uts komnet nurlaela ayu

26
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) JAWABAN UTS NO. 1 & 2 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS Mata Kuliah: Pembelajaran Biologi Berbasis Komputer dan Internet Dosen Pengampu: Ipin Aripin, M. Pd. Disusun Oleh: Nama: Nurlaela Ayu NIM: 14111620085 Kelas/SMT: T. BIOLOGI C / VI

Upload: independent

Post on 20-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

JAWABAN UTS NO. 1 & 2

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS

Mata Kuliah: Pembelajaran Biologi Berbasis Komputer dan

Internet

Dosen Pengampu: Ipin Aripin, M. Pd.

Disusun Oleh:

Nama: Nurlaela Ayu

NIM: 14111620085

Kelas/SMT: T. BIOLOGI C / VI

KEMENTERIAN AGAMA ISLAM REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2014

1. Jelaskan bagaimana desain pembelajaran menurut model:

a. ADDIE

b. ASSURE

c. Kemp

d. Pick & Hanafin

Jawaban

a. Desain Pembelajaran ADDIE

Model ini, sesuai dengan namanya, terdiri dari

lima fase atau tahap utama, yaitu (A) analysis, (D)

desain, (D) development, (I) irnplementaion, dan (E )

evoaluation.

1. Analisis

Tahap analisis merupakan suatu proses

mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh

peserta didik, yaitu melakukan needs assessment

(analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah

(kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task

analysis). Oleh karena itu, output yang akan

dihasilkan adalah berupa karakteristik atau

profil calon peserta didik, identifikasi

kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis

tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

Langkah anasis terdiri atas dua tahap, yaitu

analisis kinerja atau performance analysis dan

analisis kebutuhan atau need analysis. Tahap pertama

yaitu analisis kinerja dilakukan untuk mengetahui

dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang

dihadapi memerlukan solusi berupa Penyelenggaraan

program pembelajaran atau perbaikan manajemen.

Pada tahap kedua, yaitu analisis kebutuhan,

merupakan langkah yang diperlukan untuk

menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi

yang perlu dipelajari oleh siswa untuk

meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal

ini dapat dilakukan apabila program pembelajaran

dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran

yang sedang dihadapi.

2. Desain

Tahap ini dikenal juga dengan istilah

membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka

sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print)

di atas kertas harus ada terlebih dahulu. Pada

tahap desain ini diperlukan: pertama merumuskan

tujuan pembelajaran yang SMART (spesific, measurable,

applicable, realistic, dan Times ). Selanjutnya menyusun

tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang

telah dirumuskan tadi. Kemudian menentukan

strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti

apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini

ada banyak pilihan kombinasi metode dan media

yang dapat dipilih dan tentukan yang paling

relevan. Di samping itu, perlu dipertimbangkan

pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber

belajar yang relevan, lingkungan belajar yang

seperti apa seharusnya, dan lainlain. Semua itu

tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang

jelas dan rinci.

Pada langkah desain, pusat perhatian perlu

difokuskan pada upaya untuk menyelidiki masalah

pembelajaran yang sedang dihadapi. Hal ini

nrerupakan inti dari langkah analisis, yaitu

mempelajari masalah dan menemukan alternatif

solusi yang akan ditempuh untuk dapat mengatasi

masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi

melalui langkah analisis kebutuhan.

Langkah penting yang perlu dilakukan dalam

desain adalah menentukan pengalaman belajar atau

learning experience yang perlu dimiliki oleh siswa

selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Langkah

desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah

program pembelajaran yang didesain dapat

digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan

performa (performance gap) yang terjadi pada diri

siswa. Kesenjangan kemampuan yang dimaksud dalam

hal ini adalah perbedaan yang dapat diamati

(observable) antara kemampuan yang telah dimiliki

dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh

siswa. Dengan kata lain, kesenjangan

menggambarkan perbedaan antara kemampuan yang

dimiliki dengan kemampuan yang ideal.

3. Pengembangan

Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-

print atau desain yang dibuat menjadi kenyataan.

Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu

software berupa multimedia pembelajaran, maka

multimedia tersebut harus dikembangkan, misal

diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu

dikembangkan. Begitu pula halnya dengan

lingkungan belajar lain yang akan mendukung

proses pembelajaran semuanya harus disiapkan

dalam tahap ini.

Satu langkah penting dalam tahap

pengembangan adalah uji coba sebelum

diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang

merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE,

yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif,

karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki

system pembelajaran yang sedang dikembangkan.

Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat,

membeli, dan memodifikasi bahan ajar atau learning

materials untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

telah ditentukan.

4. Implementasi

Implementasi adalah langkah nyata untuk

menerapkan system pembelajaran yang dibuat.

Artinya, pada tahap ini semua yang telah

dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan peran

atau fungsinya agar bisa diimplementasikan.

Misal, jika memerlukan software tertentu maka

software tersebut harus sudah diinstall. Jika

penataan lingkungan harus tertentu, maka

lingkungan atau setting tertentu tersebut juga

harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai

skenario atau desain awal.

Langkah implementasi sering diasosiasikan

dengan penyelenggaraan program pembelajaran itu

sendiri. Langkah ini memang mempunyai makna

adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru

atau instruktur kepada siswa.

Tujuan utama dari tahap implementasi yang

merupakan langkah realisasi desain dan

pengembangan adalah sebagai berikut.

Membimbing siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran atau kompetensi.

Menjamin terjadinya pemecahan masalah/solusi

untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang

dihadapi oleh siswa.

Memastikan bahwa pada akhir program

pembelajaran siswa perlu memiliki kompetensi

(pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang

diperlukan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah

sistem pembelajaran yang sedang dibangun

berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak.

Sebenarnya tahap evaluasi bias terjadi pada

setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi

pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan

evaluasi formatif, karena tujuannya untuk

kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan,

mungkin kita memerlukan salah satu bentuk

evaluasi formatif misalnya review ahli untuk

memberikan input terhadap rancangan yang sedang

dibuat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu

uji coba dari produk yang dikembangkan atau

mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain-

lain.

Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan

sepanjang pelaksanaan kelima langkah dalam model

ADDIE. Pada langkah analisis misalnya, Proses

evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan

klarifikasi terhadap kompetensi (pengetahuan,

keterampilan, dan sikap) yang harus dimiliki oleh

siswa setelah mengikuti program pembelajaran.

Evaluasi seperti ini dikenal dengan istilah

evaluasi formatif. Di samping itu, evaluasi juga

dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara

hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa

dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan

sebelumnya.

Evaluasi terhadap program pembelajaran

bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu:

sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran

secara keseluruhan,

peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang

merupakan dampak dari keikutsertaan dalam

program pembelajaran, dan

keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat

adanya peningkatan kompetensi siswa setelah

mengikuti program pembelajaran.

b. Desain Pembelajaran ASSURE

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalm

mendesain sistem pembelajaran dengan model ASSURE

dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.

A

S

S

U

R

E

= analisis karakteristik siswa

= menetapkan tujuan

pembelajaran

= seleksi media, metode, dan

bahan

= memanfatkan bahan ajar

= Melibatkan siswa dalam

kegiatan belajar

= evaluasi dan revisiGambar 2.3 Model ASSURE

Untuk lebih memahami model ASSURE, berikut ini

dikemukakan deskripsi dari setiap komonen yang

terdapat dalam model  tersebut.

1. Analyze Learners

Langkah awal yang perlu dilakukan dalam

menerapkan model ini adalah mengidentifikasi

karakteristik siswa yang akan melakukan aktifitas

pembelajaran. Siapakah siswa yang akan melakukan

proses belajar? Pemahaman yang baik tentang

karakteristik siswa akan sangat membantu siswa

dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Analisis

terhadap karakteristik siswa meliuti beberapa

aspek penting, yaitu karakteristik umum,

kompetensi  spesifik yang telah dimiliki

sebelumnya, dan  gaya belajar atau learning styie

siswa.

2. State objectives

Langkah selanjutnya dari model desain sistem

pembelajaran ASSURE adalah menetapkan tujuan

pembelajaran yang bersifat spesifik. Tujuan

pembelajaran dapat diperoleh dari silabus atau

kurikulum, informasi yang tercacat dalam buku

teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang atau

instruktur. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan

atau pernyataan yang mendeskripsikan tentang

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

diperoleh siswa setelah menempuh proses

pembelajaran.

Setelah menggambarkan kompetensi yang perlu

dikuasai oleh siswa, rumusan tujuan pembelajaran

juga mendeskripsikan kondisi yang diperlukan oleh

siswa untuk menunjukkan hasil belajar yang telah

dicapai dan tingkat penguasaan siswa atau degree

terhadap pengetahuan dan keterampilan yang

dipelajari.

3. Select Methods, Media, and Materials

Langkah berikutnya adalah memilih metode,

media, dan bahan ajar yang akan digunakan. Ketiga

komponen ini berperan penting dalam membantu siswa

mencapai tujuan pembelajaran yang telah

digariskan.

Pemilihan metode, media, dan bahan ajar yang

tepat akan mampu mengoptimalkan hasil belajar

siswa dan membantu siswa mencapai kompetensi atau

tujuan pembelajaran. Dalam memilih metode, media,

dan bahan ajar yang akan digunakan, ada beberapa

pilihan yang dapat dilakukan, yaitu memilih media

dan bahan ajar yang telah tersedia, dan

memproduksi bahan ajar baru.

4. Utilize Materials

Setelah memillih metode, media, dan bahan

ajar, langkah selanjutnya adalah menggunakan

ketiganya dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum

menggunakan metode, media, dan bahan ajar,

instruktur atau perancang terlebih dahulu perlu

melakukan uji coba untuk memastikan bahwa ketiga

komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk

digunakan dalam situasi atau setting yang

sebenarnya.

Langkah berikutnya adalah menyiapkan kelas

dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat

menggunakan metode, media, dan bahan ajar yang

dipilih. Setelah semuanya siap, ketiga komponen

tersebut dapat digunakan.

5. Requires Learner Participation

Proses pembelajaran memerlukan keterlibatan

mental siswa secara aktif dengan materi atau

substansi yang sedang dipelajari. Pemberian

latihan merupakan contoh cara melibatkan aktifitas

mental siswa dengan materi yang sedang dipelajari.

Siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan

pembelajaran akan dengan mudah memelajari materi

pembelajaran. Setelah aktif melakukan proses

pembelajaran, pemberian umpan balik berupa

pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi

siswa untuk mencapai prestasi belajar yang lebih

tinggi.

6. Evaluate and Revise

Setelah mendesain aktifitas pembelajaran maka

langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah

evaluasi. Tahap evaluasi dalam model ini dilakukan

untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga

hasil belajar siswa. Proses evaluasi terhadap

semua komponen pembelajaran perlu dilakukan agar

dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang

kualitas sebuah program pembelajaran.

Contoh pernyatan evaluasi yang perlu

dilakukan untuk menilai efektivitas proses

pembelajaran adalah sebagai berikut.

Apakah siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan?

Apakah metode, media, dan strategi pembelajaran

yang digunakan dapat membantu berlangsunngnya

proses belajar siswa?

Apakah siswa terlibat aktif dengan materi

pembelajaran yang dipelajari? Revisi perlu

dilakukan apabila hasil evaluasi terhadap

program pembelajaran menunjukkan hasil yang

kurang memuaskan.

c. Desain Pembelajaran Kemp

Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (2004), model

desain system pembelajaran ini akan membantu

pendidik sebagai perancang program atau kegiatan

pembelajaran dalam memahami kerangka teori dengan

lebih baik dan menerapakan teori tersebut untuk

menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih

efektif dan efisien. Desain pembelajaran model Kemp

dapat dijelaskan dengan sebuah bagan berikut:

Gambar Model Desain Pembelajaran Kemp

(Morrison, Ross & Kemp 2004 :29)

Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa

langkah, yaitu:

a) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan

tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya;

b) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk

siapa pembelajaran tersebut didesain;

c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolok

ukur perilaku peserta didik;

d) Menentukan isi materi pelajar yang dapat

mendukung tiap tujuan;

e) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan

latar belakang peserta didik dan pemberian level

pengetahuan terhadap suatu topik;

f) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang

menyenangkan atau menentukan strategi

pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah

menyelesaikan tujuan yang diharapkan;

g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana

penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-

fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk

melaksanakan rencana pembelajaran;

h) Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan

syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta

melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan

kembali beberapa fase dari perencanaan yang

membutuhkan perbaikan yang terus menerus,

evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif

dan evaluasi sumatif.

d. Desain Pembelajaran Pick & Hanafin

Model Hannafin dan Peck ialah model desain

pengajaran yang terdiri daripada tiga fase, yaitu

fase analisis kebutuhan, fase desain dan fase

pengembangan atau implementasi. Dalam model ini,

penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam

setiap fase. Model ini adalah model desain

pembelajaran berorientasi produk. Gambar di bawah

ini menunjukkan tiga fase utama dalam model Hannafin

dan Peck.

Fase pertama dari model Hannafin dan Peck

adalah analisis kebutuhan. Fase ini diperlukan untuk

mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam

mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah

di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran

yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang

diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan

keperluan media pembelajaran. Setelah semua

keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck

menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap

hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase

desain.

START

Phases 1:NeedAsses

Phases2:

Design

Phases 3:Devel/

Implement

Evaluation/Revision

Fasa yang kedua dari model Hannafin dan Peck

adalah fase desain. Di dalam fase ini informasi dari

fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen

yang akan menjadi tujuan pembuatan media

pembelajaran. Hannafin dan Peck (dalam Supriatna &

Mulyadi, 2009 : 14) menyatakan fase desain bertujuan

untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah

yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan

media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan

dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut

urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan

pelajar dan objektif media pembelajaran seperti yang

diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti

halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan

dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase

pengembangan dan implementasi.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah

fase pengembangan dan implementasi. Hannafin dan

Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase

ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta

penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen

story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan

diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan

media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media

yang dihasilkan seperti kesinambungan link,

penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini.

Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan

digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai

kualitas media yang dikehendaki. Model Hannafin dan

Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14)

menekankan proses penilaian dan pengulangan harus

mengikutsertakan proses-proses pengujian dan

penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga

fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin

dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14)

menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian

formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif

ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses

pengembangan media sedangkan penilaian sumatif

dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan.

Dengan berpedoman pada sebuah desain pembelajaran

yang telah tersusun, maka pembelajaran di kelas

dapat dilaksanakan dengan lebih terarah dan

terencana.

2. Jelaskan bagaimana kerangka desain multimedia menurut

pandangan teori belajar:

a. Behavioristic

b. Sibernetik (Pemrosesan Informasi)

c. Classical Conditioning

Jawaban

a. Kerangka Desain Multimedia Behavioristic

Teori behavioristik digunakan sebagai dasar

dalam mendesain awal multimedia pembelajaran. Teori

belajar behavioristic mengharapkan bahwa aktifitas

pembalajaran berbasis komputer dapat mengubah sikap

siswa dengan cara yang dapat di ukur dan dapat

dilihat dengan jelas perubahannya. Setelah

menyelesaikan suatu pelajaran, peserta didik

seharusnya dapat mengerjakan sesuatu yang belum

dapat dikerjakan sebelum mengikuti pelajaran

tersebut. Behaviorisme bergerak pada prinsip

stimulus- respons. Teori ini menganggap bahwa

seseorang peserta didik pada dasarnya pasif dan

hanya menganggapi lingkungan dari luar dirinya.

Prinsip – prinsip penting dalan teori

behavioristik adalah :

Mementingkan faktor lingkungan

Menekankan pada faktor bagian

Menekankan pada tingkah laku yang Nampak dengan

menggunakan metode objektif

Bersifat mekanis

Mementingkan masa lalu

Teori pembelajaran behavioristik mencakup

Practice, reinforcement, punishment, active learning, shaping,

modeling. Rasmussen & Shivers (2003) menatakan bahwa

dua teori pembelajaran yang digunakan sebagai

landasan teoritis DPBW adalah Classical conditioning  dan.

Classical conditioning  berfokus pada stimulus respond dan

bagaiman agar stimulus dapat merubah respon. Operant

Conditioning menekankan pada konsekuensi dari respon

bukan stimulus.

Ciri-ciri dari teori behavioristik yang menjadi

landasan dalam DPBW adalah :

Hasil pembelajaran terbentuk melalui mekanisme

stimulus respon

Pengaruh lingkungan menjadi faktor penentu

Mengutamakan bagian-bagian

Mementingkn peranan reaksi

Mengandalkan kemampuan yang sudah terbentuk

sebelumnya

Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui

latihan dan pengulangan

Hasil pembelajaran yang dicapai adalah munculnya

prilaku yang diingnkan

Aplikasi teori behavioristik dalam DPBW

adalah :

Materi Ajar Siap Saji (MASS): DPBW seharusnya

menyediakan bahan ajar yang sudah siap saji,

sehingga peserta didik dapat mengakses kapan saja

dan dimana saja. Dengan demikian konsekuensi

kepada para guru yang menggunakan DPBW agar

adapat menyiapkan bahan ajar dalam bentuk materi

yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang

harus dikuasai peserta didik disampaikan secara

utuh oleh guru.

Instruksi Contoh Simulasi (ICS): Guru tidak

banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi

singkat yang diikuti contoh-contoh. Rekomendasi

ini sangat cocok dengan DPBW yang menggunakan

konsep belajar jarak jauh, dimana materi ajar

disajikan dengan singkat dan diperkaya dengan

contoh-contoh.

Mulai Sederhana Sampai Kompleks (MSSK):

Penyususnan materi ajar dimulai dari yang paling

mudah sampai pada materi yang kompleks.

Tujuan Dipecah Menjadi Kecil (TDMK): Tujuan

pembelajaran dibagi menjadi bagian kecil, setelah

tujuan dicapa maka beralih ke tujuan berikutnya

Memperbaiki Kesalahan Sesegera Mungkin (MKSM):

memberikan evaluasi sesegera mungkin terhadap

capaian hasil belajar peserta didik. Jika

terdapat kesalahan harus segera diperbaiki dan

diberitahukan kepada peserta didik.

Latihan Pengulangan Menjadi Kebiasaan (LPMK):

melakukan banyak pengulangan yang berorientasi

lingkungan supaya prilaku yang diinginkan menjadi

kebiasaan.

Penghargaan Positif Hukuman Negatif (PPHN):

memberikan penghargaan untuk penguatan positis

dan hukuman untuk penguatan negatif.

Evaluasi Didasari Prilaku yang Tampak (EDPT):

evaluasi merupakan cara untuk mendapatkan umpan

balik dalam pembelajaran. Pnilaian hasil

pembelajaran berdasarkan perubahan prilaku yang

tampak dan teramati.

Hasil Membentuk Prilaku yang Diinginkan (HMPD):

hasil yang diharapkan dari teori ini adalah

terbentuknya prilaku yang diinginkan.

b. Kerangka Desain Multimedia Sibernetik (Pemrosesan

Informasi)

Menurut teori sibernetik, belajar adalah

pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini

mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu

mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.

Proses belajar memang penting dalam teori

sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah

sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari

siswa.

Teori belajar sibernetik merupakan teori

belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-

teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori

ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi

dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik,

belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah

teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif

yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil

belajar. Proses belajar memang penting dalam teori

sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah

sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari

siswa.

Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa

tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk

segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.

Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem

informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari

oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,

dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari

siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan

teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk

membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara

efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi

siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami

stimulus dari luar melalui proses pengolahan

informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah

pendekatan dalam belajar yang mengutamakan

berfungsinya memory. Model proses pengolahan

informasi memandang memori manusia seperti komputer

yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola

dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian

menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada

saat dibutuhkan.

Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai

adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki

perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu

akan berubah seiring perkembangan waktu.

Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES

=> OUTPUT.

Aplikasi teori belajar sibernetik dalam

kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.

2. Menentukan materi pembelajaran.

3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam

materi pelajaran.

4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan

sistem informasi tersebut.

5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang

sesuai dengan sistem informasinya.

6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar

dengan pola yang sesuai dengan urutan materi

pelajaran.

c. Kerangka Desain Multimedia Classical Conditioning

Teori classical conditioning adalah sebuah

prosedur penciptaan refleks baru dengan cara

mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks

tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah

(reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat

menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa

lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci

atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata

pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang

tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama pada

guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya

kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungan.  

Dalam pembelajaran guru hendaknya menjadikan

lingkungan belajar yang nyaman dan hangat, sehingga

kelas menjadi satu kesatuan (saling berhubungan)

dengan emosi positf (adanya hubungan

persahabatan/kekerabatan) Guru berusaha agar siswa

merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di

kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang

siswa untuk berpendapat, bertanya dan menjawab

pertanyaan.

Pada pembelajaran dalam  tanya jawab, guru

berusaha membuat siswa berada dalam situasi yang

nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome –

masukan positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak

aktif, maka guru bisa memulai dengan pertanyaan ”apa

pendapatmu tentang masalah ini”, atau bagaimana kamu

membandingkan dua contoh ini”. Dengan kata lain,

guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa

untuk berpendapat. Namun jika dengan cara inipun

siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka

tugas guru untuk membimbing/ memacu sampai siswa

memberi jawaban yang dapat diterima.

Penganut teori ini mengatakan bahwa segala

tingkah laku manusia. juga tidak lain adalah hasil

daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-

latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap

syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang

dialaminya di dalam kehidupannya.