refleksi kasus urtikaria bismillah

47
REFLEKSI KASUS URTIKARIA AKUT Disusn untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di SMF Kulit dan Kelamin RSUD dr. Soebandi Jember Oleh : Reza Kurniawan, S. Ked 092011101078 Pembimbing: Prof. dr.Bambang Suhariyanto, Sp.KK (K) SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

Upload: reza-kurniawan

Post on 25-Jan-2016

125 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laporan kasus urtikaria akut d RSUD dr subandi

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

REFLEKSI KASUS

URTIKARIA AKUT

Disusn untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Di SMF Kulit dan Kelamin

RSUD dr. Soebandi Jember

Oleh :

Reza Kurniawan, S. Ked092011101078

Pembimbing:

Prof. dr.Bambang Suhariyanto, Sp.KK (K)

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

BAB 1. Pendahuluan

Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai

dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan

kemerahan, meninggi dipermukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.1 Urtikaria merupakan

suatu erupsi kulit yang menimbul berbats tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah

dan memucat bila di tekan disertai rasa gatal.2

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering di jumpai. Dapat terjadi secara akut

maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita maupun untuk dokter.

Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang

diberikan kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Ini disebabkan

mungkin oleh kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria tersebut. Seperti yang kita

ketahui bahwa banyak sekali factor-faktor yang dapat menyebabkan urtikaria. Baik factor dari

dalam tubuh berupa reaksi imunitas yang berlebihan ataupun factor dari luar berupa penggunaan

obat-obatan, makanan, fotosensitizer, gigitan serangga dan banyak lagi yang lainnya.

Selain hal-hal diatas sangat penting diketahui mekanisme terjadimya urtikaria, karena hal

ini dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Berawal dari permasalahan-permasalahan ini

penulis akan mencoba menguraikan penyakit urtikaria ini mulai dari penyebab, patofisiologi dan

yang terpenting adalah klasifikasi utnuk dapat mengetahui pengobatan yang tepat bagi penderita

penyakit urtikaria.

Page 3: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

BAB II. Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai

dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat

dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.2

2.2 Epidemiologi

Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria (kronis,

akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waktu dalam hidup mereka.

Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi semasa hidupnya.

Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Insiden urticaria kronis tidak

meningkat pada orang dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria berdasarkan usia

menunjukkan bahwa urtikaria akut paling sering terjadi pada anak dan dewasa muda,

sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita setengah baya.4

Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%) daripada

laki-laki (0.12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi

urtikaria kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis, atau luas wilayah suatu kota.

Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu kota dengan penduduk lebih dari 500.000

orang mempunyai frekuensi urtikaria akut yang secara signifikan lebih tinggi daripada

wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari 500.000.8

2.3 Etiologi

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab

urtikaria bermacam-macam, antara lain: 2

1. Obat

Page 4: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun

non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan

urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik

langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat

kontras.2

2. Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi

imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang,

udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.2

3. Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak

diperantarai oleh IgE ( tipe I ) dan tipe seluler ( tipe IV ).2

4. Bahan fotosenzitiser

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan

sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.2

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan

aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).2

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur

binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent

(penangkis serangga), dan bahan kosmetik.2

7. Trauma Fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan

emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik.

Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai

beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.2

8. Infeksi dan infestasi

Page 5: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,

jamur, maupun infestasi parasit.2

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan

permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .2

10. Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan

penurunan autosomal dominant.

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih

sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.2

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada etiologi

karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria dan banyak

kasus karena idiopatik.3 Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria, berdasarkan

lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Klasifikasi urtikaria

yang lain tampak pada tabel 1.3,9

Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria

Ordinary urticarias

Acute urticaria

Chronic urticaria

Contact urticaria

Physical urticarias

Dermatographism

Page 6: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Delayed dermatographism

Pressure urticaria

Cholinergic urticaria

Vibratory angioedema

Exercise-induced urticaria

Adrenergic urticaria

Delayed-pressure urticaria

Solar urticaria

Aquagenic urticaria

Cold urticaria

Special syndromes

Schnitzler syndrome

Muckle-Wells syndrome

Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy

Urticarial vasculitis

1. Urtikaria Akut

Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung

selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya hilang dalam <24

Page 7: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Gambar 1. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.9

jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar

20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.3

2. Urtikaria Kronik

Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2, pengembangan

urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6 minggu dengan

setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu

kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3

3. Urtikaria Kontak

Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat di

mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak dapat

dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).3

4. Urtikaria Fisik

a. Dermographism

Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan merupakan

suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem

yang muncul beberapa detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism tampak sebagai

garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara muncul

secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya

mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.9

b. Delayed dermographism

Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa

immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul

eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.9

c. Delayed pressure urticaria

Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering

disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.

Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman,

Page 8: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Gambar 3. Cold Urticaria. 9

pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan

tangan.9

d. Vibratory angioedema

Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat

berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena paparan

vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-

getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang

diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada

wajah. 9,10

e. Cold urticaria

Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).

Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan dalam

temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara paparan

dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi

episode adalah 12 jam.9

f.Cholinergic urticaria

Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic urticaria

terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan biduran bentuk

papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit

atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.9,10

Page 9: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Gambar 5. Local Heat Urticaria. 12

g. Local heat urticaria

Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam beberapa

menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit setelah kulit

terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan

menjadi merah, bengkak dan indurasi. 9,10

h. Solar urticaria

Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-kadang

angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar matahari

atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan

neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A

(UVA), UVB, dan sinar atau cahaya yang terlihat.9

i.Exercise-induced anaphylaxis

Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari pruritus,

urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang berbeda dari Gambar 6. Solar Urticaria. 13

Page 10: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Gambar 7. Exercise-induced anaphylaxis.14

cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise

sebagai stimulusnya. 9

j.Adrenergic urticaria

Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang

terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran norepinefrin.

Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus seperti emosional

(rasa sedih), kopi, dan coklat.9,10

k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus

Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan urtikaria dan

atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigen-

antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip

dengan cholinergic urticaria.9,10

2.5 Patogenesis

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,

sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.

Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan

prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.2

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau

basofil untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang nonimunologik

mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada

Page 11: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-

obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan

ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang

mekanismenya belum diketahui langsung.

Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat

langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan

alcohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.2

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik;

biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor

Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel,

sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I

(anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi

komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin

(C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom

atau toksin bakteri.

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan

kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak

dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik,

dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema

angioneurotik yang herediter.

2.6 Manifestasi Klinis

a. Gejala

Gejala urtikaria adalah sebagai berikut: 2,4

Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.

Biduran berwarna merah muda sampai merah.

Page 12: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul

seterusnya.

Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah

dan nyeri kepala.

b. Tanda

Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4

Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian

tengah tampak lebih pucat.

Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.

Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory

distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka

merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan

pigmentasi.

Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul

dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.

2.7 Diagnosis

Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal dapat

bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. 9

Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah

sebagai berikut: 4

Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru yang

ditambahkan dalam menu makanan?

Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru? Jika

iya, apakah jenis obat tersebut?

Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?

Page 13: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan, vibrasi?

Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit

yang mungkin timbul pada tempat kerja?

Apakah biduran berhubungan dengan gigitan atau sengatan serangga?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi: 2, 9,18

Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.

Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi kulit, kadang-

kadang bagian tengah tampak pucat.

Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.

Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.

Dermographism.

2.8 Diagnosis Banding

1. Angioedema

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan submukosa yang

terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat disebabkan oleh

mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai

lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus. Karakteristik dari

angioedema meliputi vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam

daripada yang tampak pada urtikaria, pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic

dan biasanya terjadi pada permukaan mukosa dari saluran nafas dan saluran cerna

(pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen berat), serta suara serak yang

merupakan tanda paling awal dari edema laring.9

2. Pitiriasis rosea

Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.

Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai

dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat tersebar di

seluruh tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi berupa makula

Page 14: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata

meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi sesuai

dengan garis lipat kulit dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi

inisial (herald patch = medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-

6 cm. Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch.7

3. Urtikaria pigmentosa

Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang

berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.

Penyebabnya adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada badan, tapi

dapat juga mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula coklat-

kemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga

berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.7

4. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi

pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis

alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti belum

diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit.

Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari,

tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk

sehingga timbul papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.

Diagnosis dermatitis atopi harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor

dari Hanifin dan Rajka.2

5. Dermatitis atopik

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang

menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu

alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat terkena. Pada

yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti

edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan

erosindan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,

likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.2,17

Page 15: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang

tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.2 Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat

untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati,

dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor

dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.19

Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.2

2. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.

Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.2

3. Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes

kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-

RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum

skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk

mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies. 20

4. Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi

memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini

dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.18

a. Tes eleminasi makanan

Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk

beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.2

b. Tes foto tempel

Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.18

c. Suntikan mecholyl intradermal

Page 16: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.2

d. Tes fisik

Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya

alergi pada suhu tertentu. 2

5. Pemeriksaan histopatologik

Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis.2 Pada

urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat perubahan

epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara serabut-serabut

kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh

darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu

terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast

meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.10

Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik. Beberapa

lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran limfosit,

polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya.

Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon alergi fase

akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal

memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi berhubungan derajat

keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).4

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line therapy,

dan third-line therapy.3

1. First-line therapy

First-line therapy terdiri dari: 3,4

a. Edukasi kepada pasien:

Page 17: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika

penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan

agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.

c. Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan

dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah

diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara

klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek

antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali

berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya

terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1

tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.2

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin,

aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat

dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan

mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan

aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung

lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21

hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-

hari sebagai antihistamin yang long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah

tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak.2

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada

beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe H2.

Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya yang

Page 18: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine,

ranitidine, nizatidine, dan famotidine.3

2. Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line therapy

harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

a. Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy, psoralen plus UVA

(PUVA) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian menunjukkan peningkatan

efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria

kronis.

2. Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis reseptor H1 dan

H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai efek sedasi daripada

diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik. Doxepin dapat sangat berguna

pada pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin

untuk pengobatan depresi dapat bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30

mg/hari yang dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan

yang menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas

antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik

dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.3

3. Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal,

bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi

seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid.

Jika tidak berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain

(misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan

dalam urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah

kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan

atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika

Page 19: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin.

Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria

kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus

peptikum, dan hipertensi.3,4

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,

methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi

prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60

mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO

dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler,

diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2

kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2

dosis). Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler,

diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8

mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.4

4. Leukotriene Receptor Antagonist

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan mempunyai respon

terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria kronis atau pada individu yang

sehat. Leukotriene receptor antagonist seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton

menunjukkan keunggulan yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan

pasien dengan urtikaria kronik.3

5. Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan whealing pada pasien

dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan

antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan dengan modifikasi influks kalsium ke

dalam sel mast kutaneus.3

3. Third-line therapy

Page 20: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon

terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen

immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate,

cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG).

Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun dari

urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine,

dapsone, albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine,

hydroxychloroquine, dan warfarin.3

a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam mengobati

pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan dosis 3-5

mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan urtikaria kronik

yang tidak berespon terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan dosis 20-µg/mL

setiap hari dapat mengobati pasien dengan corticosteroid-dependent urticaria.3

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen pasien

dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme yang terlibat

tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi anti-idiotypic

antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1 dan memblok

pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG endogen.3

b. Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan urtikaria

autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk mencegah

akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan harus diselidiki

dalam hubungannya dengan penggunaan immunosuppressant pharmacotherapy.3

c. Obat lainnya

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola urtikaria

ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin paling berguna

untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah menunjukkan hasil yang

menjanjikan dalam pengobatan urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan

Page 21: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

respon yang baik pada hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-

adrenoceptor agonist terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik,

penggunaannya umumnya tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia

dan insomnia yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien.3

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal, namun

sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun demikian,

faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa

pasien dengan urtikaria akut ringan seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin

H1 non sedatif. Pada pasien dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif

seharusnya juga menjadi terapi pilihan utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan

secara adekuat, pemberian kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan.

Pada pasien yang menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress

pernapasan, asma, atau edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa epinefrin

subkutan, kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin H1

intramuskuler.11

2.11 Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,

sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.2

Page 22: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Mimin Amin

Umur : 52 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Desa Bulian

Tanggal Pemeriksaan : 28 Mei 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Timbul bentol – bentol merah.

Perjalananan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan timbul bentol – bentol merah di tangan kanan dan kiri

pasien sejak 4 hari yang lalu. Bentol – bentol dikatakan timbul mendadak. Pada awalnya

bentol – bentol muncul di tangan sebelah kanan sebanyak 1 buah, bentolan tersebut

dikatakan sebesar biji jagung, namun semakin hari bentol – bentol merah tersebut

dirasakan semakin banyak dan muncul juga dipergelangan tangan kiri. Keluhan ini

dirasakan tidak membaik, walaupun penderita sudah mencoba mengoleskan minyka pada

Page 23: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

bercak merah tersebut. Keluhan ini juga disertai rasa gatal yang dirasakan hilang timbul.

Gatal tidak dirasakan berkurang dengan obat ataupun dengan kompres hangat. Selain itu

pasien juga merasakan kadang – kadang terasa panas pada bentol – bentol tersebut.

Keluhan panas badan disangkal , riwayat digigit serangga juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Keluhan yang sama sebeelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat alergi atau disangkal

oleh pasien. Riwayat menderita penyakit infeksi seperti infeksi saluran nafas disangkal.

Pasien memiliki riwayat gigi berlubang pada gigi atas dan bawah sudah sejak lama, namun

sejak 2 minggu terakhir ini gigi pasien dirasakan semakin sakit dan pasien belum pernah

memeriksakannya ke dokter.

Riwayat Pengobatan :

Sebelum berobat ke RS, pasien belum pernah memeriksakan sakitnya ke pelayanan

kesehatan lainnya. .

Riwayat Penyakit dalam keluarga /Lingkungan :

Penderita dan keluarganya mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan

seperti ini baik sekarang maupun yang dahulu ataupun memiliki riwayat alergi.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Nadi : 81 kali per menit

Page 24: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Tensi : 130/ 80 mmHg

Respirasi : 16 kali permenit

Temperatur aksila : 36,8°C

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : anemia -/-, ikt-/-

THT : dalam batas normal

Thorax :

Cor : S1S2 normal, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-),bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : dalam batas normal.

Status Dermatologi

Lokasi : Tangan kanan dan pergelangan tangan kiri

Effloresensi : urtika eritematosa, berbatas tegas, bentuk dari bulat hingga plakat,

ukuran bervariasi dengan diameter 0,5cm hinga 3cm, distribusi

diskret

Page 25: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

Gambar 11. Urtikaria pada ekstrimitas pasien

3.4 Resume

Pasien perempuan, umur 52 tahun, mengeluh timbul bentol - bentol merah di tangan kanan

dan dipergelangan tangan kirinya, sejak 4 hari sebelum pemeriksaan. Pada awalnya

berupa bentol berwarna putih seperti bekas gigitan nyamuk yang muncul di tangannya.

Keluhan ini dirasakan tidak membaik walaupun penderita sudah mencoba mengoleskan

minyak pada bercak merah tersebut. Gatal dirasakan mulai mucul pada sore hingga malam

hari. Buang air besar dan buang air kecil dikatakan tidak ada gangguan Pasien sudah

pernah menglami keluhan yang sama sama sebelumnya 3 minggu yang lalu. Pasien sempat

berobat ke dokter umum pada tanggal 27 April 2012 mendapat .Riwayat alergi, penyakit

infeksi disangkal oleh ibu pasien. Di keluarga, tidak ada yang mengalami hal yang sama

seperti pasien.

Status Dermatologi

Lokasi : Seluruh tubuh

Effloresensi : urtika eritematosa, berbatas tegas, bentuk dari bulat hingga plakat,

ukuran bervariasi dengan diameter 0,5cm hinga 3cm, distribusi

diskret, terdapat beberapa ekskoriasi.

Page 26: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

3.5 Diagnosis Banding

1. Urtikaria

2. Dermatitis Atopik

3. Dermatitis Kontak Alergi

3.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorokan

3. Pemeriksaan kadar Ig E serum

4. Uji tusuk kulit (Skin Prick Test)

3.7 Penatalaksanaan

1. Anti Histamin

2. Methylprednisolone tablet 2 x 4 mg

3. Krim menthol 1 %

3.8 KIE

1. Menjelaskan kepada ibu pasien mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika

penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

Page 27: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

2. Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan

agen fisik.

3. Menggunakan sabun yang tidak mengandung antiseptik dan tidak iritatif.

4. Tidak menggunakan pewangi pakaian saat mencuci pakaian.

3.9 Prognosis

Dubius ad bonam

Page 28: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam kasus ini pasien laki-laki berumur 8 tahun, agama hindu, suku Bali, mengeluh timbul

bercak kemerahan di seluruh tubuh. Dari anamnesis didapatkan mengeluh timbul bercak-

bercak merah di seluruh tubuh, sejak 3 hari yang lalu. Pada awalnya berupa bentol berwarna

putih seperti bekas gigitan nyamuk yang muncul di tangannya, mulai membesar dan

menyebar di seluruh tubuh. Keluhan ini dirasakan tidak membaik walaupun penderita sudah

mencoba mengoleskan minyak pada bercak merah tersebut. Gatal dirasakan mulai mucul

pada sore hingga malam hari.

Melalui pemeriksaan fisik didapatkan status dermalogi berupa:

Lokasi : Seluruh tubuh

Effloresensi : urtika eritematosa, berbatas tegas, bentuk dari bulat hingga plakat,

ukuran bervariasi dengan diameter 0,5cm hinga 3cm, distribusi diskret,

terdapat beberapa ekskoriasi.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat mengarah ke diagnosis urtikaria.

Dimana sesuai teori, urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,

biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-

lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat

dikelilingi halo. Urtikaria adalah penyakit yang dengan kelainan di kulit berupa urtika.

Diagnosis yang mungkin selain urtikaria adalah Dermatitis Atopik dan Dermatitis

Kontak Alergi. Pada dermatitis atopik, gejala utama adalah pruritus, dapat hilang timbul

sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Untuk mendiagnosis

dermatitis atopik menggunakan kriteria dari Hanifin dan Rajka. Pada kasus kriteria mayor

yang terpenuhi adalah pruritus, sisanya belum memenuhi kriteria mayor dan kriteria minor.

Diagnosis lain yang mungkin adalah dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak alergi yang

disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah

Page 29: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua

bagian tubuh dapat terkena. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang

berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Pada kasus

didapatkan bercak kemerahan, tetapi memilliki batas yang tegas.

Urtikaria dapat disebabkan oleh berbagai penyebab diantaranya makanan, obat,

kontaktan, iritan, gigitan serangga, dan lain-lain, sehingga untuk mecari tau penyebabnya

harus dilakukan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan pasien urtikaria pada kasus menggunakan antihistamin,

kortikosteroid oral dan krim menthol. Hal ini sesuai teori yaitu pemberian anti histamin

bertujuan untuk mengurangi gatal karena pelepasan histamin. Pada kasus, juga diberikan

methylprednisolone tablet karena berdasarkan penelitian dengan pemberian kortikosteroid

oral jangka pendek pada kasus urtikaria akut dikatakan dapat membantu penyembuhan.

Selain terapi obat, KIE juga penting dilakukan. Pada kasus diberikan KIE berupa

menghindari agen-agen yang dapat menjadi penyebab terjadinya urtikaria seperti makananan

(telur, gandum, kacang), obat-obatan, menggunakan sabun yang tidak mengandung

antiseptik, tidak menggunakan pewangi pakaian.

Page 30: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non-imunologik.

2. Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah umum untuk mencegah atau

menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi.

3. Edukasi kepada pasien dan antagonis reseptor histamine H1 merupakan first-line therapy

urtikaria

5.2 Saran

1. Penatalaksanaan urtikaria sebaiknya menggunakan stratifikasi terapi yaitu first-line

therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.

2. Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian-penelitian yang meneliti tentang

penatalaksanaan urtikaria secara holistik sehingga dapat menolong memperbaiki kualitas

hidup para penderita urtikaria.

Page 31: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 1 Mei 2012, dari

http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print

2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

3. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.

4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 1 Mei 2012, dari

http://emedicine.medscape.com/article/137362-print

5. Perdanakusuma, D.S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Kulit. Surabaya

Plastic Surgery, Artikel. Diakses 2 Mei 2012, dari

http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-

penyembuhan.html

6. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J

Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220.

7. Kolodziej, K. (2005). Asthma and Exercise-Induced Anaphalaxis: A Case Study. Cfkeep,

Gambar. Diakses tanggal 1 Mei 2012, dari http://www.cfkeep.org/html/phpThumb.php

%3Fsrc%3D/uploads/uticaria.jpg

8. Lipsker, D. (2004). Schnitzler Syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tabnggal 1 Mei 2012,

dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-schnitzler.pdf

9. Grateau, G.(2005). Muckle-Wells syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 1 Mei 2012,

http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-MWS.pdf

10. Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

11. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam:

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.

Page 32: Refleksi Kasus Urtikaria Bismillah

2. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 1 Mei 2012, dari

http://emedicine.medscape.com/article/137362-print