970-an

protocol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai

digunakan dan menjadi popular. (soken et al,1972). Cara ini dianjurkan oleh

karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan konsentrasi

glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium

ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hypokalemia lebih

sedikit. Butkeiwicz et al menganalisis data pengobatan KAD sebelum dan

sesudah tahun 1970 dan melaporkan bahwa pemberian insulin kontinu secara

intravena lebih jarang menyebabkan hipoglikemia dibandingkan dengan cara

bolus. Sedangkan untuk hypokalemia tidak berbeda. 4

Efek kerja insulin terjadi dalam beberapa menit setelah insulin berikatan

dengan reseptor. Kemudian reseptor yang telah berikatan akan mengalami

internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam keadaan hormone

kontraregulator masih tinggi dalam darah dan untuk mencegah terjadinya

lipolisis dan ketogenesis, pemberian insulin tidak boleh dihentikan tiba-tiba

dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah koreksi hiperglikemia tercapai

bersamaan dengan pemberian larutan mengandung glukosa untuk mencegah

hipoglikemia. Kesalahan yang sering terjadi ialah penghentian drip insulin

lebih awal sebelum klirens benda keton darah cukup adekuat tanpa konversi

ke insulin kerja panjang. 4

Tujuan pemberian insulin disini bukan hanya untuk mencapai konsentrasi

glukosa normal, tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu

bila konsentrasi glukosa kurang dari 200mg%, insulin diterusakan dan untuk

25

Page 26: diabetik ketoasidosis

mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung glukosa sampai asupan

kalori oral pulih kembali. 4

Di Rs. Dr. Cipto Mangunkusumo cara pengobatan KAD dengan insulin

dosis rendah kontinu intravena diperkenalkan sejak tahun 1980 dan sampai

sekarang sudah beberapa kali mengalami modifikasi. Perubahan terakhir

dikeluarkan sejak awal 1997. Dengan cara itu, dilaporkan kejadian

hipoglikemia 3,6-7,1% dan kejadian hypokalemia 7,2%.4

3.6.5 Kalium

Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat.

Hyperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi

dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan

gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera

mengatasi keadaan hyperkalemia tersebut. 4

Yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya hypokalemia yang

dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat

intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya

dikeluarkan melalui urin. Total deficit K yang terjadi selama KAD

diperkirakan mencapai 3-5mEq/kgBB. Selama terapi KAD, ion K kembali ke

dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta

mempertahankan konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian

kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukan gelombang T

yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera

dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat. 4

3.6.6 Glukosa

26

Page 27: diabetik ketoasidosis

Setelah rehidrasi awal 2jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah

akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi

penurunan konsentrasi glukosa sekitar 60mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa

mencapai < 200mg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu

ditekankan disini bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan

konsentrasi glukosa tetapi menekan menekan ketogenesis. 4

3.6.7 Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topic perdebatan selama beberapa

tahun. Pemberian bikarbona hanya dianjurkan oada KAD yang berat, adaun

alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah; 1. Menurunkan pH intraselular

akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat. 2. Efek negatif pada dissosiasi

oksigen di jaringan; 3. Hipertonis dan kelebihan kalium; 4. Meningkatkan

insidens hypokalemia; 5. Gangguan fungsi serebral dan 6. Terjadi alkalemia

bila bikarbonat terbentuk dari asam keto. 4

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun

demikian komplikasi asidosis laktat dan hyperkalemia yang mengancam tetap

merupakan indikasi pemberian bikarbonat. 4

3.6.8 Pengobatan umum

Di samping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah penting.

Pengobatan umum KAD terdiri atas ; 1. Antibiotic yang adekuat; 2. Oksigen

bila pO2<80mmHg; 3. Heparin bila ada DIC atau bila hyperosmolar

(>380mOsm/l). 4

3.6.9 Pemantauan

27

Page 28: diabetik ketoasidosis

Pemantaun merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD

mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlangsung.

Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan; 1. Konsentrasi glukosa darah tiap

jam dengan alat glucometer; 2. Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam

selanjutnya mengikut keadaan; 3. Analisis gas darah; bila pH<7 waktu masuk

periksa setiap 6jam sampai pH>7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil; 4.

Tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan temperature setiap jam; 5. Keadaan

hidrasi, balans cairan; 6. Waspada terhadap kemungkinan DIC. 4

Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi

penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. 4

3.7 KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah sebagai berikut

edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenic. Komplikasi

iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia, hypokalemia, edema otak, dan hipokalsemia. 4,7

3.8 PENCEGAHAN

28

Page 29: diabetik ketoasidosis

Factor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan

kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada

sistem pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif

terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare,

demam, luka). 4,7

Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara

komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi DM

kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien

yang baik. 4,7

Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu

menekankan pada cara-cara mengatasi pada saat sakit akut, meliputi informasi mengenai

pemberian insulin kerja cepat, target konsentrasi glukosa darah pada saat sakit, mengatasi

demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam

yang mudah dicerna. Yang paling penting adalah agar tidak menghentikan pemberian insulin

atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga

kesehatan yang professional. 4,7

Pasein DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-masa

sakit, dengan melakukan pemantauan konsentrasi glukosa darah dan keton urin sendiri.

Disinilah pentingnya educator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama

pada keadaan sulit. 4,7

IV. KESIMPULAN

29

Page 30: diabetik ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi metabolik akut serius pada pasien

diabetes melitus. Manifestasi utamanya adalah kekurangan insulin, hiperglikemia yang berat,

dehidrasi, asidosis metabolik. KAD terjadi bila kekurangan insulin yang berat tidak saja

menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi yang berat tapi juga mengakibatkan produksi keton

meningkat serta asidosis. Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (≥ 250

mg/dL), ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3)., HCO3 rendah (<15 meq/L), anion gap

yang tinggi. Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan asam basa, serta

mengobati faktor pencetus. Prinsip terapi KAD terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin,

koreksi kalium, dan bikarbonat. 4,7

V. DAFTAR PUSTAKA

30

Page 31: diabetik ketoasidosis

1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14 

2. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S et al. Diabetes melitus. Buku ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006:p 1852-1859

3. Schteingart DE. Diabetes mellitus. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994;p 1111-1119.

4. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S et al. Ketoasidosis diabetikum.

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006:p 1874-1877

5. Robert KM, Daryl KG, Victor WR et al. Oxidation of fatty acids:ketogenesis.

Harper’s Illustrated Biochemistry 27th edition. US: Mc Graw Hill.2006:p 187-195

6. Usher-Smith JA, Thompson MJ, Sharp SJ, Walter FM. Factors associated with the

presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes in children and young

adults: a systematic review. BMJ. Jul 7 2011;343:d4092.

7. Rucker DW. Diabetic ketoasidosis. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/766275-overview. 2010 pada tanggal 25

Augustus 2012

8. Rocky. Clinic and health community diunduh dari : http://www.dr-rocky.com pada

tanggal 25 Augustus 2012

31