untuk memenuhi tugas uts (ujian tengah semester)
TRANSCRIPT
Tugas UTS
Pembelajaran Biologi Berbasis
Komputer dan Internet
Diajukan untuk memenuhi Tugas UTS (Ujian Tengah Semester)
Mata Kuliah : Pembelajaran Biologi Berbasis Komputer dan
Internet
Dosen Pengampu : Ipin Aripin, M.Pd
Disusun oleh
Khulailatur Roihah
14111610027
Biologi- B / VII
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
Soal No 1
A.
(DESAIN PEMBELAJARAN MODEL ADDIE)
B. Pembahasan
Model ADDIE adalah salah satu model desain sistem
pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar
sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah
dipelajari. Model ini terdiri dari lima fase atau
tahap utama, yaitu:
1. Analysis / Analisis
2. Design / Desain
3. Development / Pengembangan
4. Implementation / Implementasi
5. Evaluation / Evaluasi
1. Analisis
Analisis merupakan langkah pertama dari model desain
sistem pembelajaran ADDIE.
Langkah analisis melalui dua tahap yaitu :
a. Analisis Kinerja
Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan
mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi
memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program
pembelajaran atau perbaikan manajemen.
Contoh:
a. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan menyebabkan
rendahnya kinerja individu dalam organisasi atau
perusahaan, hal ini diperlukan solusi berupa
penyelenggaraan program pembelajaran.
b. Rendahnya motivasi berprestasi, kejenuhan, atau
kebosanan dalam bekerja memerlukan solusi
perbaikan kualitas manajemen.Misalnya pemberian
insentif terhadap prestasi kerja, rotasi dan
promosi, serta penyediaan fasilitas kerja yang
memadai.
b. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan langkah yang
diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau
kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk
meningkatkan kinerja atau prestasi belajar.
Hal ini dapat dilakukan apabila program
pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah
pembelajaran yang sedang dihadapi.
Pada saat seorang perancang program pembelajaran
melakukan tahap analisis, ada dua pertanyaan kunci
yang yang harus dicari jawabannya, yaitu :
a) Apakah tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan, dibutuhkan oleh siswa?
b) Apakah tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan, dapat dicapai oleh siswa?
Jika hasil analisis data yang telah dikumpulkan
mengarah kepada pembelajaran sebagai solusi untuk
mengatasi masalah pembelajaran yang sedang dihadapi,
selanjutnya perancang program pembelajaran melakukan
analisis kebutuhan dengan cara menjawab beberapa
pertanyaan lagi.
Pertanyaannya sebagai berikut :
a. Bagaimana karakteristik siswa yang akan
mengikuti program pembelajaran? (learner
analysis )
b. Pengetahuan dan ketrampilan seperti apa yang
telah dimiliki oleh siswa?(pre-requisite skills)
c. Kemampuan atau kompetensi apa yang perlu
dimiliki oleh siswa? (task atau goal analysis)
d. Apa indikator atau kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan bahwa siswa telah
mencapai kompetensi yang telah ditentukan setelah
melakukan pembelajaran? (evaluation and
assessment)
e. Kondisi seperti apa yang diperlukan oleh
siswa agar dapat memperlihatkan kompetensi yang
telah dipelajari? (setting or condition analysis)
2. Desain
Desain merupakan langkah kedua dari model desain
sistem pembelajaran ADDIE. Langkah ini merupakan:
a. Inti dari langkah analisis krn mempelajari
masalah kemudian menemukan alternatif solusinya
yang berhasil diidentifikasi melalui langkah
analisis kebutuhan.
b. Langkah penting yang perlu dilakukan untuk,
menentukan pengalaman belajar yang perlu dimilki
oleh siswa selama mengikuti aktivitas
pembelajaran.
c. Langkah yang harus mampu menjawab pertanyaan,
apakah program pembelajaran dapat mengatasi
masalah kesenjangan kemampuan siswa? Kesenjangan
kemampuan disini adalah perbedaan kemampuan yang
dimilki siswa dengan kemampuan yang seharusnya
dimiliki siswa.
Contoh pernyataan kesenjangan kemampuan:
a. Siswa tidak mampu mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan setelah mengikuti proses
pembelajaran.
b. Siswa hanya mampu mencapai tingkat kompetensi 60%
dari standar kompetensi yang telah digariskan.
Pada saat melakukan langkah ini perlu dibuat
pertanyaan-pertanyaan kunci diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Kemampuan dan kompetensi khusus apa yang harus
dimilki oleh siswa setelah menyelesaikan program
pembelajaran?
b. Indikator apa yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam mengikuti program
pembelajaran.
c. Peralatan atau kondisi bagaimana yang diperlukan
oleh siswa agar dapat melakukan unjuk kompetensi –
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - setelah
mengikuti program pembelajaran?
d. Bahan ajar dan kegiatan seperti apa yang dapat
digunakan dalam mendukung program pembelajaran?
3. Pengembangan
Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam
mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran
ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat,
membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain
mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media
serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk
digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi
program.
Dalam melakukan langkah pengembangan, ada dua
tujuan penting yang perlu dicapai. Antara lain
adalah :
a. Memproduksi, membeli, atau merevisi bahan
ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.
b. Memilih media atau kombinasi media terbaik
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Pada saat melakukan langkah pengembangan, seorang
perancang akan membuat pertanyaan-pertanyaan kunci
yang harus dicari jawabannya, Pertanyaan-
pertanyaannya antara lain :
a. Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli
untuk dapat digunakan dalam mencapai tujuan
pembelajaran?
b. Bahan ajar seperti apa yang harus disiapkan
untuk memenuhi kebutuhan siswa yang unik dan
spesifik?
c. Bahan ajar seperti apa yang harus dibeli dan
dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan siswa yang unik dan spesifik?
d. Bagaimana kombinasi media yang diperlukan
dalam menyelenggarakan program pembelajaran?
4. Implementasi
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran
merupakan langkah keempat dari model desain sistem
pembelajaran ADDIE.
Tujuan utama dari langkah ini antara lain :
a. Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau
kompetensi.
b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah / solusi untuk
mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi
oleh siswa.
c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran,
siswa perlu memilki kompetensi, pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap - yang diperlukan.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dicari
jawabannya oleh seorang perancang program
pembelajaran pada saat melakukan langkah
implementasi yaitu sebagai berikut :
d. Metode pembelajaran seperti apa yang paling efektif
utnuk digunakan dalam penyampaian bahan atau materi
pembelajaran?
e. Upaya atau strategi seperti apa yang dapat dilakukan
untuk menarik dan memelihara minat siswa agar tetap
mampu memusatkan perhatian terhadap penyampaian
materi atau substansi pembelajaran yang disampaikan?
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model
desain sistem pembelajaran ADDIE. Evaluasi adalah
sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai
terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap
program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui
beberapa hal, yaitu :
a. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran
secara keseluruhan.
b. Peningkatan kompetensi dalam diri siswa, yang
merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program
pembelajaran.
c. Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat
adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti
program pembelajaran.
Beberapa pertanyaan penting yang harus
dikemukakan perancang program pembelajaran dalam
melakukan langkah-langkah evaluasi, antara lain :
a. Apakah siswa menyukai program pembelajaran yang
mereka ikuti selama ini?
b. Seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh siswa
dalam mengikuti program pembelajaran?
c. Seberapa jauh siswa dapat belajar tentang materi
atau substansi pembelajaran?
d. Seberapa besar siswa mampu mengaplikasikan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah
dipelajari?
e. Seberapa besar kontribusi program pembelajaran
yang dilaksanakan terhadap prestasi belajar siswa?
Soal No 1
B.
(DESAIN PEMBELAJARAN MODEL ASSURE)
Model ASSURE merupakan suatu model yang
merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi
kelas. Menurut Heinich et al (2005) model ini terdiri
atas enam langkah kegiatan yaitu: Perencanaan
pembelajaran model ASSURE dikemukakan oleh Sharon E.
Maldino, Deborah L. Lowther dan James D. Russell dalam
bukunya edisi 9 yang berjudul Instructional Technology
& Media For Learning. Perencanaan pembelajaran model
ASSURE meliputi 6 tahapan sebagai berikut:
a. Analyze Learners
Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar.
Pembelajaran biasanya kita berlakukan kepada
sekelompok siswa atau mahasiswa yang mempunyai
karakteristik tertentu. Ada 3 karakteristik yang
sebaiknya diperhatikan pada diri pembelajar, yakni:
Karakteristik Umum Yang termasuk dalam karakteristik
umum adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan faktor sosial
ekonomi. Karakteristik umum ini dapat digunakan untuk
menuntun kita dalam memilih metode, strategi dan media
untuk pembelajaran. Sebagai contoh:
1) Jika pembelajar memiliki kemampuan membaca di bawah
standar, akan
lebih efektif jika media yang digunakan adalah bukan
dalam format tercetak
(nonprint media).
2) Jika pembelajar kurang tertarik terhadap materi yang
disajikan, diatasi
dengan menggunakan media yang memiliki tingkat
stimuli yang tinggi,
seperti: penggunaan animasi, video, permainan
simulasi, dll.
3) Pembelajar yang baru pertama kali melihat atau
mendapat konsep yang
disampaikan, lebih baik digunakan cara atau
pengalaman langsung
(realthing). Bila sebaliknya, menggunakan verbal atau
visual saja sudah
dianggap cukup.
4) Jika pembelajar heterogen, lebih aman bila
menggunakan media yang
dapat mengakomodir semua karakteristik pembelajar
seperti menggunakan
video, atau slide power point.
Spesifikasi Kemampuan Awal Berkenaan dengan
pengetahuan dan kemampuan yang sudah dimiliki
pembelajar sebelumnya. Informasi ini dapat kita
peroleh dengan memberikan entry test/entry behavior
kepada pembelajar sebelum kita melaksanakan
pembelajaran. Hasil dari entry test ini dapat
dijadikan acuan tentang hal-hal apa saja yang perlu
dan tidak perlu lagi disampaikan kepada pembelajar.
Gaya Belajar
Gaya belajar timbul dari kenyamanan yang kita
rasakan secara psikologis dan emosional saat
berinteraksi dengan lingkungan belajar, karena itu
gaya belajar siswa/mahasiswa ada yang cenderung dengan
audio, visual, atau kinestetik. Berkenaan gaya belajar
ini, kita sebaiknya menyesuaikan metode dan media
pembelajaran yang akan digunakan.
b. State Standards and Objectives
Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Standar diambil dari
Standar Kompetensi yang sudah ditetapkan. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah : Gunakan format ABCD :
A adalah audiens, siswa atau mahasiswa yang
menjadi peserta didik kita. Instruksi yang kita ajukan
harus fokus kepada apa yang harus dilakukan pembelajar
bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar, B
(behavior) - kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan
baru yang harus dimiliki pembelajar setelah melalui
proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C
(conditions) – kondisi pada saat performa pembelajar
sedang diukur, dan D adalah degree – yaitu kriteria
yang menjadi dasar pengukuran tingkat
keberhasilan pembelajar.
Mengklasifikasikan Tujuan
Tujuan pembelajaran yang akan kita lakukan
cenderung ke domain mana? Apakah kognitif, afektif,
psikomotor, atau interpersonal. Dengan memahami hal
itu kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan
lebih tepat, dan tentu saja akan menuntun penggunaan
metode, strategi dan media pembelajaran yang akan
digunakan.
Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam
menuntaskan atau memahami sebuah materi yang
diberikan/dipelajari. Individu yang tidak memiliki
kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan
belajar pasti memiliki waktu ketuntasan belajar
(mastery learning) yang berbeda. Kondisi ini dapat
menuntun kita merumuskan tujuan pembelajaran dan
pelaksanaannya dengan lebih tepat.
c. Select Strategies, Technology, Media, And Materials
Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran
yang efektif adalah memilih strategi, teknologi,
media dan materi pembelajaran yang sesuai. Strategi
pembelajaran harus dipilih apakah yang berpusat pada
siswa atau berpusat pada guru sekaligus menentukan
metode yang akan digunakan. Yang perlu digaris bawahi
dalam point ini adalah bahwa tidak ada satu metode
yang paling baik dari metode yang lain dan tidak ada
satu metode yang dapat menyenangkan/menjawab
kebutuhan pembelajar secara seimbang dan menyeluruh,
sehingga harus dipertimbangkan mensinergikan beberapa
metode. Memilih teknologi dan media yang akan
digunakan tidak harus diidentikkan dengan barang yang
mahal. Yang jelas sebelum memilih teknologi dan media
kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan
dan kekurangannya. Jangan sampai media yang kita
gunakan menjadi bumerang atau mempersulit kita dalam
pentransferan pengetahuan kepada pembelajar.
Ketika kita telah memilih strategi, teknologi
dan media yang akan digunakan, selanjutnya menentukan
materi pembelajaran yang akan digunakan. Langkah ini
melibatkan tiga pilihan: (1) memilih materi yang
sudah tersedia dan siap pakai, (2) mengubah/
modifikasi materi yang ada, atau (3) merancang materi
dengan desain baru. Bagaimanapun caranya kita
mengembangkan materi, yang terpenting materi tersebut
sesuai dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar.
d. Utilize Technology, Media and Materials
Tahap keempat adalah menggunakan teknologi,
media dan material. Pada tahap ini melibatkan
perencanaan peran kita sebagai guru/dosen dalam
menggunakan teknologi, media dan materi. Untuk
melakukan tahap ini ikuti proses “5P”, yaitu:
1) Pratinjau (previw), mengecek teknologi, media
dan bahan yang akan digunakan untuk pembelajaran
sesuai dengan tujuannya dan masih layak pakai atau
tidak.
2) Menyiapkan (prepare) teknologi, media dan materi
yang mendukung pembelajaran kita.
3) Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar
sehingga mendukung penggunaan teknologi, media dan
materi dalam proses pembelajaran.
4) Mempersiapkan (prepare) pembelajar sehingga
mereka siap belajar dan tentu saja akan diperoleh
hasil belajar yang maksimal.
5) Menyediakan (provide) pengalaman belajar
(terpusat pada pengajar atau pembelajar), sehingga
siswa memperoleh pengalaman belajar dengan
maksimal.
e. Require Learner Participation
Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi
pembelajar. Belajar tidak cukup hanya mengetahui,
tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta
mengevaluasi hal-hal yang dipelajari sebagai hasil
belajar. Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam
proses pembelajaran yang menggunakan teknologi, media
dan materi alangkah baiknya kalau ada sentuhan
psikologisnya, karena akan sangat menentukan proses
dan keberhasilan belajar. Psikologi belajar dalam
proses pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
1) Behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai
dari pengajar dapat menguatkan stimulus yang
ditampakkan pembelajar.
2) Kognitifis, karena informasi yang diterima
pembelajar dapat memperkaya skema mentalnya.
3) Konstruktivis, karena pengetahuan dan
ketrampilan yang diterima pembelajar akan lebih
berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka
mengalami langsung setiap aktivitas dalam proses
pembelajaran.
4) Sosial, karena feedback atau tanggapan yang
diberikan pengajar atau teman dalam proses
pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk
mengoreksi segala informasi yang telah diterima
dan juga sebagai support secara emosional.
f. Evaluate and Revise
Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi
perencanaan pembelajaran serta pelaksanaannya.
Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa
jauh teknologi, media dan materi yang kita
pilih/gunakan dapat mencapai tujuan yang telah kita
tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan
diperoleh kesimpulan: apakah teknologi, media dan
materi yang kita pilih sudah baik, atau harus
diperbaiki lagi.
Soal No 1
C.
(DESAIN PEMBELAJARAN MODEL KEMP)
Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Kemp
Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar
jika ditunjukkan dalam sebuah diagram. Secara
singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah
dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
a. Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan
tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya;
b. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa
pembelajaran tersebut didesain;
c. Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolak
ukur perilaku pelajar;
d. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat
mendukung tiap tujuan;
e. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk
menentukan latar belakang pelajar dan pemberian
level pengetahuan terhadap suatu topik;
f. Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber
pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan
strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan
mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan;
g. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana
penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-
fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk
melaksanakan rencana pembelajaran;
h. Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat
mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat
kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali
beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan
perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang
dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif .
Menurut Kemp, desain pembelajaran terdiri
dari banyak bagian dan fungsi yang saling
berhubungan dan mesti dikerjakan secara logis
agar mencapai apa yang diinginkan. Berorientasi
pada perancangan pembelajaran yang menyeluruh.
Sehingga guru sekolah dasar dan sekolah menengah,
dosen perguruan tinggi, pelatih di bidang
industry, serta ahli media yang akan bekerja
sebagai perancang pembelajaran.
Model Kemp adalah sebuah pendekatan yang
mengutamakan sebuah alur yang dijadikan pedoman
dalam penyusunan perencanaan program. Dimana alur
tersebut merupakan rangkaian yang sistematis yang
menghubungkan tujuan hingga tahap evaluasi.
Komponen-komponen dalam model pembelajaran Kemp
ini dapat berdiri sendiri, sehingga sewaktu-waktu
tiap komponennya dapat dilakukan revisi. Menurut
Miarso dan Soekamto
(http://ervindasabila.blogspot.com/p/v-
behaviorurldefaultvml-o.html), model pembelajaran
Kemp dapat digunakan di semua tingkat pendidikan,
mulai dari Sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Ada 4 unsur yang merupakan dasar dalam membuat
model Kemp:
1) Untuk siapa program itu dirancang? (ciri
pebelajar)
2) Apa yang harus dipelajari? (tujuan yang akan
dicapai)
3) Bagaimana isi bidang studi dapat dipelajari
dengan baik? (metode/strategi pembelajaran)
4) Bagaimana mengetahui bahwa proses belajar
telah berlangsung? (evaluasi)
Langkah-Langkah Model J.E. Kemp
Langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran
model Kemp, terdiri dari delapan langkah, yakni:[11]
1. Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau
kompetensi dasar, yaitu tujuan umum yang ingin
dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok
bahhasan.
2. Membuat analisis tentang karakteristik siswa.
Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui
apakah latar belakang pendidikan dan sosial budaya
siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta
langkah-langkah apa yang perlu diambil.
3. Menentukan tujuan instruksional secara spesifik,
operasional dan terukur (dalam KTSP adalah
indikator). Dengan demikian siswa akan tahu apa yang
harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa
ukurannya bahwa ia telah berhasil. Bagi guru,
rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes
kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi/bahan
belajar yang sesuai.
4. Menentukan materi/bahan ajar yang sesuai dengan
tujuan instruksional khusus (indikator) yang telah
dirumuskan. Masalah yang sering dihadapi guru-guru
adalah begitu banyaknya materi pelajaran yang harus
diajarkan dengan waktu yang terbatas. Demikian juga,
timbul kesulitan dalam mengorganisasikan
materi/bahan ajar yang akan disajikan kepada para
siswa. Dalam hal ini diperlukan ketepatan guru dalam
memilih dan memilah sumber belajar, materi, media,
dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan.
5. Menetapkan penjajagan atau tes awal (pressessment).
Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan awal siswa dalam memenuhi prasyarat
belajar yang dituntut untuk mengikuti program
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dengan
demikian, guru dapat memilih materi yang diperlukan
tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, sehingga
siswa tidak menjadi bosan.
6. Menetukan strategi belajar mengajar, media dan
sumber belajar. Kreteria umum untuk pemilihan
strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
instruksiomal khusus (indikator) tersebut, adalah
efisiensi, keefektifan, ekonomis, kepraktisan,
melalui suatu analisis alternatif.
7. Mengoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan,
meliputi biaya, fasilias, peralatan, waktu dan
tenaga.
8. Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk
mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara
keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat
evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan.
Semua komponen diatas saling berhubungan satu
dengan yang lainnya, bila adanya perubahan atau data
yang bertentangan pada salah satu komponen
mengakibatkan pengaruh pada komponen lainnya. Dalam
lingkungan model Kemp menunjukkan kemungkinan revisi
tiap komponen bila diperlukan. Revisi dilakukan
dengan data pada komponen sebelumnya. Berbeda dengan
pendekatan sistem dalam pembelajaran, perencanaan
desain pembelajaran ini bisa dimulai dari komponen
mana saja, jadi perencanaan desain boleh dimulai
dengan merencanakan pokok bahasan lebih dahulu, atau
mungkin dengan evaluasi. Komponen mana yang
didahulukan serta di prioritaskan yang dipilih
bergantung kepada data apa yang sudah siap,
tersedia, situasi, dan kondisi sekolah atau
bergantung pada pembuat perencanaan itu sendiri.
Soal No 1
D.
(DESAIN PEMBELAJARAN MODEL PECK & HANNAFIN)
Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Hannafin
dan Peck Model Hannafin dan Peck adalah model
desainp embelajaran yang terdiri dari pada tiga fase
yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, fase
pengembangan dan implementasi (Hannafin& Peck,
1988). Dalam model ini, penilaian dan pengulangan
perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini lebih
berorientasi produk, melalui tiga fase:
a. Fase pertama,
Adalah analisis kebutuhan dilakukan dengan
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam
mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah
di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran
yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang
diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan
keperluan media pembelajaran.
b. Fasa kedua
Adalah fase desain, informasi dari fase analisis
dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan
menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Fase
desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan
mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen
yang dihasilkan dalam fase ini adalah dokumen story
board yang mengikut urutan aktifitas pembelajaran
berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media
pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase
analisis keperluan.
c. Fase ketiga
Adalah fase pengembangan dan implementasi, terdiri
dari penghasilan diagram alur, pengujian, serta
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen
story board akan ijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan
media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media
yang dihasilkan seperti kesinambungan link,
penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini.
Model Hannafindan Peck (1988) menekankan proses
penilaian dan pengulangan harus mengikut sertakan
proses-proses pengujian dan penilaian media
pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara
berkesinambungan.
Hannafin dan Peck (1988) menyatakan fase desain
bertujuan untuk mengidentifikasikan dan
mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen
yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story
board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran
berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media
pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase
analisis keperluan. Seperti halnya pada fase
pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini
sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan
implementasi. Fase ketiga dari model Hannafin dan
Peck adalah fase pengembangan dan implementasi.
Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang
dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram
alur, pengujian, serta penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Dokumen story board akan
dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang
dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran.
Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan
seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian
dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses
penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam
proses pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media
yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (1988)
menekankan proses penilaian dan pengulangan harus
mengikutsertakan proses-proses pengujian dan
penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga
fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin
dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian
yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif.
Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan
sepanjang proses pengembangan media sedangkan
penilaian sumatif dilakukan setelah media telah
selesai dikembangkan.
Soal No 2
A. Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar
itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi
melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-
hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah
lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan
respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi
fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-
R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan
mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Berkaitan dengan teknologi informasi, komputer
merupakan media penyampaian pembelajaran yang
efektif. Pembelajaran melalui komputer merupakan
suatu usaha yang sistematik dan terencana sehingga
dapat mengatasi kelemahan-kelemahan pada pembelajaran
kelompok. Langkah-langkah pembelajaran yang
sistematik dapat membentuk siswa belajar dengan lebih
efektif dan efisien.
Jika dikaitkan dengan multimedia, multimedia
mengandung unsur komputer. multimedia memberikan
kesempatan untuk belajar tidak hanya dari satu sumber
belajar seperti guru, tetapi memberikan kesempatan
kepada subjek mengembangkan kognitif dengan lebih
baik, kreatif dan inovatif. Hal ini salah satunya
karena informasi disajikan dalam dua atau lebih
bentuk seperti dalam bentuk gambar dan kata-kata
(Mayer dan Moreno, 1998). Berhubung informasi
disajikan dalam berbagai bentuk, maka subjek dapat
memadukan berbagai informasi dari tampilan lisan dan
tulisan. Jadi subjek dapat memadukan informasi verbal
yang disajikan secara visual dan informasi verbal
yang disajikan secara audio.Newby (2000), menggambarkan proses pengembangan suatu
instructional media berbasis multimedia dilakukan dalam 4
tahapan dasar, yaitu : 1) planning, berkaitan dengan
perencanaan data media berdasarkan kurikulum dan tujuan
instructional, 2) instructional design, perencanaan
direlaisasikan dalam bentuk rancangan, 3) prototype, hasil
rancangan kemudian diwujudkan dalam bentuk purwarupa dan 4)
test, purwarupa yang dihasilkan kemudian diujicoba, ujicoba
dilakukan untuk menguji reliabilitas, validitas dan
objektifitas media.
Perencanaan
DesainInstruksional
Prorotype
Pengujian
Gambar 1. Tahapan Pengembangan
pembelajaran multimedia interaktif
Tahapan perencanaan terdiri atas:
- Penentuan tujuan pembelajaran
- Membuat profil pengguna
- Menentukan data
- Menentukan biaya dan waktu Tahapan desain
instruksional, terdiri atas:
- Perencanaan pembelajaran
- Desain peta pembelajaran
- Pengumpulan isi (content)
- Storyboard dan penulis
Tahapan prototype terdiri atas:
- User interface
- Navigasi
- Pertemuan 1, 2, 3 dan seterusnya
Implementasi Multimedia Instructional Design
Implementasi pengajaran berbasis multimedia, harus
didukung oleh berbagai faktor (Prata dan Lopes, 2005 :
38), yang akan menjadikan content multimedia yang telah
dikembangkan akan dapat dimanfaatkan oleh seluruh peserta
didik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat akan
mengimplementasikan teknologi ini dalam pengajaran antara
lain :
1. Cara belajar audiens
2. Karakteristik dan budaya personal dari populasi yang
akan dijadikan target.
3. Karakteristik spesifik dari setiap komponen
multimnedia yang digunakan.
4. Kelebihan dan kelemahan dari tiap-tiap komponen
(video, audio, animasi, grafis dan lain-lain)
5. Karakteristik spesifik yang tidak bisa dipisahkan
dari tiap-tiap materi yang disajikan (perlakuan yang
berbeda antar mata kuliah).
6. Kebutuhan untuk mengakomodasiberbagai model (styles)
yang berbeda dalam belajar.
7. Pentingnya interaktivitas dan partisipasi aktif dari
pengguna.
8. Kebutuhan akan tersedianya suatu virtual environment
(lingkungan belajar virtual) seperti web-based application
yang menunjang.
9. Proses belajar adalah suatu sautu kontinuitas utuh,
bukan sporadik dan kejadian terpisah-pisah (disconnected
events).
Untuk merealisasikan berbagai faktor tersebut,
maka perlu dilakukan pada saat perancangan sistem
pengajaran berbasis multimedia, beberapa tahapan
analisis, terutama adalah analisis terhadap Front-end
analysis yang menurut Owens dan Lee (2004) adalah: 1)
analisis audiens, 2) analisis teknologi, 3) analisis
situasi, 4) analisis gugus tugas, 5) analisis insiden
kritis, 6) analisis tujuan, 7) analisis masalah, 8)
analisis Media, 9) Perluasan analisis data, 10)
analisis biaya
Beberapa tahapan dalam merancang sebuah struktur
isi dari suatu sistem pembelajaran berbasis
multimedia interaktif sebagaimana diungkapkan oleh
Lee, William, W. dan Owens, Diana, L. (2004) dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Proses Perancangan Multimedia
LangkahPeran desaininstruksional
1. Analisis : Diagnostik
Konteks vs Konten
(melibatkan seluruh sumberdaya tim)
a. Kurikulumb. Kontenc. Tujuan performansid. TujuanPembelajaran
e. Lingkungan
2. Seleksi Teknologi Konsultasi3. Strategi Strategi
pengembangan dan (mengharuskan
prosesperan aktif dari tim)
4. Desain/Pembangunan Desain dan/Uji coba Pengembangan
(peran dan utama)
Jadi pembelajaran Behavioristik dikaitkan dengan
pembelajaran berbasis multimedia adalah pembelajaran
yang menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak,
baik yang internal maupun eksternal yang menjadi
penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat
atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans.
Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Dan
pembelajaran tersebut selalu diaplikasikan dan
diterapkan dengan multimedia, baik multimedia berupa
web, video, audio animasi dan lainnya, sehingga
pembelajaran konstruktivisme dikaitkan dengan
multimedia dapat menarik perhatian siswa dalam proses
pembelajaran, seperti kita ketahui sebagian besar
siswa lebih tertarik dengan pembelajaran yang
diterapkan dengan penggunaan multimedia. Terutama
kita sebagai guru Biologi, maka dalam proses
pembelajaran biologi dapat diterapkan dengan
pembelajaran behavioristik berbasis web dan
multimedia.
Soal No 2
B. Teori Sibernetik (Pemrosesan Informasi)
Teori belajar sibernetik merupakan
perkembangan dari teori belajar kognitif, yang
menekankan peristiwa belajar sebagai proses
internal yang tidak dapat diamati secara
langsung dan terjadinya perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu. Hakekat manajemen
pembelajaran berdasarkan teori belajar
sibernetik adalah usaha guru untuk membantu
siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif
dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi
siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami
stimulus dari luar melalui proses pengolahan
informasi. Tinjauan aspek ontologi menjelaskan
daya ingatan individu terdiri dari struktur
informasi yang terorganisasi dan proses
penelusuran bergerak secara hirarkhis dari
informasi yang paling umum dan inklusif ke
informasi yang paling rinci sampai informasi
yang diinginkan diperoleh. Tinjauan aspek
epistemologi menjelaskan cara belajar sangat
ditentukan oleh system informasi. Komponen
pemrosesan informasi berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas, bentuk informasi dan proses
terjadinya lupa dijelaskan melalui 3 komponen:
Sensory memory atau sensory register ( SM/SR), Short
Term Memory (STM), Long Term Memory (LTM). Tinjauan
aspek aksiologi dijelaskan pengelolaan
pembelajaran menuntut pembelajaran untuk
diorganisir dengan baik yang memperhatikan
kondisi internal dan eksternal. Sebab memori
kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas.
Untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa
pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan
pembelajaran.
Tinjauan Ontologi Manajemen Pembelajaran Berbasis
Teori Sibernetik
Sebagaimana dikemukakan pada bagian pendahuluan,
manajemen pendidikan yang dimaksud pada kajian ini
adalah manajemen tingkat kelas, yang dilaksanakan oleh
guru di dalam mengelola pembelajaran di kelas. Fungsi
manajemen pembelajaran di kelas meliputi tahap
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan
dan penilaian pembelajaran. Dari keseluruhan fungsi
manajemen pembelajaran tersebut secara khusus
menempatkan aktivitas pembelajaran sebagai penerapan
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori
belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu
siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan
cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama
unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui
proses pengolahan informasi. Proses pengolahan
informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang
mengutamakan berfungsinya memory. Dari proses
pengolahan informasi ini akan menentukan perubahan
perilaku atau hasil belajar siswa. Pendekatan teori
sibernetik yang berorientasi pada pemrosesan informasi
ini dikembangkan oleh Gagne ,Berliner, Biehler dan
Snowman, Baine serta Tennyson. Teori belajar sibernetik
sebenarnya merupakan perkembangan dari teori belajar
kognitif, yang menekankan peristiwa belajar sebagai
proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung dan terjadinya perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu.
Model proses pengolahan informasi memandang memori
manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam
bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan
kembali informasi pada saat dibutuhkan. Dengan demikian
kegiatan memproses informasi meliputi: (a) mengumpulkan
dan menghadirkan informasi (encoding), (b) menyimpan
informasi (storage), (c) mendapatkan informasi dan
menggali informasi kembali dari ingatan pada saat
dibutuhkan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur
informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran
bergerak secara hirarkhis dari informasi yang paling
umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan
rinci sampai informasi yang diinginkan diperoleh.
Tinjauan Epistemologis Manajemen Pembelajaran Berbasis
Teori Belajar Sibernetik
Bagaimana proses pengolahan informasi terjadi?
Berikut disajikan skema mengenai model memproses
informasi (information processing model) yang diadaptasi dari
Woolfolk (1995 dalam Baharuddin, 2007: 100) adalah
sebagai berikut:
Pada teori sibernetik, cara belajar sangat
ditentukan oleh system informasi. Oleh sebab itu tidak
ada satu pun proses belajar yang ideal untuk segala
situasi, dan cocok untuk semua peserta didik. Komponen
pemrosesan informasi berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi dan proses terjadinya lupa
dijelaskan melalui 3 komponen berikut, yaitu:
Sensory memory atau sensory register ( SM/SR).
Sensory memory atau sensory register ( SM/SR) merupakan
komponen pertama dalam sistem memori. Sensory memory
menerima informasi atau stimuli dari lingkungan
(seperti sinar, suara, bau, panas, warna dan lain-lain)
terus-menerus melalui alat-alat penerima (receptors).
Receptors biasanya disebut seagai alat-alat indera,
merupakan sebuah mekanisme tubuh untuk melihat,
mendengar, merasakan, membau, meraba dan perasaan
(feeling). Informasi yang diterima disimpan dalam sensory
memory untuk beberapa saat saja, kurang lebih dua
detik. Keberadaan sensory memory memiliki dua implikasi
dalam proses belajar siswa. Pertama, siswa harus
memberikan perhatian pada informasi yang ingin
diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan atau mengambil
informasi harus dalam keadaan sadar. Contoh, seorang
siswa diberi informasi yang sangat banyak pada suatu
waktu, tanpa diberi tahu informasi mana yang penting
untuk diperhatikan, maka kemungkinan akan kesulitan
untuk mengingat dan mempelajari semua informasi.
Setelah stimuli atau informasi diterima sensory
memory (sensory register), otak mulai bekerja untuk memberi
makna informasi tersebut, yang disebut sebagai
persepsi. Persepsi manusia terhadap informasi yang
diterimanya berdasarkan realita objek yang ditangkap
dan pengetahuan yang telah dimiliki. Persepsi terhadap
stimuli bisa saja tidak asli karena proses persepsi
dipengaruhi oleh kondisi mental, pengalaman sebelumnya,
pengetahuan, motivasi dan faktor lain. Menurut Anderson
(Baharuddin, 2007: 102) perhatian (attention) mempunyai
peran penting terhadap stimuli yang ditangkap oleh
sensory memory, akan tetapi perhatian (attention) manusia
sangat terbatas dan manusia hanya dapat memberikan
perhatian pada stimuli yang dibutuhkan pada saat yang
sama.
Short Term Memory (STM)
Short Term Memory (STM), adalah bagian dari memori
manusia komponen kedua yang menyimpan informasi menjadi
pikiran-pikiran. Informasi yang diterima oleh seseorang
dan mendapatkan perhatian selanjutnya dikirim ke dalam
sistem memori Short Term Memory (STM). Informasi yang
masuk dalam Short Term Memory (STM) berasal dari sensory
memory dan mungkin dapat pula dari komponen dasar
ketiga sistem memori, yaitu dari Long Term Memory (LTM).
Keduanya seringkali terjadi bersamaan.
Salah satu cara untuk menjaga ingatan terhadap
informasi dalam Short Term Memory (STM) adalah mengulang
dengan latihan (rehearsal). Oleh karena itu, latihan sangat
penting dalam proses belajar. Tanpa diulang dan
dilatihkan informasi akan hilang, apalagi jika
mendapatkan informasi lain yang baru dan lebih kuat.
Kapasitas Short Term Memory (STM) sangat terbatas, kira-
kira 5-9 bits infomasi yang dapat disimpan pada saat
yang sama, oleh karena itu manusia hanya dapat
membedakan 5-9 informasi pada saat bersamaan. Misalnya
kita kesulitan mengingat nomor telepon lebih 9 digit
tanpa mengulang-ulang menggunakan nomor tersebut.
Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) merupakan bagian dari sistem
memori manusia yang menyimpan informasi untuk sebuah
periode yang cukup lama. Long Term Memory (LTM)
diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan
sangat lama untuk menyimpan informasi, namun hanya
sedikit saja yang diaktifkan. Sebab hanya informasi
yang ada dan sedang dipikirkan yang dikerjakan oleh
ingatan atau memori. Informasi yang diperoleh dalam
jaringan kerja ini melalui spread of actiation, yaitu
pencarian kembali informasi berdasarkan keterangannya
dengan informasi-informasi yang lain. Informasi yang
tersimpan dalam LTM tidak akan pernah terhapus atau
hilang. Persoalan lupa pada tahap ini disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi
yang diperlukan.
Dengan demikian cara berpikir seseorang tergantung
pada: (a) keterampilan apa yang telah dipunyainya, (b)
keterampilan serta hierarkhi apa yang diperlukan untuk
mempelajari suatu tugas. Dalam proses belajar terdapat
dua fenomena, yaitu: (a) keterampilan intelektual yang
meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, serta
latihan yang diperoleh individu, (b) belajar akan lebih
cepat apabila strategi kognitif dapat dipakai dalam
memecahkan masalah secara lebih efisien.
Tinjauan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis
Teori Sibernetik
Kajian tentang hakekat teori belajar sibernetik
yang diuraikan pada bagian ontologi dan epistemologi di
atas, berimplikasi pada aplikasi pengelolaan
pembelajaran yang dikelola guru agar dapat mencapai
tujuan belajar secara efektif. Woolfolk (1995 dalam
Baharuddin, 2007: 108) memberikan alternatif bagaimana
tindakan pendidik untuk mengelola pembelajaran yang
baik, yakni dengan menempatkan peran penting elaborasi
(elaboration), organisasi (organization) dan konteks (context)
untuk mengintegrasikan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sudah ada dalam memori.
Elaborasi merupakan cara penambahan makna baru
terhadap informasi baru dengan cara menghubungkan
dengan pengetahuan yang sudah ada atau yang sudah
dimiliki. Dengan demikian elaborasi ini digunakan untuk
membangun sebuah pemahaman terhadap informasi baru atau
mungkin proses mengubah pengetahuan yang sudah ada.
Elaborasi sebagai sebuah bentuk pengulangan, yang dapat
menjaga keaktifan kerja memori jangka panjang, sehingga
cukup memungkinkan untuk penyimpanan permanen dalam
Long Term Memory (LTM).
Organisasi adalah elemen kedua dari proses
belajar. Informasi yang terorganisir dengan baik akan
lebih mudah dipelajari dan diingat. Mempelajari sebuah
konsep akan lebih mudah dan diingat bila disusun dengan
baik, misalnya dalam bentuk tabel, diagram dan
sebagainya.
Konteks adalah elemen ketiga dari proses yang
mempengaruhi peristiwa belajar. Aspek fisik dan emosi
(ruangan, emosi yang dirasakan pada saat belajar) akan
diproses dengan informasi yang dipelajari saat itu.
Sebuah informasi akan mudah dipelajari dan diingat bila
konteks yang melatarbelakangi informasi tersebut sama
dengan konteks informasi yang sudah ada. Oleh karena
itu, siswa akan lebih senang belajar di ruang kelasnya
sendiri yang sudah biasa ditempati dari pada belajar di
ruang lain yang baru.
Menurut Gagne dan Briggs memori kerja manusia
mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu
untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa
pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan
pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat
alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu,
yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal.
Sehubungan hal tersebut maka pengelolaan pembelajaran
dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran
untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan
kondisi internal dan eksternal.
Berkaitan dengan teknologi informasi, komputer
merupakan media penyampaian pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran melalui komputer merupakan suatu usaha
yang sistematik dan terencana sehingga dapat mengatasi
kelemahan-kelemahan pada pembelajaran kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran yang sistematik dapat
membentuk siswa belajar dengan lebih efektif dan
efisien.
Multimedia mengandung unsur komputer. Multimedia
memberikan kesempatan untuk belajar tidak hanya dari
satu sumber belajar seperti guru, tetapi memberikan
kesempatan kepada subjek mengembangkan kognitif dengan
lebih baik, kreatif dan inovatif. Hal ini salah satunya
karena informasi disajikan dalam dua atau lebih bentuk
seperti dalam bentuk gambar dan kata-kata (Mayer dan
Moreno, 1998). Berhubung informasi disajikan dalam
berbagai bentuk, maka subjek dapat memadukan berbagai
informasi dari tampilan lisan dan tulisan. Jadi subjek
dapat memadukan informasi verbal yang disajikan secara
visual dan informasi verbal yang disajikan secara
audio.
Jadi pembelajaran teori belajar sibernetik
merupakan perkembangan dari teori belajar kognitif,
yang menekankan peristiwa belajar sebagai proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan
terjadinya perubahan kemampuan yang terikat pada
situasi tertentu. Hakekat manajemen pembelajaran
berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru
untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara
efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi
siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus
dari luar melalui proses pengolahan informasi.
Dan pembelajaran tersebut selalu diaplikasikan
dan diterapkan dengan multimedia, baik multimedia
berupa web, video, audio animasi dan lainnya,
sehingga pembelajaran sibernetik dikaitkan dengan
multimedia dapat menarik perhatian siswa dalam
proses pembelajaran, seperti kita ketahui sebagian
besar siswa lebih tertarik dengan pembelajaran yang
diterapkan dengan penggunaan multimedia. Terutama
kita sebagai guru Biologi, maka dalam proses
pembelajaran biologi dapat diterapkan dengan
pembelajaran konstruktivisme berbasis web dan
multimedia.
Soal no 2
C. Classical Conditioning
Teori Belajar Classical Conditioning adalah model
pembelajaran yang menggunakan stimulus untuk
membangkitkan rangsangan secara alamiah melalui stimulus
lain. Adapun penelitiannya yang khas dalam teori belajar
Classical Conditioning adalah anjing dioperasiakan
kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan
si peneliti untuk mengukur dengan teliti air liur yang
keluar sebagai respons (reaksi) apabila ada perangsang
makanan ke mulutnya.
Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka
ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai
kemulutnya, yaitu:
1. Pada waktu melihat piring makanannya.
2. Pada waktu melihat orang yang biasa memberikan makanan.
3. Pada waktu mendengar langkah orang yang biasa
memberikan makanan itu.
Pada dasarnya Teori belajar Classical Conditioning
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan
cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks
baru. Dari hasil percobaan dengan anjing Pavlop
menghasilkan dua hukum belajar yaitu:
1. Low of Respondent Conditioning yaitu hukum pembiasaan
yang dituntut. Jika dua macam stimulus di hadirkan
secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Low of Respondent Extinction yaitu hukum pemusnahan
yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan menurun.
Jadi jika kita kaitkan pembelajaran classical
counditioning dengan pembelajaran berbasis multimedia
diaplikasikan dengan multimedia, baik multimedia berupa
web, video, audio animasi dan lainnya, sehingga
pembelajaran classical counditioning dikaitkan dengan
multimedia dapat menarik perhatian siswa dalam proses
pembelajaran, seperti kita ketahui sebagian besar siswa
lebih tertarik dengan pembelajaran yang diterapkan
dengan penggunaan multimedia. Terutama kita sebagai guru
Biologi, maka dalam proses pembelajaran biologi dapat