bab ii lapsus struma

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat. Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria. Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara 1

Upload: riyono-pinasthi

Post on 07-Feb-2016

83 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Lapsus Struma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada

yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak

mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-

hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa

kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.

Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di

daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah

pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada

wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita,

sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk

anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak

diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena

jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.

Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),

bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

1

Page 2: Bab II Lapsus Struma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Struma

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan

fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Berdasarkan patologinya,

pembesaran tiroid umumnya disebut struma.

Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal.

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan

mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan

vena kolateral.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior

medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke

dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan

bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan

oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan

memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan

bernapas dan disfagia.

Berdasarkan klasifikasi struma menurut klinisnya dibagi menjadi struma toksik

dan non toksik, yang dimana pada pembahan ini akan dijelaskan mengenai struma

toksik serta anastesi pada kasus struma toksik khususnya pada pasien hypertiroid

2.2 Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki

dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong

berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram.

Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab

atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4)

dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah.

Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul

T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid

2

Page 3: Bab II Lapsus Struma

stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium

adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan

minuman yang mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah

ini.

Gambar Kelenjar Tiroid

2.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan

metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan

pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan

reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi

panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan

berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-

hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat

lahir dan bayi.

2.4 Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk

anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak

diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

3

Page 4: Bab II Lapsus Struma

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena

jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.

Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),

bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap

selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam

sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid

hiperaktif

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan

pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil

pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan

mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan

mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.

2.5 Patogenesis

Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing

hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan thyroid

stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid

untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana

saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang

berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga

diluar batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan” tersebut, sel-sel sekretoris kelenjar

tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin

termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju

metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan, akibat proses metabolisme yang

“keluar jalur” ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek

pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari

hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi

10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.

Nadi yang takikardi, atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid

pada sistem kardiovaskuler. Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi

4

Page 5: Bab II Lapsus Struma

autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular,

akibatnya bola mata terdesak keluar.

Pasien juga akan mengeluhkan perasaan seperti palpitasi. Hal ini merupakan

manifestasi gangguan pada system kardiovaskuler atas akibat sinus takikardi

(supraventrikular takikaria). Cardiac output yang meningkat mengakibatkan terjadinya

nadi yang kuat, memanjang, dan aortic murmur dan dapat mengakibatkan angina

maupun gagal jantung yang sudah terdeteksi sebelumnya menjadi lebih parah. Pada

pasien ini didapatkan perasaan sentiasa berdebar-debar tanpa didahului perasaan yang

tidak enak atau lainnya.

Kadar hormone tiroid dapat meningkat apabila kadar TBG meningkat terutama

dalam kondisi kadar estrogen yang meningkat (kehamilan, kontraseptif oral, terapi

hormone replacement, tamoxifen). Juga, dapat berkurang dalam kondisi seperti

androgen tinggi dan sindroma nefrotik. Masalah genetic dan acute illness juga dapat

mempengaruhi kadar hormone tiroid yang berikatan dengan protein dalam darah. Oleh

karena hanya hormone tiroid yang bebas berikatan terdeteksi normal dalam kondisi-

kondisi seperti diatas, adalah disarankan untuk melakukan pemeriksaan hormone

tiroid bebas berikatan dalam rangka menilai kadar hormone tiroid. Pada pasien ini,

didapatkan peningkatan Total T3(ng/mL2.56), Free T4 (5.00ng/dL) dan penurunan

hasil TSH (0.018µIU/mL).

2.6 Gejala

Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin,

pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat

dilihat atau ditentukan dengan indeks Wayne atau indeks Newcastle yaitu sebagai

berikut :

5

Page 6: Bab II Lapsus Struma

6

Page 7: Bab II Lapsus Struma

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

Tes fungsi tiroid

– Pasien dengan struma ndular toksik akan didapatkan TSH yang rendah.

– Free T4 akan meningkat atau dalam range referensi

– Beberapa pasien memiliki T4 yang normal dengan peningkatan T3 terjadi

pada 5-46% pasien dengan nodul toksik.

Hipertiroid subkinik – Beberapa pasien memiliki TSH rendah dengan T4 bebas dan

total T3 yang normal.

2.8 Pemeriksaan Pencitraan

Nuclear scintigraphy

– Menggunakan radioactive iodine-123 (123 I) atau dengan technetium-99m

(99m Tc).

– Dapat mengetahui nodulnya berupa hot, cold atau warm.

– Pasien grave uptake nya biasanya banyak dan difus, sedangakn tiroiditis

sedikit.

– Pada pasien dengan struma nodulat toksik hasil scan biasanya berupa

uptake yang tidak sempurna, dengan area uptake yang banyak dan sedikit.

– Scanning tiroid berguna untuk mengetahui ekstensi tirois substernum yang

mengandung nodul toksik.

Ultrasonografi

– Ultrasonografi merupakan prosedur sensitive untuk nodul yang tidak teraba

selama pemeriksaan. Berguna ketika digabungkan dengan hasil

pemeriksaan nuklir untuk mengetahui fungsionalitas nodul.

– Nodul yang cold cenderung untuk dilakukan biopsy jarum halus daripada

pengobatan definitive pada struma nodular toksik.

7

Page 8: Bab II Lapsus Struma

Pemeriksaan pencitraan lain

– CT scan berguna pada pasien yang memiliki gejala obstruktif, dapat melihat

kondisi leher, melihat trakea masih paten atau tidak, dan apa terjadi deviasi

trakea karena nodul tiroid.

2.9 Pengobatan dan Tindakan

Medikamentosa

Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme

(menghambat produksi hormone, menghambat pelepasan hormone dan

menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid penyekat beta dan

plasmaferesis),dan normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan,

elektrolit dan kalori) dan mengatasi factor pemicu. Pengobatan harus segera

diberikan rawat diruangan dengan control yang baik

Pengobatan yang diberikan antara lain adalah membaiki keadaaan umum

dengan memberikan cairan NaCl 0.9% utuk koreksi elektrolit. Mengoreksi

hipertiroidisme dengan cepat yaitu dengan :

a. Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (600-1000 mg) diikuti dosis

200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg;

b. Memblok keluarnya bakal hormone dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8

jam) atau larutan kalium iodide jenuh 5 tetes setiap 6 jam. Jika ada, berikan

endoyodin (nai) IV, kalau tidak ada solusio Lugol/ larutan kalium iodide jenuh

tidak memadai;

c. Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol, ipodat,

penghambat beta dan/atau kortikosteroid. Pemberian hidrokortison dosis stess

(100mg tiap 8 jam atau deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya

adalah karena defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan

menghambat konversi perifer T4. Untuk antipiretik digunakan asetaminofen,

jangan aspirin karena akan melepas ikatan protein-hormon tiroid sehingga

freehormon meningkat. Propanolol dapat mengurangi takikardia dan

meghambart konversi T4 menjadi T3 di perifer dengan dosis 20-40 mg tiap 6

jam

8

Page 9: Bab II Lapsus Struma

Pengobatan dengan Yodium Radioaktif

Indikasi pengobatan dengan yodium radiaktif diberikan pada :

a. Pasien umur 35 tahun atau lebih

b. Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi

c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid

e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi operasi

adalah :

a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat

antitiroid

b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis

besar

c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.

d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik

e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid sampai

eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol

10-14 tetes/ hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi

pada kelenjar tiroid.

9

Page 10: Bab II Lapsus Struma

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Pemeriksaan Subjektif

1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Iq. M

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 47 tahun

Alamat : Masbagik, Lombok Timur

No. RM :

Tanggal Masuk : 18 Desember 2013

Tanggal operasi : 20 Desember 2013

2. Anamnesis Pasien

a. Keluhan Utama

Pasien mengeluh terdapat benjolan di leher depan, dirasakan sejak 1 bulan yang

lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG dengan keluhan

terdapat benjolan di leher bagian tengah sejak 1 (satu) bulan yang lalu. Benjolan

berbentuk lonjong, kira-kira sebesar telur ayam, tidak terasa nyeri, lunak dan

dirasakan tidak semakin membesar. Tidak terdapat perubahan warna kulit di

atasnya dan benjolan ikut bergerak saat menelan.

Keluhan benjolan di tempat lain, suara serak, sulit menelan serta sulit

bernafas disangkal. Penderita sering merasa jantungnya berdebar-debar dan

tangannya bergetar. Penderita juga mengeluh sering merasa kegerahan dan lebih

senang di tempat yang dingin Penderita mengeluh mudah gugup, mudah gelisah

dan cepat emosi serta sulit tidur. Nafsu makan penderita meningkat tetapi dalam

satu tahun ini, berat badan dirasakan menurun.

Penderita juga merasakan perubahan pada kedua matanya, yaitu tampak

lebih menonjol dari sebelumnya. Penderita juga merasa kelopak matanya terasa

berat, namun penurunan fungsi penglihatan disangkal.

10

Page 11: Bab II Lapsus Struma

Keluhan demam, berkeringat banyak disangkal penderita. Haid tidak lancar,

rambut rontok disangkal oleh pasien. Tidak terdapat keluhan pada buang air

besar maupun buang air kecil. Satu hari sebelumnya, penderita berobat ke dokter

bedah dan mendapatkan obat (pasien tidak tahu jenis obatnya).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami sakit serupa sebelumnya, Tidak terdapat

riwayat penggunaan obat-obatan tertentu sebelumnya. Riwayat penyakit dahulu

seperti hipertensi, diabetes, alergi disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan keluhan yang sama baik di antara anggota keluarga dan

tetangga.

3.2 Pemeriksaan Objektif

1. Keadaan Umum :

– Kesan sakit : tampak sakit ringan

– Kesadaran : Composmentis

– Berat badan : 50 kg

– Tinggi badan : 152 cm

– BMI : 21,6 Gizi: baik

2. Tanda Vital:

– Tekanan Darah : 120/80 mmHg

– Nadi : 116 x/menit

– RR : 20 x /menit

– Suhu : 36,2o C

3. Status Generalis

Kepala :

o Rambut : tidak kusam, tidak mudah rontok.

o Tengkorak : tidak ada kelainan

o Mata : eksoftalmus (+)

Letak : Simetris

Pergerakan : Dalam batas normal

Palpebrae : Edema (-)

Kornea : Jernih

11

Page 12: Bab II Lapsus Struma

Pupil : Bulat, isokor

Sklera : tidak ikterik

Konjunctiva : tidak anemis

o Telinga : simetris, tidak terdapat serumen

o Hidung : pernafasan cuping hidung : (-)

o Bibir : sianosis perioral (-)

o Mulut : gusi tidak hiperemis

Lidah bersih

Tes mallampati grade 1

Faring tidak hiperemis

Leher :

Inspeksi : Kelenjar tiroid tampak membesar (status lokalis)

Palpasi : Kelenjar tiroid teraba membesar (status lokalis)

JVP : tidak meningkat, 5-2 cmH2O

KGB : tidak teraba membesar

Deviasi trakea : -

Axilla : tidak teraba KGB

Thoraks :

Paru-paru :

Inspeksi : Bentuk gerak simetris

Palpasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi :

Paru kanan : sonor

Paru kiri : sonor

Auskultasi : suara nafas vesicular +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : pulsai ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicularis

sinistra

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS V linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra

Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra

12

Page 13: Bab II Lapsus Struma

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal reguler dengan frekuensi

denyut

jantung : gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding abdomen datar simetris, distensi (-)

Auskultasi : peristaltic usus (+) normal

Perkusi : tympani pada 4 regio abdomen

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Oedem --/--, deformitas (-), akral hangat ++/++

Status Lokalis

Massa colli anterior : batas tidak jelas

Ukuran : ±7 x 4 cm

Konsistensi : lunak

Rubor : (-)

Kalor : (-)

Nyeri tekan : (-)

ikut pergerakan menelan : (+)

Auskultasi : bruit (-)

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Kimia klinik

Fungsi Hati

- SGOT : 41 U/L 0 - 38

- SGPT : 45 U/L 0 - 42

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 193 mg/dl 80 – 140

Pemeriksaan Endokrinologi

- FT4 : > 7.770 mg/dl 0.930 – 1.710

- TSHs : < 0.005 µIU/mL 0.270 – 4.200

3.4 Laporan Anestesi

13

Page 14: Bab II Lapsus Struma

Status Anestesi

1. Persiapan anestesi :

a. Informed consent

b. Pasien puasa 8 jam pre-operatif

c. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital :

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah :120/80 mmHg

Nadi : 106x/menit

d. Pemasangan kateter urin untuk pemantauan produksi urin

e. Infuse RL dengan ukuran 18

f. Sebelumnya pasien dan keluarga mendapat penjelasan tentang rencana

tindakanyang akan dilakukan dan telah menandatangani inform consent.

g. Membina hubungan baik dengan pasien membangun kepercayaan dan

menemtramkan hati pasien mengurangi kecemasan pasien menjelang

operasi.

2. Status pasien :

a. Diagnosa pre operatif : struma difusa toksik (grave’s disease)

b. Diagnosa post operatif : struma difusa toksik (grave’s disease)

c. Jenis pembedahan : thyroidektomi

d. Status operasi : status fisik ASA I

e. Jenis anestesi : general anestesi

f. Tekhnik anestesi : respirasi terkontrol dengan Endotraceal tube

g. Persiapan di ruang operasi :

Mempersiapkan pasien

Nyalakan monitor

Pasang manset tensimeter

Pasang pulse oksimeter dengan lengan yang berlawanan dengan

tensimeter

Penatalaksanaan anestesi

h. Penatalaksanaan anestesi :

1. Pre-medikasi :

14

Page 15: Bab II Lapsus Struma

- Midazolam 2 mg

- fentanyl 50 mcg (1 cc) atau pethidin 2 ml

- Ondancentron 4mg / 2 ml

2. Induksi :

- Propofol 100 mg (10 cc)

- Atracurium 30 mg

3. Pemeliharaan (maintenance) :

- O2 2 L/mnt

- N2O

- Sevoflurane 2%

4. Intubasi :

- Laringoskopy

- Endotrakeal tube

- Mayo

- Plester

- Spuit 10cc

5. Obat lainnya :

- Neostigmine 0,5 mg/ml (2 ampul)

- Atropin sulfat 0,25 mg/ml (2 ampul)

- Tranexamid acid 50 mg/ml (2 ampul)

- Tramadol 100mg/2ml

6. Balance cairan intra-operatif :

- BB : 50 kg

- Perkiraan perdarahan : 100cc

- Perkiraan operasi : 1 jam

- Jenis cairan : kristaloid

- Pengganti puasa = 2 ml/kgBB/jam

= 2 ml x 50 x 8

= 800 ml

Infus RL selama puasa = 500 ml

Jadi, pengganti puasa = 800 – 500 = 300 ml

- EBV = 70 ml/kgBB

15

Page 16: Bab II Lapsus Struma

= 70 x 50 = 3500 ml

- Maintenance : 2 ml/ kgBB/ jam

: 2 x 50/jam = 100cc

- Stress operasi sedang = 6 ml/kgBB/jam = 6 ml x 50 kg = 300

ml/jam

- Karena Perdarahan intra-operatif < 10% dari jumlah darah→diganti

cairan kristaloid →tidak perlu dilakukan transfusi. Maka, rumus

yang digunakan adalah : 3 x volume darah yang hilang

: 3 x 100 = 300 cc

- Urin output : 1 ml/kgBB/jam = 1 x 50 = 50 ml/jam

- Perhitungan pemberian cairan kristaloid :

M + PP + SO + perdarahan + pengganti urin

=100 + 300 + 300 + 300 +50 = 1050 cc = ± 2 flash RL

BAB IV

16

Page 17: Bab II Lapsus Struma

PEMBAHASAN

A. Penilaian Pra Operasi

1. Anamnesis

Penting untuk melakukan anamnesis pre operasi untuk memastikan kondisi

pasien benar-benar siap untuk di operasi. Lakukan pendekatan psikologis sehingga

dapat menurunkan tingkat kegelisahan pasien. Berdasarkan anamnesis kita dapat

mengetahui apakah pasien dalam kondisi hiper/hipotyroid atau eutyroid. Sebelum

operasi pastikan kondisi pasien dalam keadaan eutyroid, hal ini penting untuk

menghindari komplikasi yang terjadi akibat operasi.

Pada anamnesis juga kita cari gejala disfagia, sesak napas, perubahan suara

atau stridor yang dapat menjadi tanda bagi ahli anestesi akan adanya kemungkinan

kesulitan dengan jalan napas yang membahayakan saat induksi. Selain itu juga

harus kita cari riwayat alergi pasien, dan penyakit-penyakit sistemik lainnya

misalnya penyakit kardiorespirasi, diabetes militus.

Dari anamnesa, pada pasien ini didapatkan keluhan berupa satu benjolan

pada leher bagian tengah yang berbentuk lonjong, tidak terasa nyeri, lunak dan ikut

bergerak saat menelan. Ditemukan pula gejala jantung berdebar-debar, tangan

bergetar,intolerasi panas, mudah gugup, dan penurunan berat badan walaupun

nafsu makan meningkat. Penderita juga merasa kedua matanya tampak lebih

menonjol dari sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan status lokalis struma seperti telah disebutkan diatas,

dibedakan dalam hal :

Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multipel namun

pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya

keras  sampai sangat keras. Yang multipel biasanya tidak ganas kecuali apabila

17

Page 18: Bab II Lapsus Struma

salah satu dari nodul   tersebut lebih menonjol dan lebih keras daripada yang

lainnya.

Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan,

kemungkinannya ialah suatu perdarahan dalam kista, adenoma atau tiroiditis.

Tetapi kalau nyeri dan sukar digerakkan kemungkinan besar suatu

karsinoma.Nodul yang tidak nyeri apabila multipel dan bebas digerakkan mungkin

ini merupakan komponen struma difus atau hiperplasia tiroid. Namun apabila nodul

multipel tidak nyeri dan tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu

keganasan. Adanya limfadenopati kemungkinan suatu keganasan dengan anak

sebar.

Dari pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan takikardi, eksoftalmus, tremor

dan hiperkinesis. Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran tiroid difusa,

yaitu benjolan pada anterior coli, tidak berbatas tegas, lunak, ikut pergerakan

menelan dan tidak ditemukan tanda-tanda peradangan.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Rekomendasi pada persiapan pemeriksaan laboratorium sebelum operasi

anatara lain (Hb, Ht, leukosit, trombosit). Pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan biasanya mencakup pemeriksaan darah rutin, kimia darah, dan masa

pembekuan. Pemeriksaan spesifik untuk opesai-operasi tertentu juga dapat

dilakukan.

Pada pasien ini dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium T3, T4, TSH.

Dimana hasil laboratorium pasien ini adalah FT4: > 7.770 mg/dl dan TSHs: <

0.005 µIU/mL.

4. Prognosis Anestesi

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik peda pasien, maka kita

dapat menggolongkan pasien kedalam 5 kategori, yaitu :

ASA I : pasien dalam kondisi sehat sec organic, fisik, mental yang

memerlukan operasi

ASA II : pasien dengan kelainan sistemik ringan-sedang yang terkontrol, misal

: hipertensi terkontrol

ASA III : pasein dengan penyakit berat yang diakibatkan berbagai penyakit,

misal: AMI.

18

Page 19: Bab II Lapsus Struma

ASA IV : pasien denga penyakit sistemik berat yang secara langsung

mengancam kehidupannya, mis: pasien dengan Angina pectoris unsatble.

ASA V : pasien yang baik dengan operasi atau tidak, dalam waktu 24 jam

akan meninggal.

Pada pasien ini termasuk dalam kategori status fisik ASA I.

B. Tekhnik Anestesi

Teknik anestesi yang dipilih adalah general anestesidengan respirasi terkontrol

menggunakan endotracheal tube nomor 6,5 atau 7.

Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara

menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih

kembali atau reversibel. Komponen dalam anestesi umum antara lain hipnotik,

analgesi dan relaksasi Otot. Indikasi anestesi umum adalah :

a. Infant dan anak-anak

b. Operasi yang luas

c. Bila pasien menolak anestesi lokal

d. Operasi yang lama

e. Pasien alergi terhadap obat anestesi lokal

19

Page 20: Bab II Lapsus Struma

Gambar : alur anestesi

C. Premedikasi

.Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah midazolam 2 mg, fentanyl

50 mcg (1 cc), Ondancentron 4 mg / 2 ml.

Premedikasi adalah obat-obatan yang diberikan sebelum induksi anestesi, yang

bertujuan untuk :

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anesthesia

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Meminimalkan jumlah obat anestetik

Mengurangi mual muntah pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi refleks yang membahayakan

20

Page 21: Bab II Lapsus Struma

Obat-obat premedikasi yang sering digunakan antara lain :

1. Obat golongan sedatif / transkuilizer, misal :derivate benzodiazepine

(diazepam, midazolam). Obat golongan sedative berkhasiat untuk

menimbulkan rasa kantuk dan anti cemas :

Midazolam

- Farmakokinetik : midazolam adalah obat induksi tidur jangka

pendek untuk premedikasi, induksi, dan pemeliharaan anestesi.

Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat

melalui sawar darah otak. Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4

jam. Selain itu menimbulkan amnesia retrograd.

- Penggunaan klinik :

a. Premedikasi Pemberian 0,05 mg/kgBB IV 10 menit sebelum

operasi akan memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.

b. Sedasi intravena Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60

detik, waktu puncak 3-5 menit, durasi 15-80 menit) efektif

sebagai sedasi selama regional anestesi.

c. Induksi Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2

mg/kg IV selama 30-60 detik.

2. Obat golongan narkotik-analgetik, misal : fentanyl, petidin

Fentanyl

Fentanyl adalah opioid sintetik turunan fenilpiperidine yang secara

struktur mirip dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanyl lebih

kuat 100 kali morfin.

- Farmakokinetik : Dosis tunggal fentanyl secara IV memiliki

onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek daripada

morfin. Onset fentanyl yang cepat menunjukkan kelarutan lemak

yang lebih tinggi dan durasi yang pendek menunjukkan distribusi

yang cepat ke jaringan yang tidak aktif dibandingkan dengan

morfin. Lebih larut dalam lemak dibanding pethidin dan

menembus sawar jaringan dengan mudah. Efek yang tidak

disukai adalah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat

dicegah dengan pelumpuh otot.

- Penggunaan klinik :

21

Page 22: Bab II Lapsus Struma

a. Dosis penggunaan klinis fentanil cukup lebar. Dosis kecil

fentanil, 1-2 µg/kg IV menyebabkan analgesia, dosis 2-20

µg/kg IV sebagai tambahan anestesi inhalasi. Penggunaan

fentanil sebagai analgesik sebelum operasi membantu

pengurangan dosis opioid yang digunakan sebagai anlgesik

post operasi. Penggunaan fentanil dosis 1,5-3 µg/kg IV 5

menit sebelum induksi akan mengurangi dosis isoflurane atau

desflurane dengan hanya 60% N2O yang dibutuhkan untuk

memblok respon saraf simpatis.

b. Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi

anesthesia dan pemeliaharaan anesthesia dengan kombinasi

benzodiazepine dan anestetik inhalasi dosis rendah.

3. Obat 5-HT antagonis

Antagonis 5-HT3yang diindikasikan sebagai antiemetik dengan lama

aksi selama 6 jam, misal : ondancentron

Ondansentron

- Farmakodinamik : Mekanisme Kerja: memblokade area

posterma (CTZ) dan nukleus solitarius melalui kompetitif

selektif di reseptor 5-HT3 memblok reseptor perifer ujung

nervus vagus dengan menghambat ikatan serotonin dengan

reseptor ujung saraf vagus.

- Farmakokinetik : Pada pemberian oral, ondansetron diabsorbsi

secara cepat. Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh.

Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan

konjugasi dengan glukoronida atau sulfat di hati.

- Penggunaan klinik : Ondansetron bisa diberikan intravena atau

intramuskuler. Awal kerja diberi 0,1-0,2 mg/kgBB secara

perlahan melalui intravena atau infus untuk 15 menit sebelum

tindakan operasi

D. Induksi Anestesi

22

Page 23: Bab II Lapsus Struma

Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya pembedahan Induksi anestesi yang

diberikan pada pasien ini adalah Propofol 100 mg (10 cc) dan Atracurium 30 mg.

Propofol (recovol, diprivan)

- Farmakokinetik :

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein

plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak

aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Propofol

menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah

obat anestesi yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu

cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk

pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml.

Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi

otot.

- Penggunaan klinik :

a. Dosis induksi : 1-2 mg/kgBB

b. Dosis sedasi : 25 – 100 µg/kg/min dengan I.V infuse

c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV.

Atracurium (notrixum)

Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (long acting),

diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan mula kerja yang cepat. Pemberian

antracurium 30 mg i.v bertujun sebagai relaksasi otot, sehingga lebih mudah dalam

pemasangan endotraceal tube, serta mempermudah pembedahan.Relaksasi otot ini

dimaksudkan untuk :

a. Membuat relaksasi otot selama berlangsungnya operasi.

b. Menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama operasi.

c. Memudahkan pernapasan terkendali selama anestesi.

- Farmakodinamik :

Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif

dan kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising

agent bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan

reseptor site pada motor-end-plate.

- Farmakokinetik :

23

Page 24: Bab II Lapsus Struma

Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui

eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu

fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase non-

spesifik..

- Penggunaan klinik :

Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh

yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35

menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik

setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg.

E. Rumatan anestesi

Rumatan anestesi dapat dilakukan secara intravena, atau inhalasi, atau campuran

antara inhalsi dan intavena.Rumatan anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah

rumatan inhalasi. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan O2+N2O (3:1) dan tambahan

sevoflurance 2-4 %vol. Penggunaan O2 bertujuan untuk mencukupi oksigenasi jaringan,

sedangkan N2O digunakan sebagai analgesik, sedangkan sevoflurance merupakan

halogenasi eter memiliki efek hypnosis.

N2O (nitrous oksida)

- Farmakodinamik :

a. Terhadap sistem saraf pusat : berkhasiat analgesia dan tidak

mempunyai khasiat hipnotik. Pada konsentrasi 25% N2O

menyebabkan sedasi ringan.

b. Terhadap sitem kardiovaskuler : depresi ringan kontraktilitas

miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O

tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah

jantung secara langsung.

c. Terhadap sistem gastrointestinal : Distensi dapat terjadi

akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus

- Penggunaan klinik :

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari

anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan

oksigen dengan perbandingan :

N2O : O2 =

70 : 30 (untuk pasien normal)

24

Page 25: Bab II Lapsus Struma

60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen

yang lebih banyak)

50 : 50 (untuk pasien yangberesiko tinggi).

Sevoflurane

- Farmakodinamik : Sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.

Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menjadi

pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus

untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8%

sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat

dicapai dalam 1-3 menit.Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap

jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi

dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat

anestesi inhalasi yangada pada saat ini.

- Penggunaan klinik :

a. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara

inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.

b. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,

konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%

c. Untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Gambar : Alur intra-operatif

F. Post Operasi

25

Page 26: Bab II Lapsus Struma

Selama Operasi pada pasien ini diberikan Obat anti emetic dan antrain

secara intravena. Pemberian anti emetic (ondansetron), bertujuan untuk

mengurangi rasa mual dan muntah selama post operasi, sedangkan antrain

bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri selama masa post operasi.

Selain itu selama post operasi, pasien harus diwaspadai adanya :

Perdarahan

Perdarahan pascaoperasi dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi

saluran napas yang cepat.

Edema Laryngeal

merupakan penyebab umum dari obstruksi pernapasan pasca

operasi. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi trakea

traumatik. Hal ini biasanya dapat dikelola dengan steroid dan oksigen yang

dilembabkan.

Kelumpuhan Nervus Laryngeal Berulang

Trauma pada saraf laring yang berulang dapat disebabkan oleh iskemia,

traksi, nervus yang terperangkap atau melintang selama operasi dan dapat

unilateral atau bilateral.

Hipocalcemia

Trauma tidak disengaja ke kelenjar paratiroid dapat menyebabkan

hipokalsemia sementara.. Tanda-tanda hipokalsemia ialah kebingungan,

berkedut dan tetany. Penggantian kalsium harus segera digantikan karena

hipokalsemia dapat memicu layngospasm, iritabilitas jantung, dan aritmia.

Badai Tiroid

Hal ini disebabakan karena terjadi hipermetabolisme selama

pembedahan, sehingga terjadi hipertyroidisme sehingga menyebabkan badai

tyroid. Karakteristik gejalanya ialah hiperpireksia, takikardia, kesadaran

berubah dan hipotensi ini adalah keadaan darurat medis. Manajemen

mendukung dengan pendinginan aktif, hidrasi, beta bloker dan obat-obatan

antitiroid.

26

Page 27: Bab II Lapsus Struma

27