lapsus bab ii

11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang terletak antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris, badan siliaris, dan koroid. Gambar 1 (FK Riau) Koroid, selaput yang berwarna coklat tua antara skelra dan retina, yang membentuk lapsan bagian tengah yang terbesar dan melapisi hamper seluruh sklera. Ke aneroir koroid berakhir pada corpus siliare. Koroid melekat erat pada retina tetapi dapat lepas dengan mudah dari sklera (anatomi klinis dasar). Corpus siliare menghubungkan koroid dengan iris. Pada permukaan dalam corps siliare terdapat lipatan-lipatan yang di sebut prosesus siliare yang dimana menghasilkan humor aquosus. Cairan ini memenuhi kamera anterior bulbi dan kamera posterir bulbi. (anatomi klinis dasar). Iris adalah sebuah sekat yang mengkerut dengan pupil, lubang di tengahnya untuk melewatkan cahaya. Sewaktu seorang tidak tertidur, besar pupil terus menerus berubah menjadi berubah untuk mengatur banyaknya cahaya yang memasuki mata. Dua otot untuk mengatur besarnya 1

Upload: pujanawiakta

Post on 03-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Bab II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang terletak

antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris,

badan siliaris, dan koroid. Gambar 1 (FK Riau)

Koroid, selaput yang berwarna coklat tua antara skelra dan retina, yang membentuk

lapsan bagian tengah yang terbesar dan melapisi hamper seluruh sklera. Ke aneroir

koroid berakhir pada corpus siliare. Koroid melekat erat pada retina tetapi dapat

lepas dengan mudah dari sklera (anatomi klinis dasar).

Corpus siliare menghubungkan koroid dengan iris. Pada permukaan dalam corps

siliare terdapat lipatan-lipatan yang di sebut prosesus siliare yang dimana

menghasilkan humor aquosus. Cairan ini memenuhi kamera anterior bulbi dan

kamera posterir bulbi. (anatomi klinis dasar).

Iris adalah sebuah sekat yang mengkerut dengan pupil, lubang di tengahnya untuk

melewatkan cahaya. Sewaktu seorang tidak tertidur, besar pupil terus menerus

berubah menjadi berubah untuk mengatur banyaknya cahaya yang memasuki

mata. Dua otot untuk mengatur besarnya pupil mata; musculus sphincter pupillae

menyempitkan pupil, dan musculus dilator pupillae melebarkannya.

Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan sklera.

Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil. Pada

bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar

terdapat suprakoroidal.6 ( FK riau)

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari

arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri

mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri

1

Page 2: Lapsus Bab II

siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari

arteri siliaris posterior longus dan brevis (Fk riau)

2.2 Definisi dan Etiologi

Uveitis termasuk dalam kelompok penyakit ocular inflammatory disease yang

ditandai dengan proses peradangan pada uvea. Uvea merupakan bagian mata yang

memiliki pigmen dan pembuluh darah serta terbagi menjadi iris, badan silier dan

koroid (journal idi).

Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid) yang

terjadi akibat infeksi trauma, neoplasia atau autoimun. (protap dr murni)

Uveitis sering berhubungan dengan berbagai penyakit sistemik, baik infeksi maupun

non-infeksi. Penyebab infeksi dapat berupa virus (Sitomegalovirus, Virus Herpes

Simpleks), fungi (Candida sp., Aspergillus sp.), bakteri (M. tuberculosis, T. pallidum),

maupun parasit (Toksoplasma, cacing). Kelainan sistemik non infeksi yang berkaitan

dengan timbulnya uveitis juga sangat banyak. Penyakit Behcet, sarkoidosis, sindrom

Vogt-Koyanagi-Harada, juvenile arthritis, colitis ulseratif dan penyakit Crohn

hanyalah beberapa di antaranya (jornal idi)

2.3 Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka

kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis

diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada

laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan

uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa

uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis. (FK Riau)

Uveitis merupakan lima besar penyebab kebutaan di negara berkembang selain

diabetes, kelainan degeneratif pada retina, kelainan kongenital dan trauma (journal

idi)

2

Page 3: Lapsus Bab II

2.4 Patofisiologi

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung

suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya

mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang kadang dapat juga

terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang

menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan

mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari

luar (antigen oksigen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).

Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.

Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses

infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier

sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor

akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebut fler

(aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan

tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris

pada permukaan lensa (sinekia posterior).

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat

membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada

permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada

tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca

nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik

mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak

sehingga menimbulkan hipopion.

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan

miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi

seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli

posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam

3

Page 4: Lapsus Bab II

dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli

anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris

bombe (Bombans).

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar

menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan

sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga

terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada

fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut

bilik depan, sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya

seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran

asetilkolin dan prostaglandin.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi

secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.7

1. Klasifikasi anatomis

a) Uveitis anterior

- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris

- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata

b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer

c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus d)

Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea

4

Page 5: Lapsus Bab II

2) Klasifikasi klinis

a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6

minggu

b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-

tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik

3) Klasifikasi etiologis

a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh

b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh

- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis

- Infeksi Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes

zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm (toksokariasis)

- Uveitis spesifik idiopatik Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit

sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk

lain (sindrom uveitis Fuch)

- Uveitis non-spesifik idiopatik Yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam

kelompok di atas.

4) Klasifikasi Patologis

a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid

b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa

multinukleus.

5

Page 6: Lapsus Bab II

2.5 Gejala Klinis

1) Uveitis anterior

Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan

menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat

putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat. Tanda-

tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP), nodul

iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.

2) Uveitis intermediet

Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang

penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid

kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus

(vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.

3) Uveitis posterior

Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan.

Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis

aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan

penglihatan sentral.7 Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan

pada vitreus (seperti sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus

detachment), koroditis, retinitis, dan vaskulitis.

2.6 Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa dari diagnosis banding uveitis, yaitu konjungtivitis,

glaukoma sudut tertutup akut, retinoblastoma, xanthogranuloma juvenile iris,

limfoma malignan, neurofibroma, pseudoeksfoliasi lensa, amiloidosis familial

primer, hiperplasia limfoid reaktif, dan sarkoma sel retikulum

2.5 Penatalaksanaan

Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan,

menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya. Ada empat

6

Page 7: Lapsus Bab II

kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu midriatikum, steroid,

sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan

antibakteri atau antivirus yang sesuai.

Penatalaksanaan uveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi operatif, yaitu

1) Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan

sikloplegia.

2) Pemberian antiinflamasi non steroid

3) Pemberian obat jenis sitotoksik seperti ankylating agent (siklofosfamid,

klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor (siklosporin)

4) Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsi

korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan.

5) Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak, mengontrol

glaukoma dan vitrektomi.

Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah

pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia. Memberikan kenyamanan

dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan menggunakan

atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu.

Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian steroid kuat,

seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid

adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi kornea, dan efek samping

sistemik

2.7 Komplikasi

Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut

yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau

penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi

nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi

corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema

diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment.

2.8 Prognosis

Umumnya prognosis baik jika dengan terapi yang sesuai.

7