laporan praktikum farmasi fisika emulsifikasi

21
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA PERCOBAAN 5 : EMULSIFIKASI Disusun oleh, Kelompok 5 Ashry Nurrachmah 31113007 Ina Lisnawati 31113021 Irfan Maulana 31113023 Novia Hergiani 31113035 Tia Sulistiani 31113049 PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2015

Upload: stikesbth

Post on 25-Nov-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKAPERCOBAAN 5 : EMULSIFIKASI

Disusun oleh,

Kelompok 5

Ashry Nurrachmah 31113007

Ina Lisnawati 31113021

Irfan Maulana 31113023

Novia Hergiani 31113035

Tia Sulistiani 31113049

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan

yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi diantaranya dari bahasa latin

(Emulgere = memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis suatu emulsi alam.

Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan

antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikn,

emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai

linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya

dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria dapat

menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika.

Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil

secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur

Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan

menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam

pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk

diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh

emulgator yang digunakan.

Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.

Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :

a. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di dalam fasa air

b. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.

Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa

keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari

minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau

bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.

B. Tujuan

1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan

emulsi

2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan.

3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.

4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari

paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini

biasanya distabilkan dengan emuulgator.

Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang

mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai

tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam

sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk

yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien.

Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.

Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :

1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.

2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang

penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak

dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif

permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah

menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan

film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.

Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :

1. membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan

emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi

molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs

kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini

menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi

bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh

sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang

mendekat.

2. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan

multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid

hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan

tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan

membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.

3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan

ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat

optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan ‘Kristal

Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang

khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia

tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi

kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase

emulsi.

4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari

dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai

globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa

emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk

pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan

yang berbeda.

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah

koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang

memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah

antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik

disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan

antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang

akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase,

hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.

Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu

menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi tegangan permukaan

(antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang bergabungnya tetesan karena

zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-

tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3

mekanisme :

1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis

2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik untuk

penggabungan.

3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati

partikel(1).

HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah

ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:

Nilai HLB Tipe system

3 – 6 A/M emulgator

7 – 9 Zat pembasah (wetting agent)

8 – 18 M/A emulgator

13 – 15 Zat pembersih (detergent)

15 – 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan

tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.

Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan

eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB bagi zat

yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:

a. Fase I

Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang

campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran

Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang

terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka

percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.

b. Fase II

Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang

diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang

terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.

c. Fase III

Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan

menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari

emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang

paling baik (ideal) (6).

B. Uraian Bahan

1. Span 80 (4:567)

Nama resmi : Sorbitan monooleat

Nama lain : Sorbitan atau span 80

RM : C3O6H27Cl17

Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari

asam lemak.

Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan

dapat bercampur dengan alkohol sedikit larut dalam minyak

biji kapas.

Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB : 4,3

2. Tween 80 (4: 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80

Nama lain : Polisorbat 80, tween

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil asetat

P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan

dalam biji kapas P

Kegunaan : Sebagai emulgator fase air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB : 15

3. Air suling (4:96)

Nama resmi : Aqua destilata

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai

rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai fase air

4. Parafin (FI Ed.III hal 474)

Nama resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM

Nama lain : Parafin cair

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluorensensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai

warna.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut

dalam kloroform dan dalam eter.

C. Prinsip Percobaan

Penentuan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi HLB butuh dan

penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang bervariasi yang

didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi tersebut, misalnya perubahan volume,

perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu

tertentu pada kondisi yang dipaksakan.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum kelarutan ini berlangsung pada hari Senin tanggal 23 Maret 2015 di

Laboratorium Farmakologi Farmasi STIKes BTH Tasikmlaya.

B. Alat Dan Bahan

a. Alat :

Alat yang di gunakan dalam percobaan ini adalah Batang pengaduk, botol

semprot, cawan porselen, gelas kimia 250ml, gelas ukur 100ml, mixer, penangas

air, pencatat waktu, pipet tetes, termometer, tissue roll, timbangan analitik.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil, aquadest, span

80, tween 80

C. Prosedur Kerja

Formula :

Paraffin Liquidum 30% = 30

100 x 100 ml = 30 ml

Tween

5%

Span

Air ad 100 ml

 

TimbangTween 80 Timbang Paraffin Liquid 30 gram Timbang Span 80

Untuk masing-masing sesuai perhitungan HLB Butuh

Campurkan Paraffin Liquid dengan Span 80 (fase minyak)

Campurkan Tween 80 dengan air (fase air)

Span 80

Paraffin Liquid

Panaskan/lebur di atas penangas air sampai suhunya 700C.

Air

Tween 80

Aduk dengan Mixer kemudian di tambahkan fase minyak sedikit demi sedikit

Fase air

Masukkan Fase air ke dalam gelas kimia

Emulsi yang homogen di masukkan ke dalam tabung sedimentasi

Amati kestabilan selama 5 hari

Beri tanda masing-masing HLB

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Pengamatan

a. Menghitung jumlah Tween dan Span yang dibutuhkan pada masing-masing HLB

butuh

HLB Butuh 5

%Tween = ¿¿ x 100 % = 6,54%

= 6,54100 x 5 gram = 0,32 gram

% Span = 100% - 6,54%= 99,46%

= 99,46100 x 5 gram= 4,97 gram

HLB Butuh 6

%Tween = ¿¿ x 100 % = 15,8%

= 15,8100 x 5 gram = 0,79 gram

% Span = 100% - 15,8%= 84,2%

= 84,2100 x 5 gram= 4,2 gram

HLB Butuh 7

%Tween = ¿¿ x 100 % = 25,2%

= 25,2100 x 5 gram = 1,26 gram

% Span = 100% - 25,2 %= 74,8%

= 74,8100 x 5 gram= 3,74 gram

HLB Butuh 8

%Tween = ¿¿ x 100 % = 34,5%

= 34,5100 x 5 gram = 1,725 gram

% Span = 100% - 34,5%= 65,5%

= 65,5100 x 5 gram= 3,275 gram

HLB Butuh 9

%Tween = ¿¿ x 100 % = 44%

= 44100 x 5 gram = 2,2 gram

% Span = 100% - 44%= 56%

= 56100 x 5 gram= 2,8 gram

HLB Butuh 10

%Tween = ¿¿ x 100 % = 53,2%

= 53,2100 x 5 gram = 2,66 gram

% Span = 100% - 53,2%= 46,8%

= 46,8100 x 5 gram= 2,34 gram

HLB Butuh 11

%Tween = ¿¿ x 100 % = 62,6%

= 62,6100 x 5 gram = 3,13 gram

% Span = 100% - 62,6%= 37,4%

= 37,4100 x 5 gram= 1,87gram

HLB Butuh 12

%Tween = ¿¿ x 100 % = 72%

= 72100 x 5 gram = 3,6 gram

% Span = 100% - 72%= 28%

= 28100 x 5 gram= 1,4 gram

HLB Butuh 13

%Tween = ¿¿ x 100 % = 81,3%

= 8,3100 x 5 gram = 4,065 gram

% Span = 100% - 8,3%= 18,7%

= 18,7100 x 5 gram= 0,935 gram

HLB Butuh 14

%Tween = ¿¿ x 100 % = 90,6%

= 90,6100 x 5 gram = 4,53 gram

% Span = 100% - 90,6%= 9,4% = 9,4100 x 5 gram= 0,47 gram

b. Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Tween 80 dan Span 80

HLB Butuh Jumlah Tween 80 Jumlah Span 80

5 0,32 gram 4,97 gram

6 0,79 gram 4,2 gram

7 1,26 gram 3,74 gram

8 1,725 gram 3,275 gram

9 2,2 gram 2,8 gram

10 2,66 gram 2,34 gram

11 3,13 gram 1,87 gram

12 3,6 gram 1,4 gram

13 4,065 gram 0,935 gram

14 4,53 gram 0,47 gram

c. Pengamatan Stabilitas Emulsi (Volume Sedimentasi)

Kel HLB Butuh

Pengamatan hari ke

Volume Awal(Vo)

Volume Sedimen

Vu)

Nilai F¿)

1 5

1 100 ml 97 ml 0.972 100 ml 97 ml 0.973 100 ml 96 ml 0.964 100 ml 95 ml 0.955 100 ml 95 ml 0.95

Rerata : 0,96

2 6

1 75 ml 75 12 75 ml 73 0.973 75 ml 72 0.964 75 ml 72 0.965 75 ml 72 0.96

Rerata : 0.97

3 7

1 73 ml 73 ml 12 73 ml 72 ml 0.983 73 ml 72 ml 0.984 73 ml 71 ml 0.975 73 ml 71 ml 0.97

Rerata : 0.98

4 8

1 65 ml 65 ml 12 65 ml 64 ml 0.983 65 ml 63 ml 0.974 65 ml 61 ml 0.945 65 ml 60 ml 0.92

Rerata : 0.962

5 9

1 74 ml 73 ml 0.982 74 ml 73 ml 0.983 74 ml 72 ml 0.974 74 ml 71 ml 0.955 74 ml 71 ml 0.95

Rerata : 0.966

6 10

1 100 ml 100 ml 12 100 ml 98 ml 0.983 100 ml 95 ml 0.954 100 ml 93 ml 0.935 100 ml 90 ml 0.9

Rerata : 0.952

7 11

1 74 ml 74 ml 12 74 ml 74 ml 13 74 ml 73 ml 0.994 74 ml 72 ml 0.975 74 ml 72 ml 0.97

Rerata : 0.986

8 12

1 95 ml 95 ml 12 95 ml 95 ml 13 95 ml 94 ml 0.994 95 ml 94 ml 0.995 95 ml 93 ml 0.98

Rerata : 0.992

9 13

1 100 ml 96 ml 0.962 100 ml 96 ml 0.963 100 ml 95 ml 0.954 100 ml 94 ml 0.945 100 ml 93 ml 0.93

Rerata : 0.948

10 14

1 80 ml 80 ml 12 80 ml 80 ml 13 80 ml 79 ml 0.984 80 ml 79 ml 0.985 80 ml 78 ml 0.975

Rerata : 0.987

Keterangan :

F=VuVo

F = Volume Sedimentasi

Vu =Volume Sedimen

Vo = Volume awal

Nilai F semakin mendekati satu semakin baik

B. Pembahasan

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari

paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair yang lainnya. Sistem ini

biasanya distabilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya

terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi,

yaitu

1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di dalam fase air.

2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi di dalam fase minyak

Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat pula terjadi emulsi

dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini merupakan jenis emulsi

air-minyak-air atau sebaliknya.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor

yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh

emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang yang banyak digunakan adalah

zat aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator

ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk

lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdisperisnya. Tipe emulsi dapat

ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas

gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang dari

air dan minyak, maka guugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non

polar terarah ke fasa minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan

cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar

yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak.

Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk

mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu

yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi

lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase

emulsi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :

1. Teknik pembuatan

2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar

mempengaruhi kestabilan emulsi.

3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-

partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang lebih besar

sehingga emulsi akan pecah.

4. Penyimpanan

Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan jumlah span dan

tween yang akan digunakan dari masing-masing HLB butuh dari HLB butuh

5,6,7,8,9,10,11,12,13,14, dan bahan yang lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan

dari sifat bahan itu tujuannya bahan yang berfase air dicampur dengan fase air itu

sendiri dan untuk fase minyak juga pada fase minyak itu sendiri.

Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya emulgator, dalam percobaan

ini emulgator yang digunakan adalah Tween 80 dengan HLB butuh 15,0 (bersifat

hidrofil) dan Span 80 (bersifat lipofil).

Jadi pada percobaan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air, sedangkan

untuk fase minyak yaitu span 80 dan paraffin liquidum pada cawan porselen.

Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70oC. Alasannya, kedua fase tersebut

memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70oC sehingga dapat diperoleh emulsi

yang baik dan tidak pecah.

Emulsi yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB surfaktan

dan HLB butuh minyak. HLB butuh minyak adalah HLB karakteristik yang menurut

grifin setara dengan HLB surfaktan yang dapat membentuk emulsi tipe tertentu yang

stabil.

Diperlukan suhu ± 700  untuk membuat emulsi , hal ini dimaksudkan untuk

menurunkan viskositas dari partikel-partikel minyak dan menurunkan tegangan antar

muka sehingga dapat membentuk corpus dengan fase air.

Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat

menurunkan viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase

mudah untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah

terbentuk.

Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari

suhu rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat terjadi penurunan

suhu yang cepat. Lalu campuran dikocok, dengan cara pengocokan intermitten

menggunakan mikser selama 5 menit dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan

intermitten dilakukan untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi

ke dalam air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada

permukaan fase terdispersi.

Proses penggerusan yang kuat dan konstan dalam pembuatan emulsi ini sangat

penting, untuk memperkecil partikel-partikel dari fase minyak dan air. Sehingga

memudahkan partikel-partikel tersebut terdispersi dalam fase kontinunya.

Pengamatan emulsi dilakukan selama 5 hari tujuannya untuk melihat

pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubahan warna dari kedua fase tersebut,

dan volume dari emulsi setelah 5 hari kemudian. Penyimpanan emulsi dilakukan pada

suhu yang dipaksakan (stress coindition) perlakuan ini dimaksudkan untuk

mengetahui kestabilan emulsi dimana terjadi penurunan suhu secara drastis, kondisi

ini akan lebih mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidaknya suatu

emulsi.

Pengamatan selama 5 hari dilakukan pada masing masing emulsi dengan HLB

butuh. Perbuhan warna yang terjadi pada masing-masing HLB adalah tetap yaitu

berwarna putih susu. Tetapi yang membedakan adalah volume sedimentasinya.

Volume sedimentasi dihitung berdasarkan rumus yaitu Volume awal dibagi dengan

Volume sedimen. Nilai F atau volume sedimentasi yang mendekati satu, semakin

baik. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada emulsi dengan HLB butuh

12 yang relative lebih stabil dibanding dengan emulsi pada HLB butuh yang lain,

karena nilai F nya rata-rata adalah 0,99.

Berdasarkan literature (Martin 5th  , edisi Indonesia hal 563) RHLB  Parafin

untuk emulsi O/W adalah 10, dan RHLB Parafin untuk Emulsi W/O adalah 4. Karena

semua emulsi yang dibuat merupakan tipe O/W maka seharusnya Emulsi yang stabil

kita dapatkan dari HLB butuh 10. Namun pada percobaan nilai F yang paling

mendekati 1 ada pada emulsi dengan HLB 12. Hal itu mungkin terjadi dikarenakan

kesalahan dari praktikan dalam membuat emulsi dan juga dapat dikarenakan

kesalahan dari alat-alat yang digunakan.

Berdasarkan pengamatan selama lima hari berturut-turut dapat dilihat bahwa

hasil yang diperoleh kurang stabil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

ketidakstabilan dari emulsi di antaranya :

Suhu pemanasan tidak konstan

Perbedaan intensitas pengadukan

Pencampuran kurang merata

Kekompakan dan elastisitas fillm yang melindungi zat terdispersi

Ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi.

Suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan

temperatur dapat mengurangi ketegangan antar muka dan

viskositasnya.

Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan ini adalah

terjadinya :

a. Flokulasi dan Creaming

Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh

adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-

kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi.

Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan kosentrasi yang berbeda-

beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat

akan berada di sebelah atas atau di sebelah bawah tergantung dari bobot jenis

fasa yang terdispersi.

b. Koalesen dan demulsifikasi

Fenomena ini tejadi bukan semata-mata karena energi bebas permukaan tetapi

juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen

adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan

demulsifikasi adalah proses lebih lanjut pada keadaan koalesen dimana kedua

fasa ini terpisah kembali menjadi dau cairan yang tidak bercampur. Kedua

fenomena ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil perhitungan jumlah Tween dan Span yang dibutuhkan pada masing-masing

HLB butuh adalah :

HLB Butuh Jumlah Tween 80 Jumlah Span 80

5 0,32 gram 4,97 gram

6 0,79 gram 4,2 gram

7 1,26 gram 3,74 gram

8 1,725 gram 3,275 gram

9 2,2 gram 2,8 gram

10 2,66 gram 2,34 gram

11 3,13 gram 1,87 gram

12 3,6 gram 1,4 gram

13 4,065 gram 0,935 gram

14 4,53 gram 0,47 gram

2. Dari semua emulsi yang dibuat , emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB

butuh 12, karena nilai F nya paling mendekati 1

3. Semua emulsi yang dibuat memiliki tipe O/W atau minyak dalam air.

B. SARAN

Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai praktikum

ini.

.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howart C . 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta : Universitas

Indonesia.

Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi III. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan

RI,.

Anief, M . 2003 . Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik . Yogyakarta : UGM-Press.

R. Voight . 1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima . Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Roth, Hermann, J . 1988 . Analisis Farmasi . Yogyakarta : UGM-Press

Parrot, Eugene L. 1968. Pharmaceutical Technology . Penerbit Burgess Publishing

Company Iowa.

Ansel C. Howard.1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

Martin, Alfred . 1990 . Farmasi Fisika Edisi I . Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB

Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design. London:

Pharmaceutical Press.

Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London:

Pharmaceutical Press.

Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London:

Pharmaceutical Press.

Genaro, R.A., 1990. Rhemingtons Pharmaceutical Science. 18th ed. USA : Mack

Printing Company, Easton, Pennsylvania , 267.