bab i lapsus ayu
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi juga dapat terjadi pada saat kehamilan yang merupakan 5 – 15 %
penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.2
Berdasarkan Report of the Natinal High Blood Presure Education Program
Working Group on High Blood Presure in Pregnancy tahun 2001 hipertensi
dalam kehamilan terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu : hipertensi kronik,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
dan hipertensi gestasional.2
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur kehamilan 20
minggu kehamilan disertai proteinuria. Terdapat banyak faktor risiko untuk
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor
risiko sebagai berikut: 1. Primigravida, primipaternitas, 2. Hiperplasentosis,
misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis,
bayi besar, 3. Umur yang ekstrim, 4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau
eklampsia, 5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum
hamil, 6. Obesitas.4 Preeklampsia terbagi menjadi Preeklampsia Ringan dan
Preeklampsia Berat, sedangkan Preeklampsia Berat dapat terjadi dengan
Impending Eklampsia.
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih.Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli
(2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet (5 janin) dan seterusnya
dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.6
Preeklampsia dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil terutama pada ibu
yang berisiko tinggi yaitu dengan primigravida dan kehamilan multipel sehingga
pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Preeklampsia
2.1.1.Definisi Preeklampsia2
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur kehamilan 20
minggu kehamilan disertaiproteinuria.Kelainan ini dianggap berat jika tekanan
darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda
kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) 1.
Preeklampsia dapat menjadi salah satu penyulit kehamilan yang akut dapat
terjadi ante, intra, dan postpartum.
2.1.2.Etiologi dan PatogenesisPreeklampsia2
Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui jelas.1 Hipotesa faktor-
faktor etiologi preeklampsia bisa diklasifikasikan berdasarkan teori-teori berikut,
antara lain :
a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta memberi cabang
arteri radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan arteri basalis memberi cairan arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
3
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan menjadi
hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori Disfungsi Endotel
Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis.Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
c. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan
dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang
tidak sempurna.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan dalam modulasi
respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (palsenta).
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G ,
yang dapat menghambat inavasi trofoblas ke dalam desidua sehingga dapat
pula menghambat dilatasi artei spiralis.
4
d. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin.
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut :
a. Primigravida, primipaternitas
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar
c. Umur yang ekstrim
d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas
2.1.3.Klasifikasi Preeklampsia2
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia
ringan dan preeklampsia berat.
Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya
dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
a. Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel.
b. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24 jam.
5
2.1.4.Gambaran Klinis Preeklampsia2
Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia.
a. Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat bermakna (hipervolemia)
guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi
volume plasma hamil normal terjadi pada kehamilan 32-34 minggu.
Sebaliknya, pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara
30% - 40% dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia
diimbangi vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang
menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang
terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka
terhadap kehilangan darah waktu persalinan.
b. Hipertensi
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur
kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester
II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan
mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa
hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia beratkembalinya
tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pascapersalinan.
c. Perubahan fungsi ginjal
- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria bahkan anuria.
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
- Asam urat meningkat ≥ 5 mg/cc yang disebabkan oleh hipovolemia
yang dapat menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi asam.
- Meningkatnya kadar kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc
6
d. Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
e. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi,
misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada
kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel
kapiler.
f. Trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml.
g. Perubahan neurologik :
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus, dengan gejala : pandangan kabur, skotomata, ablasio retina
h. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel
pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis.
Gambaran klinis secara spesifik berdasarkan klasifikasi preeklampsia :
a. Preeklampsia ringan, kriteria diagnostic :
Tekanan darah 140/90 mmHg - <160/110 mmHg
Protein urine :> 0.3 g/lt dalam 24 jam atau secara kualitatif (++).
Edema : pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, Wajah/tangan.
b. Preeklampsia berat
Bila terdapat satu atau lebih gejala/tanda:
- Tekanan darah sistole > 160 mmHg diastole > 110 mmHg
- Proteinuria > 5 g/24 jam atau kualitatif 4 + (++++)
- Oliguria jumlah produksi urine 500 ml/24 jam yang disertai kenaikan
kadar kreatinin darah.
- Gangguan visus dan cerebral.
- Nyeri epigastrium.
7
- Edema paru dan sianosis.
- Pertumbuhan janin intra uterine terhambat.
- Adanya sindroma HELLP (H: hemolysis, EL: elevated lever enzyme,
LP: low platelet count).
Preeklampsia berat dibagi menjadi :
a. PEB tanpa impending eklampsia
b. PEB dengan impending eklampsia, dengan gejala ini :
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
Penatalaksanaan Impending eklampsia seperti eklampsia
2.1.5.Diagnosis Preeklampsia2
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
a. Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg
dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria
preeklampsia.
b. Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jsm atau ≥ 1
c. Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum dibawah ini.
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat
di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau
c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari kurang dari 500 cc/24 jam
8
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur
f. Edema paru-paru dan sianosis
g. Hemolisis mikroangiopatik
h. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat
i. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin
j. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
2.1.6.Penatalaksanaan Preeklampsia Berat2
Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
1. Perawatan Aktif
Yaitu kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu.
Indikasi (salah satu atau lebih) :
a. Ibu
- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia
- Kegagalan terapi medikamentosa :
1) setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi
kenaikan tekanan darah yang persisten
2) setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa tidak
ada perbaikan
- gangguan fungsi hepar
- gangguan funsi ginjal
- dicurigai terjadi solusio plasenta
- timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
b. Janin
- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Timbulnya oligohidramnion
9
- Adanya tanda Intrauterine growth restriction (IUGR) atau
pertumbuhan janin terhambat
c. Laboratorium
- Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
2. Pengobatan Konservatif
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125 cc/jam) 500 cc.
d. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
e. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40mg/im.
f. Antihipertensi
- Diberikan jika tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolik
lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
- Jenis obat : nifedipin 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit
g. Pemberian Magnesium Sulfat
1) Cara pemberian magnesium sulfat :
Cara Prichard : loading dose MgSo4 40% 8 g IM (4g boka, 4g boki),
dilanjutkan dosis pemeliharaan 4g/6 jam jika syarat terpenuhi
2) Syarat-syarat pemberian MgSO4 :4,7
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat
- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
10
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
3) MgSO4 dihentikan bila :
a) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi
kematian jantung.
b) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
- Hentikan pemberian magnesium sulfat
- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
- Berikan oksigen.
- Lakukan pernapasan buatan.
c) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Cara pengakhiran kehamilan/persalinan
1) Belum inpartu :
- Induksi persalinan : amniotomi, drip oksitosin dengan syarat skor
Bishop 5
- SC bila : syarat drip oksitosin tidak terpenuhi, 2 jam sejak drip
oksitosin belum masuk fase aktif.Pada primipara cenderung sectio
caesarea
2) Inpartu :
Kala I :
- Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten sectio caesarea
- Fase aktif : - amniotomi, tetes pitosin6 jam pembukaan tidak
11
lengkap sectio caesarea
- Kala II : Tindakan dipercepat sesuaidengan syarat yang dipenuhi.
3. Penanganan konservatif
a. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif.
c. Pengobatan obstetri :
1) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
2) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
3) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
4) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
Penatalaksanaan Impending Eklampsia
Penatalaksanaan Impending eklampsia seperti eklampsia. Prinsip pengobatan
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang.
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin.
- Mencegah komplikasi.
- Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada
ibu.
12
Obat-obatan untuk anti kejang
Mg SO4
- Dosis awal : 4 g 20% I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 8
g 40 % I.M terbagi pada bokong kanan dan kiri.
- Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% I.M diteruskan sampai 24
jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
- Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% I.V pelan-pelan.
Pemberian I.V ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila masih timbul
kejang lagi, maka diberikan pentotal 5 mg/KgBB/I.V pelan-pelan.
Perawatan kalau kejang :
- Kamar isolasi yang cukup terang.
- Pasang sedep lidah ke dalam mulut.
- Kepala direndahkan dan orofaring dihisap.
- Oksigenasi yang cukup.
- Fiksasi badan ditempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur
Perawatan kalau koma :
- Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus & makanan penderita.
- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan
dalam bentuk NGT.
Memperbaiki keadaan umum ibu
Infus D5%
Pasang CVP untuk :
- Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian cairan low
Mol. Dextran).
- Pemberian kalori (dextrose 10%)
- Koreksi keseimbagan asam-basa (pada keadaan asidosis maka diberikan
Na.bic/Meylon 50meq/I.V).
- Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan lab).
13
Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi : TD 160/110 mmHg atau lebih, nifedipin,
catapres, hidralazin.
- Diuretika : Edema paru-paru, Kelainan fungsi ginjal
- Kardiotonika : Ada tanda-tanda payah jantung. Edema paru-paru. Nadi
lebih dari 120x/m. Sianosis. (Cedilanid).
- Antibiotika, Antipiretika
- Kortikosteroid : Oradexon 40 mg/I.V untuk mengatasi edema otak.
Terminasi kehamilan/persalinan
- Stabilisasi : 4 – 8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a) Setelah kejang terakhir
b) Setelah pemberian anti kejang terakhir
c) Setelah pemberian anti hipertensi terakhir
d) Penderita mulai sadar
e) Untuk yang koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminasi STV < 9 tunda 6 jam kalau tak
ada perubahan teminasi
- Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB.
2.1.7.Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi dapat terjadi pada ibu maupun janin atau bayi :
a. Ibu : HELLP syndrome, perdarahan otak, gagal ginjal, hipoalbuminemia,
ablatio retina, edema paru, solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis
b. Janin atau bayi : Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan
janin terhambat dan oligohidramnion, kelahiran prematur
2.1.8.Prognosis Preeklampsia
Ibu : dubia
Janin : dubia
14
Tergantung indeks gestosis, makin tinggi indeks gestosis makin jelek
prognosisnya
Tabel.1. Indeks Gestosis :
0 1 2 3
Edema sesudah
istirahat
Tidak
ada
Pre tibial Umum -
Proteinuria
(% Esbach)
< 0,5 0,5 – 2 + 2 – 5 + > 5 +
Tekanan darah
sistolik (mmHg)
< 140 140 - 160 160 - 180
Tekanan darah
diastolik (mmHg)
< 90 90 - 100 100 - 110 > 110
Indeks gestosis
2.2. Sindroma HELLP3
2.2.1. Definisi
Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya
hemolisis, peningkatan enzim hear, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
H : Hemolysis
E : Eleavated Liver Enzyme
LP : Low Platelets Count
2.2.2. Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississipi
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifiksi
dengan “Klasifiksi Mississipi”.
Klas 1 : kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 UI/l
Klas 2 : kadar trombosit : > 50.000/ml ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l, AST dan/atau ALT ≥ 40 UI/
15
2.2.3. Diagnosis
- Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus).
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia
- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan SGOT (>
70), LDH (> 600), AST, dan bilirubin indirek (>1,2)
- Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT,
AST, LDH
- Trombositopenia : Trombosit ≤ 100.000/ml
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia,
harus dipertimbangkan sindroma HELLP.
2.2.4. Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklamsia dengan melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya
tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protombin, waktu
tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk
double strength dexamethasone (double dose).
Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 –
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi
deksametason dihentikan, bila telah terjadi perbaikan laboratorium, yaitu
trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-
gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi
trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.
16
2.2.5. Pengelolaan
Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara
perawatan dan pengobatan pada preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan
intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasopspasme dan kerusakan
sel endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5% bergantian RL 5% dengan
kecepatan 100ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20
ml/jam. Bila hendak dilakukan sektio sesarea dan bila trombosit < 50.000/ml,
maka perlu diberi transfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000/ml, dan akan
dilakukan seksio sesarea maka perlu diberi transfusi darah segar.
2.3. Gemelli1
Kehamilan kembar atau gemelli ialah suatu kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda atau gemelli
(2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet (5 janin) dan seterusnya
dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.
Kemungkinan suatu kehamilan kembar (gemelli) dapat diketahui sejak usia
kehamilan 5 minggu, dengan melihat jumlah kantung gestasi di dalam kavum
uteri. Diagnosis definitif kehamilan kembar baru boleh ditegakkan bila terlihat
lebih dari satu mudigah yang menunjukkan aktivitas denyut jantung.
Kehamilan kembar bisa berasal dari 2 buah ovum yang dibuahi, yang
disebut kembar dizigot (DZ) atau tidak identik; atau dari sebuah ovum yang
dibuahi kemudian membelah menjadi 2 bagian yang masing-masing berkembang
menjadi mudigah, disebut kembar monozigot (MZ) atau identil. Sekitar 70 %
kehamilan kembar kembar dizigot; sedangkan 30% lainnya merupakan kembar
monozigot. Jenis korionitas dan amnionitas kehamilan kembar akan sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortilitas hasil konsepsi.
Jenis korionitas dan amnionitas kehamilan kembar paling mudah diketahui
pada kehamilan trimester I. Sampai kehamilan 10 minggu, bial terlihat 2 kantung
gestasi yang masing-masing berisi mudigah hidup, maka kehamilan kembar
tergolong dikorionik-diamniotik. Bila hanya terlihat 1 kantung gestasi yang berisi
2 mudigah hidup, maka kehamilan kembar tergolong monokorionik. Bila pada
17
kembar monokorionik terlihat 2 kantung amnion yang saling terpisah dan masing-
masing berisi mudigah hidup, kehamilan kembar tergolong monokorionik
diamniotik; dan bila hanya terlihat 1 kantung amnion yang berisi 2 mudigah yang
hidup, kehamilan tergolong monokorionik-monoamniotik. Pemeriksaan yolk sac
juga berguna untuk menetukan amnionisitas kembar monokorionik.
Patogenesis7
Pada kehamilan kembar sering terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan
kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.
Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800 gram,
kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan.
Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion, maka bayi
tesebut adalah monozigotik.Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka
janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik. Pada kehamilan
kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau
kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan
sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada
kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester I sering
mengalami nausea dan muntah melebihi daripada kehamilan-kehamilan tunggal.
Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada
kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan pervaginam
adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari
janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih
sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal,
yang menimbulkan “anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin
kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.
Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output
18
meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan
stroke volume.Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan
perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan.Uterus dan isinya dapat
mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.
Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat
dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion
akut.Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta
pemindahan banyak viscera abdominal selain juga paru dengan peninggian
diafragma.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal
maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai
akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urine output maternal
dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Berbagai macam stress
kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal
yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
Frekuensi preeklampsia dan eklampsia dilaporkan lebih sering pada
kehamilan kembar.Hal ini diterangkan dengan penjelasan bahwa keregangan
uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Beberapa komplikasi yang
sering terjadi pada kehamilan kembar adalah sebagai berikut :
Ibu Anak
Anemia
Hipertensi
Partus prematurus
Atonia uteri
Perdarahan pasca persalinan
Hidramnion
Malpresentasi
Plsenta previa
Solusio plasenta
Ketuban pecah dini
Prolapsus funikulus
Pertumbuhan janin terhambat
Kelainan bawaan
Tata Laksana Kehamilan Multipel6
19
Kala I diperlakukan seperti biasa bila janin letak memanjang.Episiotomi
mediolateral dilakukan untuk mengurangi trauma kepala pada janin
prematur.Setelah janin pertama lahir, presentasi janin kedua, dan taksiran berat
janin harus segera ditentukan dengan pemeriksaan bimanual. Biasanya dalam 10
sampai 15 menit his akan kuat lagi, bila his tidak timbul dalam 10 menit diberikan
10 unit oksitosin yang diencerkan dalam infus untuk menstimulasi aktifitas
miometrium.
Apabila janin kedua letak memanjang, tindakan selanjutnya adalah
melakukan pecah ketuban dengan mengalirkan ketuban secara perlahan-
lahan.Penderita dianjurkan mengejan atau dilakukan tekanan terkendali pada
fundus agar bagian bawah janin masuk dalam panggul, dan pimpinan persalinan
kedua seperti biasa.
Apabila janin kedua letak lintang dengan denyut jantung janin dalam
keadaan baik, tindakan versi luar intrapartum merupakan pilihan.Setelah bagian
presentasi terfiksasi pada pintu atas panggul, selaput ketuban dipecah selanjutnya
dipimpin seperti biasanya.Bila janin kedua letak lintang atau terjadi prolap tali
pusat dan terjadi solusio plasenta tindakan obsterik harus segera dilakukan, yaitu
dengan dilakukan versi ekstraksi pada letak lintang dan ekstraksi vakum atau
forseps pada letak kepala.
Seksio sesarea dilakukan bila janin pertama letak lintang, terjadi prolap tali
pusat, plasenta previa pada kehamilan kembar atau janin pertama presentasi
bokong dan janin kedua presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi interlocking
dalam perjalanan persalinannya. Sebaiknya, pada pertolongan persalinan kembar
dipasang infus profilaksis untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
perdarahan post partumnya. Pada kala empat diberikan suntikan 10 unit sintosinon
ditambah 0,2 mg methergin intravena.
Kemungkinan lain pada persalinan kembar dengan usia kehamilan preterm
dengan janin pertama presentasi bokong adalah terjadinya aftercoming head oleh
karena pada janin prematur lingkar kepala jauh lebih besar dibandingkan
lingkar dada, disamping itu ukuran janin kecil sehingga ektremitas dan tubuh
janin dapat dilahirkan pada dilatasi servik yang belum lengkap, prolapsus tali
20
pusat juga sering terjadi pada persalinan preterm. Apabila kemungkinan-
kemungkinan ini dapat diprediksikan, tindakan seksiosesarea adalah tindakan
yang bijaksana.
BAB III
21
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 143949
Tanggal Masuk : 18 Maret 2013 Pkl. 21.05 WIB
Nama Pasien : Ny. O Nama Suami : Tn. R
Umur : 20 Tahun Umur : 23 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Tidak tamat SMA Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Tembok Baru Gang Bersama RT.17 RW.09 Kelurahan
11 Ulu Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang
3.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut mules mau melahirkan dengan hipertensi selama kehamilan.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Penderita dikirim dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) jam 21.05
dengan keluhan perut mules mau melahirkan disertai sesak nafas hebat sejak
sore harinya. Keluhan disertai dengan kepala pusing, badan terasa lemas.
Penderita mengeluh sebelum masuk rumah sakit juga mengalami oliguria
(+), edema pada tungkai (+), sesak nafas yang hilang timbul sejak trimester
III. Penderita juga mengatakan memiliki hipertensi sejak kehamilan setelah
kontrol di bidan.
Sebelumnya penderita sempat berobat ke Puskesmas lalu dirujuk
untuk berobat dan kemudian dirawat di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang 4 hari yang lalu dan diagnosis Preeklampsia Berat (PEB) dengan
anemia berat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
22
Penderita mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung,
hipertensi, diabetes melitus, maupun asma.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penderita mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, asma maupun riwayat
keluarga gemelli.
5. Riwayat Haid
Usia menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari, tidak teratur
Lama haid : 3 hari
Nyeri haid : (-)
Banyaknya : dalam satu hari mengahabiskan 4-5 pembalut
HPHT : 17-07-2012
TP : 24-04-2013
Lama Hamil : menurut anamnesis diperkirakan 36 minggu
Periksa Kehamilan : Bidan
6. Riwayat Perkawinan
Lama pernikahan : 3 tahun
Usia waktu nikah : 17 tahun
7. Riwayat Antenatal Care
ANC I : usia kehamilan 2 bulan
ANC II : usia kehamilan 4 bulan
ANC III : usia kehamilan 7 bulan
8. Riwayat Menggunakan KB
Belum pernah menggunakan KB (-)
9. Riwayat Kebiasaan
23
Tidak ada riwayat merokok, menggunakan narkoba, mengkonsumsi
obat-obatan dan minum jamu.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Status present
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB/TB : 60 kg/ 152 cm
TD : 160/110 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 40 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Konjugtiva : Pucat +/+
Sklera : Ikterik -/-
Cor : BJ I dan II reguler (N), Gallop (-), murmur
(-)
Pulmo : vesikuler (+/+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Payudara : puting susu : menonjol, kolestrum belum
keluar
Hepar/Lien : sulit dinilai
Edema pretibial : +/+
Refleks : fisiologis +/+, patologis -/-
Turgor kulit : normal
Bibir kering : (-)
2. Status Obstetri
Inspeksi : perut tampak buncit
Palpasi :
- Fundus uteri teraba 3 jari di bawah procecus xiphoideus
- Letak janin melintang dan memanjang
24
- His (-)
Auskultasi : DJJ I 148 x/menit
DJJ II 136 x/menit
Kesan : TFU 3 jari di bawah procecus xiphoideus, hamil
preterm, presentasi , DJJ I 148 x/menit &
DJJ II 137 x/menit
Pemeriksaan dalam:1 jari sempit, portio tebal, ketuban (+), perdarahan
pervaginam (-)
3.4 DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil preterm dengan PEB inpartu kala I fase laten janin gemelli
hidup letak lintang dan presentasi kepala.
3.5 RENCANA TERAPI
a) Masuk Rumah Sakit
b) Observasi KU
c) Perbaikan KU : Pasang IVFD RL + duvadilan 1 ampul gtt xx/menit,
Oksigen 2 liter
d) Pemeriksaan Laboratorium
- Darah rutin : Hb, leukosit, LED, difcount, golongan darah, waktu
perdarahan, waktu pembekuan
- Urin rutin
e) Tes Kehamilan
f) Rencana transfusi Whole Blood dan Packet Red Cell bila Hb< 8 gr/dL
g) Pemeriksaan Penunjang : USG
3.6 HASIL LABORATORIUM
1. Darah Rutin
Hb : 9,9 gr/dL
Leukosit : 12.100/cmm
Trombosit : 112.000 /ul
25
LED : 68 mm/jam
Difcount: 1/0/1/72/20/6
Golongan darah: A
Waktu perdarahan: 3 menit
Waktu pembekuan: 11 menit
2. Urin Rutin
Warna : kuning muda
Kejernihan : agak keruh
pH urin : 6,0
Berat Jenis : 1,005
Protein Urin : ++
Reduksi Urin : -
Urobilin Urin : -
Bilirubin Urin : -
Keton Urin : -
Nitrin Urin: -
Loeukosit Urin: 3-4 LPB
Eritrosit Urin: 5-7 LPB
Epitel urin : +
Silinder Urin : -
Kristal Urin : -
3. Tes Kehamilan
Pregnancy Strip test : +
4. SGOT : 122 U/L
SGPT : 59 U/L
5. Ureum : 31 mg/dL
Creatinin : 0.9 mg/dL
Uric acid : 9,9 mg/dL
6. BSS : 74 mg/dL
LAPORAN OPERASI
Nama : Ny. O
26
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Pav. : Kebidanan
Dokter : dr. Aryani Aziz, SpOG
Diagnosis Pra-bedah : G1P0A0 hamil preterm dengan PEB inpartu kala I fase
laten janin gemelli hidup letak lintang dan presentasi kepala.
Diagnosis Pasca-bedah : P1A0 post SSTP a.i impending eklampsia
Lama Pembedahan : ± 2 jam
Anestesi : Spinal Anestesi L3-L4
Tanggal : 19 Maret 2013
Tanggal 19 Maret 2013
Pukul 15:10 WIB
Penderita terlentang dalam anestesi spinal. Dilakukan tindakan aseptik dan anti
septik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan
doek steril. Dilakukan insisi transeversal kira-kira 10 cm . Insisi dibuat setinggi
garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus.
Kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus
peritoneum. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus sebesar kehamilan aterm,
diputuskan untuk melakukan SSTP sbb:
Membuka dan memotong plika vesicouterina, kemudian vesika urinaria
disisihkan ke bawah dan dilindungi dengan hak besar
Insisi SBR konkaf ke atas sepanjang ± 9 cm secara tajam kemudian bagian
tengah menembus secara tumpul dengan jari.
Ketuban dipecahkan
Anak dilahirkan dengan cara meluksir kepala
Pukul 15:23 WIB
27
Lahir hidup bayi I perempuan dengan meluksir kepala, ketuban dipecahkan.
BB bayi 1600 gr, PB 40 cm, AS 8/9 ,anus (+). Bayi diberi Salf mata + vit.K.
Pukul 15:27 WIB
Lahir bayi kedua perempuan dengan menarik kaki. BB bayi 1300 gr,
PB 38 cm, AS 8/9 ,anus (+). Bayi diberi Salf mata + vitamin K. Bayi
diberi Salf mata+vitamin K.
Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Pukul 15:30 WIB
Plasenta lahir lengkap lengkap didapatkan 1 plasenta dan 2 tali pusat.
Dilakukan pembersihan cavum uteri dengan kassa dilanjutkan penjahitan
kedua sudut luka secara figure of eight. Kemudian dilanjutkan dengan
penjahitan SBR sebagai berikut:
Lapisan SBR pertama dijahit secara jelujur feston dengan benang
chromic cat gut no.1
Lapisan SBR kedua dijahit secara jelujur feston dengan benang
chromic cat gut no.1
Setelah SBR dijahit 2 lapis secara jelujur
Pukul 15:30 WIB
Setelah diyakini tak ada perdarahan dilanjutkan reperitonealisasi dengan plain
catgut no.2.0 kemudian dilanjutkan penutupan dinding abdomen lapis demi
lapis dengan cara sebagai berikut:
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan chromic cat gut no.2.0
Otot dijahit secara jelujur dengan chromic cat gut no. 2.0
Fascia dijahit secara jelujur dengan dexon no.1
Subkutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan plain catgut no 2.0
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan dexon no.3.0
Luka operasi ditutup dengan sofratulle, cutisorb dan fixomull
Pukul 16:00 WIB
28
Operasi selesai
Keadaan Ibu Pasca persalinan
KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120 / 80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Kontraksi uterus : Baik
Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah umbilikus
Perdarahan : < 500 cc
Terapi : - Observasi tanda vital dan perdarahan
- Kateter menetap 24 jam
- Imobilisasi bertahap
- Check Hb post operasi
- IVFD RL + duvadilan 1 ampul gtt XX/menit
- Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
- Metronidazole 3 x 500 mg infus kocor
- Tramal supp 4 x 100 mg, anal
- Diet nasi biasa
3.7 FOLLOW UP
Tanggal 18 Maret 2013, pukul 22.00 WIB (pre operasi)
S : mules ingin melahirkan, sesak nafas, pusing, lemas, mual dan
muntah
O : KU : tampak sakit sedang
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 160 / 110 mmHg
Nadi : 92 x/menit
29
RR : 40 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Status obstetri :
TFU : 3 jari di bawah procecus xhipoideus
DJJ I : 148 x/menit
DJJ II : 137 x/menit
Pemeriksaan dalam : 1 jari sempit, portio tebal, ketuban (+)
A : G1P0A0 hamil preterm dengan impending eklampia inpartu kala I
fase laten janin gemelli hidup letak lintang dan presentasi kepala.
P :
- Observasi keadaan umum dan tanda vital
- Oksigen 2 liter
- IVFD RL + duvadilan 1 ampul gtt XX/menit
- Kateter menetap 24 jam
- Check labor darah dan urine rutin
Hasil labor bermakna (06.30) :
- SGOT : 122 U/L ( > 70 U/L) gambaran klinis sindroma
HELLP
Tanggal 19 Maret 2013, pukul 17.00 WIB (post operasi)
S : nyeri disekitar luka operasi, penglihatan kabur
O : KU : tampak sakit sedang
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 120 / 80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Status obstetri :
30
TFU : 1 jari di bawah umbillicus
Kontraksi uterus : kuat
Tanda cairan bebas (-)
Nyeri tekan abdomen (+)
Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP atas indikasi impending eklampsia
P :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Kateter menetap 24 jam
- Imobilisasi bertahap
- Check Hb post operasi
- IVFD RL + pitogin 2 ampul gtt xx/menit
- Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
- Metronidazole 3 x 500 mg infus kocor
- Tramal supp 4 x 100 mg, anal
- Diet nasi biasa
Tanggal 19 Maret 2013, pukul 22.00 WIB (post operasi)
S : nyeri disekitar luka operasi, penglihatan kabur
O : KU : baik
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 110 / 700 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Status obstetri :
TFU : 3 jari di bawah umbillicus
Kontraksi uterus : kuat
Tanda cairan bebas (-)
Nyeri tekan abdomen (+)
31
Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP atas indikasi impending eklampsia
P :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Kateter menetap 24 jam
- Imobilisasi bertahap
- Check Hb post operasi, hasil : 7,8 gr/dL
- Rencana tranfusi PPC 300 cc
- IVFD RL + pitogin 1 ampul gtt xx/menit
- Cefotaxine 2 x 1 gr (I.V)
- Metronidazole 3 x 500 mg infus kocor
- Diet nasi biasa
Tanggal 20 Maret 2013, pukul 08.10 WIB (post operasi)
S : nyeri disekitar luka operasi, penglihatan kabur
O : KU : baik
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
Status obstetri :
TFU : 3 jari di bawah umbillicus
Kontraksi uterus : kuat
Tanda cairan bebas (-)
Nyeri tekan abdomen (+)
Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP atas indikasi impending eklampsia
P :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
32
- Kateter menetap 24 jam aff
- Mobilisasi bertahap
- IVFD RL + pitogin 1 ampul gtt xx/menit
- Diet nasi biasa
- ASI / PASI pada bayi
- Stop MgSO4 40%
- Ciprofloxacin 3x500 mg tab
- Asam mefenamat 3 x 500 mg tab
- Becomp C 1 x 1 tab
- Lactamam 3 x 1 tab
- Xantia 1 x 1 tab
- Dopamet 3 x 1 tab
- Konsultasi dokter spesialis mata
- Rencana check Hb, SGOT, SGPT
(13.30) Hasil konsul dokter spesialis : Hypertensi Retinopaty
- Tata laksana : obat tetes mata (cendolyteers dan vitrolenta 1x
tetes kanan & kiri) pemberian tiap 15 menit dalam pengawasan
dokter spesialis mata.
Tanggal 21 Maret 2013, pukul 08.10 WIB
S : nyeri disekitar luka operasi, penglihatan mata membaik namun
masih sedikit kabur
O : KU : baik
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,3 °C
Status obstetri :
33
TFU : 3 jari di bawah umbillicus
Kontraksi uterus : kuat
Tanda cairan bebas (-)
Nyeri tekan abdomen (+)
Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP atas indikasi impending eklampsia
P :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Kateter aff
- Mobilisasi bertahap
- IVFD D5 gtt XX/menit
- Diet nasi biasa
- ASI / PASI pada bayi
- Vulva hygiene
- Terapi oral : Ciprofloxacin 3x500 mg tab, asam mefenamat
3 x 1 tab, B comp C 1 x 1 tab, Lactamam 3 x 1 tab
- Obat tetes mata : cendolyteers dan vitrolenta 1x tetes kanan
& kiri
Catatan : hasil lab : Hb 9,7 g/dL
SGOT : 42 U/L
SGPT : 31 U/L
Tanggal 21 Maret 2013, pukul 14.10 WIB
S : nyeri disekitar luka operasi, penglihatan mata membaik namun
masih sedikit kabur
O : KU : baik
Sensorium: compos mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
34
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Status obstetri :
TFU : 3 jari di bawah umbillicus
Kontraksi uterus : kuat
Tanda cairan bebas (-)
Nyeri tekan abdomen (+)
Lochea rubra (+)
A : P1A0 post SSTP atas indikasi impending eklampsia
P :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Kateter aff
- Mobilisasi bertahap
- IVFD aff
- Diet nasi biasa
- ASI / PASI pada bayi
- Vulva hygiene
- Terapi oral : Ciprofloxacin 3x500 mg tab, asam mefenamat
3 x 500 mg tab, B comp C 1 x 1 tab, Lactamam 3 x 1 tab
- Obat tetes mata : cendolyteers serta vitrolenta dengan dosis
1x tetes kanan & kiri,
Catatan : hasil lab : Hb 9,7 g/dL
BAB IV
PEMBAHASAN
35
Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 20 tahun yang
masuk ke kebidanan RS Muhammadiyah Palembang pada tanggal 18 Maret
2013 dikirim dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) jam 21.05 dengan keluhan
perut mules mau melahirkan disertai sesak nafas hebat sejak sore harinya.
Diagnosis pasien ini G1P0A0 hamil preterm dengan PEB inpartu kala
I fase laten janin gemelli hidup letak lintang dan presentasi kepala.
Penulisan status paritas yaitu G1P0A0 sudah tepat karena telah sesuai dengan
kaidah penulisan status obstetri. Diagnosis usia kehamilan pasien ini tepat
karena berdasarkan penghitungan dengan rumus Naegele tanggal ditambah
7, bulan dikurangi 3 dan tahun ditambah 1. Sedangkan untuk bulan yang
tidak bisa dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret, maka bulannya
ditambah 9, tapi tahunnya tetap tidak ditambah atau dikurangi. Dimana
HPHT pasien ini 17 Agustus 2012 dan TP pasien ini 24 April 2013,
perkiraan usia kehamilan seharusnya 36 minggu.
Dari anamnesis didapatkan keluhan penderita datang dengan keluhan
perut mules mau melahirkan disertai sesak nafas hebat sejak sore harinya.
Keluhan disertai dengan kepala pusing, badan terasa lemas. Penderita
mengeluh sebelum masuk rumah sakit juga mengalami oliguria (+), edema
pada tungkai (+), sesak nafas yang hilang timbul sejak trimester III.
Penderita juga mengatakan memiliki hipertensi sejak kehamilan setelah
kontrol di bidan.
Sebelumnya penderita sempat berobat ke Puskesmas lalu dirujuk untuk
berobat dan kemudian dirawat di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 4
hari yang lalu dan diagnosis Preeklampsia Berat (PEB) dengan anemia berat.
Dari anamnesis lebih lanjut didapatkan haid terakhir penderita adalah
tanggal 17 Agustus 2012. Hal ini dapat mengarahkan kita bahwa penderita
sedang dalam kondisi hamil.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik : edema +/+ dan pemeriksaan
penunjang seperti urin rutin yang menunjukkan protein urin (++) atau
proteinuria. Pemeriksaan ini menegakkan diagnosis Preeklampsia Berat
(PEB). Namun melihat gambaran klinis yang dialami penderita dengan
36
keluhan penglihatan kabur atau gangguan visual, mual dan muntah serta
tekanan darah yang naik secara progresif sehingga diduga diagnosis
penderita telah terjadi impending eklampsia dan didukung hasil laboratorium
menunjukkkan SGOT : 122 U/L yaitu mengalami peningkatan dengan
normal SGOT (perempuan) : 31 U/L sehingga dapat pula diduga telah terjadi
komplikasi sindroma HELLP.
Pada saat datang ke rumah sakit, penderita datang dalam keadaan
pusing, lemas dan tampak sakit sedang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
wajah pasien pucat, konjungtiva anemis. Gejala ini menunjukkan gejala
anemia. Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
kadar hemoglobin dalam darah, hasilnya 9,9 gr/dL. Hal ini menegakkan
diagnosa anemia.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah masuk rumah sakit, observasi
Keadaan Umum dan. Untuk perbaikan Keadaan Umum dipasang IVFD RL,
rencana transfusi Whole Blood dan Packet Red Cell bila Hb < 8 gr/dL. Akan
tetapi apabila pasien dalam keadaan anemia, maka dilakukan perbaikan
keaadaan umum terlebih dahulu dengan cara pemasangan infus dan atau
transfusi darah. Lalu tata laksana antihipertensi. Dalam hal ini
penatalaksaan telah sesuai dengan teori.
Pada saat dilakukan follow up setelah dilakukan tindakan operasi
dengan gambaran tanda vital, TD : 110 / 700 mmHg, nadi : 80 x/menit,
RR: 24 x/menit, suhu : 36,6 °C. Observasi tanda vital dan perdarahan, pasien
ini diwajibkan untuk tirah baring, rencana tranfusi PPC 300 cc, IVFD RL +
pitogin 1 ampul gtt xx/menit, cefotaxine 2 x 1 gr (I.V), etronidazole 3 x 500
mg infus kocor. Untuk diet, pasien diperbolehkan makan
Setelah hari kedua dirawat di rumah sakit, dilakukan follow up
keluhan pasien nyeri disekitar luka operasi, penglihatan kabur, TD : 130/90
mmHg, Nadi : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 36,7 °C, sehingga selain
observasi tanda vital dan perdarahan serta diberikan penatalaksanaan
medikamentoosa, maka penderita di sarankan untuk konsultasi dengan
dokter spesial mata. Hasil diagnosa yang didapatkan Hypertensi Retinopaty
37
dengan diberikan obat tetes mata (cendolyteers dan vitrolenta 1x tetes kanan
& kiri) pemberian tiap 15 menit dalam pengawasan dokter spesialis mata.
Hari ketiga dirawat di rumah sakit dilakukan follow up keluhan pasien
nyeri disekitar luka operasi dan penglihatan mata membaik namun masih
sedikit kabur, penderita sudah mulai Buang Air Kecil. IFVD aff dan
dilakukan mobilisasi bertahap, diet makan biasa, ASI pada bayi. Pengobatan
oral tetap dilanjutkan meliputi ciprofloxaxin 3x500 mg, asam mefenamat 3 x
500 mg. B comp c 1 x 1 tab, lactamam 3 x 1 tab beserta obat tetes mata
cindolyteers dan vitrolenta dengan dosis 1 x tetes mata kanan dan kiri. Pasien
direncanakan pulang esok harinya tanggal 22 Maret 2013.
Setelah mendapat istruksi pulang dari dokter spesialis, pasien
disarankan untuk kontrol ulang minimal 1 kali setelah 7 hari dirawat untuk
mengkontrol keadaan umum ibu dan kondisi janin. Apabila terdapat keluhan-
keluhan yang mengganggu disarankan untuk segera menghubungi dokter
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Abdul, Bari, dkk (editor). 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohatdjo.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Kehamilan Kembar. Hal
254- 2555
2. Abdul, Bari, dkk (editor). 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohatdjo.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hipertensi dalam
Kehamilan. Hal 530 – 553
3. Abdul, Bari, dkk (editor). 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohatdjo.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sindroma HELLP. Hal
554-556.
4. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-
Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.
5. UAB Health System [Online Database] 2006 September [2007 May 2]
Available from URL: http://www.health.uab.edu/default.aspx?pid=65626
6. Lubis, Muara. 2011. Kehamilan Kembar. Medan : Bagian Obstetri dan
Ginekologi Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29833. Diakses 17 Maret
7. Winarni. 2011. Gemelli Kehamilan Kembar.
http://materikebidanan.wordpress.com/2011/02/11/101/. Diakses 17 Maret
2013.
LAMPIRAN
39
Gambar 1. Plasenta pada bayi dengan 2 tali pusat
Gambar 2. Bayi setelah dilahirkan
40
Gambar 3. Hasil USG