bab 2 lapsus pneumonia.docx

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru dimana asinus berisi cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam rongga interstisium. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali terjadi bersamaan dengan infeksi akut pada bronkus. Proses inflamasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (aspirasi, radiasi, dll) (1,6). 2.2 Epidemiologi Pneumonia di negara berkembang terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh 3

Upload: scribdscribd

Post on 27-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru dimana asinus

berisi cairan dan sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang

kedalam rongga interstisium. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali terjadi

bersamaan dengan infeksi akut pada bronkus. Proses inflamasi tersebut sebagian

besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri), selain itu dapat juga

disebabkan oleh faktor-faktor lain (aspirasi, radiasi, dll) (1,6).

2.2 Epidemiologi

Pneumonia di negara berkembang terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri

yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang

disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan

dengan antibiotik beta laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang responsif

terhadap pengobatan dengan antibiotik beta laktam dan dikenal sebagai

pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae (7).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, pneumonia

merupakan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara

3

Page 2: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

balita. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya

angka kematian balita di Indonesia (8).

Hasil RISKESDAS menyebutkan bahwa penyebab kematian balita karena

pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian balita (15,5%). Sehingga jumlah

kematian balita akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x

196.579), atau rata-rata 83 orang balita meninggal setiap hari akibat pneumonia

(8).

2.3 Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri)

dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya benda yang teraspirasi. Pola

kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur

pasien. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus berbeda dengan anak

yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus meliputi Streptococcus group

B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh

infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenzae tipe B, dan

Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain

bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Di

negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus. Sebagai

penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza dan

rhinovirus (6).

Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia (6).

4

Page 3: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir-20 hari

Bakteri BakteriE.colli Bakteri anaerobStreptococcus group B Streptococcus group DListeria monocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniaeUreaplasma urealyticumVirusVirus sitomegaloVirus Herpes simpleks

3 minggu-3 bulan Bakteri BakteriChlamydia trachomatis Bordetella pertussisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BVirus Moraxella catharalisAdeno Staphylococcus aureusInfluenza Ureaplasma urealyticumParainfluenza VirusRespiratory Syncytial virus Virus sitomegalo

4 bulan-5 tahun Bakteri BakteriChlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Neisseria meningitidisVirus Staphylococcus aureusAdeno VirusInfluenza Virus Varisella ZosterParainfluenzaRinovirusRespiratory Syncytial virus

5 tahun-remaja Bakteri BakteriStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenzaeMycoplasma pneumoniae Legionella spChlamydia pneumoniae Staphylococcus aureus

VirusAdenoInfluenzaParainfluenzaRinovirusRespiratory Syncytial virusVirus Varisella ZosterVirus Epstein Barr

2.4 Faktor Risiko

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi),usia muda,

kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defiesiensi Zn,

5

Page 4: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan

faktor risiko untuk terjadinya pneumonia. Faktor predisposisi lain untuk terjadinya

pneumonia adalah adanya gangguan fungsi imun (penggunaan steroid jangka

panjang), campak, pertusis, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan

gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing

atau disfungsi silier.

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran

langsung kuman dari saluran respiratori atas. Dalam keadaan normal saluran

respiratori bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru

terlindung dari beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik,

juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik

diantaranya adalah filtrasi partikel dihidung, pencegahan aspirasi dengan refleks

epiglotis, ekspulsi bendaasing melalui refleks batuk. Sistem pertahanan tubuh

yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh

sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, dan makrofag (9).

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan

sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi

patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada

pejamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya (10).

Virus akan menginvasi saluran nafas alveoli, umumnya bersifat patchy dan

mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan

6

Page 5: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

silia epitel dengan akumulasi debris kedalam lumen. Respon inflamasi awal

adalah infiltrasi sel-sel mononuklear kedalam submukosa dan perivaskular.

Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila

proses ini meluas dengan adanya dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta

sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan

menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan

diperberat dengan adanya edem submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding

alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang

interstisial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan

mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk

eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.

Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia

bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.

Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-

kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia

tergantung interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imun penjamu. Ketika

bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan

dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan

ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung

pada respon imunologis penjamu akan terbentukantibodi imunoglobulin G

spesifik. Dari proses ini akan terjadi pagositosis oleh makrofag alveoral (sel

alveoral tipe II),sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan

komplemen.Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena

7

Page 6: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumonia. Ketika mekanisme

ini tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas

fagistosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi

respon inflamasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan

edema yang luas, dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena

pneumokokus. Kuman akan dilapisi ioleh cairan edematus yang berasal dari

alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn. Area edematus ini akan membesar

secara sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit,

eksudat purulen (fibrin sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara

histopatologi dinamakan red hepatization

Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis

aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komplemen dinding bakteri dan pneumolisin

melalui degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek

sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya

struktur seluler paru.

Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan

disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman.

Perlekatan Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoid acid yang

terdapat di dinding sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari

fibrinogen, fibronektin, kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari

Staphylococcus aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda

pula dimana faktor virulensi tersebut mempunnyai kemampuan dalam melindungi

kuman dari pertahanan tubuh penjamu,melokalisir infeksi, menyebabkan

8

Page 7: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi

jaringan yang tidak terinfeksi.

Pada pneumonia terjadi gangguan pada komplemen volume dari ventilasi

akibat kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat

gangguan volume ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara

meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat

takipneu dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka

rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai yang disebut dengan

ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi

usaha nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya

volume paru secara fungsional karena proses inflamasi maka akan mengganggu

proses difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat

terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas.

Secara umum S pneumonia akan menyebabkan pneumonia lobaris dengan

empat tahapan yang dapat dibedakan sebaagai berikut (11) :

1. Stadium kongesti: pada tahap ini terjadi respon inflamasi akut. Lobus

yang terinfeksi menjadi merah dan padat akibat kongesti vaskuler.

Cairan protein yang begitu banyak, neutrofil yang berlebihan dan

bakteria dapat ditemukan di alveoli. Stadium ini terjadi selama 1-2

hari.

2. Stadium Hepatisasi merah: lobus yang terinfeksi menjadi merah dan

keras menyerupai konsistensi hepar. Cairan-cairan protein berubah

menjadi anyaman fibrin dengan ditandai eksudat neutrofil.

9

Page 8: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

Ekstravasasi dari sel darah merah yang memberikan warna

mengkonsolidasi paru. Stadium terjadi selama 2 sampai 4 hari

3. Stadium Hepatisasi kelabu: lobus yang terinfeksi menjadi kering, keras

dan kelabu karna sel darah merah yang telah lisis. Eksudat neutrofil

seluler berkurang akibat pengrusakan sel inflamatorik. Makrofag kini

mulai nampak. Mikroorganisme mulai berkurang. Stadium ini terjadi

selama 4 – 7 hari.

4. Stadium resolusi: akibat aktivitas enzimatik, bahan-bahn fibrin

dicairkan dan difusi udara paru mengalami perbaikan secara

berangsur-angsur. Makrofag merupakan sel utama di alveoli. Terjadi

penurunan progresif cairan dan eksudat seluler dari alveoli melalui

mekanisme pengeluaran dahak dan drainasi limfatik yang

menyebabkan pengembalian fungsi paru. Terjadi selama lebih dari 3

hari.

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan

penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.

Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila

dbandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya

bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru

(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi

pada satu lobus (pneumonia lobaris) (6).

2.6 Manifestasi Klinis

10

Page 9: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia

pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Gambaran klinis

pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi

secara umum adalah sebagai berikut: (1)

Manifestasi nonspesifik berupa infeksi saluran napas bagian atas, panas tinggi

39-40 C, kadang-kadang sampai kejang, sakit kepala, gelisah dan keluhan

gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.

Gejala saluran nafas bawah ialah sesak napas, “air hunger”, takipne, merintih,

nafas cuping hidung, batuk dan sianosis.

Tanda pneumonia ialah perkusi premitus melemah, suara napas lemah, dan

ronki halus pada auskultasi.

Retraksi (chest-indrawing) bersama dengan peningkatan frekuensi napas

merupakan tanda klinik pneumonia yang bermakna.

Pemeriksaan fisis pada neonatus dan bayi kecil memiliki gambaran yang lebih

beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya

tidak ditemukan kelainan. Secara klinis pada anak sulit membedakan gambaran

klinis antara pneumonia bakterial atau pneumonia viral. Namun sebagai pedoman

dapat disebutkan bahwa bakterial awitannya cepat,batuk produktif, leukositosis.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi, pada

11

Page 10: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara

15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukositosis hebat (>30.000/mm3)

hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada

keadaan bakterimia, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi (6).

C-Reaktive Protein (CRP)

C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit

sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat

dstimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan Tumor necrosis

factor (TNF) (6).

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan noninfeksi. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus

daripada infeksi bakteri (6).

Uji serologis

Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri

mempunnyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis

infeksi streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi

seperti antistreptolisin O. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat

dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi

bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV,

Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno,

peningkatan antibodi IGM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis (6).

Pemeriksaan mikrobiologis

12

Page 11: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,

bilasan bronkus, darah, atau aspirasi paru. Pada masa neonatus, kejadian

bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Pada pneumonia

anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Spesimen

yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit

dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan (6).

Pemeriksaan rontgen toraks

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: (6)

1. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular

peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

2. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau

terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,

berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru dikenal

sebagai round pneumonia.

3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,

disertai dengan peningkatan corakan peribonkial.

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan

etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan

hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa

13

Page 12: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan

abses-abses kecil dan pneumotokel dengan berbagai ukuran (6).

2.8 Diagnosis

Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang

menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor

paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala

respiratori sebagai berikut: takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,

dan suara napas melemah.

Gejala klinis sederhana yang dapat digunakan untuk menyederhanakan kriteria

diagnosis meliputi napas cepat, sesak napas, dan tanda bahaya pada anak. Napas

cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika

bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan

dinding dada bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).

Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum,

kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk bayi

berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,

stridor, mengi, dan demam.

2.9 Tatalaksana

Pada penderita yang dirawat, penatalaksanaan dibagi atas, penatalaksanaan

umum dan pengobatan kausal (6).

14

Page 13: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

A. Penatalaksanaan Umum

Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker.

Pemberian cairan, yang adekuat. Cairan rumatan diberikan mengandung gula

dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan status hidrasi.

Pasien yang mengalami sesak berat dapat dipuasakan, sesak berkurang, asupan

oral dapat diberikan.

Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misal hipoglikemia,

metabolik asidosis. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam dan

diare.

B. Pengobatan Kausal

Golongan betalaktam (penisilin, sefalosporin, karbapenam dan monobaktam)

merupakan jenis-jenis antibiotikayang sudah dikenal cukup luas. Biasanya

digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti

Streptococcus pneumoniae, Influenza, dan Staphylococcus aureus. Pada kasus

yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama apabila

penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pad akasus yang ringan sedang,

dipilih golongan penisilin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada

pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotika intravena harus dimulai

sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi

sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik

spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/ klavulanat dengan aminoglikosid

15

Page 14: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat

diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan

adalah antibiotik beta laktam dengan/ tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih

berat diberikan beta laktam/ klavulanat dikombinasikan dengan makrolid.

2.10 Komplikasi

1. Efusi Pleura

2. Empiema

3. Pneumotoraks

4. Abses paru

5. Sepsis

6. Gagal nafas

2.11 Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang

baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang

dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada

penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi

20%. Menurut Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian

pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan

kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas

V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita

pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan

16

Page 15: Bab 2 lapsus pneumonia.docx

pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999

adalah 21%, sedangkan di RSUD dr. Soetomo angka kematian 20 -35% (8).

2.12 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok

dan polusi udara, membatasi risiko paparan dirumah sakit misalnya dengan

membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,

menghindarkan bayi dan anak kecil dari tempat keramaian umum, dan

menghindarkan bayi atau anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.

17