analisis kebijakan pemekaran
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
1
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
2
Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Nama Mahasiswa : Ahmad Muzawwir Nomor Pokok : 067024002 Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(DR. Marlon Sihombing, MA) Ketua
(Drs. Bengkel Ginting, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal Lulus : 14 April 2008
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
3
Telah diuji pada
Tanggal 14 April 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : DR. Marlon Sihombing, MA
Anggota : 1. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 2. Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
4
PERNYATAAN
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO.129 TAHUN 2000
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 14 April 2008 Ahmad Muzawwir
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
5
TESIS
Oleh
AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
6
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara yang merupakan pemekaran dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Asahan dengan luas wilayah 92.220 Ha dan jumlah penduduk 336.868 jiwa yang terdiri dari 168.951 jiwa penduduk laki-laki dan 167.953 jiwa penduduk perempuan. Kurangnya sarana dan prasarana menimbulkan kesulitan dalam menjangkau pelayanan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan. Itulah sebabnya diyakini bahwa strategi kebijakan pemekaran wilayah adalah salah satu solusinya. Pemekaran wilayah yang dimaksud adalah memperkecil wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Asahan dengan cara memberikankan status kepada wilayah Batu Bara menjadi sebuah kabupaten otonom baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berlangsungnya kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara, mengidentifikasi, mengekspolrasi dan menganalisis pemekaran wilayah tersebut yang dapat memberikan dampak langsung pada masyarakat dalam hal pelayanan publik, serta mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong dengan memberikan berbagai rekomendasi untuk kinerja pemerintah daerah (baik itu kabupaten induk maupun kabupaten baru). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa data sekunder dan teknik wawancara mendalam terhadap obyek di lapangan. Data-data yang didapat dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan obyek penelitian sesuai data dan fakta yang ditemukan dalam proses berlangsungnya pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemekaran wilayah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan harapan dapat memberikan kemudahan dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Dampak yang bersifat langsung bagi masyarakat; misalnya biaya ringan, waktu lebih singkat dan adanya kesempatan kerja bagi masyarakat, sementara bagi pemerintah semakin pendeknya rentang kendali dan turunnya biaya administrasi pemerintahan. Akhirnya bahwa kebijakan pemekaran wilayah adalah tepat dan bermanfaat bagi masyarakat luas apabila ada iktikad yang baik dari pihak yang berkepentingan untuk kesejahteraan bersama. Kata Kunci : Kebijakan Publik, Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemekaran Wilayah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
7
ABSTRACT This research was made in District of Batu Bara, North of Sumatera as expansion of parent district, i.e., district of Asahan, total width 92.9220 Ha and total population 366,868 consisting of 168.951 male and 167.953 female. The lack of facility has led to some difficulty to access the government service, people empowrment and equality of development. Thus it is believed that Regional Expansion Policy Strategy is a best solution. The regional expansion is to define or narrow the scope of government administration of Asahan District by recognizing the status of Batu Bara district as a new autonom district. The objective of this reserch would be to know the process of Regional Expansion Policy in Batu Bara Disctrict, to identify, explorate and analyze the regional expansion that can effect the people directly in public service and also to know the resistive and supportive factors by suggece (either parent district or extended district). The method used in this research is by using qualitative descriptive analysis, i.e., to describe the object of research according to the data and facts found in the prosess of regional expansion in District of Batu Bara. Based on the result of research, it can be concluded that the objective of regional expansion will be to give the people with better access of service though expectation that it can increase and facilitate the implementation of public service. The direct impact for people includes : lower cost, shorter time and work chance for peoples; and for government includes : the narrower range of control and lower cost of government administration. Finally, the policy of regionel expansion is appropriative decision and useful for people widely in basis of good faith by interested or involved parties to improve the people welfare. Keyword : Public Policy, Decentralization, Regional Autonomy, Regional Expansion
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Kemudian selawat beriring salam semoga senantiasa tetap
dicurahkan kepada Baginda Muhammad SAW yang telah menyebarkan Islam di
permukaan bumi ini, guna menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Penulis mengajukan sebuah judul Analisis Kebijakan
Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam Perspektif Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000.
Di dalam penulisan ini berbagai hambatan yang penulis temui. Namun, berkat
kesungguhan dan bantuan dari berbagai pihak serta dengan ridha Allah SWT,
sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya pada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
9
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi
Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus
sebagai penguji.
4. Bapak DR. Marlon Sihombing, MA, selaku Ketua Pembimbing yang telah
membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan beliau.
5. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan
beliau.
6. Bapak Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Dosen Pembanding I yang
telah banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku Dosen Pembanding II yang juga telah
banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.
8. Segenap tim pengajar Program Magister Studi Pembangunan (MSP)
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
namanya, yang telah berupaya mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada
penulis.
9. Kakanda Ir. Hj. Syafrida Fitrie, MSP yang telah banyak memberikan
dukungan materil maupun moril kepada penulis.
10. Bapak OK. Arya Zulkarnain, SH, MM, selaku Ketua Umum BP3KB yang
telah banyak memberikan data dan informasi pada penulis.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
10
11. Bapak H. Usman Al Hudawy, selaku Tokoh Masyarakat sekaligus Penasehat
GEMKARA yang juga telah banyak memberikan data dan informasi pada
penulis.
12. Teman-teman Angkatan IX (Achmad Fadly, Analisman Zalukhu, Andy
Siregar, Dedy Rustam Alamsyah Nst, Denni Rovi S. Meliala, Eli Sudarman,
Fahri Azhari, Ghazali Rahman, Hendra Dermawan Siregar, Lantika Purba,
Latifah Hanum Daulay, Maya Soraya, Meilani Tarigan, Muhammad Abduh
Riza, Murniati, Ody Dody Prasetyo, Onggung P.G. Purba, Pardomuan
Nasution, Pinta Omastri Pandiangan, Rehia Karenina Isabella Barus, Sri
Rahmayani, Syahrul Halim, Teuku Al Fiady dan Valdesz Junianto
Nainggolan).
13. Seluruh Pegawai Administratif Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Program Magister Studi Pembagunan (Kak Dina Rahma Nst, S.Sos,
Bang Iwan dan Dadek) yang telah memudahkan proses administrasi penulis,
dan
14. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Kemudian, khususnya penulis menyampaikan rasa sayang dan hormat serta
terimakasih yang tidak terhingga kepada yang tercinta Ayahanda Hubban Efendi
dan Ibunda Syamsuarni yang telah memotivasi dan mendoakan penulis serta adik-
adik di rumah (Ahmad Muhadhir, SE, Ahmad Syahir, Ahmad Syukron, Ria Silvana,
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
11
Ainul Wardah, Amirah Husna) yang selalu sayang pada penulis sehingga
memberikan spirit bagi penulis dalam menyelesaikan tesis dan studi di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Disamping itu juga penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
sempurna, baik dari berbagai aspek metodologis maupun substansi teoritis lainnya.
Oleh sebab itu segala saran dan kritikan demi kesempurnaannya dengan senang hati
diterima. Mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi Pemerintah
Kabupaten Batu Bara sebagai bahan rekomendasi kebijakan. Akhirnya dengan
berserah diri pada Allah SWT dan semoga segala amal baik kita semua mudah-
mudahan mendapat pahala disisi-Nya. Amin.
Medan, 14 April 2008
Penulis,
Ahmad Muzawwir
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
12
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahmad Muzawwir
Tempat Lahir : Kedai Sianam (Batu Bara)
Tanggal Lahir : 18 Maret 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tinggi/ Berat Badan : 164 Cm/ 56 Kg
Golongan Darah : O
Alamat : Jl. Lintas Sumatera, Bangun Sari Dsn.V Kec. Talawi
Kab. Batu Bara, 21254
Nomor HP : 081376340007
Nama/ Pekerjaan Orang Tua : Ayah = Hubban Efendi/ PNS
Ibu = Syamsuarni/ PNS
Status dalam keluarga : Anak Kandung (anak ke I)
Jumlah bersaudara : 5 (lima) orang (Adik-adik : Ahmad
Muhadhir,SE, Ahmad Syahir, Ahmad
Syukron, Ainul Wardah, Amirah Husna)
Pendidikan :
a. Sekolah Dasar Negeri 010161 Kec. Talawi Kab. Asahan (lulus pada
tahun 1995)
b. Madrasah Tsanawiyah Siajam Kec. Sei Balai Kab. Asahan (lulus
pada tahun 1998)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
13
c. Madrasah Aliyah Negeri Lima Puluh Kab. Asahan (lulus pada tahun
2001)
d. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Administrasi (lulus pada tahun 2006)
e. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Magister Studi
Pembangunan (lulus pada tahun 2008)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
14
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9 2.1 Kebijakan Publik ................................................................. 9 2.2 Analisis Kebijakan .............................................................. 15 2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah .................................... 18 2.4 Pemekaran Wilayah ........ 30 2.5 Kriteria Kelayakan Pembentukan Kabupaten ..................... 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 42 3.1 Jenis Penelitian .................................................................... 42 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................. 43 3.3 Informan Penelitian ............................................................. 43 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 44 3.5 Definisi Konsep ................................................................... 45 3.6 Definisi Operasional ............................................................ 46 3.7 Teknik Analisis Data ................................................... ....... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 52 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Batu Bara ........... .. 52 4.1.1 Ibukota dan Sarana Pendukung .............................. ... 55 4.1.2 Asset dan Kepegawaian ............................................. 55 4.1.3 Iklim, Suhu Udara dan Curah Hujan ..................... 55 4.1.4 Kondisi Ekonomi ....................................................... 56
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
15
4.1.5 Potensi Daerah............................................................ 61 4.1.6 Perkembangan Penduduk Kabupaten Batu Bara........ 71 4.2 Hasil Penelitian..................................................................... 72 4.2.1 Kabupaten Asahan dan Kedatukan Batu Bara ........... 72 4.2.2 Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara........ 78 4.2.3 Kabupaten Batu Bara Terbentuk dengan Usul Inisiatif DPR Republik Indonesia ............................. 98 4.2.4 Tokoh Central Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara ................................................. 99 4.2.5 Stakeholder Dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara.................................................................... 102 4.3 Analisis Data ........................................................................ 106 4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara........ 108 4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi................ 112 4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah................... 116 4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya .................... 120 4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik...................... 122 4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah .................................................. 123 4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain ........................... 125 4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara serta Munculnya Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ......................... 126 BAB V PENUTUP ................................................................................. 139 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 139 5.2 Saran-saran ........................................................................... 141 DAFTAR PUSTAKA .............................. ......................................................... 143
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
16
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
1 Indikator Pemekaran Wilayah Menurut Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
48
2 Perkiraan Penerimaan Daerah ......................................................... 57
3 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Wilayah Batu Bara .................. 62
4 Hasil Perekebunan Wilayah Batu Bara ........................................... 63
5 Hasil Produksi Perikanan Laut Wilayah Batu Bara ........................ 64
6 Prasarana Hiburan ........................................................................... 65
7 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis ........................................... 66
8 Fasilitas Pendidikan Umum dan Agama Wilayah Batu
Bara.................................................................................................. 67
9 Jenis Alat Angkutan ..................................................... 68
10 Fasilitas Peribadatan .................................................... 69
11 Anggota Tim Kerja II PAH I DPD RI yang melakuan
kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada
tanggal 20 s/d 22 Juni 2006 ..........................................
95
12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan
Kabupaten Otonom Batu Bara .......................................
111
13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara.............................. 112
14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara ................................................. 118
15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara ..................................... 120
16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara ...................................... 122
17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara ... 123
18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara . 123
19 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara ............................................. 125
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
17
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
1 Peta Kabupaten Batu Bara ............................................................... 54
2 Logo GEMKARA (Gerakan Masyarakat Menjuju Kesejahteraan
Batu Bara) ........................................................................................
78
3 Gambar bersama beberapa orang Kepala Daerah Se- Indonesia
sesaat setelah upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan
Kehormatan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik
Indonesia di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,
Jakarta ............................................................................................... 102
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1 Daftar Panduan Wawancara Penelitian ............................................ 145
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 129 Tahun 2000
Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Presiden Republik
Indonesia ..........................................................................................
148
3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara
161
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era reformasi telah memberikan ruang yang lebih terbuka kepada
masyarakat untuk mengembangkan dan membangun dirinya sendiri. Salah satu
produk dari era reformasi itu adalah otonomi daerah yang secara konseptual
memperlihatkan adanya perubahan secara signifikan pada model dan paradigma
pemerintahan daerah. Model efisiensi struktural (structural efficiency model) yang
menekankan pada efisiensi dan keseragaman pemerintah lokal ditinggalkan. Kini
dikembangkan local democracy model yang menekankan nilai demokrasi dan
keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seiring dengan
pergeseran model tersebut, terjadi pula pergeseran dari penekanan aspek sentralisasi
kepada penekanan aspek desentralisasi.
Dalam menciptakan kemandirian daerah inilah, pemekaran wilayah
kabupaten/ kota dan provinsi harus dipahami sebagai bagian dari implementasi
otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan
masyarakat daerah terhadap 3 (tiga) permasalahan utama yakni sharing of power,
distribution of income dan kemandirian sistem manajemen di daerah.
Pemekaran wilayah sebagai implikasi politik reformasi, perlu dikelola
dengan baik sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan dan masalah yang justru
counter productive dengan semangat reformasi itu sendiri. Di satu sisi, pemekaran
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
20
wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial, ekonomi, budaya dan geografis
antara satu wilayah dan wilayah lainnya sangat berbeda. Dengan demikian
pemekaran wilayah diharapkan dapat memacu perkembangan sosial, ekonomi,
peningkatan kualitas demokrasi, mengurangi kesenjangan dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Namun di sisi lain, perkembangan pemekaran
wilayah ini masih menimbulkan beberapa persoalan utama, yaitu penentuan batas-
batas wilayah geografis dan administratif wilayah baru dan hal ini selalu memberikan
dampak sosial, politik dan ekonomi serta redistribusi aset negara pada wilayah-
wilayah baru tersebut.
Reformasi yang tengah bergulir di Indonesia, yang ditandai dengan
munculnya berbagai fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk
membentuk suatu daerah otonom baru, baik daerah provinsi maupun kabupaten dan
kota. Keinginan tersebut didasari terjadinya berbagai dinamika di daerah itu sendiri
baik dinamika sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Dengan pembentukan daerah
otonom ini, daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang
lebih besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan
pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih
baik.
Sistem pemerintahan yang ada di era otonomi daerah saat ini dengan asas
desentralisasi merupakan suatu refleksi proses reformasi sosial, ekonomi, politik
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
21
maupun budaya. Perubahan sosial, ekonomi, politik maupun budaya di Indonesia
memiliki kecenderungan dan pergeseran pelayanan publik dari wewenang pemerintah
pusat menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang lebih dekat dengan
masyarakatnya. Dalam perspektif otonomi daerah ini, kekuasaan akan terbagi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal konstitusional tetap dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999 yang lalu. Dalam pembentukan daerah otonom, mulanya di ilhami oleh Pasal 18 UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi lagi dalam daerah kabupaten dan kota.
Dalam mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah itu, pemerintah
telah mengatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan-
ketentuan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa keinginan masyarakat daerah untuk
membentuk daerah otonom baru memang dimungkinkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk melakukan pembentukan daerah
otonom baru, baik berupa pemekaran maupun peningkatan status, khususnya di
daerah kabupaten dan kota sesuai dengan mekanisme pembentukan daerah otonom
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
22
maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah, yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria,
prosedur, pembiayaan pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.
Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan
pendukung yang ada, masyarakat Batu Bara juga mengajukan pembentukan daerah
otonom tersendiri yang wilayahnya terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan diantaranya, yaitu
Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan
Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei
Balai dengan luas 92.220 hektare (ha). Beberapa alasan yang mendasari sehingga
mengajukan pembentukan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebagai daerah
otonom adalah; Pertama, peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan
daerah yang berlaku saat ini (Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk dilakukannya
pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,
pemekaran Kabupaten Batu Bara menjadi daerah otonom baru dari kabupaten
induknya, yaitu Kabupaten Asahan, dipandang akan membawa berbagai keuntungan
bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga, tuntutan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan yang lebih baik, dengan semakin sedikitnya birokrasi yang
harus dilalui dalam memperoleh pelayanan publik. Keempat, keinginan masyarakat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
23
dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri sumber daya dan potensi daerah
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan besar yang menghadang pembentukan Kabupaten
Batu Bara sebagai daerah otonom adalah masalah kemandirian keuangan
daerah, pertumbuhan ekonomi dan terbatasnya infrastruktur daerah.
Namun, kuatnya aspirasi masyarakat Batu Bara untuk membentuk
Kabupaten Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom telah menjadi
alasan utama bagi pemerintah pusat mewujudkan daerah pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut. Hal ini tercermin dari upaya
Gerakan Masyarakat Menuju Kesejahteraan Batu Bara (GEMKARA) dan
Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara (BP3KB),
yang terus memperjuangkan dalam agenda pembahasan Pemerintah dan
DPR Republik Indonesia agar Batu Bara dapat disahkan menjadi daerah
otonom.
Sejak terbentuknya Kabupaten Batu Bara yang diresmikan pada
tanggal 15 Juni 2007, dimana pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri
Koordinator Politik dan Keamanan dan selaku Menteri Dalam Negeri Ad
Interim, Widodo AS. Berbagai permasalah kelayakan Batu Bara menjadi
suatu daerah yang mempunyai otonomi penyelenggaraan pemerintahan
hingga kini masih menjadi pertanyaan besar mengingat potensi yang
dimiliki wilayah Batu Bara yang sangat banyak, namun belum terkelola
dengan baik untuk berdiri sendiri sebagai suatu daerah otonom. Melihat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
24
potensi alam yang ada di Batu Bara, pemerintah daerah harus mampu
mengembangkan potensi-potensi tersebut terutama dalam memanfaatkan
potensi sumber daya alam seperti kawasan pariwisata dan perusahaan
yang terkenal di dunia internasional sebagai pengekspor aluminium hasil
olahan PT. Inalum yang sudah lama menjadi produk unggulan di daerah
ini, kemudian didukung dengan keberadaan pasar yang telah memberikan
dampak bagi pertumbuhan perekonomian dan pendapatan daerah. Wilayah
Batu Bara ini juga memiliki industri pengolahan minyak kelapa sawit
(CPO) dan lain sebagainya yang berpotensi besar untuk mensejahterakan
masyarakat.
Saat ini menarik untuk dikaji tentang bagaimana proses pemekaran daerah
sehingga Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom. Dari segi persyaratan
kemampuan ekonomi dan finansial sebagai indikator yang sangat menentukan bagi
Batu Bara layak untuk menjadi suatu daerah otonom telah terpenuhi, sehingga Batu
Bara lulus kualifikasi dan kemudian diundangkan (ditetapkan) sebagai suatu daerah
yang memiliki status otonom. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan berbagai
pihak masyarakat di Batu Bara itu sendiri. Namun, disisi lain tidak diimbangi dengan
kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur daerah.
Kebijakan yang diambil pemerintah pusat bagi daerah otonom Batu Bara
akan membuka peluang bagi masyarakat (putra daerah) untuk duduk dalam jabatan-
jabatan di birokrasi atau politis tertentu dalam upaya pengelolaan potensi sumber
daya alam dan pengembangan sumber daya manusia di Batu Bara sebagai fokus
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
25
pembangunan. Tetapi, masalah besar juga akan muncul jikalau pemberian status
otonomi pada Batu Bara, ternyata tidak diikuti oleh semakin baiknya pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Dikhawatirkan justru pelayanan akan semakin mahal
karena Pemerintah Kabupaten Batu Bara dituntut untuk dapat menghimpun
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya dengan mengenakan pajak yang
justru memberatkan masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara dalam perspektif kebijakan
publik dapat dipandang sebagai proses interaksi berbagai kelompok kepentingan
dalam proses politik, melibatkan sejumlah aktor dan dipengaruhi oleh kepentingan
yang melekat pada kelompok ataupun aktor tersebut. Proses lahirnya kebijakan publik
dalam hal ini kebijakan pembentukan Kabupaten Batu Bara merupakan suatu
rangkaian kegiatan atau langkah tindakan para aktor.
Pembentukan suatu kabupaten harus mempertimbangkan berbagai kriteria
pembentukan. Mengenai kriteria kelayakan pembentukan kabupaten, terdapat
beberapa unsur yang harus diperhatikan antara lain kemampuan ekonomi daerah,
potensi daerah, mata pencaharian penduduk, sosial budaya, sosial politik, jumlah
penduduk, luas daerah serta kriteria lain-lain yang terdiri dari; faktor-faktor
kriminalitas, ketersediaan gedung bagi pemerintah daerah, jarak dan waktu tempuh
dari kecamatan-kecamatan ke pusat pemerintahan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
26
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian,
yaitu : Bagaimana proses berlangsungnya kebijakan pembentukan wilayah
Kabupaten Batu Bara dalam perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
dan apa motivasi para pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi dan menganalisis kebijakan dalam proses pemekaran wilayah
Kabupaten Batu Bara.
B. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, yaitu sebagai wahana untuk menambah dan
mengembangkan pengetahuan dalam membuat suatu karya tulis ilmiah
dan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti
permasalahan yang sama.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi
kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam upaya
pengembangan daerah saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
Menurut Wojowasito (2003 : 35) mengartikan kebijakan sebagai : skill
(keterampilan), ability (kemampuan), capability (kecakapan), insight (kemampuan
memahami sesuatu).
Dari uraian di atas jelas bahwa sifat bijak adalah sifat-sifat (character)
yang melekat pada manusianya dan bijaksana adalah sifat-sifat yang melekat pada
sikap, tingkah laku dan perbuatannya. Dengan demikian, maka dalam membuat suatu
kebijakan yang baik haruslah bersifat rasional, institusional, kondisional, dan
situasional dengan suatu proses sebagai berikut :
1. Rasional, maksudnya pengambilan keputusan itu benar-benar
mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkap-
lengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang
penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu
pengetahuan dan pengalaman-pengalaman, baik pengalaman sendiri, maupun
dari pengalaman orang lain.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
28
2. Institusional, maksudnya pengambilan keputusan harus senantiasa dengan
mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan
kewenangannya.
3. Kondisional, maksudnya harus selalu ingat bahwa suatu kejadian, masalah,
peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam
(natural environment), lingkungan fisik (pysical environment), maupun
lingkungan sosial (social environment).
4. Situasional, maksudnya bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai
dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu
keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan, maka tentulah tidak
ada manfaatnya, keputusan yang demikian merupakan keputusan yang tidak
baik.
Dari definisi tentang kebijakan publik di atas, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa kebijakan publik merupakan suatu rangkaian keputusan dan
tindakan didalamnya terdapat serangkaian tahapan yang saling bergantung yang
diatur menurut waktu. Pada dasarnya kebijakan publik tidak terlepas dengan masalah
publik dan pemerintah yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan
untuk memenuhi tuntutan seseorang atau kelompok karena kondisi yang dihadapi.
Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi yang tidak memuaskan sebagian
masyarakat sehingga mendorong mereka untuk memuaskan sebagian masyarakat
melalui sistem yang dimiliki. Di sinilah dituntut kejelian pejabat publik untuk
memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah publik yang dihadapi. Untuk
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
29
lebih jauh lagi tidak hanya memahami, tapi mengambil langkah- langkah kebijakan
yang tepat dan dapat sesuai dengan tuntutan masyarakat yang dipimpinnya.
Banyak sekali kebijakan publik yang diartikan oleh beberapa ahli dari sudut
pandang masing-masing, diantaranya Parker memberi batasan bahwa kebijakan
publik adalah : Suatu tujuan tertentu, atau serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan suatu subyek atau
suatu tanggapan atas suatu krisis (Santosa, 1988).
Pendapat lain memberikan batasan kebijakan publik sebagai sekumpulan
rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap
kondisi-kondisi sosial dan ekonomi (Derby Shire, dalam Wibawa,
1994: 49).
Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa policy adalah hasil-hasil keputusan
yang diambil oleh pelaku-pelaku tertentu untuk tujuan-tujuan publik (Hofferbert dan
Ricard, Ibid). Untuk memudahkan dalam memahami pengertian kebijakan, maka
perlu diketahui beberapa karakteristik daripada kebijakan itu sendiri, antara lain :
a. Tindakan yang berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan prilaku secara
serampangan.
b. Merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan sendiri.
c. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur perdagangan
dan sebagainya bukan sekedar apa yang dilakukan oleh pemerintah.
d. Bentuknya dapat bersifat positif (Budi Winarno, 1989 : 4).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
30
Dari gambaran di atas dapatlah dijelaskan bahwa karakteristik daripada
kebijakan publik tersebut mengandung maksud tujuan, arah dan pola tindakan
tertentu yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kemudian tindakan itu mempunyai nilai
yang positif. Jikalau memperhatikan batasan-batasan di atas maka tidak disebutkan
siapa pelaku kebijakan publik, namun di bagian lain dikatakan policy adalah produk
akhir antara eksekutif dan legislatif. Lebih lanjut Hofferbert (dalam Wibawa, 1994:
50) menyatakan : Kebijakan publik adalah pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan
oleh legislatif, penentuan atau pengaturan yang dilakukan oleh eksekutif, penggunaan
anggaran negara, dan juga kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang
menjadikan masyarakat sebagai sasarannya.
Sementara itu (William N, Dunn, 1981: 70) sebagaimana dialih bahasa oleh
Muhajir Darwin (1987: 63-64), merumuskan : Kebijakan publik sebagai serangkaian
pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat)
yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam
bidang-bidang isu yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari diantara kelompok
masyarakat.
Dengan batasan dan pengertian ini menggambarkan bahwa kebijakan publik
itu sebagai keputusan yang diambil untuk bertindak dalam rangka memberikan
pelayanan kepada publik sesuai norma-norma yang ada pada publik itu sendiri.
Norma-norma tersebut menyangkut akan hal interaksi penguasa, penyelenggara
negara dengan rakyat serta bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
31
dilaksanakan. Ukuran normatifnya adalah keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi
warga negara, masalah-masalah lingkungan, pelayanan, pertanggungjawaban
administrasi dan analisis yang etis (Kumorotomo, 1999:105).
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
kebijakan publik sangat tergantung dari intensitas kualitas dan ruang lingkup masalah
publik yang dipikirkan dan diidentifikasi oleh pengambil kebijakan. Dengan
demikian maka keberadaan atau kegagalan implementasi dari suatu kebijakan publik
tidak sepenuhnya merupakan output aparat pelaksana akan tetapi lebih merupakan
keberhasilan atau kegagalan pada tahap pengenalan. Lebih lanjut Dunn
mengemukakan beberapa karakteristik masalah publik yang sangat membantu dalam
perumusan masalah, yaitu :
a. Interdepedensi masalah kebijakan, yaitu masalah pada bidang tertentu
berpengaruh terhadap pada bidang yang lain, artinya suatu masalah
merupakan bagian dari suatu sistem masalah yang bersumber dari kondisi
yang menimbulkan ketidakpuasan dari setiap kelompok.
b. Subyektivitas masalah kebijakan, yaitu masalah publik meskipun bersifat
sangat obyektif tetapi dalam proses artikulasinya tetap merupakan hasil
berpikir dan hasil interprestasi dari analisis atau pengambil kebijakan.
c. Artifisial masalah kebijakan, dimana masalah tidak dapat dipisahkan dengan
individu atau kelompok yang mengidentifikasikannya.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
32
d. Dinamika masalah kebijakan, dalam arti bahwa masalah selalu berada dalam
suasana atau kondisi yang terus menerus berubah. Setiap masalah dapat
didefinisikan dengan berbagai cara, demikian pula pemecahannya.
Proses konversi dari masalah kebijakan yang berhasil diartikulasikan
merupakan tahapan kedua yang bersifat kritis. Hal itu disebabkan karena para pihak
yang berkepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam proses tersebut tidak
independen dalam arti sangat dipengaruhi oleh persepsi, sikap serta kepentingan-
kepentingan yang diwakilinya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi penetapan
kebijakan (policy decision). Policy decision menurut Anderson dalam Wibawa adalah
pemeliharaan alternatif rancangan kebijakan mana oleh para aktor yang terlibat dalam
konversi dan ditetapkan untuk menjadi output kebijakan (Wibawa, 1994 : 25).
Penetapan kebijakan yang diuraikan diatas dituangkan dalam beberapa
bentuk yaitu: (1) Model Deskriptif, yaitu menjelaskan atau meramalkan sebab dan
akibat dari pilihan-pilihan kebijakan; (2) Model Normatif, yaitu identik dengan
deskriptif namun dilengkapi dengan aturan dan rekomendasi untuk mengoptimalkan
pencapaian keuntungan manfaat dan nilai; (3) Model Verbal, yaitu menyangkut
penyajian dalam bahasa sehari-hari sehingga mudah dipahami; (4) Model Simbolik,
yaitu penyajiannya dalam bentuk simbol-simbol matematis; dan (5) Model
Prosedural, yaitu menggunakan prosedur guna mewujudkan dinamika hubungan
antara variabel kebijakan (William N. Dunn, 1994: 155-156).
Dari konsep-konsep kebijakan publik yang diuraikan diatas, maka kerangka
pemikiran yang didapat adalah bahwa dalam kebijakan publik terdapat beberapa
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
33
komponen dan tahapan kebijakan, seperti dikatakan Eulau dan Prewit (dalam
Manullang; 1998; 14-15) (1) Niat (intentions), yaitu tujuan-tujuan yang sebenarnya
suatu tindakan, (2) Tujuan (goals), yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai,
(3) Rencana atau usulan (plans of proposal), yaitu cara yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan, (4) Program, yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan,
(5) Keputusan atau pilihan (decision or choise), yaitu tindakan yang diambil untuk
mencapai tujuan, dan (6) Pengaruh (effect), yaitu dampak program yang dapat diukur,
baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.
2.2 Analisis Kebijakan
Analisis berasal dari bahasa Yunani yang berarti memecah menjadi bagian-
bagian. Riant Nugroho (2006 : 46) mengemukakan bahwa kerangka konseptual
analisis kebijakan terdiri atas langkah-langkah mendiagnosis masalah,
mengidentifikasi alternatif kebijakan yang mungkin, menilai efisiensi dan kebijakan
dikaitkan dengan melakukan perhitungan cost benefit dari kebijakan. Kemudian Riant
Nugroho melanjutkan dengan melakukan pendekatan model rasionalis dalam analisis
kebijakan yang mempunyai bagian-bagian :
1. Mendefinisikan permasalahan (define the problem).
2. Menetapkan kriteria evaluasi (establish evaluation criteria).
3. Mengidentifikasi alternatif kebijakan (identifiy alternative policies).
4. Memaparkan alternatif-alternatif dan memilih salah satu (display alternatives
and select among them).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
34
5. Memonitor dan mengevaluasi manfaat kebijakan (monitor and evaluate policy
outcome).
Suatu kebijakan yang baik, menurut Dunn (1995) harus melalui tahapan-
tahapan kegiatan, yaitu agenda setting, policy formulation, policy adaption, dan
policy implementation serta policy assesment. Dari tahapan diatas yang paling rumit
adalah menentukan policy formulation, di dalamnya tercakup cara memformulasikan
alternatif-alternatif kebijakan yang mampu memecahkan masalah-masalah, memilih
alternatif-alternatif yang memadai dan efektif bila dilaksanakan dan sebagainya.
Untuk itu cara yang paling menguntungkan dalam memilih alternatif mana yang
paling menguntungkan adalah melalui analisis kebijakan. Sofian (2001)
mengungkapkan bahwa proses analisis kebijakan bermaksud untuk memberikan
rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan yang baik, atau merupakan
usaha yang bersifat multi disipliner untuk memperoleh data informasi guna
memberikan alternatif pemecahan suatu masalah. Dengan demikian bahwa
menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat merekomendasikan
kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat informasi yang
menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini nantinya akan
digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.
Untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang akan dipilih, sudah barang
tentu diperlukan kriteria-kriteria atau metode-metode tertentu. Lebih lanjut Dunn
(2000) mengatakan; untuk menentukan alternatif terpilih, setidaknya ada 3 (tiga) hal
yang harus diperhatikan, yaitu (1) Affecfiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
35
dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan, (2) Efficiency, yaitu apakah kebijakan
yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang tersedia, dan
(3) Adequasi, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan
masalah yang ada.
Selanjutnya berkaitan dengan kriteria kebijakan ini Sofian (2001),
mengemukakan bahwa kebijakan yang baik itu harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut :
1. Tehnical feasibility, yaitu kemampuan masing-masing alternatif untuk
memecahkan masalah.
2. Economic and financial possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin
dibiayai dari dana yang dimiliki.
3. Political viability, yaitu bagaimana resiko politik dari masing-masing
alternatif.
4. Administrative capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi untuk
mendukung kebijaksanaan tersebut.
Kemudian lebih lanjut, Sofian (2001) mengungkapkan bahwa proses analisis
kebijakan bermaksud untuk memberikan rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat
kebijakan yang baik, atau merupakan usaha yang bersifat multi disipliner untuk
memperoleh data informasi guna memberikan alternatif pemecahan suatu masalah.
Dengan demikian bahwa menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat
merekomendasikan kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
36
informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini
nantinya akan digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.
Dari pendapat ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya
alternatif kebijakan yang memadai dan efektif untuk dilaksanakan setidaknya harus
memenuhi kriteria-kriteria kelayakan ekonomi dan finansial, sosial, teknis, legal,
administrasi dan politik. Di samping itu tidak kalah pentingnya perlu
dipertimbangkan pula kriteria-kriteria efektifitas, efisiensi dan edequasi.
2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada
dasarnya berkenaan dengan delegation of authority and responsibility yang dapat
diukur dari sejauhmana unit-unit bawahan yang memiliki wewenang dan tanggung
jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Miewald dalam Pamudji, 1984: 2).
Pide (1997 : 34) mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah
pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang dibidang tertentu secara
vertikal dari institusi/ lembaga/ pejabat yang lebih tinggi kepada institusi/ lembaga/
fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan
wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu
tersebut.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
37
Selain itu, Rondinelli (1983 : 69) mengemukakan, desentralisasi perlu dipilih
dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, karena melalui desentralisasi
akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan
cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat
lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi setempat. Desentralisasi akan dapat memungkinkan para pejabat
setempat untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang selama ini dianggap
kurang baik dan ciri-ciri prosedur yang sangat birokratis di dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan yang seringkali dialami oleh negara berkembang yang
acapkali tercipta konsentrasi kekuasaan, otoritas dan sumber-sumber yang begitu
berlebihan di tingkat pusat. Jika dilihat dari fungsi-fungsi pembangunan yang
didesentralisasikan para pejabat, staf pada tingkat lokal atau unit-unit administratif
yang lebih rendah, akan dapat meningkatkan pemahaman dan sensivitas (daya
tanggap) mereka terhadap masalah dan kebutuhan setempat, karena mereka akan
bekerja pada tingkat dimana semua permasalahan tersebut terasa paling menekan dan
terlihat paling jelas.
Apabila dilihat dari sisi hubungan kerja, sistem penyelenggaraan model ini
akan dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan mempererat antara masyarakat
dengan para pejabat, staf pelaksana dan hal ini akan memungkinkan mereka akan
mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
38
rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di
kantor pusat saja.
Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif
bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat lokal, karena selama ini
rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh
penduduk setempat, sehingga dengan diketahuinya rencana pembangunan nasional
pada tingkat lokal, maka disamping akan mendapatkan dukungan politis dan
administratif pada tingkat lokal, juga dapat mendorong kelompok-kelompok sosial
setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan
mengambil keputusan yang mereka buat. Lebih penting lagi, desentralisasi ini juga
dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi
beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara efektif diselesaikan
oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unit-unit administratif yang
lebih rendah.
Disamping pendapat Rondinelli, Barkley (1978 : 2) mengemukakan bahwa
desentralisasi dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat
dan lebih luas atau dengan kata lain memberi dukungan yang lebih konstruktif di
dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan Mc. Gregor (1966: 3) menegaskan,
jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang
lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih
baik. Desentralisasi bukan saja akan dapat memperbaiki kualitas dari keputusan-
keputusan yang diambil, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas daripada
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
39
pengambilan keputusan, karena orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang
secara lebih cepat manakala mereka dimotivasi secara efektif dan ini bisa terjadi jika
kewenangan pengambilan keputusan didesentralisasikan. Hal demikian tadi harus
menerapkan azas desentralisasi yang berarti pengambilan keputusan pada tingkat
bawah organisasi dipandang sebagai cara terbaik untuk melahirkan keputusan-
keputusan yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi besar.
Sejalan dengan pendapat diatas, Koesoemahatmadja (1979) mengemukakan
bahwa desentralisasi dalam arti ketatanegaraan merupakan pelimpahan kekuasaan
pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan asas demokrasi, yang
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses
penyelenggaraan kekuasaan negara, yang dapat dibagi dalam 2 (dua) macam bentuk.
Pertama, dekonsentrasi yakni pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara
tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas
pemerintahan. Kedua, Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu
pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom
di lingkungannya. Dalam konteks ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran
tertentu (perwakilan) ikut serta dalam pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan
dibagi lagi menjadi 2 (dua) macam, yakni desentralisasi fungsional serta
desentralisasi teritorial yang terdiri dari otonomi dan tugas pembantuan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
40
Secara terminologis, cukup banyak pengertian otonomi yang dikemukakan
oleh para pakar. Logemann (Koswara, 2001: 59) memberikan konsep otonomi
sebagai berikut : bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom
berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari
segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik. Kekuasaan
bertindak merdeka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang
memerintah sendiri daerahnya itu adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif
sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dikemukakan tentang pengertian otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah didasarkan kepada asas
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Desentralisasi dan otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan
pemerataan, pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan politik yang efektif. Dalam konteks ini, persoalan desentralisasi dan
otonomi daerah berkaitan erat dengan persoalan pemberdayaan, dalam arti
memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada masyarakat daerah untuk
berprakarsa dan mengambil keputusan. Disamping itu, empowerment akan menjamin
hak dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab dari organisasi pemerintahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
41
di tingkat daerah untuk dapat menyusun program, memilih alternatif dan mengambil
keputusan dalam mengurus kepentingan masyarakat daerahnya sendiri.
Isu otonomi daerah adalah isu yang paling aktual setelah berlakunya
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sampai pada Undang-undang No. 32 Tahun
2004. Isu tersebut tidak hanya karena desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi,
tetapi lebih dititik beratkan pada kebijakan pemerintah Orde Baru yang sangat
sentralistik. Konsep desentralisasi memiliki dua pengertian yaitu desentralisasi politik
dan desentralisasi administratif. Desentralisasi politik diartikan sebagai penyerahan
kewenangan yang melahirkan daerah-daerah otonom, sedangkan desentralisasi
administratif merupakan penyerahan kewenangan pelaksanaan implementasi program
yang melahirkan wilayah-wilayah administratif, atau dengan kata lain pendelegasian
sebagian dari wewenang untuk melaksanakan program terhadap tingkat yang lebih
bawah. (Ichlasul Amal; 1990: 8).
Kebutuhan terhadap desentralisasi menurut Cheemo and Rondinelli (1983:
10) didorong oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kegagalan atau kurang efektifnya perencanaan yang terpusat dan pengawasan
sentral dalam pembangunan.
2. Lahirnya teori-teori pembangunan yang lebih berorientasi kepada kebutuhan
manusia.
3. Semakin kompleksnya permasalahan masyarakat yang tidak mungkin lagi
dikelola secara terpusat.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
42
Lebih lanjut Ryass Rasyid mengatakan tentang desentralisasi bahwa Negara
yang sentralistik cenderung tidak mampu menjawab secara cepat dan tepat semua
kebutuhan berbagai kelompok masyarakat dan daerah. Paradigma pemerintahan
dewasa ini berubah dengan pesat dan ada 5 (lima) pokok perubahan itu, yaitu :
1. Sentralisasi ke desentralisasi perencanaan pembangunan.
2. Pemerintahan besar ke pemerintahan kecil (big government ke small
government)
3. Peningkatan Tax ke penuntunan Tax.
4. Privatisasi pelayanan, dan
5. Social capital ke individual capital (Rasyid, 1997: 8).
Pandangan tersebut adalah langkah antisipasi menyikapi perubahan
(globalisasi dan demokratisasi) yang melanda kawasan dunia. Maka terhadap
kekuatan tersebut bagi negara yang terbentuk kesatuan maupun federal jawabannya
adalah desentralisasi. Setiap makhluk hidup memerlukan otonomi, demikian juga
kelompok termasuk negara dan daerah memerlukan otonomi. Jadi otonomi adalah
suatu kesatuan sosial dinamakan otonomi manakala terdapat suatu kesatuan tertentu,
yang bebas bertindak atau memilih untuk bertindak, atau tidak melakukan jika
menyukai untuk melakukannya (Susilo; 2000: 8).
Selanjutnya Tri Ratnawati mengklasifikasikan 4 (empat) tujuan utama
desentralisasi, yaitu: (1) Bidang Ekonomi, dalam rangka mengurangi cost dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
43
menjamin pelayanan publik lebih tepat sasaran; (2) Bidang Politik, dalam upaya
mengembangkan grassroots democracy dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan
oleh pusat serta diharapkan mencegah disintegrasi nasional; (3) Bidang Administrasi,
dalam rangka red tape birokrasi dan pengambilan keputusan menjadi lebih efektif;
(4) Bidang Sosial Budaya, mengembangkan kebhinekaan dan budaya lokal (Jurnal
Otonomi Daerah, 2002: 2).
Sementara itu menyangkut otonomi, secara filosofis ideologis dipandang
sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan tumbangnya partisipasi yang luas bagi
masyarakat dan mendorong agar daerah mampu membuat keputusan secara mandiri
tanpa harus tergantung kepada pemerintah pusat (Siti Zuhro, 1990:18). Arti
pentingnya otonomi juga dikemukakan oleh Kenichi Ohmae ialah otonomi adalah
kata kunci untuk memajukan perekonomian negara untuk masa-masa depan dan batas
negara akan ditembus oleh 4 (empat) faktor yaitu investment, individual consumers,
industri and information (Jurnal Otonomi Daerah, 1999 : 18).
Mencermati secara empiris pandangan dan uraian diatas menunjukkan
bahwa desentralisasi dan otonomi dalam kaitannya perkembangan kedepan tidak
dapat ditunda lagi pelaksanannya. Artinya berlakunya Undang-undang No. 32 tahun
2004, dan banyaknya tuntutan daerah akan daerah otonom yang baru tentu dengan
maksud penjabaran dari desentralisasi dan otonomi itu sendiri. Mekanisme dan pola
yang sangat sentralistik selama ini dalam hubungan pemerintah Pusat-Daerah, sudah
tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi persoalannya dalam kasus kita di
Indonesia, desentralisasi dan otonomi ini apakah sudah merupakan komitmen yang
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
44
kuat oleh pemerintah dan masyarakat?. Dari hasil penelitian evaluasi percontohan
otonomi daerah terdapat dua kecenderungan, yaitu; Pertama; Pemerintah Pusat dan
Provinsi belum sungguh-sungguh mendukung pelaksanaan otonomi di Kabupaten/
Kota, dan Kedua; dianutnya sistem pemerintahan daerah yaitu desentralisasi dan
dekonsentrasi membawa implikasi yang besar terhadap kelembagaan di daerah, yaitu
dua kepentingan yang berbeda diterapkan bersama oleh pimpinan pemerintah di
daerah (Jurnal Otonomi Daerah, 1999: 22).
Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai salah satu
tujuan bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan
menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Hal
pokok tentang desentralisasi tersebut adalah berhasil atau gagal
pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan kadar responsivitas publik
terhadap kepentingan politis dan sosial masyarakatnya. Kegagalan
implementasi desentralisasi terutama ditunjukkan dari kemunduran
ekonomi, ketidakstabilan politik dan merosotnya pelayanan publik (Sidik:
2001).
Tekanan demokratisasi dunia sekarang ini menunjuk pada trend
baru yaitu isu pemerintahan daerah. Alasannya bahwa tidak ada satu
pemerintah dari suatu negara yang luas akan mampu secara efektif
membuat public policies di segala bidang ataupun mampu melaksanakan
kebijakan-kebijakan secara efektif dan efisien di seluruh wilayah negara
itu. Demikian halnya di dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
45
dan pembangunan. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang sentralistik menjadi kurang aktual, sehingga perlu
pendekatan desentralistik.
Desentralisasi menurut Rondinelli (Sidik, 2001: 2) dapat dibagi
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :
1. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak
kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan
yang kuat untuk mengambil keputusan publik.
2. Desentralisasi administratif (administrative decentralization), yaitu
pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan
kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk
menyediakan pelayanan publik. Desentralisasi administratif pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki
dengan pemerintah pusat di daerah.
b. Pendelegasian (delegation), yaitu pelimpahan wewenang untuk
tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur
birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
46
pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur
dengan ketentuan perundangan. Pihak yang menerima wewenang
mempunyai keleluasaan (dicreation) dalam penyelenggaraan
pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada
pihak pemberi wewenang (sovereign-authority).
c. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas
pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat discreation
yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat.
3. Desentralisasi fiskal (fiscale decentralization), merupakan komponen
utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan
fungsinya secara efektif, maka mereka harus didukung sumber-sumber
keuangan yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli
daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun subsidi
atau bantuan dari pemerintah pusat.
4. Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), intinya
berkaitan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan
kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan
dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.
Desentralisasi dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004
merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
diartikan sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah kepada daerah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
47
otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota.
United Nations memberikan pengertian tentang desentralisasi
sebagai : The transfer of authority away from the national capital
wether by deconcentration to field offices or by devolution to local
authorities or local bodies. Batasan ini menggariskan tentang bagaimana
proses kewenangan itu diserahkan dari pusat kepada lembaga pemerintah
di daerah, baik melalui dekonsentrasi, maupun devolusi (Koswara, 1998:
152).
Pemberian otonomi kepada daerah merupakan konsekuensi
kebijakan desentralisasi teritorial. Wujudnya berupa hak, wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Manifestasinya berupa penyerahan sebagian urusan pemerintahan
dan sumber-sumber pembiayaan kepada pemerintah daerah yang pada
dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Ini
berarti bahwa prakarsa dan penentuan prioritas serta pengambilan
keputusan sepenuhnya menjadi hak, wewenang dan tanggung jawab
pemerintah daerah.
James W. Fesler mendefinisikan desentralisasi sebagai distribusi
kekuasaan yang mangalihkan atau memberikan pembuatan keputusan atau
kebijakan khusus kepada level daerah sehingga daerah mempunyai
kemandirian untuk membuat kebijakan sendiri (Warsito Utomo,1997).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
48
Menurut Bryant (1987: 213-214), desentralisasi dalam kenyataan
mengambil dua bentuk, yaitu yang bersifat administratif dan yang
bersifat politik. Desentralisasi administratif biasanya disebut
dekonsentrasi yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada
tingkat-tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas
rencana dan sumber-sumber anggaran, namun mereka memiliki elemen
kebijakan dan kekuasaan serta tanggung jawab dalam hal sifat hakikat
jasa dan pelayanan pada tingkat lokal. Desentralisasi politik (devolusi)
berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu
terhadap sumber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional
dan lokal.
Pikiran ini sejalan dengan Rondinelli (Koswara,1998:153) yang
menyatakan bahwa : decentralization is the transfer of planning,
decision making, or administrative authority from central government to
its fields organization, local administrative units, semi-autonomous and
parastatal organizations, local government, or non government
organization.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna utama
desentralisasi terletak pada kewenangan pemerintah daerah untuk
menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat setempat. Dengan penerapan otonomi daerah banyak harapan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
49
diletakkan bagi penyelesaian beragam permasalahan yang menghambat
perkembangan dan kemajuan daerah.
2.4 Pemekaran Wilayah
Sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik telah
menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan
tugas dan fungsi secara otonom. Strategi pelaksanaan pembangunan yang tidak
terdesentralisasi telah menyebabkan kegiatan pelayanan masyarakat menjadi tidak
responsif dan ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah.
Pada sisi yang lain, pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan
sektoral dan cenderung terpusat menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat
kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat secara optimal. Kapasitas pemerintah
daerah yang tidak optimal disebabkan oleh kuatnya kendali pemerintah pusat dalam
proses pengambilan keputusan melalui berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan
yang sangat rinci dan kaku. Hal tersebut diperparah oleh adanya keengganan
beberapa instansi pemerintah pusat untuk mendelegasikan kewenangan, penyerahan
tugas dan fungsi pelayanan, pengaturan perizinan dan pengelolaan sumber daya
keuangan kepada pemerintah daerah. Kuatnya kendali pemerintah pusat yang
semakin tinggi terhadap pemerintah daerah pada waktu yang lalu telah menyebabkan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
50
hilangnya motivasi, inovasi dan kreativitas aparat daerah dalam melaksanakan tugas
dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian Pemerintah menyadari
bahwa kebijakan pembangunan yang terlalu sentralistik mengandung banyak
kelemahan. Oleh karena itu maka salah satu amanat GBHN 1999-2004 menyebutkan
bahwa kebijakan pembangunan diarahkan untuk: (1) Mengembangkan otonomi
daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, lembaga otonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga
keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi
masyarakat dalam wadah NKRI; (2) Melakukan pengkajian tentang berlakunya
otonomi daerah bagi provinsi, kabupaten/ kota dan desa; (3) Mewujudkan
perimbangan keuangan pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan
kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi; dan (4) Memberdayakan
DPRD dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya guna penyelenggaraan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Untuk melaksanakan amanat GBHN 1999-2004, program pembangunan
yang perlu diupayakan dalam mengembangkan otonomi daerah adalah : (1) Program
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajemen aparat pemerintah
daerah; (2) Program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah. Program
ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang
menyangkut mekanisme kerja, struktur organisasi dan peraturan perundang-undangan
yang memadai guna menjamin pelaksanaan otonomi daerah; (3) Program penataan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
51
pengelolaan keuangan daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah secara
profesional, efisien, transparan dan bertanggung jawab; (4) Program penguatan
Lembaga Non Pemerintah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterlibatan lembaga-lembaga non pemerintah dalam proses pembuatan
kebijakan, perencanaan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Lembaga-lembaga
non pemerintah dimaksud adalah DPRD, badan permusyawaratan desa, lembaga
swadaya masyarakat, lembaga adat, lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat
lainnya.
Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu
perwujudan dari pengembangan otonomi daerah. Oleh karena itu maka dalam rangka
perencanaan pembangunan daerah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang ingin
dicapai (Rasyid, 1998): Pertama, menyebarratakan pembangunan sehingga dapat
dihindarkan adanya pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebihan di daerah
tertentu. Kedua, menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan
pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah. Ketiga, memberikan pengarahan kegiatan
pembangunan, bukan saja pada aparatur pemerintah, tetapi juga kepada masyarakat.
Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara sebagai daerah
otonom akan mencakup suatu wilayah hukum tertentu. Wilayah dalam tata
pemerintahan Indonesia artinya lingkungan kerja pemerintahan umum (Rasyid,
1998). Secara administratif, lingkungan kerja pemerintahan berkaitan dengan batas-
batas wilayah hukum suatu daerah atau juga disebut sebagai rumah tangga daerah.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
52
Dalam rangka pembentukan daerah baru, pemberian status pada wilayah tertentu
mengandung makna sebagai adanya daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota yang bisa merupakan pemekaran dari daerah induk.
Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada
7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,
2002), yaitu:
1. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut
merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
3. Adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan
urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan.
4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil
rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
6. Adanya manajemen pelayanan publik agar dapat berjalan secara efisien,
efektif, ekonomi dan akuntabel.
7. Adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan
efisien.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
53
Menurut Sumodiningrat (1999), berkaitan dengan pemberian otonomi
kepada daerah maka perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut, yakni :
(1) Kemantapan lembaga; (2) Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai,
khususnya aparat pemerintah daerah; (3) Potensi ekonomi daerah untuk menggali
sumber pendapatannya sendiri.
Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru memiliki
dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis landasan yang memuat persoalan
pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa
membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi akan
dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi peluang pembentukan
daerah dalam suatu NKRI, yaitu daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,
luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah.
Sementara itu, tujuan pemekaran daerah pada pasal 2 Peraturan Pemerintah
No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran,
penghapusan dan penggabungan daerah dinyatakan bahwa : tujuan dari
pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan
demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
54
pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 bertujuan untuk mendorong
pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Jadi intinya adalah memberikan
kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya
yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Berlakunya Undang-undang tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
yang fundamental terhadap elemen-elemen pemerintahan daerah serta memerlukan
penataan-penataan yang sistematis. Elemen utama yang membentuk pemerintah
daerah itu adalah :
a. Adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
b. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
c. Adanya personil yaitu pegawai daerah untuk menjalankan urusan otonomi.
d. Adanya sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pelaksanaan otonomi.
e. Adanya unsur perwakilan rakyat yang merupakan perwujudan demokrasi di
daerah.
f. Adanya manajemen pelayanan umum (public service).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
55
Dari uraian di atas pada dasarnya tersirat bahwa dimungkinkan adanya
daerah otonom-daerah otonom baru diantaranya ditempuh melalui cara pemekaran
daerah. Dimana pemekaran daerah dimaksud adalah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui: (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
(2) Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; (3) Percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah; (4) Percepatan pengelolaan potensi daerah;
(5) Peningkatan keamanan dan ketertiban; (6) Peningkatan hubungan yang serasi
antara Pusat dan Daerah (Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000). Bila dikaji lebih
jauh pemekaran daerah adalah tuntutan masyarakat untuk pembentukan daerah yang
baru, dengan cara memisah diri dari kesatuan wilayah pemerintahan daerah tertentu
(H.A. Dj. Nihin, 2000). Sementara dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah.
Dari pengertian dan uraian diatas, cukup jelas bahwa pemekaran daerah
merupakan tuntutan sebagian dari masyarakat untuk memisahkan dirinya dari daerah
induknya membentuk suatu daerah baru baik itu provinsi, kabupaten atau kota dengan
alasan-alasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alasan-
alasan tertentu mencakup yang bersifat lunak maupun keras terhadap Pemerintah
Pusat, sifat lunak karena kondisi hubungan pusat dan daerah, dimana Pemerintah
Pusat terlalu kuat, atau bisa juga sikap Pemerintah Pusat yang menganaktirikan
Pemerintah Daerah sehingga terjadi kurang mesranya hubungan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Sedangkan yang bersifat keras lebih dikarenakan alasan-
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository 2008
-
56
alasan yang bersifat politik yaitu ingin memisahkan diri dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia membentuk negara baru.
Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada
7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,
2002), yaitu:
1. Adanya