fistum-2 (1).docx

17
MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH Oleh : Ikfa Kusuma Werdani B1J013091 Dina Hillerry B1J013103 Rombongan : III Kelompok : 2 Asisten : Ikhwan Mulyadi LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: dina-hillerry

Post on 25-Sep-2015

253 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH

Oleh :

Ikfa Kusuma WerdaniB1J013091

Dina HillerryB1J013103

Rombongan: III

Kelompok : 2

Asisten: Ikhwan Mulyadi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah-buahan mempunyai arti penting sebagai sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi, selain itu juga merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Buah-buahan dapat dimakan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangan (Roiyana, 2012).

Pisang merupakan produk holtikultura yang mempunyai arti penting bagi peningkatan gizi masyarakat karena buahnya merupakan sumber vitamin (A, B1, C), mineral (kalium, natrium, chlor, magnesium, posfor) dan karbohidrat 25% yang mudah dicerna (Rumahlewang dan Amanunpunyo, 2012). Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya laju produksi etilen. Menurut Hanum et al., (2012), pisang adalah buah-buahan tropis yang paling banyak di hasilkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Pemanfaatan buah pisang yang paling besar adalah untuk pembuatan berbagai jenis makanan, contohnya pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica) merupakan jenis pisang yang baik dikonsumsi setelah diolah. Pisang kepok merupakan jenis pisang yang biasanya diolah menjadi keripik pisang.

Pisang biasanya dipanen sebelum matang dengan tingkat kematangan tertentu dan berbagai pertimbangan pemasaran. Pemanenan buah yang akan dipasarkan dengan jarak jauh umumnya pada tingkat kematangan 75-80% dengan ciri-ciri sudut-sudut pada pisang masih tampak jelas, sedangkan untuk pemasaran jarak dekat dipanen dengan tingkat kematangan 85-90% dengan ciri-ciri sudut buah berkembang penuh walaupun sudut buah masih tampak nyata. Bahan pemacu pematangan yang umum digunakan oleh petani dan pedagang pisang di pasar lokal adalah kalsium karbida, sedangkan pihak eksportir umumnya menggunakan gas etilen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan yang dapat mengeluarkan gas etilen seperti etepon atau ethrel juga dapat digunakan untuk memacu proses pematangan buah. Bahan pemacu pematangan lainnya adalah gas asetilen yang merupakan analog dari etilen sehingga dapat berperan sebagaimana peran etilen dalam proses pematangan buah (Murtadha et al., 2012).

Menurut Abidin (1989), etilen merupakan hormon tumbuh yang dalam keadaan normal berbentuk gas serta mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana, yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen. Etilen digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Menurut Ahmadi et al., (2011) pematangan merupakan proses kelayuan yang membuat organisasi antara sel menjadi terganggu. Gangguan ini merupakan pelopor hidrolisa pati, klorofil, pektin dan tanin oleh enzim-enzim di dalamnya yang akan menghasilkan bahan-bahan seperi etilen, pigmen, energi dan polipeptida.

Pisang merupakan buah klimaterik karena pisang menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Ting (1982) menambahkan bahwa proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Menurut Winarno (1979) etilen yang dihasilkan pada pematangan pisang akan meningkatkan proses respirasinya. Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur, dan bau, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam susunannya (Ahmadi et al., 2011).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Proses pemasakan buah merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air total, padatan terlarut, warna, aroma dan tekstur buah semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C, asam dan kekerasan akan semakin turun. Etilen merupakan hormon tumbuh yang dalam keadaan normal berbentuk gas serta mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana, yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen. Etilen digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan (Julianti, 2011)

Pematangan merupakan proses kelayuan yang mengakibatkan organisasi antara sel menjadi terganggu. Gangguan ini merupakan pelopor hidrolisa pati, klorofil, pektin dan tanin oleh enzim-enzim di dalamnya yang akan menghasilkan bahan-bahan seperi etilen, pigmen, energi dan polipeptida. Pematangan juga diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian substrat dan proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk mensintesa enzim-enzim spesifik, yang diantaranya akan digunakan dalam proses kelayuan (Ahmadi et al., 2011)

Pematangan buah melibatkan perubahan signifikan pada warna, tekstur, dan aroma daging buah. Beberapa karakteristik pada buah matang sangat menarik bagi manusia. Buah yang segar dan matang tersebut membentuk komponen utama pada kebutuhan konsumsi manusia, pada ketersediaan gula, serat, vitamin, mineral, dan antioksidan.

Menurut Symons (2012) proses pematangan umum ditunjukkan oleh sebagian besar buah, meliputi:

a. Modifikasi warna melalui perubahan klorofil, karotenoid, dan akumulasi antosianin;

b. Modifikasi tekstur melalui perubahan turgor sel dan struktur dinding sel dan metabolisme;

c. Akumulasi dan modifikasi gula, asam, dan volatil yang mempengaruhi kualitas gizi, rasa, dan aroma; dan

d. Meningkatkan kerentanan patogen dan herbivora.

Perubahan warna buah merupakan indikator pemasakan buah yang ditunjukkan dengan hilangnya warna hijau. Penyimpanan buah pada suhu rendah dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme sehingga akan memperpanjang umur simpannya. Perbedaan buah yang matang dan masak adalah, apabila buah yang matang (mature) yaitu buah dengan tingkat kematangan optimum dengan warna kuning kemerahan dan tekstur yang masih keras, serta buah yang masak (ripe), yaitu buah yang sudah berwarna merah dan tekstur yang sudah agak lunak. Bahan lainnya adalah bahan kimia untuk analisis kadar vitamin C dan total asam (Julianti, 2011).

Berdasarkan kandungan amilumnya, buah dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang mangga, apel, alpokat dan dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah non klimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas.Pemberian etilen pada buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah (Anderson,1991).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas ukur, koran, kamera dan kertas label.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah dua buah pisang (Musa sp.) dan ethrel (2-chloroetilphosponic acid).

B. Metode

1. Pisang pertama direndam pada larutan Ethrel dengan konsenterasi 300/600/900 ppm selama 5 menit.

2. Pisang kedua sebagai kontrol tidak direndam pada larutan ethrel

3. Kedua pisang dibungkus dengan kertas koran.

4. Pisang diamati setiap hari aroma, tekstur, warna dan rasanya selama satu minggu.

5. Data yang didapatkan dicatat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

4.1. Foto Hasil Pengamatan

A

CA

B

D

F

EA

G

Keterangan :

A : 600 ppm hari ke-0

B: 600 ppm hari ke-1

C: 600 ppm hari ke-2

D : kontrol hari ke-0

E : kontrol hari ke-1

F: kontrol hari ke-2

G: kontrol hari ke-3

4.2. Tabel Pemasakan Buah

No.

Perubahan yang terjadi

Konsentrasi

0 ppm

300 ppm

600 ppm

900 ppm

1.

Warna

+++

+

+++

+++

2.

Rasa

++

++

+

+

3.

Tekstur

++

+++

+

++

Interpretasi

+= Perubahan Buah Cukup Baik

++= Perubahan Buah Baik

++= Perubahan Buah Baik Sekali

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa buah pisang yang telah direndam larutan ethrel (etilen) pada konsentrasi 0 ppm, 300 ppm, 600 ppm, dan 900 ppm menentukan tingkat kematangan yang berbeda. Peningkatan konsentrasi etilen akan mempercepat tingkat pemasakannya. Dilihat pada tabel hasil, menunjukkan bahwa kontrol (0 ppm) mempunyai warna, rasa dan tekstur yang baik. Sedangkan untuk konsentrasi 300 ppm menunjukkan hasil terbaik pada tekstur dan rasa, namun untuk warna konsentrasi 600 ppm dan 900 ppm menunjukkan hasil yang lebih baik. Pisang kontrol (0 ppm) membutuhkan waktu pematangan 3 hari, pisang dengan konsentrasi 300 ppm membutuhkan waktu pematangan 7 hari, pisang dengan konsentrasi 600 ppm matang dalam 3 hari sedangkan pisang dengan konsentrasi 900 membutuhkan waktu 4 hari. Pemberian konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada lingkar kritis, akan mempercepat respirasi pada buah-buahan klimaterik. Kenaikan laju respirasi akan mempercepat proses pemasakan buah pisang (Kusumo, 1990).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Etilen dalam keadaan normal berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Etilen di alam akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik (Abidin, 1982).

Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada buah. Tanda kematangan pertama pada kebanyakan buah adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik, klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis (Fantastico, 1986).

Perubahan kualitatif pada buah yang masak antara lain pelunakan daging, hidrolisis komponen cadangan makanan dan struktur selulosa, penurunan komponen fenolik, perubahan komposisi pigmen dan perubahan kecepatan respirasi. Pelunakan buah terjadi melalui hidrolisis pektin oleh pektin metilesterase. Metilasi gugus hidroksil dari asam poligalakturonik yang merupakan residu pektin mencegah terjadinya ikatan silang. Hidrolisis selulosa dapat menguraikan dinding sel selama proses pelunakan. Hidrolisis cadangan karbohidrat, lemak, dan protein menghasilkan gula terlarut yang menyebabkan buah berasa manis (Ting, 1982).

Hormon etilen diperlukan dalam pematangan buah. Batas konsentrasi etilen yang biasa digunakan yaitu 30 cc/liter air. Kelebihan hormon etilen dapat menyebabkan berakhirnya masa dorman, pembentukan akar adventif, merangsang absisi buah dan daun, merangsang induksi sel kelamin betina pada bunga. Sedangkan kekurangan hormon etilen dapat menyebabkan munculnya pengaruh yang berlawanan dengan auksin dan mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, batang, daun dan bunga (Andre, 2012).

Ciri buah pisang yang baik selama proses pemasakan buah menurut Noor (2007), antara lain tekstur lunak, aroma tercium kuat, rasa manis, warna kuning, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa dari pektin dan selulosa. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada.

Faktor yang mempengaruhi aktivitas etilen menurut Abidin (1989) yaitu :

1. Suhu

Aktivitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang penyimpan buah. Contoh pada buah apel yang disimpen pada suhu 30C, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang nyata baik pada proses pematangan maupun respirasinya. Suhu tinggi ( >35oC) menyebabkan tidak terjadi pembentukan etilen. Suhu optimum pembentukan etilen (tomat,apel) 32oC sedangkan untuk buah-buahan lain lebih rendah.

2. Luka Mekanis dan Infeksi

Pembentukan etilen dapat dirangsang adanya kerusakan mekanis dan infeksi, misalnya memarnya buah karena jatuh dan lecet selama pengangkutan buah, sehingga etilen akan berpusat pada bagian tersebut.

3. Sinar Radioaktif

Penggunaan sinar radioaktif dapat merangsang pembentukan etilen.Contoh pada buah yang disinari sinar gamma sebesar 600 krad dapat mempercepat pembentukan etilen, apanila diberikan pada saat pra klimaterik.Akan tetapi apabila pada saat klimaterik penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen.

4. Adanya CO2 dan O2

Bila O2 diturunkan dan CO2 dinaikan maka proses pematangan terhambat. Apabila keadaan anaerob tidak terjadi pembentukan etilen.

5. Interaksi dengan Hormon Auksin

Apabila konsentrasi auksin meningkat maka etilen pun meningkat.

6. Tingkat Pematangan

Mekanisme pematangan buah oleh etilen diawali dengan sintesis protein pada tingkat pematangan yang normal. Protein disintesis secepatnya dalam proses pematangan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Etilen merupakan senyawa yang menyebabkan kemasakan buah yang meliputi perubahan warna, rasa dan tekstur.

2. Pemberian konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada lingkar kritis, akan mempercepat respirasi pada buah-buahan klimaterik. Kenaikan laju respirasi akan mempercepat proses pemasakan buah pisang.

B. Saran

Saran untuk praktikum ini adalah buah yang digunakan perlu inovasi, bisa menggunakan buah manga atau yang lainnya, untuk menambah pemahaman praktikan terhadap ethrel mungkin perlu juga digunakan ethrel dalam bentuk padat, gas maupun cair.

DAFTAR REFERENSI

Abidin, Z. 1989. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa: Bandung.

Ahmadi., N.R, Mangunwidjaja., D, Suparno., O dan Iswanti., D. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap Aktivitas Larvasida dan Sifat FisikoKimia Minyak Kamandrah (Croton Tiglium L.). Jurnal Litri, 17(4), pp.163- 168.

Anderson J. W dan Beardall. 1991. Molecular Activities of Plant Cell An Introduction to Plant Biochemistry. Oxford : Blackwell Scientific Publication.

Andre, Veliarry. 2012. Kelebihan dan Kekurangan Hormon pada Tanaman. Grammedia. Jakarta.

Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Hanum, F., M. A. Turigun dan I. M. D. Kaban. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia. USU: pp. 49-53.

Julianti, Eka. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). Jurnal Hortikultura Indonesia, 2(1), pp.14-20.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna, Bogor.

Murtadha, A., Elisa J., Ismed S. 2012. Pengaruh Jenis Pemacu Pematangan Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa paradisiaca L.). J.Rekayasa Pangan dan Pert, 1(1), pp.47-56.

Noor, Z. 2007. Perilaku Selulase Buah Pisang Dalam Penyimpanan Udara Termodifikasi. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta.

Roiyana M, Izzati M, Prihatstanti E. 2012. Potensi Dan Efisiensi Senyawa Hidrokoloid Nabati Sebagai Bahan Penunda Pematangan Buah. Fakultas Sains dan Matematika. Semarang. Universitas Diponegoro

Rumahlewang, W. dan H. R. D. Amanupunyo. 2012. Patogenesitas Collectricum musae Penyebab penyakit Antraknosa Pada Beberapa Varietas Buah Pisang. Jurnal Agrologia, 1(1), pp. 76-81.

Symons, G.M., Chua, Y.J., Ross, J.J., Quittenden, L.J., Davies, N.W., Reid, J.B. Hormonal Changes During Non-Climacteric Ripening In Strawberry. Journal of Experimental Botany, 63(2), pp. 695709

Ting, I.P. 1982. Plant Physiology. Addison Wesley Publishing Company Inc., London.

Winarno, F.G. dan Moehammad, A. 1979. Fisiologi Lepas