analisis kebijakan pendidikan karakterrepository.uinjambi.ac.id/1156/1/analisis kebijakan...4nucci l...

238
1 ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag Prof. Dr. Maisah, M.Pd.I Dr. H. Kasful Anwar. US, M.Pd Editor : Dr. Jalaluddin, M.Pd.I

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    ANALISIS

    KEBIJAKAN

    PENDIDIKAN

    KARAKTER

    Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag

    Prof. Dr. Maisah, M.Pd.I

    Dr. H. Kasful Anwar. US, M.Pd

    Editor :

    Dr. Jalaluddin, M.Pd.I

  • 2

    Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

    1. Setiap orang yang dengan atau tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap

    hak ekonomi yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i

    untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan ancaman pidana

    penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.

    100.000.000 (seratus juta rupiah)

    2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

    pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta

    sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,

    dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

    pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling

    banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

    3. Setiap orang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang

    Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g

    untuk peggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling

    lama (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1. 000. 000.000

    (satu miliar rupiah).

    4. Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud ayat (3) yang di-

    lakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling

    lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.

    000.000 (empat miliar rupiah).

  • 3

    PERSEMBAHAN

    Disertasi kupersembahkan kepada:

    Ayahku

    Ibundaku

    Sosok yang selalu mendampingiku

    Istri tercinta

    Anak-anakku tersayang

  • 4

    ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER

    Penulis: Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag Prof. Dr. Maisah, M.Pd.I Dr. H. Kasful Anwar. US, M.Pd Editor : Dr. Jalaluddin, M.Pd.I Layout : Team WADE Publish Design Cover : Team WADE Publish

    Sumber Gambar: https://www.freepik.com/

    Diterbitkan oleh:

    Anggota IKAPI 182/JTI/2017

    Cetakan Pertama, Desember 2019 ISBN: 978-623-7548-36-2 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfoto-copy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari Penerbit.

    15x23 cm

  • 5

    KATA PENGANTAR PENULIS

    Buku ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian per-

    syaratan untuk memperoleh gelar Doktor (S3) Program Studi

    Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Pascasarjana Universitas

    Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Penulisan buku ini, dilandasi beberapa kajian literatur

    yang berhubungan dengan analisis kebijakan nasional dan pen-

    didikan karakter. Buku ini ditulis berdasarkan pada penelitian

    lapangan yang dilaksanakan pada Madrasah Aliyah Negeri di

    provinsi Jambi. Rasa syukur penulis ucapkan, atas terselesaikan-

    nya penulisan buku dengan judul: Analisis Kebijakan Pen-

    didikan Karakter.

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua

    pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyelesai-

    an buku ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

    mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. A. Husein Ritonga MA selaku Direktur

    Pascasarjana UIN STS Jambi.

    2. Ibu Prof.Dr. Maisah, M.Pd.I dan Bapak Dr.H. Kasful Anwar,

    US, M.Pd selaku promotor dan Co-Promotor.

    3. Ibu Dr. Risnita M.Pd selaku wakil direktur Pascasarjana UIN

    STS Jambi

    4. Kepala Kesbanglinmas provinsi Jambi yang telah

    memberikan izin penelitian.

    5. Kepala MAN Model Jambi, Bapak Ambok Pera Afrizal, MA.

    6. Kepala MAN 1 Kuala Tungkal, Bapak Muswadi, S.Ag,

    M.Pd.I.

    7. Kepala MAN Bangko, Bapak Tri Sulistyo, S.Pd, MA.

  • 6

    8. Para guru, staf, dan siswa MAN Model Jambi, MAN 1 Kuala

    Tungkal, MAN Bangko.

    9. Bapak dan ibu Dosen Pascasarjana UIN STS Jambi.

    10. Bapak dan ibu Staf Pascasarjana UIN STS Jambi.

    11. Kedua orang tua

    12. Istri dan anak-anak

    13. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana UIN STS Jambi.

    14. Semua yang tidak dapat peneliti sampaikan satu persatu.

    Penulis menyadari masih terdapat kekurangan, saran dan

    tanggapan guna penyempurnaan disertasi ini, akan penulis

    terima, semoga disertasi ini dapat berguna bagi pembaca

    sekalian. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih.

    Jambi, November 2019

    Penulis,

    Abdul Halim

    NIM: DMP.16.138

  • 9

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR PENULIS.................................................. 5 SAMBUTAN DIREKTUR PASCASARJANA UIN STS JAMBI................................................................................................ 7 DAFTAR ISI .................................................................................... 9 BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN ......................................................................... 11

    A. Latar Belakang ..................................................................... 11 B. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ..................................... 37

    BAGIAN KEDUA STUDI TEORETIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER ................................................................................... 39

    A. Analisis Kebijakan .............................................................. 39 B. Pendidikan Karakter .......................................................... 56 C. Undang-Undang dan Peraturan tentang

    Kebijakan Nasional terhadap Pendidikan Karakter ................................................................................ 78

    BAGIAN KETIGA DESKRIPSI MAN JAMBI........................................................... 83

    A. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Jambi ............. 83 1. Sejarah MAN Model Jambi ....................................... 83 2. Visi MAN Model Jambi ............................................. 86 3. Misi MAN Model Jambi ............................................ 87 4. Tujuan Pendidikan MAN Model Jambi .................. 88 5. Data Identitas Madrasah ........................................... 89 6. Letak geografis ............................................................ 90 7. Tenaga pendidik ......................................................... 90 8. Tenaga Kependidikan ................................................ 96 9. Keadaan Peserta Didik............................................... 97 10. Sarana dan Prasarana ................................................. 98

    B. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Kuala Tungkal ..... 100 1. Sejarah MAN I Kuala Tungkal ............................... 100 2. Tujuan MAN I Kuala Tungkal................................ 101

  • 10

    3. Visi MAN I Kuala Tungkal ..................................... 102 4. Misi MAN I Kuala Tungkal .................................... 102 5. Letak Geografis ......................................................... 103 6. Tenaga Pendidik ....................................................... 103 7. Tenaga Kependidikan .............................................. 106 8. Peserta didik .............................................................. 107 9. Sarana Prasarana....................................................... 108

    C. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Bangko ..................... 108 1. Sejarah MAN Bangko ............................................... 108 2. Visi MAN Bangko ..................................................... 110 3. Misi MAN Bangko .................................................... 110 4. Data Identitas MAN Bangko .................................. 110 5. Tujuan MAN Bangko ............................................... 111 6. Tenaga Pendidik ....................................................... 111 7. Tenaga Kependidikan .............................................. 114 8. Peserta didik .............................................................. 115 9. Sarana dan Prasarana ............................................... 116

    BAGIAN KEEMPAT TEMUAN DAN ANALISIS HASIL KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MAN JAMBI ..................... 119

    A. Dasar-Dasar Pemerintah Mengeluarkan Kebijakan Nasional Tentang Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi .......................... 119

    B. Analisis Kebijakan Nasional Tentang Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi ......... 136

    C. Implementasi Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi .................................... 171

    D. Implementasi Kebijakan Nasional Belum Mampu Mencapai Standar Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi............................... 215

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 225 RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................. 235

  • 11

    BAGIAN PERTAMA

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Fakta historis pasca reformasi 1998 bangsa Indonesia

    menghadapi banyak tantangan dan permasalahan dari berbagai

    aspek. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan, feno-

    mena maraknya korupsi, terorisme, plagiatisme naskah, anarkis-

    me, LGBT, tawuran, bullying, tindakan asusila dan amoral serta

    banyak lagi yang lain. Arus modernisasi yang begitu kencang

    juga banyak memberi perubahan dalam kehidupan masyarakat

    Indonesia secara umum. Globalisasi sebagai anak kandung

    modernisasi secara serta merta juga memberikan pengaruh

    negatif yang mengarah pada krisis moral dan akhlaq. Krisis ini

    sudah menjalar hampir ke seluruh aspek kehidupan dan elemen

    bangsa.

    Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan

    kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat

    adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan

    kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam ke-

    damaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan ke-

    bajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak

    bermoral.1

    Fenomena ini dalam analisis peneliti berawal dari kele-

    mahan dunia pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai

    institusi yang turut bertanggungjawab membenahi moralitas

    1 Hasirah, Pendidikan Budi Pekerti dalam Membentuk Karakter Siswa di Sekolah Menengah

    Pertama, (Jurnal Mau’izhah Akademika/Vol. 3/No.02/Oktober 2014), hal. 777.

  • 12

    anak bangsa. Di antara lembaga/ institusi pendidikan yang

    paling dekat dengan pembinaan moral dan akhlak anak bangsa

    adalah sekolah. Kegagalan pembentukan moral dan akhlak anak

    bangsa pada fakta tersebut berawal dari konten materi pelajaran

    yang diberikan kepada siswa di sekolah yang tidak korelatif

    terhadap pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik. Di sisi

    lain, sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai tradisi dan

    budaya, sudah sejak lama warisan nilai tradisi dan budaya ter-

    sebut menjadi banteng pengaman bagi kekuatan moral anak

    bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan dunia.

    Menyadari kondisi ini, pemerintah berupaya mengintegrasikan

    nilai-nilai tradisi dan budaya lokal tersebut ke dalam kurikulum

    pembelajaran sekolah dalam bentuk kurikulum muatan lokal di

    sekolah-sekolah.

    Sekolah menjadi sorotan utama bagi pembinaan dan

    pembentukan moral dan akhlaq belakangan ini lebih akrab

    disebut dengan “karakter”-anak. Memang benar, dunia pendi-

    dikan bukan satu-satunya yang bertanggungjawab atas pem-

    bentukan karakter anak bangsa. Namum, melalui pendidikanlah

    peradaban masyarakat terbentuk, sebab itu, dunia pendidikan

    juga sangat sering disebut sebagai agen perubahan atau agent of

    change. Bagaimanapun, pendidikan merupakan bagian yang

    tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia.

    Bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, me-

    merlukan adanya pendidikan.

    Sekolah merupakan salah satu wadah komunitas manusia

    untuk mengenyam pendidikan formal. Sekolah dasar merupakan

    basis pembentuk awal bagi moral dan budi pekerti komunitas

    manusia tersebut yang disebut dengan siswa atau anak didik.

    Sekolah dasar merupakan Institusi terendah dan paling ber-

    pengaruh dominan bagi terbentuknya karakter suatu siswa atau

    anak didik sebagai generasi perubahan komunitas manusia di

    masa akan datang. Melalui kurikulum dan proses pembelajaran

    yang telah direncanakan oleh sekolah, para peserta didik

  • 13

    terbentuk. Pendidikan menjadi sangat penting bagi setiap komu-

    nitas masyarakat. Pendidikan merupakan kebutuhan utama anak

    bangsa dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya di masa

    yang akan datang. Pendidikan merupakan sarana pembentuk

    karakter anak bangsa baik karakter pribadi maupun karakter

    publik.

    Lembaga pendidikan seperti sekolah ini dibentuk untuk

    menciptakan Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

    Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan

    keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta

    memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik.2

    Sekolah merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam

    bidang pembangunan kualitas sumber daya manusia, dalam

    menjalakan kinerja kelembagaan pendidikan harus mempertim-

    bangkan banyak hal diantaranya kebijakan yang lahir dalam

    sistem sekolah. Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah

    tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau

    pengetahuan peserta didik, yang lebih penting di era millenial

    yakni perkembangan individu sebagai pribadi yang unik serta

    utuh.

    Pendidikan juga merupakan upaya untuk memajukan

    budi pekerti, pola pikiran, dan jasmani anak yang selaras dengan

    alam dan masyarakatnya3. Kata pendidikan bukanlah suatu

    istilah baru yang asing dan sulit bagi masyarakat Indonesia.

    Sebab itu, pendidikan bagi masyarakat Indonesia merupakan

    suatu kebutuhan yang tidak terpisahkan dari berbagai aspek

    kegiatan kehidupan sehari-hari. Terkait dengan upaya yang

    dilakukan berbagai kalangan untuk memajukan budi pekerti

    anak bangsa, secara sadar atau tidak sesungguhnya pendidikan

    karakter menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam proses

    pendidikan yang dilalui siswa.

    2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rajawali, 2012), hal. 49. 3 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra; Internalisasi Nilai-nilai Karakter

    melalui pengajaran Sastra, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013, hal. 2.

  • 14

    Karakter merupakan kepribadian atau akhlak seseorang

    yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan cara

    pandang, bersikap, berfikir, dan bertindak. Narvaez mengatakan

    “character is the set psychological characteristic that motivate and

    enable an individual to function as a competent moral agent4. Bahwa

    karakter yang ada dalam diri seseorang dapat membentuk moral

    seseorang. Karakter baik akan membentuk moral yang baik,

    begitu sebaliknya. Jika didefinisikan, karakter berasal dari kata

    character Bahasa Ingris yang dirujuk dari Bahasa Yunani

    charassein yang berarti to engrave (melukis, menggambar). Selan-

    jutnya character diartikan sebagai tanda atau ciri khusus. Sebab

    itu, karakter kemudian diartikan dalam banyak kamus sebagai

    “sifat”,”akhlak”,”budi pekerti” yang menjadi ciri khas

    seseorang5.

    Darmiyati Zuchdi mengatakan bahwa pendidikan karakter

    bersifat holistic menyeluruh atau komprehensif, menyangkut

    banyak aspek yang terkait menjadi satu kesatuan. Pendidikan

    karakter yang bertumpu pada strategi tunggal sudah tidak

    memadai untuk dapat menjadikan peserta didik memiliki moral

    yang baik6.

    Pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang

    dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masya-

    rakat untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau

    memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.7

    Berdasarkan pengertian ini, terlihat jelas bahwa pendidikan

    karakter atau pembentukan karakter seseorang dapat dilakukan

    pada seseorang yang masih anak-anak atau remaja. Proses

    pengubahan sifat, kejiwaan, akhlak, budi pekerti seseorang atau

    4Nucci L dan Narvaez D, Hnadbook of Moral and Character Education, (New York :

    Routledge, 2008), hal. 415. 5Arnold Jacobus,dkk, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Keteladanan

    dan Pembiasaan, Jurnal JPDI Vol I Nomor 2 bulan September 2016, hal.25-29. 6 Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan – Menemukan kembali Pendidikan yang

    Manusiawi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hal.35. 7Darwanto, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta : Gaya Media,

    2013), hal.85.

  • 15

    kelompok orang agar menjadi dewasa atau dalam Bahasa agama

    Islam; menjadi insan kamil merupakan kegiatan pendidikan

    karakter yang hanya bisa dilakukan pada level anak-anak dan

    remaja.

    Orang tua dan guru memiliki peran besar dalam

    pembentukan karakter anak, sebagaimana dijelaskan dalam Al-

    Qur’an berikut ini:

    َك لَُظۡۡلٌ ۡ لِۡشِٱنَّ ٱ

    ِِۖ إ ِ ّللَّ

    ٱبََُنَّ ََل تُۡۡشِۡك ِبٱ بۡنِِهۦ َوُهَو يَِعُظُهۥ يَ َٰ

    ٱُن ِل ۡذ قَاَل لُۡقَم َٰ

    َِوإ

    ١٣َعِظمٞي

    Artinya: “Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika

    dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah

    engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya memper-

    sekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.

    (Q.S. Luqman: 13)8

    Dan dilanjutkan pada surah Luqman ayat 17

    ۡصِِبۡ عَََلٰ َمآ ٱََصابََكِۖ ٱلُۡمنكَِر َوٱ

    ٱنَۡه َعِن ٱ

    ٱلَۡمۡعُروِف َوٱ

    ٱلَٰوَة َوٱ ُۡمۡر ِبٱ لصَّ

    ٱبََُنَّ ٱَِقِم ٱ يَ َٰ

    ۡلُُموِر ٱِِلَ ِمۡن َعۡزِم ٱ نَّ َذَٰ

    ِ ١٧إ

    Artinya: “Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah manusia

    berbuat yang makruf dan cegahlah mereka dari yang mungkar

    dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguh-

    nya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. (Q.S.

    Luqman: 13)9

    Karakter seseorang memiliki banyak pengaruh terhadap

    keseluruhan aspek kehidupan seseorang. Bagi anak dan remaja,

    karakter memiliki peran yang sangat besar bagi berbagai prestasi

    yang diperolehnya di sekolah. Karakter menjadi pembeda antara

    8 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an Tiga Bahasa (Depok: Al-

    Huda, 2009), hal. 802. 9Ibid., hal. 803.

  • 16

    satu anak dengan anak yang lain. Karakter seseorang juga

    memiliki hubungan yang kuat dengan pola pengasuhan anak

    sehari-hari dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat.

    Pendidikan karakter menjadi sangat penting karena memiliki

    tujuan untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan

    sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan proses pemberian

    tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuh-

    nya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan

    karsa10. Pendidikan karakter merupakan proses penanaman

    nilai-nilai karakter atau pengembangan etika melalui olah pikir,

    olah rasa, olah raga, dan olah karsa yang meliputi komponen

    pengetahuan, keasadaran, dan tindakan untuk melaksanakan

    nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

    karakter tidak hanya bersumber dari ajaran agama un-sich, tetapi

    juga bersumber dari nilai-nilai dan ajaran yang terkandung

    dalam kearifan local.

    Kemajuan suatu bangsa dan daerah ini tidak akan

    terwujud jika kecerdasan, kepandaian atau keterampilan sumber

    daya manusianya tidak dilandasi dengan keimanan dan akhlak

    yang mulia. Kepandaian dan keterampilan tanpa moral dan

    akhlak yang mulia akan menjerumuskan dan mencelakakan.

    Dimensi moral erat kaitannya dengan dimensi watak. Maka

    krisis moral dapat diatasi dengan pembinaan watak.11

    Pelaksanaan pembinaan watak atau karakter peserta didik

    di sekolah menjadi tanggung jawab semua elemen sekolah, baik

    tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sampai kepada peran

    aktif orang tua. Pembinaan watak di sekolah merupakan suatu

    proses yang membutuhkan waktu lama guna mengubah watak

    siswa yang amoral menjadi bermoral, proses tersebut bukanlah

    proses yang bisa dilakukan sekali jadi. Semua pihak sekolah baik

    10Novan A Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar; Konsep dan

    Strategi, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal.27-28. 11 Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan Moral yang

    Efektif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), hal. 44.

  • 17

    kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling,

    OSIS, bahkan siswa itu sendiri menjadi bagian penting yang

    terlibat aktif dalam membentuk karakter anak di sekolah.

    Pada proses pendidikan, guru dan kepala sekolah adalah

    komponen yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat

    yang paling mendasar dan mereka memerlukan bantuan-

    bantuan khusus dalam memecahkan masalah mereka. Bantuan

    khusus sesuai dengan tuntutan pengembangan pendidikan,

    khususnya pengembangan kurikulum.12

    Bentuk kenakalan dan perilaku menyimpang dari para

    siswa menjadi beban tambahan sekaligus sumber kepedulian

    utama bagi guru. Bentuk kenakalan siswa yang sering terjadi di

    sekolah seperti membuang sampah di sembarang tempat apalagi

    sampah permen karet yang sering menimbulkan permasalahan

    antar siswa, berkelahi, mencuri, tidak disiplin dalam belajar,

    sering bolos, dan bahkan terdapat beberapa siswa yang menjadi

    pecandu obat-obat terlarang. Perilaku menyimpang tersebut

    sering kali menyebabkan terjadinya konflik di lembaga

    pendidikan.

    Pentingnya pendidikan karakter yang komprehensif dan

    terukur bagi masyarakat dan anak bangsa ini, menjadi perhatian

    besar pemerintah Republik Indonesia sejak sepuluh tahun

    terakhir. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa undang-

    undang dan peraturan yang mempertegas signifikansi pen-

    didikan karakter di seluruh satuan pengelola pendidikan. Tujuan

    Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam

    Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional Indonesia yang memiliki tujuan yaitu menjadikan

    manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

    Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

    demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus diwujudkan

    dengan pendidikan yang memanusiakan manusia Indonesia.

    12 Daryanto, Administrasi dan Manajemen Sekolah: Untuk Mahasiswa, Guru, dan Peserta

    Kuliah Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal. 152.

  • 18

    Standar pendidikan nasional berfungsi sebagai dasar

    dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan

    dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

    Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pen-

    didikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

    dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermar-

    tabat. Standar nasional pendidikan disempurnakan secara

    terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan

    perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.13

    Sistem pendidikan mengandung proses pendidikan

    khususnya di sekolah yang bekerja untuk langsung atau tidak

    langsung mencapai tujuan pendidikan. Proses ini merupakan

    interaksi fungsional antara komponen-komponen pengambil

    kebijakan pendidikan pada pemerintah di pusat, pemerintah di

    daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta penyelenggara

    pendidikan di sekolah merupakan penjabaran tujuan pendidikan

    nasional. Semua masukan pendidikan disusun menurut pola

    tertentu menjadi bagian baik dalam bentuk jenjang maupun jenis

    pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional mencapai

    suatu tujuan.14

    Garis besar kebijakan pendidikan nasional sebagaimana

    tertuang dalam padal 31 UUD 1945, yang menyatakan bahwa:

    a. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan

    b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

    pemerintah wajib membiayainya.

    c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

    sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

    dan ketakwaan serta takhlak mulia dalam rangka men-

    cerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-

    Undang.

    13 Mukhtar dkk, Pengelolaan Madrasah Bermutu, (Jambi: Salim Media Indonesia, 2017),

    hal. 7 14 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan: Pembuka

    Ruang Kreativitas, Inovasi, dan Pemberdayaan Potensi Sekolah dalam Sistem Otonomi Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 17.

  • 19

    d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

    kurangnya duapuluh persen dari Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyeleng-

    garaan pendidikan nasional.

    e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

    dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

    bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat

    manusia.15

    Amanat kebijakan pendidikan nasional dirumuskan ke

    dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yakni pendidikan

    yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

    watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

    mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Kebijakan nasional

    pendidikan bertujuan mengembangkan potensi anak didik men-

    jadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang

    Maha Esa, memiliki akhlak mulia, sehat jasmani dan rohani,

    berilmu, kecakapan, bersikap mandiri dan kreatif, dan menjadi

    bagian dari warga negara yang bertanggung jawab.

    Pendidikan sangat rentan dengan isu-isu kebijakan yang

    sering muncul akibat ketimpangan pengambilan kebijakan baik

    secara internal maupun eksternal. Untuk melahirkan suatu

    pengetahuan dan memberikan arah sebuah tindakan unsur

    organisasi maka analisis sebuah kebijakan sangat penting dilak-

    sanakan oleh para pemangku wewenang pendidikan. Sebagai

    sebuah prosedur berpikir, analisis kebijakan memiliki prosedur

    atau cara untuk mencari sebuah solusi dalam memecahkan

    masalah kebijakan berdasarkan pemahaman pelaksana analisis

    terhadap dunia pendidikan. Dengan melakukan analisis pen-

    didikan hasil akhir yang diharapkan adalah berupa saran dan

    tindakan akankan kebijakan pendidikan yang diterapkan saat ini

    15 Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2012), hal. 10.

  • 20

    akan dilanjutkan dengan sebuah catatan perbaikan atau

    dihentikan dengan mengganti yang lain.

    Setiap lembaga pendidikan memiliki komponen yang

    berfungsi secara integral dengan kebijakan pendidikan yang di-

    tetapkan secara nasional maupun secara lokal. Lembaga pen-

    didikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan vokasi, pen-

    didikan agama, dan pendidikan tinggi mengandung komponen-

    komponen yang penting sebagai penunjang terlaksananya sistem

    pendidikan. Secara internal komponen lembaga pendidikan

    digerakkan oleh kebijakan yang diambil oleh pimpinan masing-

    masing lembaga. Secara eksternal komponen lembaga pen-

    didikan terintegrasi dengan kebijakan yang diambil secara

    nasional oleh sistem pendidikan nasional dan kebijakan

    masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan baik sosial budya,

    ekonomi, politik, dan teknologi.

    Perubahan sistem pemerintahan membawa perubahan

    pada pola pendidikan. Beberapa generalisasi terjadi pada sifat

    reformasi pendidikan. Perubahan pendidikan terkait dengan

    adanya perubahan politik pemerintahan merupakan sebuah

    faktor kontekstual yang sangat penting. Dimana kebijakan imple-

    mentasi pendidikan diambil secara terpusat oleh pemerintah

    barulah didistribusikan dan dikembangkan di lini lembaga.

    Perubahan yang juga mempengaruhi kestabilan pendidikan

    yakni perubahan ekonomi yang berdampak pada besarnya nilai

    pembiayaan pendidikan. Kekuasaan politik mampu mengatur

    ulang dan menata pergeseran pendidikan pada tiap kelasnya.

    Kecenderungan perubahan pendidikan berfokus pada

    serangkaian perubahan pada tingkat sekolah yang terbatas pada

    tujuan jangka pendek. Perubahan ini seringkali mengandung

    penyebutan contoh-contoh asing dalam pengemasan retori-

    kanya. Perubahan pendidikan mengandung banyak sumber

    daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Ber-

    bagai aspek perubahan sumber daya manusia berkonten unsur

    budaya, cita-cita, dan adat istiadat dalam praktek pendidikan.

  • 21

    Perubahan pendidika pada konten cita-cita ini lahir dan

    berkembang dari cita-cita awal seluruh rakyat Indonesia, inilah

    yang dilakukan oleh elemen pemerintah dan juga pelkasana

    pendidikan dengan mengintegrasikan perubahan pendidikan

    dengan cita-cita awal pendidikan bangsa Indonesia. Sebuah cita-

    cita membangun negara dengan peradaban yang kuat dan nilai-

    nilai moral, menjadi sebuah budaya yang mengakar dengan kuat.

    Cita-cita bangsaa berperadapan inilah menguatkan sistem

    pendidikan yang diperbaharui dengan pendidikan berkarakter.

    Pola-pola pendidikan terus dikembangkan untuk menjawab

    tantangan zaman yang menjadi semakin pesat.

    Bentuk dan perubahan pendidikan menurut William K.

    Cummings muncul dalam dua dimensi. Bentuk sistem tersebut

    yaitu diferensiasi atau integrasi berbagai peluang pendidikan.

    Keduanya muncul melalui divisi vertikal dan horizontal dan

    pemisahan atau inklusi yang berbeda dari kelompok sosial yang

    ada dalam berbagai peluang pendidikan terutama melalui

    horisontal segmentasi atau pelacakan. Sebuah perbedaan khas

    harus dihadirkan dari kedua struktur sistem masing-masing dan

    dalam cara masing-masing negara yang dapat diandalkan untuk

    membangun arah. Di antara cara yang tersedia untuk negara

    untuk mempengaruhi arah adalah standar pendirian, akreditasi,

    keuangan, penerimaan, dan sistem ujian pendidikan.16

    Berbagai kemajuan yang ditampilkan oleh bidang

    pendidikan akhir-akhir ini sangat pesat. Penemuan-penemuan

    baru banyak dilahirkan melalui proses pembelajaran dan ekspe-

    rimen para penggiat pendidikan baik peserta didik maupun

    pendidik. Setiap pelaksanaan pendidikan telah diatur ber-

    dasarkan kebijakan termasuk mengenai pelaksanaan pendidikan

    karakter. Namun dalam implementasinya tidak dapat dipungkiri

    bahwa masih terdapat banyak masalah atau hambatan yang terus

    masuk ke dalam nasib pendidikan.

    16 Joseph Zajda dan Macleans A. Geo-JaJa, The Politics of Education Reforms, (New York:

    Springer, 2010), hal 22

  • 22

    Berbagai masalah yang sedang melanda dunia pen-

    didikan saat ini sangatlahh kompleks. Kebijakan peningkatan

    anggaran pendidikan yang telah dilakukan oleh pemerintah se-

    hingga mengalami kenaikan sebesar 27,4% masih belum men-

    jangkau secara rata untuk seluruh daerah apalagi daerah yang

    jauh dari perkotaan atau pusat pemerintah. Penyebaran tenaga

    pendidik yang ahli pada bidangnya juga masih belum tercapai

    secara maksimal. Masih banyak tenaga pendidik yang meng-

    ampu mata pelajaran tidak sesuai bidang keahlian. Hal ini akan

    menyebabkan tidak maksimalnya implementasi kebijakan sistem

    pendidikan yang terus diperbaharui melalui perubahan kuri-

    kulum pendidikan. Permasalahan tenaga pendidik juga tidak

    berhenti hanya sebatas bidang keahlian karena masih dihadap-

    kan pada kebutuhan sarana dan prasaran pembelajaran. Ter-

    dapat ketimpangan dan belum terpenuhi secara maksimal

    fasilitas pendidikan antara daerah sehingga berdampak pada

    kualitas pendidikan yang diselenggarakan tidak optimal

    sebagaimana yang diharapkan secara nasional.

    Kenaikan anggaran pendidikan diharapkan mampu

    meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Pada realita-

    nya tidak didorong dengan peningkatan jumlah anak yang

    mampu mengenyam pendidikan, sehingga angka putus sekolah

    anak pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah masih

    tinggi. Tingginya angka putus sekolah ini dipengaruhi oleh

    banyak faktor baik karena kondisi ekonomi keluarga peserta

    didik maupun karena kenakalan yang berdampak pada drop out

    atau pemberhentian anak oleh pihak sekolah.

    Pada tahap penyelenggaraan, fungsi dan tujuan pen-

    didikan nasional dijabarkan ke dalam kurikulum pendidikan,

    standar nasional pendidikan, progam dan kebijakan pendidikan,

    proses pelaksanaan pembelajaran, dan sistem evaluasi. Pada

    perkembangan dunia pendidikan saat ini, fungsi dan tujuan

    tersebut tidak dapat dijawab secara operasional dalam kegiatan

  • 23

    pendidikan bahkan seolah-olah memiliki sifat parsial terhadap

    program dan kebijakan pendidikan.

    Berdasarkan tujuan Undang-Undang tersebut dan Tujuan

    Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang

    Nomor 17 Tahun 2007 maka pemerintah membuat Kebijakan

    Pendidikan Karakter yang tertuang dalam Peraturan Presiden

    Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan

    Pendidikan Karakter. Peraturan ini selanjutnya direalisasikan

    oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

    Republik Indonesia dalam bentuk aturan turunannya; Peraturan

    Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun

    2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pen-

    didikan Formal. Selanjutnya, kebijakan nasional tentang

    pendididkan karakter tersebut difahami, diwujuddkan dan

    diimplementasikan secara parsial dan berbeda oleh satuan

    pendidikan formal setingkat Madrasah Aliyah Negeri di Kota

    Jambi sesuai dengan visi misi madrasah tersebut.

    Berbagai perubahan kebijakan pendidikan dan kurikulum

    pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah sampai pada tahap

    penyelenggara namun belum menjawab tantangan kualitas

    proses dan mutu lulusan yang berkarakter. Setiap tahun peme-

    rintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas

    pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan. Semua

    pihak terlibat dalam setiap perubahan kebijakan yang dilakukan

    termasuk pimpinan pendidikan, orang tua, dan masyarakat.

    Namun kualitas proses dan lulusan pendidikan di sekolah belum

    mencapai tujuan pembetukan karakter sebagaimana tercantum

    dalam tujuan pendidikan nasional.

    Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide,

    konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis

    sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan

  • 24

    pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.17 Imple-

    mentasi atau penerapan pendidikan karakter merupakan

    aktualisasi konsep dan program pendidikan karakter dalam

    pembelajaran atau aktivitas di sekolah sehingga peserta didik

    mengalami perubahan pada aspek afektif dan juga kognitif dan

    psikomotorik. Penerapan pendidikan karakter di lembaga

    pendidikan atau biasa dikenal dengan pendidikan budi pekerti

    ditujukan untuk membangun lulusan pendidikan yang memiliki

    nilai-nilai agama yang kuat dan moral yang positif.

    Pada tahap jenjang pendidikan menengah atas atau

    Madrasah Aliyah, konsep yang relevan untuk membentuk

    karakter peserta didik adalah “Ing Madya Mangun Karsa”,

    artinya pada jenjang ini guru merupakan fasilitator bagi peserta

    didik untuk memberi semangat belajar. Guru tidak mendikte

    atau menekan peserta didik, melainkan membakar semangat

    belajar keras peserta didik. Ketika guru memfasilitasi atau men-

    dampingi peserta didik dalam proses pembelajaran, maka

    peserta didik akan menginternaslisasikan nilai-nilai karakter

    seperti rasa ingin tahu, belajar keras, disiplin, mandiri, dan

    karakter lainnya.18

    Pengembangan sikap peserta didik (attitude), pengem-

    bangan watak (character) dan penanaman akhlak mulia (budi

    pekerti) adalah beberapa unsur sentral dari tujuan besar

    pendidikan Indonesia yang sudah termaktub dii dalam Undang-

    Undang Sistem Pendidikan Nasional. Secara garis besar tujuan

    tersebut terkait dengan pembentukan karakter dan moral

    pendidikan peserta didik sehingga menjadi generasi penerus

    bangsa yang memiliki pondasi kuat baik dari pengetahuan,

    keterampilan, keagamaan, dan nilai-nilai kebangsaan.

    17 Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Manajemen Pendidikan: Analisis dan Solusi

    terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif, (Jakarta: Pustaka Prestasi, 2012), hal. 233.

    18 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), hal. 17.

  • 25

    Taktik dan gerakan organisasi yang dihasilkan pada

    pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Mesir mengembalikan

    gagasan sistem pembelajaran character formation and religious

    education atau pembentukan karakter dan pendidikan agama

    (tarbiyah) adalah cara terbaik untuk membangun sebuah gerakan

    untuk perubahan sosial. Cara paling efektif untuk melakukan

    pembentukan karakter pada pelajar atau siswa ini adalah melalui

    formation of intimate learning circles atau pembentukan lingkaran

    belajar yang intim (halaqah) dan kelompok pendukung (usrah,

    "keluarga") dimana mereka mencoba untuk menerapkan hukum

    Tuhan dalam semua aspek kehidupan mereka.19

    Prinsip pertama implementasi pendidikan Islam terin-

    tegrasi telah dilakukan pada kurikulum pembelajaran di sekolah.

    Sebagian besar pihak yang mendukung konsep sistem integrasi

    pendidikan Islam melihat adanya pola pencampuran sebagai

    sebuah penerapan komitmen dari prinsip yang menyentuh

    antara hubungan sekolah Islam dengan masyarakat. Secara

    khusus, sekolah berfungsi untuk memberikan pelayanan, tidak

    hanya sebagai tempat untuk melatih anak didik, tetapi sebagai

    penggerak penanaman nilai-nilai Islam dan karakter akhlakul

    karimah di lingkungan masyarakat.

    Pemahaman dalam integrasi pendidikan Islam dengan

    kurikulum di sekolah dikembangkan melalui keterpaduan orang

    tua secara aktif di sekolah. Orang tua sebagai stakeholder yang

    langsung berhubungan dengan kepentingan anak di sekolah

    berkesinambungan dengan peran aktif guru dalam komunitas-

    komunitas bentukan sekolah. Ini merupakan cara efektif untuk

    melibatkan orang tua yang tidak terhenti hanya sebatas pada

    tanggung jawab di pintu pendaftaran. Sehingga terlahir rasa

    bertanggung jawab terhadap perubahan pada peserta didik dan

    sistem pendidikan. Mengingat kembali bahwa orang tua

    19 Robert W. Hefner, Making modern Muslims: the politics of Islamic education in Southeast

    Asia (USA: University of Hawai‘i, 2009), hal. 74.

  • 26

    memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak didik

    dan keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan.

    Seiring berkembangnya tuntutan output atau keluaran

    pendidikan yang siap diterima oleh berbagai bidang stakeholder

    terjadi karena semakin banyak problema yang menjangkit pada

    dunia anak-anak baik dari tingkat dasar sampai anak remaja.

    Seringnya terjadi kasus tindakan pelecahan seksual, kekerasan,

    bullying, diskriminasi, dan penggunaan obat-obat terlarang

    melahirkan tanda tanya apa sebenarnya pendidikan karakter

    yang selama ini digencarkan untuk diimplementasikan di

    seluruh lembaga pendidikan. Terlebih lagi mereka akan menjadi

    generasi pengganti para elit pemerintah, elit politik, pemerhati

    pendidikan, kelompok keluarga baru yang seharusnya sudah

    benar-benar disiapkan sejak mereka menempuh pendidikan.

    Nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan dan ditanamkan

    kepada peserta didik masih tidak memberikan perubahan pada

    degradasi moral yang merajalela di seluruh lini lembaga.

    Bagaimana cara pendidikan karakter ditanamkan sesung-

    guhnya sudah dijelaskan secara praktis di dalam kurikulum.

    Karakter-karakter yang harus dikembangkan pada setiap jenjang

    pendidikan diturunkan dari konsep dasar nilai-nilai karakter

    yang dirumuskan oleh kementerian pendidikan melalui pen-

    dekatan nilai-nilai moralitas yang terdiri dari 18 unsur. Secara

    umum nilai keteladanan dan pembiasaan diinternalisasikan

    melalaui enerapan budaya sekolah sehingga terdapat integrasi

    seluruh unsur sekolah baik dari kepala sekolah, guru, peserta

    didik, dan orang tua. Idealnya pembiasaan di sekolah didukung

    dengan pembiasaan di rumah bersama orang tua.

    Implementasi kebijakan pendidikan karakter di sekolah

    diarahkan melalui pembentukan kurikulum karakter yang

    dilaksanakan dengan strategi yang mikro dalam kegiatan intra

    maupun ekstrakurikuler yang masih mengandung modus nilai

    konvensional. Urgensi pemberian orientasi bagaimana dan apa

    pendidikan karakter dan nilai-nilai moral yang harus

  • 27

    dikembangkan pada ranah afektif dan psikomotorik peserta

    didik mengharuskan keterlibatan langsung dan praktik peserta

    didik dalam kegiatan sekolah.

    Studi kasus yang telah dilakukan oleh beberapa ahli

    mencakup kebijakan pendidikan yang mempengaruhi reformasi

    kurikulum, kecenderungan evaluasi dan asesmen, desentralisasi

    dan privatisasi di pendidikan Indonesia, pendidikan teknis dan

    kejuruan, pendidikan anak usia dini, serta keunggulan dan

    kualitas dalam pendidikan. Serangkaian tawaran temuan terbaru

    mengenai isu-isu penting pada arah pendidikan dan kebijakan

    komparatif sangat dibutuhkan.

    Pengembangan berbagai strategi baru dalam internal

    sekolah seperti mode pembelajaran yang lebih komprehensif,

    fleksibel, dan inovatif, harus memperhitungkan kebutuhan

    peserta didik yang selalu berubah dan berkembang. Seluruh

    perkembangan termuat dalam perubahan kebijakan pendidikan

    untuk mengatasi disparitas dan ketidaksetaraan pendidikan

    yang sering terjadi karena adanya perbedaan sosial-ekonomi.

    Pengembangan strategi ditujukan agar kualitas pendidikan

    mengalami peningkatan secara signifikan. Oleh karena itu

    berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan sebuah pola pem-

    belajaran pada pendidikan yang sesuai kebutuhan peserta didik

    dan pertumbuhan kualitas sumber daya manusia dengan menye-

    laraskan pendidikan dan budaya lokal. Penguatan pendidikan di

    sekolah dengan didukung budaya lokal untuk melestarikan nilai-

    nilai hubungan peserta didik dengan sosial masyarakat. Strategi

    ini memberikan arah pendidikan yang berciri khas budaya lokal.

    Dan untuk menjawab tantangan yang lebih kompleks, lembaga

    pendidikan melakukan kolaborasi sistem pembelajaran lokal

    dengan kerjasama internasional sehingga kebijakan pendidikan

    merata dengan perubahan dan reformasi pendidikan di seluruh

    daerah.

  • 28

    Budaya sekolah memberikan gambaran bagaimana

    seluruh aktivitas akademika bergaul, bertindak dan menyele-

    saikan masalah dalam segala urusan di lingkungan sekolahnya.

    Kebiasaan mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas diri

    merupakan kultur yang seharusnya hidup sebagai suatu tradisi

    yang tidak lagi dianggap sebagai beban bagi peserta didik.

    Sekolah sebagai sebuah kesatuan lembaga formal dan mem-

    punyai sasaran masing-masing, cenderung memiliki kekhasan

    dalam interaksi yang terjadi di antara sesama peserta didik, guru,

    dan para pegawai. Suatu budaya tidak dapat dikategorikan

    bernilai baik atau buruk. Kesan baik atau buruk itu timbul ketika

    seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan menggunakan

    budayanya sendiri tanpa memperhatikan dan menyesuaikan

    dengan budaya lawan bicaranya.

    Pemberian pendidikan agama merupakan salah satu

    persyaratan mata pelajaran wajib yang sempat mengalami

    pengurangan jumlah jam pelajaran. Kebijakan pemerintah tidak

    berpihak pada kebutuhan pembinaan peserta didik. Pendidikan

    agama menjadi bagian kurikulum nasional yang diatur oleh

    kebijakan kementerian pendidikan. Tujuan, konten atau isi dan

    pendekatan pendidikan agama ditentukan oleh banyak pihak

    yang terlibat berdasarkan aturan pada Undang-Undang sistem

    pendidikan nasional. Esensi sistem pendidikan terdapat pada isi

    kurikulum yang diuraikan dalam silabus. Kurikulum nasional

    secara umum dituntut untuk memuat perkembangan spiritual,

    moral, budaya, mental dan fisik peserta didik di sekolah.

    Fleksibilitas dalam perumusan pendidikan sangat penting

    dimana kebijakan pendidikan melibatkan seluruh unsur aka-

    demisi, praktisi, dan pemerhati sosial masyarakat. Konten pen-

    didikan disepakati dan disusun dari tingkat nasional dan

    diselenggarakan di tingkat lokal. Lembaga pendidikan diharus-

    kan untuk membuat ketentuan bersifat kolektif. Berbagai hal

  • 29

    harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pen-

    didikan termasuk latar belakang dengan memperhatikan latar

    belakang darah, keluarga, etnis, ekonomi, dan sosial.

    Kegiatan pendidikan di sekolah menjadi wadah pemuatan

    pendidikan karakter. Setiap lembaga pendidikan pasti memiliki

    kegiatan kurikuler, kegiatan kokurikuler, dan kegiatan ekstra-

    kurikuler terintegrasi secara menyuluruh bukan hanya dalam

    pelajaran Agama Islam atau Pendidikan Kewarganegaraan.

    Pengintegrasian ini menjadi sangat penting untuk mencpai

    kebeehasilan penerapan kebijakan pendidikan karakter. Sebuah

    narasi baru muncul yang mengangkat kebutuhan penetapan

    pendidikan karakter menjadi sebuah mata pelajaran tersendiri.

    Lembaga pendidikan memiliki kebijakan internal untuk

    mengembangkan pola penerapan pendidikan karakter yang

    sesuai dengan potensi dan ruang lingkup lembaga. Sebuah pola

    yang akan melatih pengembangan peserta didik dalam me-

    numbuhkan semangat untuk menjalankan kehidupan sosial

    yang sehat, menegakkan nilai kebangsaan, menjaga lingkungan

    sekitar keberadaan mereka, melakukan dialog-dialog pendi-

    dikan, dan melakukan kegiatan dengan masyarakat sekitar

    sekolah maupun sekitar tempat tinggal. Kegiatan bersifat sosial

    juga akan meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan

    peserta didik. Interaksi peserta didik dalam aktivitas sosial

    menumbuhkan kepakaan terhadap kondisi lingkungan yang ada

    di sekitar.

    Kebijakan pendidikan karakter di sekolah yang sudah

    dimasukkan ke dalam kurikulum masih dilematis. Penerapan

    pendidikan karakter akan memberikan hasil maksimal ketika

    sejalan dengan jumlah jam pelajaran agama. Dimana nilai-nilai

    karakter yang dikemas kementerian pendidikan sesungguhnya

    ada pada nilai pelajaran agama. Pada saat ini porsi jam pelajaran

    agama di sekolah sangat sedikit hanya berkisar dua sampai tiga

    jam. Kebijakan pemerintah ini tidak seiring sejalan dengan

    kebutuhan pelaksanaan pendidikan karakter. Jumlah jam

  • 30

    pelajaran agama yang saat ini dialokasikan di sekolah hanya

    cukup untuk menyampaikan atau mengajarkan nilai kognitif

    peserta didik yang bersifat klasikan dan teoretis. Isi pembelajaran

    menguatkan unsur hafalan teori dibandingkan dengan

    pemahaman peserta didik dalam nilai terapan.

    Karakter anak didik yang berkembang di lingkungan

    sekolah terjalin melalui interaksi dan komunikasi berbagai pihak

    baik guru dan sesama anak didik. Pentingnya membangun

    sebuah komunikasi dalam aspek afektif juga telah dijabarkan

    Islam dalam sebuah surah yaitu:

    ُ غََِنٌّ َحِلمٞي ّللَّٱن َصَدقَٖة يَتۡبَُعهَآ ٱَٗذۗى َوٱ ِمِ

    َوَمۡغِفَرةٌ َخۡۡيٞٞ

    ۡعُروف مَّٞ ٢٦٣۞قَۡول

    Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada

    sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah

    Mahakaya, Maha Penyantun. (Q.S Al-Baqarah: 263)20

    Strategi pengajaran yang akan mendukung kebijakan

    pendidikan karakter adalah sebuah strategi yang besifat praktek

    dan konkret bukanlah sebuah startegi teoretis yang tentu tidak

    dapat berdampak langsung nilai karakter pada peserta didik.

    Untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilannyapun harus

    dilakukan evaluasi yang bersifat otentik. Evaluasi yang bersifat

    telaah terhadap penguasaan kompetensi secara menyeluruh

    tidak sebatas pada akademik. Oleh karena itu guru pendidikan

    agama harus menguasai pengetahuan, sikap yang memang layak

    sebagai suri teladan bagi peserta didik, dan keterampilan dalam

    melaksanakan proses pembelajaran. Dengan pembagian jumlah

    jam pelajaran masing-masing merujuk kepada kurikulum

    nasional, menguatkan aspek ajaran pendidikan karakter.

    Sebuah estetika mampu mengakomodir penerapan pen-

    didikan karakter di sekolah. Proses sebuah pendidikan estetika

    atau pendidikan seni mengembangkan daya imajinatif dan

    20 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Op.Cit., hal. 77.

  • 31

    kreativitas peserta didik yang akan menciptakan kesehatan

    pikiran dan jiwa peserta didik. Melalui pola pendidikan estetika

    yang biasanya diterapkan dalam pendidikan seni maka menjadi

    sangat efektif penanaman karakter peserta didik. Penggunaan

    pola pengajaran menjadi lebih kreatif dan luas. Penanaman

    karakter pada peserta didik membutuhkan sebuah kelembutan

    dari para pendidik sehingga endorong mereka menyadari betapa

    pentingnya perilaku atau sikap yang berakhlakul karimah di

    tengah kemampuan kognitifnya. Sebuah keindahan memberikan

    stimulus kepada peserta didik sehingga lebih mudah menerima

    nilai karakter yang ditanamkan.

    Sejatinya pendidikan dan karakter adalah satu nyawa,

    tidak dapat dipisahkan. Pendidikan membentuk karakter se-

    dangkan karakter memperkuat pendidikan. Inilah yang men-

    jadikan pendidikan dan karakter itu penting untuk terus di-

    evaluasi prosesnya dalam pembelajaran sehari-hari. Akan tetapi,

    dalam praktiknya di lapangan, pendidikan karakter kerap kali

    menghadapi berbagai macam persoalan mulai dari yang bersifat

    teknis hingga pragmatis. Ini banyak terjadi di lembaga pen-

    didikan formal binaan pemerintah mulai dari sekolah dasar

    hingga sekolah menengah atas. Peristiwa pemukulan seorang

    siswa terhadap gurunya sendiri di Sampang Madura Jawa Timur

    lalu membuka fakta betapapun canggihnya kurikulum pen-

    didikan karakter yang selama ini diajarkan di kelas, moral siswa

    masih belum tersentuh. Akibatnya kekerasan baik terhadap

    sesama maupun gurunya sendiri akan tetap terjadi. Hal ini juga

    berpotensi terjadi di daerah lain. Dengan demikian dapat kita

    pahami bahwa sejatinya pendidikan karakter di Indonesia yang

    dijalankan di sekolah umum belum selesai. Ada banyak

    hambatan dalam implementasinya yang perlu didiskusikan

    bersama.21

    21 Muhamad Bari Baihaqi, http://www.neraca.co.id/article/97888/hambatan-

    dalam-implementasi-pendidikan-karakter, Sabtu, 03 Maret 2018.

  • 32

    Sebuah studi yang dilakukan Prof.Dr.H. Irwan Prayitno,

    PSi, MSc mengenai pendidikan karakter sebagai solusi mengatasi

    masalah moral dan hilangnya rasa malu di Sumatera Barat.

    Dunia pendidikan Indonesia saat ini masih berkutat pada

    domain peningkatan aspek kognitif. Krisis moral yang terus

    bergulir menimpa semua elemen bangsa tidak kunjung ter-

    selesaikan. Berbagai krisis moral yang merebak antara lain

    meningkatnya pergaulan bebas baik pada tingkat anak sekolah

    dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Bahkan marak angka

    kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman,

    pencurian remaja, kebiasaan mencontek yang berakibat pada

    rusaknya mental peserta didik. Penyalahgunaan obat-obatan,

    pornografi, perusakan milik orang lain, dan budaya korupsi

    sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat

    diatasi secara tuntas.22

    Semua permasalahan pendidikan di atas merupakan

    akibat tidak langsung dari kurangnya penghayatan nilai-nilai

    karakter yang ada dalam pembelajaran. Oleh karena itu

    penguatan pendidikan karakter sangat relevan untuk mengatasi

    krisis moral anak bangsa saat ini. Konsep pendidikan karakter

    yang ditawarkan oleh Irwan Prayitno bertumpu pada ajaran

    agama, adat dan budaya, dan nasionalisme. Irwan menekankan

    pada keterpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotorik

    dalam pembentukan kurikulum

    Latar belakang pembangunan karakter dalam rangka

    mewujudkan realisasi amanat Pancasila dan Pembukaan UUD

    1945 karena adanya permasalahan kebangsaan yang berkembang

    saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai

    Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam

    mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam

    kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran

    terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa;

    22 Irwan Prayitno, http://irwan-prayitno.com/2015/11/pendidikan-karakter-solusi-

    atasi-masalah-moral/ 19 November 2015.

  • 33

    dan melemahnya kemandirian bangsa. Untuk mendukung per-

    wujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana di-

    amanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta

    mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah

    menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program

    prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit

    ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

    Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter

    ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pem-

    bangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak

    mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan

    falsafah Pancasila.”

    Sebuah generasi pasti akan mengalami pergantian, dan di

    kemudian hari akan lahir generasi-generasi muda sebagai

    penerus bangsa yang lahir atas harapan menjadi bangsa yang

    lebih maju. Generasi muda merupakan penggerak yang sangat

    mempengaruhi perputaran tata kehidupan sebuah bangsa.

    Sehingga ada sebuah jargon yang menyatakan bahwa jika rusak

    sebuah generasi muda maka akan hancur suatu bangsa dan

    sebaliknya jika baik sebuah generasi muda maka sebuah bangsa

    akan terus maju dan berkembang dengan inovasi-inovasi baru

    yang lahir dari daya pikir dan kreativitas generasi muda.

    Kurikulum pendidikan karakter merupakan produk besar

    dari kepentingan pemerintah dan kebutuhan masyarakat untuk

    melanggengkan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Output

    dari lembaga pendidikan akan diserap oleh lingkungan tersebut.

    Pembekalan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan akan

    menunjukkan tingkat keberhasilan melalui lulusan yang di-

    keluarkan. Mata pelajaran yang dipilih dalam kurikulum, peng-

    ajaran pendekatan yang digunakan, bahkan bahasa yang di-

    gunakan oleh guru di ruang kelas, dianggap sebagai peserta

    didik yang istimewa dan memfasilitasi masuknya mereka ke pen-

    didikan lebih lanjut. Peserta didik menjadi pelaku pendidikan

    yang disorot akhir-akhir ini. Sebuah kegagalan produk

  • 34

    pendidikan dimana banyak sekali terjadi tindakan korupsi yang

    dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan tindakan asusila

    oleh para oang dewasa. Ini adalah kegagalan produk pendidikan

    pada masa lampau yang tidak mampu memberikan penguatan

    nilai-nilai karakter peserta didik. Pendidikan masa lalu masih

    telalu berfokus kepada peningkatan kognitif sehingga nilai-nilai

    sikap tidak menjadi perhatian besar.

    Anak-anak dididik di sekolah dan para orang tua mem-

    percayakan pendidikan anak mereka di sekolah karena mereka

    meletakkan harapan bahwa anak-anak akan terhindar dari

    pengaruh pergaulan bebas yang salah dan mendapat didikan

    moral yang baik. Harapan orang tua sebagaimana harapan

    seluruh rakyat suatu bangsa agar mereka memiliki kehidupan

    berbudaya yang berkontribusi pada pembentukan sumber daya

    manusia yang unggul dari kompetensi dan karakter hidup.

    Anak-anak harus tumbuh menjadi individu yang berkarakter

    karena saat ini sesungguhnya bangsa Indonesia sedang meng-

    hadapi penjajah yang merongrong melalui pengrusakan karakter

    anak didik. Sehingga bangsa Indonesia menjadi lemah dan

    mudah diprovokasi untuk memecah belah persatuan.

    Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan

    peneliti di lapangan, maka beberapa grandtour ditemukan dari

    Madrasah Aliyah di kota Jambi yang menjadi tempat

    keterwakilan penelitian. Grandtour dilakukan peneliti dengan

    menggunakan observasi langsung terhadap sumber informasi

    utama terkait implementasi pendidikan karakter di sekolah.

    Hasil pengamatan pertama yakni pelaksanaan pendidikan

    karakter tidak semudah mendesain pendidikan karakter itu

    sendiri. Permasalahan perilaku anak di madrasah yang sering

    terjadi dalam penanaman nilai-nilai disiplin, jujur, dan toleran.

    Anak-anak madrasah yang sedang berada pada tahap remaja

    awal dan merupakan fase dimana mereka mencari jati diri, tidak

    patuh pada aturan-aturan madrasah. Sikap melanggar aturan

    madrasah yang dilakukan oleh peserta didik sebagai bentuk

  • 35

    pergolakan anak terhadap peraturan yang tidak disetujui oleh

    pendapat mereka. Sikap ketidaksiplinan yang menimbulkan

    masalah peserta didik sehingga mereka harus menerima hukum-

    an sesuai dengan tindakannya.23

    Hasil pengamatan kedua yaitu adanya kebiasaan merokok

    dikalangan anak-anak madrasah yang masuk dalam kategori

    usia remaja. Menurut keterangan yang diberikan oleh guru bim-

    bingan konseling, peserta didik yang terlibat tindakan merokok

    selalu menganggap bahwa merokok merupakan sebuah simbol

    kehebatan dan kekuatan. Peserta didik yang merokok men-

    dapatkan pengaruh dari teman sebaya ketika mereka bergaul di

    lingkungan luar madrasah. Kebiasaan merokok dikalangan

    pelajar madrasah dapat membahayakan keadaan sosial dan

    emosional. Beberapa hal yang lebih menghawatirkan tindakan

    tersebut dapat burujung kepada penggunaan narkotika dan obat-

    obat terlarang. Penggunaan narkoba akan merusak psikologi

    anak dan menjatuhkan mental mereka dalam berkarya dan

    membangun sebuah kreativitas. Anak-anak yang telah memakai

    narkoba akan mengalami penurunan tingkat konsentrasi dalam

    belajar dan dapat memberikan pengaruh terhadap teman lain-

    nya. Sekolah menindak tegas terhadap anak yang menggunakan

    obat-obat terlarang.24

    23 Observasi, Karakter Peserta Didik, Januari 2019. 24 Wawancara, Karakter Peserta Didik, Januari 2019.

  • 36

    Diagram Permasalahan Karakter Peserta Didik pada

    Madrasah

    Peserta didik pada masa sekolah menengah mengalami

    fase perubahan yang sangat besar dimana cara berpikir dan

    pergaulan mereka sangat rentan dengan perkembangan ling-

    kungan sosial dan pengaruh digitalisasi. Berbagai permasalahan

    perilaku yang dialami peserta didik di madrasah menjadi suatu

    hal yang kompleks sehingga harus diberikan perlakuan yang

    baik melalui aktivitas peserta didik di madrasah sehingga tidak

    merugikan dirinya sendiri dan orang lain termasuk madrasah.

    Perilaku bermasalah peserta didik akan membuat menurunnya

    prestasi mereka dan madrasah. Menjadi perhatian penting

    masalah karakter peserta didik karena mereka menjadi output

    Permasalahan

    Peserta Didik

    Perbuatan Awal

    Pencurian

    Berbohong

    Perkelahian Antar Siswa

    Mengganggu Teman

    Berkata kasar dan

    tidak hormat

    Merokok

    Menonton Pornografi

    Kurang Disiplin Waktu

    Tidak Mengindah

    kan Peraturan

    Berbuat Amoral

  • 37

    lembaga dan generasi masa depan yang akan memangku

    kepentingan bangsa.

    B. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

    Tujuan penulisanini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui alasan pemerintah mengeluarkan

    kebijakan pendidikan karakter di Madrasah Aliyah di

    Provinsi Jambi

    2. Untuk mengetahui hasil analisis kebijakan pendidikan

    karakter di Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi

    3. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter di

    Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi

    4. Untuk mengetahui kendala implementasi kebijakan nasional

    belum mampu mencapai standar pendidikan karakter di

    Madrasah Aliyah di Provinsi Jambi

    Selanjutnya penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat

    bagi:

    1. Kepentingan Ilmiah, dapat menjadi contributions to knowledge

    bagi para pemerhati pendidikan dan memperkaya bidang

    kajian analisis kebijakan pendidikan di Indonesia.

    2. Kepentingan akademik, manfaatnya dapat dijadikan sebagai

    referensi dalam bentuk rumusan tentang perencanaan,

    pelaksanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap

    kebijakan nasional tentang pelaksanaan pendidikan karakter

    di sekolah-sekolah.

  • 38

  • 39

    BAGIAN KEDUA

    STUDI TEORETIS KEBIJAKAN

    PENDIDIKAN KARAKTER

    A. Analisis Kebijakan

    Secara etimologi kata kebijakan (policy) diturunkan dari

    bahasa Yunani, yaitu polis yang artinya kota. Kebijakan juga

    mengacu kepada cara-cara dari semua bagian pemerintahan

    mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini,

    kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan

    merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/

    lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar

    tujuannya.25

    Analisis kebijakan adalah suatu proses yang dapat meng-

    hasilkan informasi teknis sebagai salah satu masukan bagi

    perumusan beberapa alternatif kebijakan yang didukung oleh

    informasi teknis.26 Penelitian kebijakan (policy research) secara

    spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan (policy

    maker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan

    memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan

    untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

    Kebijakan dan kemampuan menjadi poin penting bagi

    sebuah institusi untuk mewujudkan keunggulan atas pesaing

    utama dalam memberikan proposisi nilai. Terdapat dua dimensi

    25 Mukhtar dkk, Analisis Kebijakan Pendidikan: Standar Kompetensi Manajerial Kepala

    Sekolah/Madrasah (Jambi: Salim, 2018), hal. 16. 26Ali Masykur Musa, Politik Anggaran Pendidikan Pasca Perubahan UUD 1945, (Jakarta :

    Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), hal.27

  • 40

    bagaimana memenangkan kebijakan yaitu pertama dimensi

    rantai nilai infrastruktur. Hal ini berkaitan dengan sumber daya

    dan kemampuan internal telah dibuat institusi untuk men-

    dukung proposisi nilai yang dipilih dan target pasar, jaringan

    mitra kerjasama yang dibentuk untuk mendukung model pene-

    rapan kebijakan di badan penyelenggara, dan kebijakan

    diorganisasikan ke dalam model penciptaan dan pengiriman

    nilai yang koheren secara keseluruhan. Kedua adalah dimensi

    manajemen. Hal ini meliputi pilihan institusi tentang struktur

    organisasi, struktur keuangan, dan kebijakan manajemen. Gaya

    organisasi dan manajemen terkait erat satu sama lain. Pada

    sebuah institusi yang dikelola terutama di sekitar manajemen

    bidang produk atau keluaran sering sangat tersentralisasi. Bagi

    instaitusi yang beroperasi dengan struktur organisasi yang lebih

    geografis biasanya dikelola dengan dasar yang lebih

    terdesentralisasi.27

    Dalam perpspektif Islam dapat diselaraskan tentang dasar

    pijakan pelaksanaan tahapan kebijakan publik yang disandarkan

    pada surat al-Nahl ayat 125 yakni:

    َِِّت ِِهَ ٱَۡحَسُنُۚ لٱِدلۡهُم ِبٱ نَِةِۖ َوَج َٰ لَۡحس َ

    ٱلَۡمۡوِعَظِة ٱ

    ٱلِۡحۡۡكَِة َوٱ

    ٱَِِك ِبٱ ََلٰ َسِبيِل َرب

    ِۡدُع إ

    ٱٱ

    لُۡمهۡتَ ٱۦ َوُهَو ٱَعَۡۡلُ ِبٱ ََّك ُهَو ٱَعَۡۡلُ ِبَمن َضلَّ َعن َسِبيِِلِ نَّ َرب

    ِ ١٢٥ِديَن إ

    Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah

    dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara

    yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

    mengetahui tentang apa yang tersesat dari jalanNya dan

    Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

    petunjuk”28.

    27 Cornelis A. de Kluyver dan John A. Pearce II, Strategic Management: An Executive

    Perspective (New York: Business Expert Press, LLC, 2015), hal. 2. 28 Departeman Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, ( Jakarta : Proyek Depag RI,

    2007). Hlm. 270.

  • 41

    Pemahaman yang terkandung dalam ayat di atas bahwa

    Allah memerintahkan kepada kita agar melakukan dakwah dan

    komunikasi dengan suatu kebijaksanaan (policy) dan penyam-

    paian saran atau masukan yang baik dan benar sehingga

    berlangsung sebaik mungkin. Atas dasar pemahaman ini, maka

    kebijakan publik merupakan bagian dari keputusan yang harus

    ditetapkan dan disampaikan dengan bijak (policy) dan dengan

    cara yang baik serta komunikasi persuasif. Konsep dasar dari

    makna ayat ini merupakan tahapan pelaksanaan dari kebijakan

    publik yang menjadi fokus penelitian disertasi ini. Pada surat Al-

    Syuura ayat 38 dikatakan:

    لَٰوَة َوٱَۡمُرُُهۡ ُشوَرٰى بَيََۡنُۡم َومِ لصَّٱۡم َوٱَقَاُموْإ ٱ ِ تََجابُوْإ ِلَرِّبِ س ۡ

    ٱيَن ٱ ِ َّلَّ

    ٱۡم َوٱ ا َرَزقََۡن َُٰ مَّ

    ٣٨يُنِفُقوَن

    Artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan

    Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka

    (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka

    menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada

    mereka."

    Setelah ayat yang lalu menguraikan hal-hal yang selalu

    dihindari oleh orang-orang yang wajar memperoleh kenikmatan

    yang abadi, ayat ayat diatas mengemukakan apa yang selalu

    menhiasi diri mereka. Ayat diatas bagaikan menyatakan : Dan

    kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi orang orang yang

    benar benar memenuhi seruan tuhan mereka dan merekan

    melaksanakan shalat secara bersinambung dan sempurna, yakni

    sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyuk kepada Allah.

    Dan semua urusan yang berkaitan dengan masyarakat mereka

    adalah musyawarah antara mereka, yakni mereka memutus-

    kannya (membuat keputusan) dengan cara musyawarah, tidak

    ada diantara mereka yang bersifat otoriter dengan memaksakan

    pendapatnya ; dan disamping itu mereka juga dari sebagian

    rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, baik harta

  • 42

    maupun selainnya, mereka senantiasanya nafkahkan secara tulus

    serta bersinambung baik nafkah wajib maupun sunnah. Kata

    Syura’, terambil dari kata syaur. Kata syuura bermakna meng-

    ambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan mem-

    perhadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain. Kata ini

    terambil dari kata Syirtu Al-‘Asal yang bermak na : saya

    mengeluarkan madu (dari wadahnya). Ini berarti mempersama-

    kan pendapat yang terbaik dengan madu dan bermusyawarah

    adalah upaya meraih madu itu di manapun I ditemukan. Atau

    dengan kata lain, pendapat siapa pun yang dinilai benar tanpa

    mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya.

    Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana bentuk syuura

    yang dianjurkannya. Ini untuk memberi kesempatan kepada

    setiap masyarakat menyusun bentuk syuura yang mereka

    inginkan sesuai dengan perkembangan. Perlu diingat bahwa ayat

    ini turun pada periode belum lagi terbentuk masyarakat Islam

    yang memiliki kekuasaan politik sebelum terbentuknya negara

    madinah dibawah pemimpin Rasulullah SAW dan turunnya ayat

    yang menguraikan syuura pada periode makkah menunjukan

    bahwa bermusyawarah adalah anjuran Al-Quran dalam segala

    waktu dan untuk berbagai persoalan yang belum ditemukan

    petunjuk Allah di dalamnya. Mengambil keputusan dengan jalan

    musyawarah merupakan pelaksanaan perintah Allah.29

    Menurut Subarsono bahwa kebijakan public dapat berupa

    undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan pemerintah

    provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/ kota, dan keputusan

    walikota/bupati30. Kebijakan pemerintah atau kebijakan public

    merupakan hasil interaksi intensif antara para aktor pembuat

    kebijakan berdasarkan pada fenomena yang harus dicarikan

    solusinya. Meski demikian, aspek yang juga sangat penting

    29 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta Pusat : Lentera hati, 2002), Hlm.177-

    179. 30 Riant D Nugroho, Kebijakan Publik Evaluasi: Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta : Elex

    Media Komputindo, 2003) Lihat Juga: Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)

  • 43

    adalah partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan

    kebijakan.

    Penetapan suatu strategi dipengaruhi pula oleh kebijakan

    dan program. Apabila kebijakan dan programnya baik,

    futuristik, dan bersifat kompetitif, maka pimpinan suatu lembaga

    akan mudah menerjemahkannya ke dalam strategi. Pearce me-

    mandang pentingnya merumuskan suatu kebijakan. Merumus-

    kan kebijakan yang baik, antara lain memuat hal-hal berikut:

    a. Merumuskan misi, meliputi rumusan umum tentang

    maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan

    tujuan (goal).

    b. Mengembangkan profil yang mencerminkan kondisi intern

    dan kapabilitas.

    c. Menilai lingkungan ekstern meliputi pesaing, dan faktor-

    faktor kontekstual umum.

    d. Mengalisis opsi dengan mencocokkan sumber dayanya

    dengan lingkungan ekstern.

    e. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki.

    f. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi

    umum (grand strategy) yang diharapkan dapat mencapai

    pilihan yang paling dikehendaki.

    g. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka

    panjang yang sesuai dengan strategi jangka panjang dan

    strategi umum yang dipilih.

    h. Mengimplementasikan pilihan strategis dengan cara

    mengalokasikan sumber daya anggaran yang menekankan

    pada kesesuaian anara tugas, SDM, struktur, teknologi, dan

    sistem imbalan.

    i. Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai

    masukan bagi pengambil keputusan yang akan datang.31

    31 Dedi Mulyasana., Op.Cit., hal. 215.

  • 44

    Sebuah upaya yang dilakukan forum pelajar atau National

    Further Learner Forum (NFLF) untuk mengkolaborasikan suara

    pelajar dalam praktek kebijakan pendidikan. Penelusuran sejarah

    peran NFLF sebagai sarana untuk merefleksikan beberapa man-

    faat dan tantangan membawa pelajar sebagai bagian penting

    dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Forum pelajar ini

    menghadirkan debat pendidikan tentang proses suara pem-

    belajar bersama debat kebijakan publik. Hal tersebut membahas

    seputar peran data kualitatif dalam proses pengambilan keputus-

    an untuk mengekspos perspektif yang berbeda tentang seperti

    apa proses suara pelajar seharusnya. Menjelajahi bagaimana per-

    debatan ini telah membentuk NFLF dan membahas apa arti suara

    pelajar dalam kebijakan pelatihan dan pendidikan yang lebih

    lanjut. NFLF bertransformasi dengan memasukkan hak suara

    pelajar dalam tinjauan kebijakan dan penilaian badan peme-

    rintah. Pelajar adalah subjek pelaksana kebijakan pendidikan

    sehingga menjadi komponen penting untuk pengembangan

    kebijakan yang suaranya harus didengarkan oleh para pembuat

    kebijakan dan administrator di tingkat lokal, regional, dan

    nasional. Kebijakan pendidikan akan lebih tepat sasaran dalam

    sebuah transformasi pendidikan yang langsung melibatkan

    pelaksana dan pelaku kebijakan.32

    Analisis kebijakan pendidikan yang digunakan di

    Indonesia, kebanyakan menggunakan model analisis kebijakan

    politik-publik. Indikatornya yaitu:

    a. Pertama, ketidakjelasan dalam asumsi yang digunakan ter-

    hadap permasalahan pendidikan. Kompleksitas dan hetero-

    genitas jenis, sifat, dan situasi yang disebut sekolah selalu

    diidentikan dengan pendidikan. Sehingga tidak meng-

    herankan ketika dibahas mengenai sistem pendidikan maka

    32 Leah Dowdall, Edel Sheerin, Niamh O’reilly, The National Further Education and

    Training (FET) Learner Forum: The Benefits and challenges of Transforming Learner Voice into Policy Change, Adult Learner (0790-8040) is the property of AONTAS: The National Adult Learning Organisation 2019, pp.148-162. 15.

  • 45

    yang dibahas adalah sistem persekolahan. Menganalisis

    kebijakan pendidikan yang dianalisis ternyata kebijakan

    penyelenggaraan persekolahan. Akibatnya paradigma

    pendidikan yang universal dipandang secara sempit dan

    lebih banyak adaptif dari pada inisiatif.

    b. Kedua, dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan

    kurang kontekstual sebagai suatu kebijakan yang utuh dan

    terintegrasi secara empirical, evaluative, normative, pre-

    diktive, yang memberi pedoman yang jelas bagi penge-

    jawantahan formulasi, evaluasi, dan implementasi ke-

    bijakan. Sebagai suatu produk kebijakan pendidikan tidak

    difromulasikan berdasarkan elemen-elemen yang perlu

    diintegrasikan secara sinergi bukan sebagai komponen yang

    terdikotomi. Artinya apakah rumusan-rumusan kebijakan

    tersebut telah memenuhi kriteria kebijakan yang utuh atau

    masih ada butir-butir yang lepas dari ruang lingkupnya.33

    Analisis situasi merupakan awal proses dalam meru-

    muskan strategi. Leader harus menemukan kesesuaian strategis

    antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan

    internal, disamping memperhatikan ancaman eksternal dan

    kelemahan internal. Lingkungan internal meliputi kekuatan

    (strengths) yaitu situasi dan kemampuan internal yang bersifat

    positif yang memungkinkan organisasi memenuhi keuntungan

    strategik dalam mencapai visi dan misi. Kelemahan internal

    (weaknesses) adalah situasi dan faktor-faktor luar organisasi yang

    bersifat negatif, yang menghambat organisasi mencapai atau

    mampu melampaui pencapaian visi dan misi. Lingkungan

    eksternal meliputi peluang (opportunities) adalah situasi dan

    faktor luar organisasi yang bersifat positif, yang membantu

    organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi

    dan misi. Tantangan/ancaman (threats) adalah faktor luar

    33Yoyon Bachtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo

    Persada, 2012), hal. 44-45.

  • 46

    organisasi yang bersifat negatif yang dapat mengakibatkan

    organisasi gagal dalam mencapai visi dan misi.34

    Analisis kebijakan menghadapi sebuah tantangan besar

    karena sangat kompleks kaitannya dengan berbagai bidang yang

    masing-masing memiliki konstruksi masalah kebijakan. Analisis

    kebijakan bekerja pada konteks kebijakan kehidupan yang real,

    salah satu contoh dalam bidang pendidikn dalam meng-

    klarifikasi formulasi atau perumusan masalah dalam publikasi

    llembaga pendidikan. Semua permasalahan menjadi pertim-

    bangan yang didistribuskan dalam proses pengambilan

    keputusan oleh para pemangku kepentingan. Aspek internal dan

    eksternal lembaga pendidikan akan mempengaruhi bagaimana

    keputusan kebijakan pendidikan.

    Terdapat beberapa model analisis kebijakan salah satunya

    menurut Eugene Bardach yang biasa dikenal dengan istilah

    Bardach’s Eightfold Path karena terdapat delapan mekanisme

    analisis kebijakan. Menemukan masalah menjadi sebuah starting

    place yang tepat dan akhir yang tepat pada sebuah analisis adalah

    telling the story. Bardach’s Eightfold path yaitu:

    34Akdon, Strategic Management for Educational Management, (Bandung : Alfabeta, 2011),

    hal. 111-112.

  • 47

    Gambar Model Analisis Kebijakan The Eightfold Path dari

    Eugene Bardach35

    Ilmuwan penelitian analisis kebijakan pertama yakni

    William N. Dunn mengemukakan aspek-aspek kunci metodologi

    proses analisis kebijakan. Model dasar sumber pertama tulisan

    William N. Dunn penelitian ini:

    35 Eugene Bardach, A Practical Guide for Policy Analysis: The Eightfold Path to More

    Effective Problem Solving (New York: Seven Bridges Press, 2000), hal. Xiv.

    Define the Problem

    Assemble Some Evidence

    Construct the Alternatives

    Select the Criteria

    Project the Outcomes

    Confront the Trade Offs

    Decide

    Tell Your Story

  • 48

    Gambar Model Dasar Aspek Metodologi Analisis

    Kebijakan William N. Dunn36

    36 William N. Dunn, Methods of The Second Type: Copying with The Wilderness of

    Conventional Policy Analysis (Policy Studies of Review, 1988), Volume 7 No. 4, pp. 720-737 725

  • 49

    Penjelasan dari gambar di atas yakni:

    a. Problem sensing and problem structuring. Proses analisis

    kebijakan tidak berawal dari permasalahan yang jelas, tetapi

    dari pemikiran kecemasan yang menyebar dan tanda-tanda

    munculnya ketegangan sebagai bentuk dari persoalan

    situasi. Permasalahan kebijakan adalah hasil tindakan

    pemikiran atas lingkungan, elemen persoalan situasi inilah

    abstrak sebagai sebuah konstruk konseptual.

    b. Problem structuring and problem solving. Analisis kebijakan

    adalah sebuah proses multilevel meliputi metode pertama

    problem solving dan metode kedua problem structuring yang

    disebut sebagai desain kebijakan.

    c. Problem resolving, problem unsolving, dan problem dissolving,

    menunjuk kepada tiga jenis proses error correcting di dalam

    analisis kebijakan. Problem resolving melibatkan reanalysis

    struktur masalah secaa benar untuk mengurangi error kali-

    berasi. Problem unsolving menunjukkan ketertinggalan solusi

    berdasarkan masalah yang salah dan hasil problem

    structuring untuk memformulasikan permasalahan yang

    tepat. Problem dissolving menunjukkan formulasi per-

    masalahan yang salah terhadap beberapa upaya untuk

    memecahkan masalah tersebut.

    Secara umum, perkembangan proses analisis kebijakan

    menempuh enam jenjang metode, sebagaimana yang dikemuka-

    kan William N. Dunn dalam Mukhtar, yaitu:

    1. Perumusan masalah, yaitu menyadari adanya masalah dan

    memiliki potensi pemecahan masalah yang timbul tersebut,

    yang juga berfungsi sebagai pusat pengatur seluruh proses

    analisis kebijakan.

    2. Peliputan, yaitu alternatif yang memungkinkan seseorang

    menghasilkan informasi mengenai sebab dan akibat

    kebijakan pada masa telah lalu.

  • 50

    3. Peramalan, yaitu alternatif yang memungkinkan seseorang

    menghasilkan informasi mengenai akibat dari kebijakan

    yang akan di ambil pada masa yang akan datang.

    4. Evaluasi yaitu pemberian informasi mengenai hasil

    kebijakan yang telah diambil pada masa lalu dan masa yang

    akan datang.

    5. Rekomendasi yaitu informasi mengenai kemungkinan arah

    tindakan kebijakan yang akan diambil pada masa yang akan

    datang sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.37

    Prosedur-prosedur analisis kebijakan seperti yang

    dikemukakan oleh William N. Dunn digambarkan sebagai

    berikut:

    Penjelasan dari setiap prosedur analisis kebijakan seperti

    yang dikemukakan oleh William N. Dunn yaitu: 38

    37 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada

    Pers, 2009), hal. 33. 38 Nanang Fatah, Analisis Kebijakan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),

    hal. 8-9

    Perumusan masalah

    Peramalan

    Rekomendasi

    Pemantauan

    Penilaian

  • 51

    1. Perumusan masalah. Perumusan masalah dapat memasok

    pengetahuan yang relevan dengan kebijakan memersoalkan

    asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan

    memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan

    agenda (agenda setting). Perumusan masalah dapat mem-

    bantu menentukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,

    mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan

    yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan

    yang bertentangan dan merancang peluang kebijakan baru.

    Beberapa aktivitas dalam merumuskan kebijakan

    pendidikan:

    a. Pengenalan masalah diawali dengan pengakuan atau

    dirasakannya keberadaan situasi masalah. Situasi

    masalah dapat dilakukan dengan menemukan dan

    mengenali masalah

    b. Pencarian masalah, biasanya yang didapat adanya

    tumpuk masalah yang saling mengkait. Kumpulan

    masalah yang saling mengkait namun belum ter-

    struktur tersebut disebut meta masalah

    c. Pendefinisian dari setumpuk masalah yang belum

    terstruktur menghasilkan masalah substantif

    d. Spesifikasi masalah dari masalah subtantif kemudian

    dilakukan spesifikasi masalah dan menghasilkan

    masalah formal sebagai masalah kebijakan

    e. Perancangan tindakan dengan dihasilkannya masalah

    formal maka tahapan berikutnya adalah perancangan

    tindakan yang akan dilakukan pemerintah dalam

    rangka memberikan solusi terhadap masalah kebijakan

    proses ini disebut usulan kebijakan39

    39 Abd Madjid, Analisis Kebijakan Pendidikan (Yogyakarta: Samudra Biru, 2018), hal. 37.

  • 52

    2. Peramalan, menyediakan pengetahuan baru yang relevan

    dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi pada

    masa mendatang sebgai akibat dari diambilnya alternatif,

    termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan pada

    tahap formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa

    depan yang plausible, potensial, dan secara normatif bernilai

    estimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan,

    mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi

    dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan

    politik dari berbagai pilihan

    3. Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan

    dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya berbagai

    alternatif yang akibatnya pada masa mendatang telah

    diestimasi melalui peramalan. Ini membantu pengambil

    kebijakan pada adobsi kebijakan. Rekomendasi membantu

    mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali

    eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam

    pembuatan pilihan, dan menentukan pertanggung jawaban

    administrasi bagi implementasi kebijakan.

    4. Pemantauan menyediakan pengetahuan yang relevan

    dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang

    diambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan

    pada tahap implementasi. Banyak badan secara teratur

    memantau hasil dan dampak kebijakan dengan meng-

    gunakan berbagai indikator kebijakan. Misalnya indikator

    kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kri-

    minalitas, serta ilmu dan teknologi. Pemantauan membantu

    menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang

    tidak diinginkan dari kebijakan dan program, meng-

    identifikasi hambatan dan rintangan implementasi, serta

    menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab

    pada setiap tahap

  • 53

    5. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

    kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan

    yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi

    ini membantu pengambil kebijakan pada tahap penilaian

    kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi

    tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa

    jauh masalah telah terselesaikan tetapi juga menyumbang

    pada klasifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang

    mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan

    perumusan kembali masalah.

    Indikator implementasi kebijakan dapat diuraikan sebagai

    berikut:

    a. Komunikasi

    Keberhasilan komunikasi dapat diukur dengan melihat tiga

    indikator yaitu tranmisi, penyaluran komunikasi yang baik

    akan menghasilkan suau implementasi yang baik pula.

    Kejelasan komunikasi yang diterima pelaksana kebijakan

    harus jelas dan tidak membingungkan.

    b. Sumber daya

    Sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf

    yang ahli dan mampu mengimplementasikan suatu ke-

    bijakan. Kedua yaitu informasi yang berhubungan dengan

    cara melaksanakan kebijakan, implementator harus menge-

    tahui apa yang harus mereka lakukan saat mendapat

    perintah untuk melaksanakan tindakan.

    c. Diposisi

    Pelaksanaan kebijakan akan efektif jika pelaksana tidak

    hanya mengetahui apa yang akan dilaksanakan tetapi juga

    memiliki kemampuan untuk melakukannya sehingga dalam

    praktik kebijakan tidak terjadi bias.

    d. Struktur birokrasi