analisis kebijakan

Upload: chikatm

Post on 07-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kebijakan

TRANSCRIPT

Review KebijakanIsu - Isu StrategisImplementasi kebijakanGap Perumusan Kebijakan dan Strategi Impelentasi Infrastruktur HijauKonsep Green Infrastruktur

Gambar 4.2 Proses Analisis Kebijakan dan Perumusan Strategi dan Kebijakan Implementasi Infrastruktur Hijau di Indonesia

Secara umum, pembangunan infrastruktur di lingkungan kementerian PU PR dilakukan melalui tahapan berikut:Gambar 4.3 Tahapan Pembangunan Infrastruktur di IndonesiaNamun pada praktiknya, seringkali pada dokumen lingkungan sudah mencantumkan DED sehingga secara tidak langsung proses integrasi dokumen lingkungan dan DED sudah terlaksana. Berdasarkan alur tersebut, pendekatan konsep green infrastructure sendiri telah menjadi bagian dari proses pembangunan sebuah infrastruktur. 1. Kendala Pengembangan Infrastruktur HijauBanyak permasalahan yang terjadi mulai dari tahap perencanaan hingga implementasi. Kondisi tersebut menyebabkan pemanfaatan green infrastructure ini menjadi kurang maksimal, tidak berjalan sesuai rencana awal pembangunannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor mulai dari kurangnya pengetahuan mengenai sistem green infrastructure dan banyaknya perbedaan persepsi mengenai kepentingan pembangunan green infrastructure oleh stakeholder terkait hingga kelemahan teknologi yang dimiliki dalam perencanaannya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan infrastruktur hijau belum dimanfaatkan secara optimal antara lain:1. Kebijakan penganggaran dalam penyusunan APBN/APBD yang kurang mendukung pelaksanaan green infrastruktur.2. Kurangnya pemahaman dari pelaksana pemerintahan sendiri terhadap konsep green infrastructure. 3. Komitmen dari pimpinan.4. Masyarakat Indonesia yang dapat dikatakan masih minim informasi dan pemahaman terkait dengan konsep green infrastructure. 5. Kurangnya pengembangan teknologi. Semakin tinggi teknologi yang digunakan akan semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan 6. Penilaian green infrastructure sebagai konsep yang mahal dengan teknologi yang juga mahal. 7. Pengembangan infrastruktur hijau belum dianggap penting oleh semua pihak.Pada kajian ini, proses analisis kebijakan ditinjau dari 2 (dua) aspek, yaitu produk kebijakan yang dibuat dan pelaksanaan dari kebijakan. Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia untuk mengembangkan berbagai inisiatif pembangunan hijau di berbagai sektor yang dapat diterapkan secara nyata dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Semua proyek infrastruktur masa depan harus mengikuti standar kelestarian lingkungan yang akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah yang baru (PP), yang saat ini sedang disusun di Kementerian Lingkungan Hidup.Pada Review Kebijakan di Indonesia dan Korelasinya dengan Konsep Green Infrastruktur diatas dapat diketahui bahwa pemerintah sebenarnya telah berupaya untuk menerapkan green infrastruktur. Hal ini dapat terlihat dari beberapa aspek yang berkorelasi dengan konsep green infrastruktur relatif banyak. Yang menjadi permasalahan adalah upaya yang dilakukan oleh setiap kementerian/lembaga tersebut diatas berdasarkan atas tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tidak menutup kemungkinan pelaksanaan tugas dilapangan akan menimbulkan gengsi kelembagaan, sehingga masing-masing kementerian/lembaga berkonsentrasi atas apa yang menjadi tugasnya tanpa memperhatikan kebijakan dari kementerian lain dan mengurangi aspek koordinasi. Apabila dicermati lebih mendalam, permasalahan ini merupakan buah dari tidak adanya kesamaan pandang mengenai green infrastruktur. Dampaknya semua kementerian merasa benar akan konsep yang diusung.Banyaknya aturan yang bersinggungan mengenai konsep green infrastruktur pada level makro dan meso tersebut, dapat memberikan dampak kurang baik terhadap pelaksanaan konsep green infrastruktur dilapangan dalam hal ini pemerintah daerah, kalangan swasta dan masyarakat. Pertama, terjadinya kebingungan dari pelaksana dilapangan karena terlalu banyaknya aturan yang harus diaplikasikan, apalagi aturan tersebut mengatur subjek yang sama. Sehingga pihak-pihak pelaksana dilapangan dihadapkan kepada keputusan akan berkiblat pada peraturan yang mana. Seringkali terjadi tumpang tindih ketika peraturan tersebut diturunkan kedalam peraturan pelaksanaan dibawahnya. Kedua, melihat kondisi birokrasi dan kebiasaan masyarakat Indonesia yang belum terlepas dari budaya KKN, dengan banyaknya pihak yang berkepentingan dapat menimbulkan peluang kepada oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan yang tidak semestinya. Kasus yang banyak terjadi misalnya permasalahan pada penanganan limbah, AMDAL, IMB, dsb. Pada akhirnya semua permasalahan diatas menjadi kendala yang dapat mempengaruhi implementasi green infrastruktur di Indonesia.Berbeda halnya dengan produk peraturan pada tingkat mikro, dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, tidak dimasukkan pada kategori analisa permasalahan di atas, karena produk peraturan tersebut pada umumnya merupakan penterjamahan dari peraturan tingkat makro dan meso. Peraturan pada tingkat mikro dapat digunakan sebagai tolok ukur sejauh mana daerah mampu menangkap arah kebijakan dari pemerintah dan melihat effort dan creativity yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencapai cita-cita green infrastruktur. Sebagai contoh produk Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2013 tentang RPJMD Provinsi Jawa Barat 2013-2018. Rencana jangka menengah ini dimaksudkan untuk mewujudkan Jabar Green Province yaitu sebuah provinsi yang memiliki lingkungan dan infrastruktur hijau. Perlu adanya upaya yang berbeda dari biasanya agar konsep green infrastruktur di Indonesia dapat terimplementasi dengan baik. 1. Kesamaan visi dan misi tentang green infrastruktur2. Meningkatkan koordinasi stakeholder3. Membentuk fungsi pengendalian dan pengawasan penerapan green infrastruktur4. Mengkampanyekan green infrastruktur5. Melakukan segmentasi dan menciptakan model/percontohan green infrastruktur4.2.1Analisis Evaluasi Implementasi Green Infrastruktur di JabarEvaluasi ini meliputi kajian implementasi green infrastructure di Jawa Barat, salah satu penilaian yang dilakukan yaitu berada di Desa Cibeureum, dimana Desa tersebut memiliki 3 Situ yaitu Situ Ciijah, Situ Cianjing, dan Situ Ciburial. Penilaian yang dilakukan dalam implementasi Situ berdasarkan Permen PU No.5 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Implementasi Kontruksi Berkelanjutan Pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang PU dan Permukiman. Sedangkan penilaian untuk infrastruktur Jalan di Jawa Barat berdasarkan NSPK teknis infrastruktur jalan hal ini bertujuan untuk mengkorelasikan antara peraturan, implementasi dan hasil temuan yang ada.4.2.1.2Penilaian Implementasi Konsep Infrastruktur Hijau dalam Pembangunan Situ di Desa CibeureumSecara umum pengembangan infrastruktur sumber daya air ditujukan untuk mendukung program ketahanan pangan dan penyediaan air untuk berbagai keperluan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Di bidang SDA beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan menurunnya nilai kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air. Oleh karena itu, perlu dilakukan konservasi sumber daya air untuk pemenuhan kualitas dan kuantitas air baku penduduk baik untuk pertanian maupun untuk memenuhi kebutuhan air lainnya, sebagai pengendalian sedimen di daerah hilir, dan sarana rekreasi.Berdasarkan hasil diskusi dengan Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat diperoleh informasi bahwa setiap infrastruktur yang dibangun oleh PSDA sudah mengacu pada konsep green infrastructure yang merupakan bagian dari pertimbangan pembangunan yang mengacu pada visi dan misi Provinsi Jawa Barat. Untuk saat ini hampir semua pembangunan infrastruktur mengacu pada konsep tersebut dan tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) yang sudah termuat tahapan keberlanjutannya. Renstra memuat identifikasi setiap permasalahan dan bagan alir pengendaliannya.Dasar pembangunan infrastruktur di PSDA adalah kebutuhan instansi dan kebutuhan eksisting akan tetapi lebih banyak pada kebutuhan eksisting, karena kebutuhan akan energi dan SDA semakin meningkat seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan tidak terdapatnya dokumen feasibility study maupun dokumen lingkungan seperti UKL UPL. Setiap konsep pembangunan masyarakat yang berlandaskan usulan masyarakat diwujudkan dalam bentuk DED. Contoh kasus adalah pembangunan situ buatan di Desa Cibeureum yaitu Situ Ciburial, Situ Cianjing dan Situ Ciijah. Ketiga pembangunan tersebut berlandaskan pada hasil kunjungan wakil gubernur Jawa Barat ke lokasi terkait kebutuhan air bersih warga sekitar lokasi dan RAM-IP DAS Citarum Hulu. Setiap pembangunan infrastruktur yang ada telah sesuai dengan rencana tata ruang yang pada umumnya ditunjukan pada struktur ruang. Sejauh ini pembangunan telah dilakukan dengan koordinasi yang baik akan tetapi tetap menemukan kendala pada perbaikan rencana tata ruang yang saling menunggu antara yang satu dengan yang lain. Dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur telah memperhitungkan biaya, manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang seluruhnya merujuk pada visi misi Provinsi Jawa Barat umumnya dan visi misi Dinas PSDA pada khususnya. Permasalahan terletak pada pembiayaan yang minim namun banyak permintaan kebutuhan akan infrastruktur di masyarakat.Pada bagian kontruksi terutama dilakukan pendetailan hingga uji kelayakan.Umumnya masa konstruksi untuk infrastruktur SDA adalah 2 tahun. Rencana pemanfaatan infrastruktur sudah dimiliki dalam bentuk KONJA (kondisi jaringan) di dalamnya memuat kondisi jaringan yang telah dibangun hingga saat ini di beberapa daerah. Untuk sosialisasi, promosi dan edukasi kepada pengguna guna mendukung pemanfaatan infrastruktur selalu dilakukan sebelum dilakukan kegiatan pembangunan infrastruktur oleh konsultan pelaksana pekerjaan.Pada bagian monitoring dan evaluasi kondisi komponen infrastruktur sudah ada dan hal itu diperlukan pengawasan dan evaluasinya karena bagian dari visi dan misi dinas yang berkelanjutan dalam pembangunannya melalui konsultan supervisi bidang konstruksi.Untuk kasus pembangunan situ buatan, dikarenakan belum adanya dokumen pemeliharaan dan pemanfaatan serta sosialisasi setelah situ dibangun menyebabkan timbulnya keinginan warga untuk mengalihfungsikan situ menjadi area kolam pemancingan.Uji kelayakan infrastruktur berkelanjutan secara periodik dan setelah mendekati masa akhir layanan tidak seluruhnya dilakukan dikarenakan sinkronisasi organisasi yang tidak menentu sehingga anggota baru tidak mengetahui kegiatan yang sedang dilaksanakan pada struktur organisasi yang lama dalam artian kurang koordinasi internal.Dalam implementasi green infrastructure kendala yang dihadapi pada umumnya adalah pada pembiayaan, kemudian pada kegiatan teknis tidak memiliki acuan indeks untuk menilai infrastruktur yang menggunakan konsep berkelanjutan sehingga dinas belum paham bagaimana cara penilaian yang ideal untuk dapat dikatakan green dalam sebuah nilai yang memiliki arti mutlak untuk setiap kualitas infrastruktur. Selain itu untuk kasus pembangunan situ buatan, kendala pelaksanaan di lapangan adalah lokasi mata air yang terdapat di lahan Perhutani sehingga perlu dibuat MoU terkait pemanfaatan lahan untuk situ buatan. Di lain sisi, untuk kasus pembuatan bendung, keberlanjutan suatu infrastruktur terkendala perubahan hasil analisis hidrologi di masa yang akan datang sebagai efek dari global warming dan perubahan luas tangkapan air di hulu bendung. Karena infrastruktur bendung umumnya dibangun dengan menggunakan analisis hidrologi dengan kondisi eksisting dengan asumsi curah hujan maksimum (CHHM) di masa yang akan datang akan sama dengan kondisi saat iniBerdasarkan studi kasus pembuatan Situ Cianjing, Ciijah maupun Ciburial dapat dilakukan penilaian berlandaskan indikator green infrastructure. Hasil analisa skoring penilaian kelengkapan dokumen menunjukan bahwa untuk pembuatan Situ Cianjing, Ciijah dan Ciburial tergolong kegiatan pembangunan infrastruktur yang menuju berkelanjutan dengan nilai 70,83 %. Hal-hal yang mendukung penilaian ini adalah tidak adanya dokumen lingkungan dan belum adanya dokumen pemanfaatan dan pemeliharaan. Dokumen FS sebagai dokumen yang menunjukan tahap pemrograman termasuk dalam studi penetuan DED dan RAM-IP Citarum hulu yakni dilakukannya analisis hidrologi dan hidrolika meskipun belum semua jenis analisis sudah dilakukan sebagai dasar pembangunan.Selain untuk bidang PSDA, penilaian juga dilakukan terhadap proyek pembangunan jalan raya di Provinsi Jawa Barat. Untuk melihat kesesuaian pembangunan jalan dengan aspek-aspek green infrastructure, dilakukan penilaian melalui Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (P2JN) Provinsi Jawa Barat. Namun, karena minimnya kelengkapan data yang ada, maka studi terhadap pembangunan jalan tidak dijadikan sebagai focus utama kajian ini. Hasil Penilaian Aspek Green Infrastruktur Terhadap Pembangunan Jalan RayaSecara total untuk pembangunan infrastruktur jalan raya dari segi kelengkapan dokumen dapat dikategorikan kegiatan pembangunan infrastrukturnya sudah berkelanjutan dengan total skor 96,3% atau > 80 %. Penilaian ini mengindikasikan bahwa pembangunan jalan raya dari sisi acuan dokumen sudah lengkap tetapi jika difokuskan hanya untuk satu proyek saja, kelengkapan dokumen belum tentu lengkap. Oleh karena itu diperlukan perbaikan komputerisasi data didalam server misalnya dengan pembuatan database pekerjaan, tahun pekerjaan dimulai dan tahun pekerjaan selesai serta dilengkapi ceklis kelengkapan dokumen ataupun perbaikan sistem pengumpulan dokumen hardcopy agar lebih teratur misalnya dengan diberikan nomor dokumen dan kode wilayah serta tahun proyek sehingga memudahkan pelacakan dan pengendalian dokumen seandainya sewaktu-waktu dokumen tersebut diperlukan sebagai acuan pengembangan wilayah suatu daerah.4.2.1.4Kendala Implementasi Konsep Infrastruktur Hijau di Jawa BaratSecara umum, kendala implementasi konsep infrastruktur hijau di Jawa Barat dapat dijabarkan sebagai berikut.1. Kurangnya informasi mengenai infrastruktur hijau dan berkelanjutan.2. Standar implementasi infrastruktur hijau yang belum jelas3. Minimnya komitmen dari pucuk pimpinan untuk melaksanakan infrastruktur hijau4. Pengendalian dokumen yang buruk5. Konsep yang terdapat pada dokumen tidak diimplementasikan di lapangan

4.2.2.1Kajian Implementasi Infrastruktur Hijau di Sumatera BaratDalam konteks pembangunan berkelanjutan, pengembangan infrastruktur juga harus mengedepankan aspek kelestarian lingkungan dan secara bersamaan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang ada. Sehingga pembangunan infrastruktur yang ada tidak memberikan dampak negatif kepada lingkungan maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Terdapat program yang dilakukan di Sumatera Barat yaitu Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya dengan indikator kinerja program jumlah kawasan rawan daya rusak, jumlah waduk terbangum terpulihkannya kondisi lingkungan dan kualitas sumber daya air (kawasan) Program Peningkatan Bapedalda Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan HidupSelain itu adanya isu strategis peningkatan pembangunan prasarana dan sarana untuk mendukung fungsi kota. Beberapa kota sudah mengaplikasikan sebagian konsep ini dalam sistem pembangunan kota, seperti di kota Padang, Sumatera Barat yaitu Green planning and design, Green openspace, Green waste, Green transportation, Green water, Green building dan Green community

4.2.2.2Penilaian Implementasi Konsep Infrastruktur Hijau dalam Pembangunan Bendung Batang Anai Dalam kajian ini menilai implementasi konsep green infrastruktur dengan melihat proses pelaksanaan/implementasi, yang terkait adalah pelaksana dan bagaimana pelaksanaannya. Pelaksana atau stakeholder akan dinilai dalam analisis stakeholder. Adapun dokumen yang dinilai dalam pembangunan bendung Batang Anai dapat dilihat pada tabel berikut:Mengacu pada metodologi yang digunakan untuk menilai implementasi konsep green infrastruktur dalam pembangunan Batang Anai, jika dilakukan skoring nilainya hampir 100%. Hal ini didasarkan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat sangat banyak dengan adanya bendung ini. Bendung ini mampu mengairi sawah-sawah masyarakat dan juga sebagai sumber air yang digunakan oleh masyarakat seperti untuk mencuci, mandi, mencari lumut, dan memancing ikan.Sementara, untuk penilaian hasil observasi bendung Batang Anai secara umum baik, namun ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki. Berikut hasil penilaian kondisi infrastruktur bendung Batang Anai di Kabupaten Padang Pariaman.

Berikut gambaran kondisi infrastruktur bendung Batang Anai di Kabupaten Padang Pariaman. Gambar 4.13Kondisi Fisik Bendung Batang Anai Gambar 4.14.Kondisi Kebersihan Bendung Batang Anai

Gambar 4.15Kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bendung Batang Anai

Gambar 4.16Kondisi Buffer Zone dan Sempadan Sungai di Bendung Batang Anai

Perbandingan NSPK Teknis Bendung (PP RI No. 37 Tahun 2010 tentang Bendungan) dan Permen PU PR No. 5 Tahun 2015Bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk. Berdasaran PP No. 37 tahun 2010 tentang bendungan, dalam pembangunan bendungan perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya : 1. Persiapan Pembangunan2. Perencanaan Pembangunan3. Pelaksanaan KonstruksiBerdasarkan NSPK Bendung dan Permen PUPR No. 5 tahun 2015, maka Bendung Batang Anai telah dibangun dengan mempertimbangkan konsep green infrastruktur. Kendala Implementasi Konsep Infrastruktur Hijau di Sumatera Barat Keluhan dan keresahan masyarakat sehubungan dengan adanya pembebasan lahan untuk lokasi saluran dan bangunan irigasi, karena kawasan yang dilalui trase saluran sudah berupa sawah dan lahan garapan lainnya ataupun bangunan masyarakat.Konflik sosial yang muncul selama penyelesaian pekerjaan mengingat pada kawasan tersebut penduduknya cukup padat.Analisis StakeholderDari beberapa stakeholder tersebut, dibagi kedalam 3 kategori pengaruhnya dalam kegiatan, yaitu: 1. Stakeholder pengaruh tinggi adalah stakeholder yang memiliki posisi dominan dalam mempengaruhi kegiatan. Yang masuk kategori ini diantaranya Kementrian PU dan Pera, Dinas Bina Marga Provinsi/Kabupaten/Kota, Dinas Cipta Karya Provinsi/ Kabupaten/Kota, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi/ Kabupaten/Kota, Dinas Permukiman Provinsi/Kabupaten/Kota.2. Stakeholder pengaruh sedang adalah stakeholder yang memiliki posisi tidak terlalu dominan dalam mempengaruhi kegiatan. Yang masuk kategori ini adalah Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, Bappeda Provinsi, Bappeda Kabupaten/Kota, Camat/Kades, dan swasta (konsultan/kontraktor).3. Stakeholder pengaruh rendah adalah stakeholder yang memiliki posisi yang tidak dominan dalam mempengaruhi kegiatan. Yang termasuk kategori ini adalah : masyarakat pengguna infrastruktur, masyarakat umum, dan LSM.Berdasarkan hasil wawancara, masing-masing stakeholder tersebut memiliki peran masing-masing. Namun, dalam pelaksanannya masih kurang koordinasi, khususnya dalam hal sosialiasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di level atas hingga ke level di bawahnya. Hal itu juga sering terjadi dalam sosialisasi terhadap masyarakat. Hal-hal itulah yang menyebabkan implementasi konsep ini masih mengalami kendala.Analisis SWOTTahapan analisis ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan implementasi program/kebijakan yang telah dijalankan. Dalam tahapan ini kebijakan/program/kegiatan pembangunan infrastruktur hijau tersebut diurai dan dijabarkan ke dalam indikator-indikator yang ada dan kemungkinan akan ada. Strenght Dokumen-dokumen infrastruktur yang sudah dibangun dari tahap pemrograman sampai dengan tahap operasional maintenance lengkap, sehingga dapat diukur tingkat kesesuaian dan keberhasilannya Banyaknya manfaat langsung yang didapatkan oleh masyarakat sekitar dengan adanya infrastruktur yang dibangun Hampir tidak ada dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar Adanya substansi di dalam visi dan misi terkait pengembangan infrastruktur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan Adanya substansi infrastruktur hijau pada RTRW, RPJP, RPJMD dan Rencana tahunan (Perda)Weakness Pengawasan yang lemah terhadap pengoperasian hasil-hasil pembangunan infrastruktur Law enforcement terhadap pelanggaran lingkungan selama pelaksanaan pembangunan infrastruktur Penanganan kerusakan infrastruktur lambat karena terbelit oleh birokrasi sistem penganggaran pengadaan barang dan jasa Masih minimnya pengetahuan dan pemahaman stakeholder dalam implementasi konsep green infrastruktur Kurangnya sosialisasi kebijakan-kebijakan terkai green infrastruktur

Opportunity Peluang kerjasama antar daerah baik dengan pemerintah maupun dengan NGO dalam penerapan infrastruktur hijau Adanya investasi dari luar untuk menanamkan modal untuk pengembangan infrastruktur hijau

Threat Dalam kasus Sumatera Barat, terdapat aktivitas yang tidak terprediksi yaitu penambangan pasir/batu oleh masyarakat di Sungai Batang Anai yang membuat terjadi pendangkalan sungai sehingga debit air sungai menjadi kecil Belum adanya kebijakan insentif - disinsentif terkait pembangunan infrastruktur hijau Ketetapan hukum yang didasarkan pada aturan yang out of date (kadaluwarsa)

4 - 2KAJIAN KEBIJAKAN BIDANG PU DAN PERUMAHAN RAKYAT DALAM IMPLEMENTASI KONSEP GREEN INFRASTRUCTURE