laporan praktikum laboratorium fisika 1 ung

201
DISUSUN OLEH : NAMA : ADIB PAHRUDIN KELOMPOK : I (SATU) KELAS : FISIKA B UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA JURUSAN FISIKA 2012 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

Upload: ung-id

Post on 25-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2012

DISUSUN OLEH :

NAMA : ADIB PAHRUDIN

KELOMPOK : I (SATU)

KELAS : FISIKA B

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

JURUSAN FISIKA

2012

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM

FISIKA I

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, Tuhan seru sekalian alam

yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat

menyelesaikan laporan akhir praktikum laboratorium fisika 1 ini.

Demi kesempurnaan kualitas laporan akhir ini, penulis menggunakan berbagai

sumber dan analisis matematik dalam penulisan dasar teori serta analisis data.

Laporan ini terdiri dari 11 modul yaitu kecepatan cahaya sampai apparature

accessories.

Selesainya laporan akkhir laboratorium fisika 1 ini tidak lepas dari peran dan

partisipasi berbagai pihak. Untuk itu perkenankan kami mengucap banyak terima

kasih dan penghargaan kepada:

1. Dosen matakuliah laboratorium fisika 1, Dr.rer.nat. Mohammad Jahja dan Ibu

Tirtawaty Abdjul,S.Pd, M.Pd

2. Asisten laboratorium fisika 1, Nyoman Pande Subrata dan Ahmad Basari

3. Rekan satu kelompok, melinda i usman dan nikmarizki wadipalapa

4. Rekan asisten lab fisika dan teman satu kelas

5. Serta pihak lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu

Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam

penyusunan laporan akahir ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran dari berbagai

pihak dalam rangka penyempurnaan laporan akhir praktikum fisika 1 ini.

Akhirnya kami berharap semoga laporan ini dapat diterima dan berguna.

Laboratorium Fisika, Desember 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

ISI

I. Kecepatan Cahaya ................................................................................. 1

II. Hubungan Antara Energi, Panjang Gelombang Dan Frekwensi ...... 17

III. Perbandingan Model Gelombang Cahaya Dan Model Gelombang

Kuantum ................................................................................................. 28

IV. Pengantar Radiasi Termal .................................................................... 44

V. Hukum Stefan-Boltzman Suhu Tinggi ................................................. 98

VI. Hukum Stefan-Boltzman Suhu Rendah ............................................... 123

VII. Introduction To Interferometer ............................................................ .133

VIII. Indeks Bias Gelas ................................................................................... .143

IX. Pengukuran Laju Transmisi Cahaya ................................................... .154

X. Serat Optik Dengan Menggunakan Satu Optikal Receiver ............... .165

XI. Apperature Accessories ......................................................................... .174

PENUTUP

I. KESIMPULAN .......................................................................................182

II. SARAN ....................................................................................................183

LAMPIRAN ......................................................................................................184

TOPIK I

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

KECEPATAN CAHAYA

DISUSUN OLEH:

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

1

A. Topik :

KECEPATAN CAHAYA

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kecepatan cahaya dengan menggunakan cermin rotasi

(metode Foucault) ?

2. Berapakah besar kecepatan cahaya yang diperoleh dari hasil eksperimen?

3. Berapakah nilai % beda yang didapatkan dari hasil eksperimen yang

membedakan antara nilai kecepatan cahaya eksperimen dengan teori?

4. Bagaimanakah pengaruh sudut keping polarisasi terhadap kecerahan pada

fringe yang terbentuk?

C. Tujuan

1. Mencari dan menentukan niai dari kecepatan cahaya berdasarkan metode

Foucault.

2. Mengetahui laju/kecepatan cahaya yang diperoleh dari eksperimen.

3. Mengukur panjang gelombang dari sumber cahaya (laser).

4. Mengetahui sudut keping polarisasi terhadap kecerahan pada fringe yang

terbentuk.

5. Mengetahui nilai % beda nilai kecepatan cahaya antara data hasil

eksperimen dengan teori.

D. Landasan Teori

Untuk mengukur besar kecapatan cahaya langsung, maka kita harus baik

mengukur suatu interval waktu yang kecil maupun harus menggunakan sebuah

garis basis yang panjang. Situasi ini menyarankan bahwa astronomi, yang

membahas jarak-jarak yang sangat besar, mungkin akan mampu menyediakan

suatu nilai eksperimental untuk laju cahaya, hal ini terbukti benar. Walaupun

akan diinginkan untuk mengukur waktu yang diperlukan oleh cahaya dari

matahari sampai kebumi, namun tidak ada cara untuk mengetahui bilamana

cahaya yang mencapai kita pada setiap saat meninggalkan matahari tersebut ;

kita harus menggunakan cara-cara astronomi yang lebih halus.

(Krane.Fisika Modern:13-14)

2

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa pulsa-pulsa gelombang mikro

direfleksikan dari bulan secara agak teratur ; informasi ini memberikan sebuah

garis basis sepanjang 7,6 X 108 m, pada saat pengukuran waktu. Laju cahaya

(dan laju gelombang mikro) sekarang ini sudah diketahui besarnya dengan baik

dari eksperimen-eksperimen lain sehingga kita akan menggunakan pengukuran-

pengukuran ini untuk mengukur jarak bulan secara teliti.

Pada tahun 1675 Ole Roemer, seorang sarjana astronomi Denmark yang

bekerja diparis, membuat beberapa pengamatan mengenai bulan-bulan Jupiter

dari mana laju cahaya sebesar 2 X 108 dapat dideduksi.. Beliau meninjau dari

salah satu gerhana bulan diplanet Jupiter, dimana terdapat sebuah periode waktu.

Ketika Jupiter berotasi antara bulan dan bumi menutupinya dari pandangan. Ia

menentukan bahwa durasi dari gerhana ini lebih pendek bila dibumi berpindah

sejauh Jupiter dari pada bumi menjahuinya. Berdasarkan hal ini ia menafsirkan

dengan jelas fenomena ini sebagai hasil yang terbatas dari kecepatan cahaya.

Dari hasil kalkulasi beberapa penelitian gerhana tersebut memberikan suatu

nilai sebesar 2,1 x 108 m/s untuk kecepatan cahaya, nilai mendekati 2/3 lebih

lambat untuk suatu pengetahuan yang tidak pasti pada waktu itu. Dan kira-kira

lima tahun kemudian James Bradley, seorang sarjana astronomii inggris,

membuat beberapa pengamatan astronomi yang sama sekali berlainan

macamnya dari mana sebuah nilai sebesar 3,0 X 108 m/detik dapat dideduksi.

(Kusminarto.Esensi Fisika Modern:7-9)

Pada tahun 1849 Hippolyte Louis Fizeau (1819-1896), seorang fisikawan

Perancis, mula-mula Fizeau mengukur laju cahaya dengan metode astronomi,

yang mendapatkan nilai sebesar 3,13 X 108 m/detik. Dimana ia menggunakan

sebuah roda gigi bila bunyi dikembalikan, kedua bumi akan menghalangi cahaya

ini atau pengamat untuk tanda itu. Dasar pengukuran beliau dari rotasi penalti di

izinkan untuk mengembalikan bunyi ”Untuk perawatan penuh diukur” jarak

antara roda gigi dan kaca dengan menggunakan metode Fizeau ini diukur

kecepatan cahaya sebesar 3,16 x 108 m/s.

3

Dengan ditemukannya nilai c ini dapat membantu penelitian berikutnya.

Misalnya dalam penentuan momentum relativistic.

Dengan

(Siregar.Fisika Kuantum.2010:2-3)

Kelajuan cahaya yang merambat melalui bahan-bahan transparan seperti

gelas ataupun udara lebih lambat dari c. Rasio antara c dengan kecepatan

v(kecepatan rambat cahaya dalam suatu materi) disebut sebagai indeks refraksi n

material tersebut (n = c / v). Sebagai contohnya, indeks refraksi gelas umumnya

berkisar sekitar 1,5, berarti bahwa cahaya dalam gelas bergerak pada kelajuan c /

1,5 ≈ 200.000 km/s; indeks refraksi udara untuk cahaya tampak adalah sekitar

1,0003, sehingga kelajuan cahaya dalam udara adalah sekitar 90 km/s lebih

lambat daripada c.

Dalam banyak hal, cahaya dapat dianggap bergerak secara langsung dan

instan, namun untuk jarak yang sangat jauh, batas kelajuan cahaya akan

memberikan dampak pada pengamatan yang terpantau. Dalam berkomunikasi

dengan wahana antariks, diperlukan waktu berkisar dari beberapa menit sampai

beberapa jam agar pesan yang dikirim oleh wahana tersebut diterima oleh Bumi.

Cahaya bintang yang kita lihat di angkasa berasal dari cahaya bintang yang

dipancarkan bertahun-tahun lalu. Hal ini mengijinkan kita untuk mengkaji dan

mempelajari sejarah alam semesta dengan melihat benda-benda yang sangat

jauh. Kelajuan cahaya yang terbatas juga membatasi kecepatan maksimum

komputer, oleh karena informasi harus dikirim dari satu chip ke chip lainnya

dalam komputer.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Laju_cahaya)

4

Menurut Einstein kecepatan cahaya itu konstan tidak berubah, dan premis

ini telah banyak menopang teori besarnya termasuk teori relativitas, disamping

itu juga merupakan dasar fisika sekarang. Namun, menurut Michael Murphy dari

Lembaga Astronomi Universitas Stanford bahwa kecepatan cahaya bukannya

konstan tidak berubah. “Fakta membuktikan, teori relativitas mungkin sangat

mendekati kebenaran, namun ia melupakan beberapa benda, benda-benda ini

mungkin adalah tombol pintu yang menuju ke sebuah kosmopolitan baru dan

sebuah prinsip fundamental yang baru,” jelas Murphy. Ia memastikan akan

mengumumkan sejumlah penemuan yang mengagumkan ini. Temuan-temuan ini

mengisyaratkan bahwa di alam semesta terdapat suatu teori yang lebih

fundamental mengenai interaksi cahaya dengan material, adalah hal yang keliru

jika menjadikan teori relativitas sebagai dasarnya.

Dalam proses penelitian itu, tim riset ilmiah Murphy tidak secara langsung

memastikan perubahan kecepatan cahaya, melainkan menganalisa cahaya

bintang tetap yang jauh. Cahaya-cahaya ini memerlukan waktu selama 1 miliar

tahun untuk mencapai bumi, dengan demikian, para ilmuwan dapat mengamati

masa awal penyebaran cahaya dan mengamati bagaimana prinsip fundamental

alam semesta itu memainkan peranannya.

Dari pengamatan melalui teleskop di Hawai, para ilmuwan mendapati

bahwa dalam proses penyebaran cahaya ke bumi, kondisi penyerapan cahaya

dalam gelombang tertentu telah mengalami perubahan. Jika kondisi ini benar, itu

berarti toleransi tetap susunan halus kekuatan konstan elektromagnet sudah

berubah sejak terjadinya ledakan dahsyat, dan kecepatan cahaya berhubungan

dengan susunan halus konstan. Jika susunan halus konstan mengalami

perubahan seiring dengan perputaran waktu, maka kecepatan cahaya mungkin

juga akan mengalami perubahan, artinya mungkin pandangan Einstein itu bisa

keliru.

Saat ini, tim riset yang dipimpin Murphy masih menganalisa hasil

pengamatan cahaya yang berasal dari 143 bintang tetap itu. Dan jika kecepatan

5

penyebaran cahaya pada masa awal alam semesta itu terbukti lebih cepat

dibanding sekarang, maka ilmuwan terpaksa harus menyangkal sejumlah besar

teori dasar tersebut. Sebelumnya pada 1905, serangkaian teori yang

dikemukakan Einstein mengejutkan ilmuwan saat itu, dan secara mutlak

mengubah pandangan para ilmuwan terhadap pengetahuan alam, diantaranya

termasuk teori relativitas dalam arti yang sempit ini.

(http://erabaru.net/iptek/83-teka-teki/2220-kecepatan-cahaya-sedang-

berubah)

E. Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya atau nilainya

selalu diubah-ubah. Adapun variabel bebas pada percobaan ini adalah:

a. L adalah jarak fokus antara tempat meletakkan lensa dengan cermin

pengatur cahaya (rotating miror).

b. D adalah jarak pantulan sinar laser yang tertangkap oleh cermin

penangkap antara cermin rotasi (rotating miror) dan cermin penangkap.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas atau nilainya tergantung dari variabel bebas. Adapun variabel

bebas pada percobaan ini yaitu:

a. S’ cw adalah variabel terikat, yang nilainya diperoleh setelah cahaya

terfokus, dan dapat dibaca pada teleskop pada posisi cw.

b. S’ ccw adalah variabel terikat, yang nilainya diperoleh setelah cahaya

terfokus, dan dapat dibaca pada teleskop pada posisi ccw.

c. Rm adalah variabel terikat yang diperoleh pada saat posisi cw dan ccw

dibaca pada alat rotating miror setelah cahaya yang terpantulkan kembali

tepat di dalam jendela laser.

6

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol variabel

terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol dalam

percobaan ini yaitu :

a. A merupakan nilai yang diperoleh dari selisih jarak antara kedua lensa

dikurangi fokus lensa pertama.

b. B merupakan nilai yang diperoleh dari selisih jarak antara kedua lensa

dengan Rm.

c. Fm adalah variabel kontrol, saat mengukur nilai yang terbaca pada posisi

cw dan ccw.

F. Alat Yang Digunakan

1. High Speed Rotating Mirror Asembly (kumpulan cermin rotasi dengan

kecepatan tinggi).

2. Teleskop (sebagai alat untuk mengamati titik fokus cahaya pada saat

pengukuran).

3. Fixed Mirror (sebagai cermin pengatur cahaya).

4. Laser 05-9171 dengan 05-9172 Alignment Bench.

5. Komponen Optik

6. Dua Alignment Jigs (untuk meluruskan sinar dari sumber ke Rm).

7. Keping Polarisasi (sebagai pelindung mata dari sinar laser).

G. Prosedur Kerja

1. Menempatkan optical bench pada permukaan datar bertingkat, kemudian

memperbaiki sekrup optical bench dengan menggunakan water pass

sehingga stabil dan pas.

2. Menempatkan laser, menempelkan laser pada aligment bench diakhiri

dengan optical bench dan pada akhirnya dapat disamakan pada tanda 1

m dari skala metrik. Menempatkan bench coupler tetapi sekrup coupler

diusahakan jangan ketat.

7

3. Menempatkan kumpulan cermin rotasi pada akhir yang berlawanan dari

bench. Memastikan dasar atas kumpulan cermin rotasi dinaungi pagar

dari optical bench dan mensejajarkan tepi depan dari dasar dengan tanda

17 cm pada bench.

4. Mensejajarkan laser

a. Laser harus disejajarkan sehingga sinar mengenai pusat cermin rotasi

(Rm). Dua alignment jigs diletakkan pada bench dengan maksud

yang satu diletakkan pada ujung bench (dekat laser) sedangkan yang

satunya lagi disesuaikan sebagaimana mestinya.

b. Lubang dalam jigs ditentukan pada garis lurus yang sejajar paralel

dengan sumbu optical bench.

c. Menghidupkan laser, memeriksa beam atternuartur berada pada laser

bagian atas secara langsung berada diatas lensa yang terbuka penuh.

Peringatan:

Jangan melihat langsung ke dalam sinar laser, baik

secara langsung maupun yang direfleksikan dari

cermin, juga ketika merubah peralatan, pastikan

beam path tidak berada pada garis melintang

dimana seseorang mungkin dengan tidak hati-hati

melihat kedalam laser.

d. Mengatur posisi depan dari laser sehingga sinar melewati langsung

lubang dalam jigs pertama (menggunakan dua sekrup depan pada

bangku laser untuk mengatur tingginya, mengatur posisi laser pada

alignment bench untuk mengatur posisi lateral).

e. Kemudian mengatur tinggi dan posisi pada bagian belakang laser

sehingga melewati langsung lubang dalam jigs kedua. Untuk

menjaga dalam posisi berkenaan dengan optical bench

mengencangkan sekrup pada bench koupler.

f. Memeriksa kembali pensejajaran laser.

8

5. Mensejajarkan Cermin Rotasi

a. Rm harus disejajarkan sehingga sumbu rotasi vertical dan tegak lurus

terhadap laser.

b. Merotasikan Rm sehingga laser berefleksi kembali ke arah lubang

dalam alignment jigs.

c. Memastikan untuk menggunakan sisi perak cermin sebagai

permukaan refleksi dan mengetatkan sekrup kunci pada kumpulan

cermin rotasi seperlunya sehingga Rm tetap berada pada posisinya

sebagaimana kita mengatur rotasinya.

d. Jika dibutuhkan, menggunakan lembaran-lembaran kertas untuk

antara Rotating Mirror asembly dengan optical bench sehingga sinar

laser direfleksikan kembali melalui lubang-lubang dalam dua jigs.

Catatan:

Sinar tidak perlu menembus lubang dalam jigs kedua, namun

haruslah mengenai jigs kedua setinggi lubang jigs, kemudian

memindahkan kedua alignment jigs.

6. Meningkatkan menjadi 48 mm titik fokus lensa (L1) pada optical bench

garis pusat dari komponen carier disejajarkan dengan tanda 93.0 cm

pada skala metric.

7. Menempatkan satu lembaran kertas di depan jendela dari rotating mirror

endosure. Untuk melihat sinar, meluncurkan/menggulirkan L1 seperti

dibutuhkan pada komponen cariernya untuk memusatkan sinar pada Rm

(memperhatikan bahwa L1 telah menyebarkan sinar pada posisi dari Rm).

8. Meningkatkan hingga 252 m titik fokus lensa (L2) pada optical bench

sehingga garis pusat dari komponen carrier sejajar pada tanda 62,22 cm

pada bench sebagaimana untuk (L1) pada langkah sebelumnya, mengatur

posisi L2 pada komponen carrier sehingga sinar dipusatkan pada Rm.

9. Menempatkan beam splitter dan mikroskop assembly pada optical

bench, sehingga tepi depan dari micrometer stage disejajarkan pada 81,0

cm pada sebuah bench pengungkit yang mengatur kemiringan dari beam

splitter seharusnya berada pada posisi yang sama dengan sakla metrik

9

dari optical bench. Memastikan pengungkit / tuas ini sehingga langsung

tertuju ke bawah.

Peringatan:

Jangan memeriksa mikroskop sampai alat polarisasi

telah ditempatkan di antara laser dan beam splitter.

Lihat langkah 11, beam splitter akan merubah

sedikit posisi laser. Mengatur kembali L2 pada

komponen carrier sehingga sinar dipusatkan lagi

pada Rm.

10. Menempatkan pengatur cermin (Fm) pada suatu jarak dari 2 hingga 15

meter dari Rm. Sudut antara sumbu optical bench dan garis antara Rm dan

Fm seharusnya berkisar 120 (jika lebih dari 20

0 sinar refleksi akan dihalau

oleh rotating mirror enclosure).

Juga memastikan Fm tidak berada pada posisi yang sama dengan optical

bench seperti tombol micrometer, sehingga kita mampu membuat

pengukuran tanpa menghalau sinar. Memposisikan sinar dan sinar

”berjalan” kembali ke arah Fm.

Mengatur posisi dari Fm sehingga sinar mengenainya pada daerah pusat

(sumbernya). Selembar kertas yang diarahkan berlawanan dengan

permukaan cermin akan membuat lebih mudah melihat sinar n.

Catatan :

Hasil terbaik diperoleh ketika Fm berada pada jarak

10-15 m dari Rm.

11. Masih dengan selembar kertas yang diarahkan berlawanan dengan

permukaan dari Fm. Meluncurkan/menggulingkan L2 bolak balik

sepanjang optical bench untuk memfokuskan sinar terhadap titik terkecil

mungkin dari Fm. Kemudian mengatur sekrup alignment di belakang Fm

sehingga sinar langsung direfleksikan kembali ke pusat Rm. Langkah ini

paling baik dilakukan oleh dua orang, salah seorang pengatur Fm dan

yang seorang lagi mengamati posisi sinar pada Rm.

10

12. Menempatkan polarizer (memotong pada tiap sisi penahan komponen

tunggal) antara laser dan beam splitter.

13. Mulai dari polarizer pada sudut yang tepat/benar satu sama lain

kemudian merotasikan salah satu hingga bayangan dalam mikroskop

dengan nyaman dapat dilihat cukup jelas.

14. Memotong cross-hairs ke mikroskop dan memfokuskan ke dalam lensa

mata pada mikroskop dan melepaskan kunci sekrup dan kaca mikroskop.

Jika melihat perubahan, memvariasikan kemiringan dari sorotan

beberapa derajat mikroskop sampai terjadi perubahan.

Hal Penting :

Ada beberapa perubahan yang terjadi. Kita akan

melihat beberapa perubahan yang tidak ada

hubungannya dengan hasil yang kita sorotkan ke alat

tadi. Misalnya : pemantulan dari sorotan L1, kita akan

yakin dengan penelitian kita, akan terjadi perubahan

itu. Oleh sebab itu dalam penelitian menyiapkan kertas

diantara Rm dan Fm selama melihat perubahan dalam

mikroskop. Jika perubahan tidak hilang itu perubahan

yang tidak benar.

Mungkin ada juga gangguan pada pinggiran yang tampak pada

mikroskop. Gangguan itu disebabkan oleh kesulitan yang dilakukan

selama perubahan didapatkan. Bagaimanapun pinggiran itu ada

hubungannya dengan perubahan, tetapi sewaktu-waktu dapat

menghilangkan perubahan.

Jika masih tidak menemukan perubahan cobalah mengatur posisi

longitudinal dari sorotan jika kita tidak aktif, cek kembali pengaturan

alat mulai langkah pertama (langkah 1).

Ketika menemukan perubahan, fokuskan dengan jelas dan tepat

perubahan itu, hindarkan kaca mikroskop dari piap lebih dari puncak

pipa. Jika dibutuhkan mengatur longitudinal sorotan di sekitar

penglihatan mata kita perubahan akan terlihat.

11

Jika masih menemukan perubahan, lepaskan sekrup yang

mempekerjakan mikroskop. Untuk menunjukkan percobaan diatas,

cobalah pindahkan mikroskop dengan selembar tisu ke tingkat sorotan

yang paling atas. Mengatur sorotan di tengah-tengah maka perubahan

akan terjadi.

Hal-hal Yang Harus Diperhatikan

1. Mengadakan Pengukuran

Kecepatan dari pengukuran adalah membuat putaran cermin dengan

kecepatan tertentu dengan menggunakan mikroskop dan mikrometer

untuk mengukur pembelokan secara bersamaan dari perubahan

sorotan dengan putaran cermin dalam arah yang pertama, kemudian

arah yang berlawanan dan akibat salah pengukuran adalah

mengurangi seperempat.

2. Catatan Ketelitian

Menempatkan pengaturan penglihatan dan berhati-hati dalam

mengukur. Mengkhususkan pengukuran dengan menggunakan

peralatan di antara itu faktor utama ketelitian jarak antara kesulitan

putaran dan cermin. Disebutkan dalam pensejajaran terbaik jarak Rm

dan Fm dalah ketelitian 1% yang dihasilkan jika penempatan

bermasalah. Jarak antara cermin dan Fm paling minimal adalah 2 m

dan ketelitian yang optimal serta perubahan sekitar 12,5 meter.

Perubahan fokus tidak signifikan selama jarak antara cermin sekitar

15 meter.

3. Pemeliharaan Alat

Alat yang paling utama harus dalam keadaan bersih adalah:

a. Cover dilindungi dari putaran cermin dan tidak pernah

dipindahkan dari pembersihan. Selama dibersihkan motor, jangan

dihidupkan.

b. Semua cermin dan lensa dibersihkan dengan tissu. Jangan

menggunakan bahan campuran pembersih yang berisi amonia,

karena akan membunuh permukaan aluminium.

12

4. Peringatan

a. Sebelum menghidupkan motor, kita harus mengetahui kunci

sekrup untuk melepaskan pelengkap kaca maka putaran bebas

dari tangan.

b. Berapapun kecepatan dari motor, adalah kecepatan LED merah

di depan papan dari kontrol motor. Box/kotak akan menyala

kecepatan akan stabil, lampu akan menyala jika tidak dihidupkan

motor. Cek kunci sekrup dari Rm dengan melepas sepenuhnya.

c. Jangan pernah menghidupkan motor dengan max rev/sec

(melewati 300 rev.sec). tekan tombol pada tombol Rm untuk

lebih dari 1 menit.

d. Dengan perlengkapan lampu dan sorotan perubahan dari

ketajaman fokus, memperhatikan tombol dari putaran cermin

dengan kekuatan cw. Menghidupkan motor dan membiarkan

motor hangat selama 300 revolusi. Kemudian melambatkan

kecepatan putaran rotasi dan mengingat bagaimana menyoroti

perkembangan pembelokan.

e. Menggunakan aturan knob untuk membawa kecepatan putaran.

Sekitar 1000 revolusi kemudian menekan max rev/sec dan

dipegang. Ketika kecepatan rotasi stabil, memutar mikrometer ke

dalam cahaya mikroskop sampai ke tengah-tengah sorotan.

Memasukkan kecepatan dari putaran cermin dan menghidupkan

motor, dan mencatat pada mikrometer.

Catatan :

Mikrometer adalah penyelesaian dalam tambahan

sekitar 0,01 mm.

f. Kemudian dari putaran cermin disebabkan oleh perubahan dari

petunjuk dalam kekuatan ccw. Menggerakkan kembali putaran

motor dengan kecepatan 1000 rev/sec. Kemudian tekan tombol

max rev/sec. Menekan tombol dan menyetel kembali mikroskop

13

cross-hair dengan kecepatan sorotan. Mencatat putaran cermin,

menghidupkan motor dan merekam bacaan mikrometer baru.

H. Hasil Data dan Percobaan

L1 = 93 cm = 0,93 m

L2 = 62 cm = 0,62 m

Fokus L1 = 48 mm = 0,048 m

Fokus L2 = 252 mm = 0,252 m

Rm = 17 cm = 0,17 m

Rm cw = 357 rev/sec

Rm ccw = 281 rev/sec

S’cw = 6 mm = 0,006 m

S’ccw = 4,95 mm = 0,00495 m

D = 13,45 m

I. Analisis Dan Pengolahan Data

1. Analisis Data

Jika memperhatikan poin yang ke 6 pada prosedur jika diuraikan menjadi

persamaan yang lebih sederhana, maka kecepatan cahaya dalam ruang hampa

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

c =

Dimana :

A = L1 + L2 – Fokus L1

B = L2 – Rm

D = Jarak Rm ke Fm.

Catatan.

Semua satuan disalin ke meter

Menggunakan persamaan ini untuk menghitung nilai c (kecepatan cahaya)

selama masih mengikuti prosedur atau diagram yang ada.

14

2. Pengolahan Data

A = L1 + L2 - Fokus L1

= 0,93 + 0,62 – 0,048

= 1,592 – 0,048

= 1.502 m

B = L2 - Rm

= 0,62 – 0,17

= 0,45 m

D = 13,45 m

c =

=

=

=

= 298366950,7 m/s

= 2,983669507 x 108

m/s

J. Perbandingan (persen beda) antara ceksperimen dengan cteori

% Beda = x 100%

= x 100%

= 0,47%

K. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka diperoleh perbedaan antara

nilai kecepatan cahaya secara teori dengan nilai kecepatan cahaya berdasarkan

hasil eksperimen sebesar 0,47 %. Dimana nilai dari kecepatan cahaya secara

teori adalah 2,997792458 x 108, sedangkan nilai kecepatan cahaya berdasarkan

hasil eksperimen adalah 2,983669507 x 108. Perbedaan ini disebabkan oleh

15

beberapa faktor seperti ruangan yang kurang memadai untuk pengambilan data

(ruangan bukan hampa udara), banyaknya gangguan yang tidak diinginkan,

seperti adanya ketidakstabilan listrik (Voltage) ketika proses pengambilan data

sedang berlangsung yang menyebabkan sumber cahaya yang digunakan (laser)

berkedip-kedip serta banyaknya orang yang lalu lalang dijalur lintasan laser

ketika proses pengambilan data dilakukan, dimana kesemua faktor tersebut

sangat mempengaruhi keakuratan/ketepatan data.

L. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data hasil eksperimen, maka di dapat nilai

untuk kecepatan cahaya berdasarkan eksperimen adalah 2,983669507 x 108

m/s,

nilai ini belum sepenuhnya mendekati nilai kecepatan cahaya secara teori yang

besarnya adalah 2,997792458 x 108 m/s. Jika dilihat presentasi perbandingan

antara nilai kecepatan cahaya secara teori dengan nilai kecepatan cahaya

berdasarkan hasil eksperimen maka diperoleh perbandingan sebesar 0,47%.

M. Kemungkinan Kesalahan

1. Kurangnya keterampilan praktikan dalam mensejajarkan tinggi antara

bangku optik dengan bangku pada laser.

2. Kurang stabilnya tegangan listrik (voltage) ketika dalam proses

pengambilan data.

3. Kurang tepatnya praktikan dalam memantulkan cahaya dari Fm ke Rm

untuk mengembalikannya lagi kesumber cahaya (Laser).

N. Daftar Pustaka

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi.

Krane, Kenneth. 2008. Fisika Modern. Jakarta: Universitas Indonesia.

Siregar,Rustam E. 2010. Teori dan Aplikasi Fisika Kuantum. Bandung:

Widya Pajajaran.

http://erabaru.net/iptek/83-teka-teki/2220-kecepatan-cahaya-sedang-

berubah(diakses pada tanggal 17 Desember 2012 pukul 10.14 WITA)

16

http://id.wikipedia.org/wiki/Laju_cahaya(diakses pada tanggal 17

Desember 2012 pukul 10.19 WITA)

TOPIK II

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

HUBUNGAN ENERGY PANJANG GELOMBANG

DAN FREKUENSI

D

ISUSUN OLEH :

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

17

A. Topik :

HUBUNGAN ANTARA ENERGI PANJANG GELOMBANG DAN

FREKUENSI

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perbedaan besarnya potensial henti masing-masing orde?

2. Bagaimana menentukan besarnya frekuensi dan energy dari tiap spektrum?

3. Bagaimana menentukan tetapan Planck dari grafik hubungan antara

frekuensi dengan energi?

C. Tujuan

1. Menentukan besarnya potensial henti untuk masing-masing warna dan tiap

orde.

2. Menentukan besarnya frekuensi dan energy dari tiap spektrum.

3. Menentukan panjang gelombang dan frekuensi dari setiap garis spektrum.

4. Menentukan tetapan Planck dari grafik hubungan antara frekuensi dan

energi.

D. Landasan Teori

Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan dengan baik berbagai

gejala tentang cahaya dan penjalarannya. Namun teori ini tidak mampu atau

cocok menerangkan beberapa gejala. Salah satu gejala yang tidak bisa dijelaskan

yaitu efek fotolistrik.

(http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html)

Hubungan antara energi foto elektron maksimum Kmaks terhadap frekuensi v

dari cahaya mengandung tetapan pembanding yang dinyatakan dalam bentuk :

Kmaks = h(v - v0) = hv - hv0, atau

hv = Kmaks + hv0

dengan : hv = isi energi dari masing-msing kuantum cahaya datang

Kmaks = energi foton maksimum

(Beiser.1992:17)

18

Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai

radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari.

Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi

elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan

sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun

spektroskopi emisi.

Diagram berikut menunjukkan gambaran spektrum sinar tampak

(http://www.mmfaozi.com/energi-dan-gelombang/)

Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan dengan baik berbagai

gejala tentang cahaya dan penjalarannya. Namun teori ini tidak mampu atau

cocok menerangkan beberapa gejala. Salah satu gejala yang tidak bisa dijelaskan

yaitu Efek Fotolistrik.(Krane. 2008:104)

Gelombang elektromagnetik ditemukan oleh Heinrich Hertz. Gelombang

elektromagnetik termasuk gelombang transversal. Setiap muatan listrik yang

memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik. Waktu kawat (atau

panghantar seperti antena) menghantarkan arus bolak-balik, radiasi

elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama dengan arus listrik.

Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat bersifat seperti

gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang, dicirikan oleh kecepatan

(kecepatan cahaya), panjang gelombang, dan frekuensi. Kalau dipertimbangkan

sebagai partikel, mereka diketahui sebagai foton, dan masing-masing

mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan oleh

hubungan Planck E = hν, di mana E adalah energi foton, h ialah konstanta

Planck (6.626 × 10−34

J·s) dan ν adalah frekuensi gelombang.

(Kusminarto..2011:42)

19

E. Alat dan Material

1. H/e Apparatus

2. Hg Light Sources

3. Coupart Base

4. Filter Cahaya

5. Light Block

6. Coupling Bar

7. Light Aperature

8. Focal Length Lensa

9. Voltmeter/Multimeter Digital

F. Variabel-Variabel

1. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

a. Spektrum warna, yaitu merupakan warna-warna yang muncul pada

garis spektrum setelah lampu mercury dinyalakan dan menembus foto

dioda yang terdiri atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila

dan ungu.

b. Panjang gelombang dari masing-masing warna, yang disimbolkan

dengan λ, dimana masing-masing warna telah memiliki nilai dan

mempunyai satuan meter. Yaitu jarak yang ditempuh rambatan

gelombang selama satu periode (T).

2. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel bebas pada percobaan ini yaitu:

a. Potensial henti dari masing-masing spektum warna, yang diukur

dengan menggunakan alat ukur berupa multimeter digital yang

dihubungkan dengan h/e aparatus. Potensial henti ini disimbolkan

dengan V dan memiliki satuan volt.

20

b. Frekuensi gelombang, yang nilainya diperoleh dengan menggunakan

persamaan matematis v = c/λ dimana c merupakan cepat rambat

cahaya = 3.108 m/s dan merupakan panjang gelombang dari masing-

masing warna

c. Fungsi cahaya, yang nilainya diperoleh dengan menggunakan

persamaan E = h.v dimana nilai v sudah didapat sebelumnya.

Sedangkan nilai h adalah tetapan Planck yang besarnya 6.626 x 10-34

Js.

G. Prosedur Kerja

1. Penyusunan Alat

Mengarahkan pusat cahaya dari mercury vapor light source ke celah

yang memantulkan cahaya putih pada penutup alat.

Memiringkan light source ke luar dan arah focus jalur kemiringan foto

diode putih di sebelah alat.

Melihat gambar pusat lubang/celah diatas lubang dalam kemiringan

dengan bantuan mikroskop foto dioda lensa yang dipasang pada

sekrup.

Sistem perputaran alat h/e apparatus menghasilkan cahaya sama bila

cahaya lampu mercury jatuh diatas celah dalam kemiringan foto dioda

dengan saling melengkapi warna dari pita spektral yang lain. Hasil

cahaya perisai pada posisi tertutup.

Memeriksa muatan kutub pada petunjuk-petunjuk dari voltmeter

digital dan menghubungkan ke output pada muatan yang sama diatas

pada h/e.

2. Cara kerja

Melihat 5 (lima) warna dalam dua orde pada spektrum cahaya

mercury.

Mengatur h/e dengan hati-hati, hingga hanya 1 warna dan petunjuk

pertama (petunjuk paling terang) jatuh diatas jendela pada kemiringan

foto dioda.

21

Mengukur potensial henti untuk setiap warna dalam orde dengan

multimeter digital dan mencatat pengukurannya pada tabel data.

Menggunakan filter kuning dan hijau pada saat mengukur garis

spectral yang kuning dan hijau.

Memindahkan orde kedua dengan mengulang proses diatas mencatat

hasil yang didapat pada tabel data.

Warna

Petunjuk

Pertama

Panjang

Gelombang

(nm)

Frekuensi

(x 1014

Hz)

Ptensial Henti

(Volt)

Kuning

Hijau

Biru

Ungu

5790

5461

4359

4047

Warna

Petunjuk

kedua

Panjang

Gelombang

(nm)

Frekuensi

(x 1014

Hz)

Ptensial Henti

(Volt)

Kuning

Hijau

Biru

Ungu

5790

5461

4359

4047

H. Tabel Hasil Pengamatan

No Warna Potensial Henti (Volt)

Orde I Orde II

1 Kuning 0,49 0,52

2 Hijau 0,53 0,57

3 Biru 0,44 0,60

4 Ungu 0,79 0,69

22

I. Pengolahan Data

Menghitung Potensial Henti (V)

1. Orde I

a. Warna Kuning

V = 0,65 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,65 Volt

= 0,00325 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 6,500 ± 0,032) 10-1

V

b. Warna Hijau

V = 0,77 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,77 Volt

= 0,00385 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 7,700 ± 0,038) 10-1

V

c. Warna Biru

V = 0,85 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,85 Volt

= 0,00425 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 8,500 ± 0,042) 10-1

V

d. Warna Ungu

V = 0,93 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,93 Volt

= 0,00465 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 9,300 ± 0,046) 10-1

V

2. Orde II

a. Warna Kuning

V = 0,52 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,52 Volt

= 0,0026 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 5,200 ± 0,026) 10-1

V

b. Warna Hijau

V = 0,57 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,57 Volt

= 0,00285 Volt

23

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 5,700 ± 0,028) 10-1

V

c. Warna Biru

V = 0,6 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,6 Volt

= 0,003 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 6,000 ± 0,030) 10-1

V

d. Warna Ungu

V = 0,69 Volt

∆V = Akurasi voltmeter x V

= 0,005 x 0,69 Volt

= 0,00345 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = ( 6,900 ± 0,034) 10-1

V

Menghitung Frekuensi (Hz)

a. Warna Kuning

λ = 5790 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f =

=

= 5,18134715 x 1013

Hz

b. Warna Hijau

λ = 5461 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f =

=

= 5,493499359 x 1013

Hz

c. Warna Biru

λ = 4359 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f =

=

= 6,88231246 x 1013

Hz

d. Warna Ungu

λ = 4047 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f =

=

= 7,41289844 x 1013

Hz

Menghitung Energi (J)

a. Warna Kuning

E =

24

= 6,626 x 10-34

Js x 5,18134715 x

1013

= 34,332 x 10-21

J

b. Warna Hijau

E =

= 6,626 x 10-34

Js x 5,493499359 x

1013

= 36,399 x 10-21

J

c. Warna Biru

E =

= 6,626 x 10-34

Js x 6,88231246 x

1013

= 45,602 x 10-21

J

d. Warna Ungu

E =

= 6,626 x 10-34

Js x 7,41289844 x

1013

= 49,118 x 10-21

J

Tabel hasil pengamatan

No Warna

Potensial Henti (10-1

) Volt Frekuensi

(1013

) Hz

Energi

10-21

) Joule Orde I Orde II

1 Kuning ( 6,500 ± 0,032) (5,200 ± 0,026) 5,18134715 34,332

2 Hijau ( 7,700 ± 0,038) (5,700 ± 0,028) 5,493499359 36,399

3 Biru ( 8,500 ± 0,042) (6,000 ± 0,030) 6,88231246 45,602

4 Ungu ( 9,300 ± 0,046) (6,900 ± 0,034) 7,41289844 49,118

25

Grafik Untuk Orde I

Grafik untuk Orde II

J. Interpretasi Grafik

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, warna ungu mempunyai

potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan dengan

warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang paling kecil. Hal

26

ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus (linier) dengan potensial

henti dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.

K. Kesimpulan

1. Setiap warna spektrum memiliki frekuensi yang berbeda.

2. Setiap frekuensi yang berbeda akan menghasilkan potensial henti yang

berbeda pula, sehingga pada setiap warna, besar potensial henti yang

dihasilkan selalu berbeda.

3. Berdasarkan percobaan yang dilakukan ternyata warna ungu mempunyai

potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan

dengan warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang

paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus

(linier) dengan potensial henti dan berbanding terbalik dengan panjang

gelombangnya.

4. Cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan memiliki frekuensi yang

berbeda.

5. Energi total dari masing-masing spektrum warna berbanding lurus (linier)

dengan frekuensi dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.

L. Kemungkinan Kesalahan

1. Penyusunan alat yang dilakukan oleh praktikan kurang tepat sehingga

mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh.

2. Tidak terfokusnya secara sempurna sinar spektrum yang diterima oleh

dioda.

3. Ketidaktelitian praktikan dalam pengukuran sehingga mempengaruhi

keakuratan data.

4. Kurang stabilnya tegangan listrik (voltage) ketika proses pengambilan data

dilakukan.

27

M. Daftar Pustaka

Beiser, Arthur. 1992. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat (Alih Bahasa

Dr. The Houw Liong), Jakarta: Erlangga

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta:Andi.

Krane, Kenneth. 2008.Fisika Modern. Jakarta: Universitas Indonesia.

http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html (di akses pada tanggal 13 desember 2012

pukul 14.30 WITA)

http://www.mmfaozi.com/energi-dan-gelomban/(diakses pada tanggal 13

Desember 2012 pukul 14.44 WITA )

TOPIK III

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

PERBANDINGAN MODEL GELOMBANG CAHAYA

DAN KUANTUM

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmariski Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

28

A. Topik :

PERBANDINGAN MODEL GELOMBANG CAHAYA DENGAN

MODEL KUANTUM

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara % transmisi cahaya terhadap

potensial henti untuk masing-masing warna ?

2. Bagaimana pengaruh masing-masing warna terhadap potensial henti yang

dihasilkan ?

3. Apakah Emax dari fotoelektron merupakan fungsi dari frekuensi cahaya ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh dan hubungan antara % transmisi cahaya

terhadap potensial henti untuk masing-masing warna.

2. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing warna terhadap potensial

henti yang dihasilkan.

3. Untuk menyelidiki apakah Emax dari fotoelektron merupakan fungsi

frekuensi cahaya.

D. Landasan Teori

Pada dekade awal Abad 20, berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para

ilmuwan seperti Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnell (1788-

1827) berhasil membuktikan bahwa cahaya dapat melentur

(difraksi) dan berinterferensi.

Gejala alam yang khas merupakan sifat dasar gelombang bukan partikel.

Percobaan yang dilakukan oleh Jeans Leon Foulcoult (1819-1868)

menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya dalam air lebih rendah dibandingkan

kecepatannya di udara. Padahal Newton dengan teori emisi partikelnya

meramalkan kebalikannya. Selanjutnya Maxwell (1831-1874) mengemukakan

pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikkan dan

kemagnetan sehingga tergolong gelombang elektomagnetik. Sesuatu yang yang

29

berbeda dengan gelombang bunyi yang tergolong gelombang mekanik.

Gelombang elekromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium dan

kecepatan rambatnya pun amat tinggi bila dibandingkan dengan gelombang

bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat dengan kecepatan 300.000 km/s.

Kebenaran pendapat Maxwell tak terbantahkan ketika Hertz (1857-

1894) berhasil membuktikan secara eksperimental yang disusun dengan

penemuan-penemuan berbagai gelombang yang tergolong gelombang

elekromagnetik seperti sinar x, sinar gamma, gelombang mikro RADAR dan

sebagainya.

(http://fisika-sma.us/gelombang-cahaya)

Berdsarkan hasil-hasil eksperimen interferensi dan difraksi, teori tentang

cahaya sebagai gelombang telah mantap pada penghujung abad 19, terlebih lagi

karena keberhasilan teori elektromagnetik Maxwell. Namun Einstein pada 1905

menolak teori tersebut berdasarkan fonemena efek-fotolistrik dimana prmukaan

logam melepaskan electron jika disinari dengan cahaya berfrekwensi lebih atau

sama dengan W/h.

Menurut Einstein dalam fonemena tersebut,vahaya harus dipandang sebagai

kuanta yang disebut foton,yakni partikel cahaya dengan energy kuantum E=hv.

Dalam teori relativistic khususnya (1905), hubungan energy dan momentum suatu

pertikel diungkapkan sebagai berikut

Dimana p = momentum partikel, massa diam partikel bersangkutan .

(Kusminarto,2011:39-40).

Menurut teori Planck (1901) bahwa ragam getar gelombang

elektromagnetik dengan frekuensi tertentu tidak dapat memiliki energi

sembarang (besar energi berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo getaran),

melainkan nilai-nilai yang harus merupakan kelipatan bulat dari suatu nilai

30

kuantum energi sebesar Uv yang besarnya bergantung pada frekuensi ragam

getar dengan ketergantungan yang dapat ditentukan.

Planck telah berhasil menurunkan rumus yang dapat menerangkan radiasi

spektrum (yaitu kecerahan relatif dari berbagai panjang gelombang yang

terdapat) sebagai fungsi dari temperatur benda yang meradiasikannya kalau ia

menganggap bahwa radiasi yang dipancarkan terjadi tidak secara kontinu

(diskontinu), dipancarkan dalam satuan (kuanta) kecil, suatu anggapan yang

sangat asing dalam teori gelombang elektromagnetik. Dan didapatkan hubungan

antara kuanta yang berpautan dengan frekuensi tertentu v dari cahaya semuanya

harus berenergi sama dan bahwa energi ini E berbanding lurus dengan v.

Sehingga diperoleh persamaan:

E = hv

dimana :

Energi Kuantum = (Tetapan Planck) (Frekuensi).

h = 6.626 x 10-34

J.s ( yang disebut konstanta Planck).

(Krane,2008:13-14)

Cahaya merupakan salah satu energi yang dapat dilihat langsung oleh

manusia dan merupakan sumber energi dibumi, selain itu cahaya lebih sering

diinterprestasikan bergerak dalam bentuk gelombang, Cahaya memiliki kelajuan

terbesar sehingga dapat didefinisikan sebagai radiasi atau pancaran yang

dihasilkan dari partikel-partikel bermuatan listrik yang bergerak. Menurut teori

dari cahaya foton energi kinetik maksimum dari foto elektron hanya bergantung

pada frekuensi yang tidak bergantung intensitasnya, sehingga semakin tingga

frekuensi maka akan semakin besar pula energinya. Dengan kata laian makin

terang cahaya maka makin besar pula energinya. Foton adalah partikel energi

atau partikel cahaya, para ilmuan menggunakan konsep fiton ini untuk

menjelaskanbahwa cahaya, selain memiliki sifat gelombang, ternyata juga

memiliki sifat gelombang. Fiton selalu tertarik dengan frekuensi gelombang

elektromagnetik.

31

Efek fotolistrik merupakan bukti yang meyakinkan bahwa foton cxahaya

dapat mentransfer energi elektron. Efek fotolistrik adalah peristiwanyan

keluarnya elektron dari permuakaan logam lkarena cahaya jatuh ke atas

permuakan logam itu, atau suatu gejalah yang terjadi dalam daerah cahaya

tampak dan ultra ungu.fotoelektron yang dibebaskan dari permuakaan logam

karena pengaruh cahaya.

Menurut teoti planck (1901) menyatakan bahwa ragam getar gelombang

elektromagnetik dengan frekuensi tertentu tidak dapat memilikik energi

sembanrang (besar energi berbanding lurus dengan kuadrat ampitudo getaran)

melalui nilai-nila kelipatan bulat dari suati nilai kuantum. Energi sebesar UV

yang besarnya bergantung pada efek ragam gerat dengan ketergantungan yang

dapat ditentukan. Akibat terbalasnya energi nilai-nilai gelombang pada nilai = n

Uv yang mempunyai spektrum nilai yang disebut diskret, maka perpidahan

energi secara statistika dilakukan dengan perpindahan diskret meliputi spektrum

energi yang dihasilkan.

(http://sudarmonorasyid.blogspot.com/2011/04/laboratorium-i-

perbandingan-model.html)

Dalam eksperimennya Hertz, ia memperlihatkan bahwa laju pada celah

transmitter terjadi apabila cahaya ultra ungu diarahkan pada salah satu bola

logamnya. Ia tidak meneruskan eksperimennya tersebut, tetapi para ahli fisika

mencoba untuk meneruskan percobaan dari Hertz ini. Mereka menemukan

bahwa penyebabnya adalah elektron yang terpancar bila frekuensi cahaya cukup

tinggi. Gejala ini dikenal sebagai Efek fotolistrik.

Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan sangat baik banyak

sekali gejala, sehingga teori itu tentu mengandung kebenaran. Namun, teori yang

berdasar kokoh ini tidak cocok untuk menerangkan efek fotolistrik. Pada tahun

1905 Einstein menemukan bahwa paradoks yang timbul pada efek fotolistrik

dapat dimengerti hanya dengan memasukkan pengertian radikal yang pernah

diusulkan lima tahun sebelumnya oleh ahli fisika teoritis jerman Max

Planck.(Beiser,1992:26)

32

E. Alat dan Bahan

a. H/e apparatus

b. Hg light sources

c. Support base

d. Filter cahaya

e. Light Block

f. Coupling Bar

g. Light Aperature

h. Focal Length Lens

i. Multimeter Digital

j. Stopwatch

F. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

a. Intensitas cahaya adalah berkas cahaya dari Hg light sources yang

diteruskan oleh filter transmisi cahaya yang jatuh pada celah h/e

apparatus.

b. Spektrum warna yang terdiri atas warna kuning, hijau, biru dan ungu.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

variabel bebas. Adapun variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

a. Potensial henti dari masing-masing spektrum yang dapat dibaca pada

multimeter digital.

b. Frekuensi dari masing-masing spektrum

c. Energi yang dihasilkan dari masing-masing spektrum warna

33

c. Variable Kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

G. Prosedur Kerja

Bagian I

1. Mengatur H/e apparatus sehingga hanya dari satu warna spektral yang

jatuh pada lubang penutup dari fotodioda. Jika dipilih garis spektral sesuai

diatas white reflktive mask pada h/e apparatus.

2. Meletakkan variabel tranmittion filter didepan white reflktive mask

sehinnga cahaya melewati sepanjang bagian yang tertanda 100% dan

mencapai fotodioda. Mencatat tegangan DVM yang terbaca pada tabel

dibawah. Menekan tombol pemutus, melepaskannya dan mengamati kira-

kira berapa waktu yang dibutuhkan untuk kembali pada tegangan yang

tercatat.

3. Memindahkan variabel transmition filter sehingga bagian berikutnya tepat

berada di depan cahaya yang akan datang.

4. Mengulangi langkah 3 sampai diperoleh pengujian dari lima bagian pada

tiap-tiap penyaring.

5. Mengulangi prosedur dengan menggunakan warna kedua dari spektrum.

Warna % Transmisi Potensial henti Approx charger time

100 %

80 %

60 %

40 %

20 %

34

Bagian II

1. Melihat empat warna pada spektrum cahaya Merkuri. Mengatur H/e

Apparatus sehingga hanya satu warna kuning yang jatuh pada celah

penutup photodioda.

2. Mencatat tegangan dari DVM yang terbaca (potensial henti).

3. Mengulangi proses dari tiap warna pada spektrum. Memastikan untuk

menggunakan penyaring hijau saat mengukur spektrum hijau.

Warna cahaya Potensial henti (volt)

Kuning

Hijau

Biru

Ungu

H. Analisis Penyajian Data

Adapun analisis data pada eksperimen ini adalah

Bagian I

1. Mencari potensial henti dan kesalahan relatif dari tiap-tiap % transmisi

untuk setiap spektrum warna

2. Mencari hubungan antara potensial henti dengan % transmisi dengan

menggunakan grafik

3. Menginterpretasikan grafik yang diperoleh dari data hasil eksperimen.

Bagian II

1. Mencari nilai potensial henti pada setiap spektrum warna, kemudian

mencari energi total dari data tersebut.

2. Mencari hubungan antara potensial henti dengan frekuensi dengan

menggunakan grafik.

3. Menginterpretasikan grafik yang telah diperoleh.

35

I. Hasil Percobaan

Bagian I

Warna % Transmisi Potensial Henti (V) Waktu (s)

Kuning

100%

80%

60%

40%

0,65

0,62

0,58

0,53

2,24

1,91

1,67

1,55

Hijau

100%

80%

60%

40%

0,70

0,69

0,65

0,65

1,52

1,2

1,03

0,85

Biru

100%

80%

60%

40%

0,73

0,70

0,64

0,60

1,03

0,97

0,79

0,68

Ungu

100%

80%

60%

40%

0,96

0,94

0,89

0,84

0,95

0,91

0,81

0,78

Bagian II

Warna Cahaya Potensial Henti (V)

Kuning

Hijau

Biru

Ungu

0,55

0,57

0,58

0,93

J. Analisis dan Pengolahan Data

Bagian I

a. Untuk Warna Kuning

1. Transmisi 100%

V = 0,65 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,65 Volt

36

= 0,00325 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,500 ± 0,032) 10-1

V

2. Transmisi 80%

V = 0,62 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,62 Volt

= 0,0031 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,200 ± 0,031) 10-1

V

3. Transmisi 60%

V = 0,58 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,58 Volt

= 0,0029 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (5,800 ± 0,029) 10-1

V

4. Transmisi 40%

V = 0,53 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,53 Volt

= 0,00265 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (5,300 ± 0,026) 10-1

V

b. Warna Hijau

1. Transmisi 100%

V = 0,70 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,70 Volt

= 0,0035 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (7,000 ± 0,035) 10-1

V

2. Transmisi 80%

V = 0,69 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,69 Volt

= 0,00345 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,900 ± 0,034) 10-1

V

3. Transmisi 60%

37

V = 0,65 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,65 Volt

= 0,00325 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,5 00 ± 0,032) 10-1

V

4. Transmisi 40%

V = 0,65 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,65 Volt

= 0,00325 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,500 ± 0,032) 10-1

V

c. Warna Biru

1. Transmisi 100%

V = 0,73 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,73 Volt

= 0,00365 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (7,300 ± 0,036) 10-1

V

2. Transmisi 80%

V = 0,70 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,70 Volt

= 0,0035 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (7,000 ± 0,035) 10-1

V

3. Transmisi 60%

V = 0,64 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,64 Volt

= 0,0032 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,400 ± 0,032) 10-1

V

4. Transmisi 40%

V = 0,60 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,60 Volt

= 0,00325 Volt

KR = x 100%

38

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (6,000 ± 0,030) 10-1

V

d. Warna Ungu

1. Transmisi 100%

V = 0,96 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,96 Volt

= 0,0048 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (9,600 ± 0,048) 10-1

V

2. Transmisi 80%

V = 0,94 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,94 Volt

= 0,0047 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (9,400 ± 0,047) 10-1

V

3. Transmisi 60%

V = 0,89 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,89 Volt

= 0,00445 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (8,900 ± 0,044) 10-1

V

4. Transmisi 40%

V = 0,84 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,84 Volt

= 0,0042 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (8,400 ± 0,042) 10-1

V

Bagian II

Menghitung Potensial Henti

Untuk Masing-Masing

Spektrum Warna

a. Warna Kuning

V = 0,55 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,55 Volt

= 0,00275 Volt

KR = x 100%

39

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (5,500 ± 0,028) 10-1

V

b. Warna Hijau

V = 057 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,57 Volt

= 0,00285 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (5,700 ± 0,028) 10-1

V

c. Warna Biru

V = 0,58 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,58 Volt

= 0,0029 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (5,800 ± 0,029) 10-1

V

d. Warna Ungu

V = 0,93 Volt

∆V = Akurasi Voltmeter x V

= 0,005 x 0,93 Volt

= 0,00465 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V ± ∆V) = (9,300 ± 0,046) 10-1

V

Menghitung Frekuensi Untuk

Tiap Warna

a. Warna Kuning

λ = 5790 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

V =

=

= 5,18134715 x 1013

Hz

b. Warna Hijau

λ = 5461 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f =

=

= 5,493499359 x 1013

Hz

c. Warna Biru

λ = 4359 x 10-9

m

c = 3 x 108 m/s

f` =

=

= 6,88231246 x 1013

Hz

d. Warna Ungu

λ = 4047 x 10-9

m

40

c = 3 x 108 m/s

V =

=

= 7,41289844 x 1013

Hz

Tabel Hasil-hasil Pengamatan

Bagian I

%

Transmisi

Potensial Henti (10-1

) volt

Kuning Hijau Biru Ungu

100% (6,500 ± 0,032) (7,000 ± 0,035) (7,300 ± 0,036) (9,600 ± 0,048)

80% (6,200 ± 0,031) (6,900 ± 0,034) (7,000 ± 0,035) (9,400 ± 0,047)

60% (5,800 ± 0,029) (6,5 00 ± 0,032) (6,400 ± 0,032) (8,900 ± 0,044)

40% (5,300 ± 0,026) (6,500 ± 0,032) (6,000 ± 0,030) (8,400 ± 0,042)

Bagian II

Warna Potensial Henti (10-1

) volt Frekuensi (1013

) Hz

Kuning (5,500 ± 0,028) 5,18134715

Hijau (5,700 ± 0,028) 5,493499359

Biru (5,800 ± 0,029) 6,88231246

Ungu (9,300 ± 0,046) 7,41289844

41

Bagian I

Grafik Hubungan Antara % Transmisi Dengan Potensial Henti

a. Untuk Warna Kuning

b. Untuk Warna Hijau

42

c. Untuk Warna Biru

d. Untuk Warna Ungu

Interpretasi grafik

Dari keempat grafik yang didapatkan, ternyata % transmisi berbanding

lurus dengan besarnya potensial henti, semakin besar % transmisinya, maka

potensial hentinyapun semakin besar, begitu pula sebaliknya, semakin kecil %

transmisinya maka semakin kecil pula potensial hentinya.

43

Bagian II

K. Interpretasi Grafik

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, warna ungu mempunyai

potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan dengan

warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang paling kecil. Hal

ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus (linier) dengan potensial

henti dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.

L. Kesimpulan

1. Hubungan antara % transmisi dengan potensial henti selalu linear atau

berbanding lurus, dimana semakin besar nilai % transmisi maka nilai dari

potensial hentipun semakin bertambah besar. Atau dengan kata lain %

transmisi intensitas sewaktu menurun waktu potensial hentinya ikut

menurun tetapi untuk masing-masing warna berbeda-beda.

2. Setiap warna spektrum memiliki frekuensi yang berbeda.

3. Setiap frekuensi yang berbeda akan menghasilkan potensial henti yang

berbeda pula, sehingga pada setiap warna, besar potensial henti yang

dihasilkan selalu berbeda.

4. Berdasarkan percobaan yang dilakukan ternyata warna ungu mempunyai

potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan

dengan warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang

44

paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus

(linier) dengan potensial henti dan berbanding terbalik dengan panjang

gelombangnya.

5. Cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan memiliki frekuensi yang

berbeda.

6. Energi total dari setiap warna berbanding lurus dengan frekuensi.

7. Untuk model gelombang cahaya klasik, prediksi maksimum bergantung

pada intensitas cahaya. Energi maksimum semua untuk warna kuning,

hijau, biru dan ungu. Dan fotoelektron sebagai fungsi umtuk intensitas

akan berpengaruh yakni semakin terang cahayanya maka semakin besar

pula energinya.

8. Jika potensial henti untuk semua warna telah dilakukan dalam percobaan

akan selalu mengalami perumusan tegangan, maka hal itu sering dengan

penurunan % transmisi intensitas.

M. Kemungkinan Kesalahan

1. Adanya kerusakan pada alat yang digunakan sehinnga mempengaruhi

proses pengambilan data.

2. Penyusunan alat yang digunakan tidak tepat sehingga mempengaruhi

keakuratan data yang diperoleh.

3. Ketidaktelitian dalam pengukuran sehingga mempengaruhi keakuratan

data.

N. Daftar Pustaka

Beiser, Arthur, 1992, Konsep Fisika Modern, Erlangga

Krane, Kenneth. 1992. Konsep Fisika Modern. Universitas Indonesia.

Resnic, Halliday. 1984. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga

http://sudarmonorasyid.blogspot.com/2011/04/laboratorium-i-perbandingan-

model.html (diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pada pukul

13.21 WITA)

http://fisika-sma.us/gelombang-cahaya (diakses pada tanggal 17 Desember

2012 pukul 14.38 WITA)

TOPIK IV

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

PENGANTAR RADIASI TERMAL

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

44

A. Topik :

PENGHANTAR RADIASI THERMAL

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah besar dari radiasi thermal yang diserap oleh sensor radiasi

dengan permukaan yang berbeda-beda?

2. Bagaimanakah pengaruh permukaan kubus terhadap pancaran radiasi?

3. Bagamanakah penyerapan dan penyebaran radiasi thermal?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh permukaan kubus terhadap pancaran radiasi.

2. Mengetahui besar pancaran radiasi yang diterima atau diserap oleh sensor

radiasi terhadap permukaan kubus yang berbeda.

3. Menyelidiki penyerapan dan penyebaran radiasi thermal.

D. Landasan Teori

Radiasi atau sinaran merupakan perpindahan kalor melalui

fenomenagelombang elektromagnetik yang digunakan untuk berbagai proses.

Radiasitermal didefinisikan sebagai bagian spectrum yang mempunyai

panjanggelombang antara 1 x 10-7

m dan 1 x 10

-4 m.

”Atau sering kita dengar

sebagai energy yang dipancarkan oleh sebuah benda atau permukaan karena

temperature yang dimilikinya. Radiasi termal ini akan dipancarkan oleh benda

panas dalam bantuk gelombang elektromagnetik Benda-benda yang mudah

menyerap panas maka juga mudah memancarkan panas.

(http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL)

Penelitian tentang radiasi thermal dimulai pada tahun 1895 oleh

kirchoffyang memperlihatkan bahwa untuk frekuensi atau panjang gelombang

tertentu, perbandingan antara daya pancar sebuah benda (E) yang didefinisikan

sebagai banyaknya energi yang dipancarkan pada definisi sebagai bagian dari

radiasi yang datang yang dapat diserap adalah sama untuk semua benda. Pada

45

dasarnya radiasi yang dipancarkan atau dilepaskan oleh suatu benda yang panas,

baik yang berupa sinar maupun panas adalah gelombang elektromagnetik.

(Haliday,1996: 105)

Tidak ada radiasi yang terpantul memancar keluar lubang karena lubang

yang sangat kecil. Jadi rongga ini berkelakuan sebagai benda hitam karena dapat

menyerap seluruh radiasi yang diterimanya. Demikian pula jika rongga ini

memancarkan radiasi, tak ada radiasi yang kembali ke rongga, sehingga seluruh

energinya dipancarkan. Energi radiasi setiap detik per satuan luas disebut

sebagai Intensitas Radiasi dan diberi lambang I. Intensitas radiasi yang

dipancarkan oleh benda hitam menurut Hukum Stefan-Boltzmann bergantung

pada temperatur, dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

Emisivitas adalah rasio energi yang diradiasikan oleh material tertentu

dengan energi yang dirasikan oleh benda hitam (black body) pada temperatur

yang sama. Ini adalah ukuran dari kemampuan suatu benda untuk meradiasikan

energi yang diserapnya. Benda hitam sempurna memiliki emisivitas sama

dengan 1 (e=1) sementara objek sesungguhnya memiliki emisivitas kurang dari

satu. Emisivitas adalah satuan yang tidak berdimensi Pada umumnya, semakin

kasar dan hitam benda tersebut, emisivitas meningkat mendekati 1.

(http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzmann/)

Pada dasarnya setiap benda di alam ini memancarkan radiasi gelombang

elektromagnetik. Radiasi merupakan tenaga yang kontinu dari permukaan semua

benda, tenaga ini disebut tenaga pancaran dan berwujud gelombang

elektromagnetik yang sifatnya identik dengan gelombang cahaya. Pada

hakekatnya radiasi yang dilepaskan oleh suatu benda yang panas baik berupa

sinar maupun berupa panas adalah gelombang elegtromagnetik. Bila kubus yang

dipanaskan ketika didinginkan memancarkan radiasi berisi gelombang-

gelombang elektromagnetik yang terpantul diantara dinding kubus tersebut.

Pada hakekatnya benda panas yang suhunya lebih besar dari nol Kelvin akan

memancarkan radiasi kalor, karena radiasi kalor yang dipancarkan itu

46

bergantung pada suhu suatu benda, makin tinggi panasnya suatu benda

(suhunya) maka makin besar pula energi radiasi yang dipancarkan. Pada suhu

ruangan radiasi termal ini paling banyak terdapat pada daerah spektrum

imframerah (λmaks ≡ 10 λm), pada daerah mata kita tidak lagi pekat, bila benda

tersebut kita panaskan maka akan memancarkan cahaya tampak.

(Zemansky, 1985:98)

Kerapatan energi total berbanding lurus dengan pangkat empat dari

temperatur mutlak dari dinding rongga. Maka yang kita mengharapkan energi E

yang diradiasi tiap detik persatuan berbanding lurus dengan T4. transmisi

merupakan penerusan dan pengiriman gelombang elektromagnetik melalui suatu

medium, sedangkan alat yang berfungsi sebagai pengirim gelombang

elekteromagnetik itu disebut transmiter.

(Kusminarto,2011:26)

E. ALAT-ALAT

1. Sensor radiasi

2. Kubus radiasi termal

3. Multimeter digital (Voltmeter)

4. Multimeter digital (Ohmmeter)

5. Jendela gelas

6. Kaca

7. Kertas.

F. Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya atau

nilainya selalu diubah-ubah. Adapun variabel bebas pada percobaan ini

adalah:

47

a. Permukaan kubus radiasi yang terdiri dari empat permukaan yang

berbeda yaitu warna hitam, aluminium pekat, Aluminium mengkilap,

dan permukaan yang berwarna putih.

b. Power setting, dimana dalam percobaan ini nilai power setting

divariasikan dari 5.0; 6.5; 8.0 dan 10.0.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas atau nilainya tergantung dari variabel bebas. Adapun

variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

a. Thermal Resistivitas (hambatan panas, yaitu hambatan suatu kubus

zat dengan sisi-sisi sebesar satu satuan panjang. Dimana resistivitas

kubus ini diperoleh dengan adanya perubahan nilai power setting, yang

besarnya diukur dengan menggunakan alat ukur berupa multimeter

digital (Ohm meter). Nilai thermal resistivitas ini mempunyai satuan

ohm (Ω).

b. Temperatur (T), yaitu ukuran derajat panas suatu benda atau ukuran

keadaan benda yang menentukan kecepatan benda tersebut dalam

menerima atau melepaskan kalor terhadap sekelilingnya yang

keadaannya berbeda dengan benda tersebut. Dimana dalam percobaan

ini temperatur kubus diperoleh dengan menyamakan nilai hambatan

yang terbaca pada tabel yang berada pada badan kubus radiasi dan

mempunyai satuan 0C.

c. Energi radiasi termal yang disimbolkan dengan E yaitu pemancaran

atau perambatan energi oleh suatu bahan atau materi dalam bentuk

gelombang elektromanetik yang besarnya diperoleh melalui persamaan

E = σT4 dan mempunyai satuan watt/m

2.

d. Tegangan sensor radiasi, yang nilainya diperoleh dengan

menggunakan multimeter digital (Voltmeter) dan disimbolkan dengan

V dan mempunyai satuan mV.

48

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

a. Jarak sensor radiasi yang diukur 5 sentimeter (5 cm) dari permukaan

dinding kubus radiasi dengan sensor radiasi.

G. Prosedur Kerja

Bagian I: Kecepatan Radiasi dari Permukaan yang Berbeda.

1. Menghubungkan Ohmmeter dengan kubus radiasi dan Millivoltmeter

dengan sensor radiasi thermal seperti pada gambar berikut:

Gambar: Susunan Peralatan

2. Menghidupkan kubus radiasi termal dan memutar tombol pada posisi

high. Memperhatikan pembacaan pada Ohm meter, ketika diperoleh

nilai dibawah atau sekitar 40 kΩ kemudian mengembalikan tombol

power pada 5,0 (jika kubus memanas, menetapkan tombol power pada

5,0).

3. Ketika kubus mencapai kestimbangan termal, membaca nilai yang

terbaca pada Ohmmeter dan milivotmeter dan mencatat dalam tabel.

4. Memutar tombol pengatur daya, pertama 6,5 kemudian menunggu

kubus menjadi setimbang termal kemudian membaca nilai

milivoltmeter dan ohmmeter dalam tabel.

5. Mengulangi langkah keempat untuk posisi 8,0 hingga high dan

mencatat hasilnya dalam tabel hasil pengamatan.

49

Bagian II : Penyebaran dan penyerapan Radiasi Thermal

Menggunakan sensor radiasi untuk menguji jarak yang relatif dari

radiasi yang dipancarkan dari berbagai macam tempat disekitar ruangan.

1. Menempatkan sensor radiasi dengan jarak kira-kira 5 cm dari

permukaan kubus.

2. Menempatkan kaca jendela antara sensor radiasi dengan kubus radiasi

thermal dan melakukan eksperimen seperti pada bagian I dan mencatat

perolehan data dalam tabel.

3. Membuka penutup dari kubus radiasi termal dan mengulangi

pengukuran seperti langkah diatas kemudian mencatat perolehan data.

4. Mengulangi langkah diatas dengan menggunakan penghalang kertas

dan mencatat nilai yang diperoleh dalam tabel hasil pengamatan.

Catatan:

1. Ketika menggunakan sensor radiasi senantiasa menghindarkannya dari

benda-benda yang panas beberapa detik sebelum digunakan untuk

mendapatkan kepastian pengukuran.

2. Sebuah metode yang sangat tepat adalah dengan memanaskan kubus

dengan kekuatan penuh selama 45 menit kemudian menggunakan kipas

angin untuk mengurangi temperatur dengan cepat dengan bersamaan

menurunkan power input, memastikan bahwa ketimbangan termal

tercapai pada saat kipas angin dihentikan.

Tabel: Hasil Pengamatan

Power

setting

Therm. Res

(KΩ)

Temperatur

(0C)

Permukaan Pembacaan

Sensor (mV)

5.0

6.5

8.0

10.0

Putih

5.0 Hitam

50

6.5

8.0

10.0

5.0

6.5

8.0

10.0

Aluminium

Pekat

5.0

6.5

8.0

10.0

Aluminium

mengkilap

H. DATA HASIL PERCOBAAN

Bagian I: Kecepatan Radiasi dari Permukaan yang Berbeda.

a. Kubus Tertutup Tanpa Penghalang

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

5

6,5

8

10

8,9

7,2

6,7

5,1

30

32

34

35

Putih

10,8

12,4

14,0

16,1

5

6,5

8

10

6,2

5,6

5,2

4,4

30

31

36

39

Hitam

10,4

12,8

18,4

23,0

5

6,5

8

10

7,3

7,0

6,7

4,9

29

31

32

33

Aluminium

Pekat

11,4

12,1

13,7

19,6

51

5

6,5

8

10

8,4

7,4

6,7

5,4

29

33

34

36

Aluminium Putih

Mengkilap

9,9

11,5

12,8

17,8

b. Kubus Terbuka Tanpa Penghalang

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

5

6,5

8

10

22,5

20,3

19,1

17,5

33

36

37

39

Putih

9,1

9,6

10,1

11,3

5

6,5

8

10

21,8

20,2

19,7

19,1

44

45

47

49

Hitam

10,4

10,8

11,3

12,1

5

6,5

8

10

16,3

16

15,7

15,1

30

32

38

39

Aluminium

Pekat

9,5

10,6

11,8

12,3

5

6,5

8

10

16,1

15,8

15,4

15,1

33

37

38

39

Aluminium Putih

Mengkilap

7,4

8,1

8,8

11,5

Bagian II : Penyebaran dan Penyerapan Radiasi Thermal

a. Kubus Tertutup Penghalang Kaca

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

52

5

6,5

8

10

9,4

9,0

8,6

6,9

30

32

33

34

Putih

36,0

39,8

44,2

36,9

5

6,5

8

10

8,7

8,5

7,9

6,1

31

32

33

34

Hitam

36,7

39,5

49,5

52,2

5

6,5

8

10

9,2

8,7

8,3

7,1

30

31

33

34

Aluminium

Pekat

35,2

37,9

42,0

47,5

5

6,5

8

10

8,9

8,3

7,2

6,5

29

30

32

33

Aluminium Putih

Mengkilap

32,4

39,1

43,7

47,3

b. Kubus Terbuka Pernghalang Kaca

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

5

6,5

8

10

27,6

26,7

24,2

21,3

30

31

32

33

Putih

7,8

9,2

11,3

11,9

5

6,5

8

10

23,8

23,4

21,3

19,5

31

32

33

34

Hitam

3,5

7,3

9,7

11,2

53

5

6,5

8

10

33,5

32,7

30,2

27,9

30

31

32

33

Aluminium

Pekat

8,7

9,5

11,6

14,3

5

6,5

8

10

26,9

19,1

18,7

18,2

29

30

32

33

Aluminium Putih

Mengkilap

11,8

13,2

14,6

15,3

c. Kubus Tertutup Penghalang Kertas

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

5

6,5

8

10

23,8

21,6

20,9

17,0

31

33

36

40

Putih

7,5

11,5

13,0

10,7

5

6,5

8

10

21,2

18,7

17,6

15,2

29

40

41

43

Hitam

11,8

12,3

13,5

14,3

5

6,5

8

10

23,9

21,8

20,3

18,2

37

39

40

41

Aluminium

Pekat

7,3

8,1

10,7

13,5

5

6,5

8

10

24,2

15,2

14,8

13,7

30

33

34

35

Aluminium Putih

Mengkilap

7,8

9,2

10,7

12,3

54

d. Kubus Terbuka Penghalang Kertas

Power

Setting

Therms Res.

(kΩ)

Suhu

(ºC) Sisi/ Permukaan

Pembacaan

Sensor (mV)

5

6,5

8

10

41,2

24,0

22,8

21,1

33

34

35

37

Putih

7,5

14,3

15,7

18,6

5

6,5

8

10

38,2

36,9

35,3

33,7

35

36

37

39

Hitam

8,8

14,9

15,7

18,6

5

6,5

8

10

36,9

35,4

33,9

31,6

30

32

33

34

Aluminium

Pekat

11,9

13,3

16,9

19,4

5

6,5

8

10

34,9

33,8

32,2

31,4

31

32

33

34

Aluminium Putih

Mengkilap

9,3

9,7

12,6

14,8

55

I. PENGOLAHAN DATA

Menghitung Energi Radiasi (E)

Bagian I : Kecepatan Radiasi dari Permukaan yang Berbeda

Kubus Tertutup Tanpa Penghalang

Putih

2

2

2

2

90399,417

10370050801,7106703,5

293106703,5

106703,5

29320

109,8.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

68795,490

10653650625,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

102,7.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874001,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

107,6.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

56

2

2

2

2

28048,510

10999178496,8106703,5

308106703,5

106703,5

30835

101,5.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

94349,477

10428892481,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

102,6.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

106,5.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

933978,516

10116621361,9106703,5

309106703,5

106703,5

30936

104,4.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

57

2

2

2

2

309368,537

10475854,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

104,4.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

66517,471

103181696,8106703,5

302106703,5

106703,5

30229

103,7.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

284279,484

105407170,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

100,7.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

10653650625,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

107,6.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

58

2

2

2

2

154921,497

10767,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

109,4.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

66517,471

103181696,8106703,5

302106703,5

106703,5

30229

104,8.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

10767,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

104,7.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

107,6.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

59

2

2

2

2

939781,516

10116621361,9106703,5

309106703,5

106703,5

30936

104,5.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Kubus Terbuka Tanpa Penghalang

Putih

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

105,22.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

939781,516

10116621361,9106703,5

309106703,5

106703,5

30936

103,20.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

66411263,523

1023521,9106703,5

310106703,5

106703,5

31037

101,19.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

60

2

2

2

2

309368414,537

10475854336,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

105,17.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

589,572

10098039,10106703,5

317106703,5

106703,5

31744

108,21.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8484716,579

10226063,10106703,5

318106703,5

106703,5

31845

102,20.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

574049,594

1048576,10106703,5

320106703,5

106703,5

32047

107,19.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

61

2

2

2

2

57833535,609

107503718,10106703,5

322106703,5

106703,5

32249

101,19.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

94349,477

10428892,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

103,16.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

106536506,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

1016.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

453834,530

10354951841,9106703,5

311106703,5

106703,5

31138

107,15.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

62

2

2

2

2

309368414,537

10475854336,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

101,15.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

15492,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

101,16.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

6641126,523

1023521,9106703,5

310106703,5

106703,5

31037

108,15.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

453834,530

103549518,9106703,5

311106703,5

106703,5

31138

104,15.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

63

2

2

2

2

309368,537

10475854,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

101,15.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Bagian II : Penyebaran dan Penyerapan Radiasi Thermal

Kubus Tertutup Penghalang Kaca

Putih

2

2

2

2

94349,477

102889248,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

104,9.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

10653650,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

100,9.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

64

2

2

2

2

15492,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

106,8.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

109,6.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

107,8.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

10653650,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

105,8.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

65

2

2

2

2

15492,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

109,7.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

101,6.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

94349,477

10428892,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

102,9.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

107,8.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

66

2

2

2

2

1549212,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

103,8.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

101,7.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

6651717,471

103181696,8106703,5

302106703,5

106703,5

30229

109,8.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

94349,477

10428892,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

103,8.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

67

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

102,7.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

105,6.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Kubus Terbuka Penghalang Kaca

Putih

2

2

2

2

94349,477

10428892,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

106,27.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

107,26.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

68

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

102,24.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

103,21.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

108,23.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

104,23.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

69

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

103,21.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

105,19.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

94349,477

10428892,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

105,33.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

107,32.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

70

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

102,30.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

109,27.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

6651717,471

103181696,8106703,5

302106703,5

106703,5

30229

109,26.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

94349,477

10428892481,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

101,19.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

71

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

107,18.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

102,18.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Kubus Tertutup Penghalang Kertas

Putih

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

108,23.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

106,21.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

72

2

2

2

2

939781,516

10116621,9106703,5

309106703,5

106703,5

30936

109,20.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

66411263,522

1023521,9106703,5

310106703,5

106703,5

31040

100,17.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

6651717,471

103181696,,8106703,5

302106703,5

106703,5

30229

102,21.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

231139,544

105979249,9106703,5

313106703,5

106703,5

31340

107,18.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

73

2

2

2

2

219571,551

107211712,9106703,5

314106703,5

106703,5

31441

106,17.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

39812939,562

1097122,9106703,5

316106703,5

106703,5

31643

102,15.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

664112,523

102352,9106703,5

310106703,5

106703,5

31037

109,23.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

309368,537

10475854,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

108,21.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

74

2

2

2

2

231139,544

105979249,9106703,5

313106703,5

106703,5

31340

103,20.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

21957146,551

10721171216,9106703,5

314106703,5

106703,5

31441

102,18.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

94349,477

10428892481,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

102,24.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

102,15.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

75

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

108,14.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

280418,510

10999178496,8106703,5

308106703,5

106703,5

30835

104,13.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Kubus Terbuka Penghalang Kertas

Putih

2

2

2

2

154921,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

102,41.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

100,24.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

76

2

2

2

2

280418,510

1099917849,8106703,5

308106703,5

106703,5

30835

108,22.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

664112,523

1023521,9106703,5

310106703,5

106703,5

31037

101,21.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Hitam

2

2

2

2

280418,510

1099917849,8106703,5

308106703,5

106703,5

30835

102,38.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

939781,516

10116621361,9106703,5

309106703,5

106703,5

30936

109,36.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

77

2

2

2

2

664112,523

1023521,9106703,5

310106703,5

106703,5

31037

103,35.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

309368414,537

10475854336,9106703,5

312106703,5

106703,5

31239

107,33.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Pekat

2

2

2

2

94349,477

1042889248,8106703,5

303106703,5

106703,5

30330

109,36.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

104,35.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

78

2

2

2

2

15492,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

109,33.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

106,31.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

Aluminium Putih Mengkilap

2

2

2

2

284279,484

10540717,8106703,5

304106703,5

106703,5

30431

109,34.

0,5

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

8795,496

1065365,8106703,5

305106703,5

106703,5

30532

108,33.

5,6

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

79

2

2

2

2

15492,497

107677,8106703,5

306106703,5

106703,5

30633

102,32.

8

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

2

2

2

2

685604,503

10882874,8106703,5

307106703,5

106703,5

30734

104,31.

10

948

4484

48

3

mW

mW

mW

mW

K

KKTE

K

KCTemperatur

resTherms

SettingPower

J. DATA HASIL PERCOBAAN

Bagian I : Kecepatan Radiasi dari Permukaan yang Berbeda

a. Kubus Tertutup Tanpa Penghalang

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (ºK) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (10-3

)V

Energi Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

8,9

7,2

6,7

5,1

293

305

307

308

Putih

10,8

12,4

14,0

16,1

417,90399

490,68795

503,685604

510,28048

5

6,5

8

10

6,2

5,6

5,2

4,4

303

304

309

312

Hitam

10,4

12,8

18,4

23,0

477,94349

484,284279

516,993978

537,309368

80

5

6,5

8

10

7,3

7,0

6,7

4,9

302

304

305

306

Aluminium

Pekat

11,4

12,1

13,7

19,6

471,66517

484,284279

496,8795

497,15492

5

6,5

8

10

8,4

7,4

6,7

5,4

302

306

307

309

Aluminium

Putih

Mengkilap

9,9

11,5

12,8

17,8

471,66517

497,15492

503,685604

516,939781

b. Kubus Terbuka Tanpa Penghalang

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (K) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (10-3

)V

Energi Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

22,5

20,3

19,1

17,5

306

309

310

312

Putih

9,1

9,6

10,1

11,3

497,154921

516,939781

523,66411

537,309368

5

6,5

8

10

21,8

20,2

19,7

19,1

317

318

320

322

Hitam

10,4

10,8

11,3

12,1

572,589112

579,848471

594,574049

609,578335

5

6,5

8

10

16,3

16

15,7

15,1

303

305

311

312

Aluminium

Pekat

9,5

10,6

11,8

12,3

477,94349

496,8795

530,45383

537,309368

5

6,5

8

10

16,1

15,8

15,4

15,1

306

310

311

312

Aluminium

Putih

Mengkilap

7,4

8,1

8,8

11,5

497,154921

523,66411

530,453834

537,309368

81

Bagian II : Penyebaran dan Penyerapan Radiasi Thermal

a. Kubus Tertutup Penghalang Kaca

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (K) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (×10-3

)V

Energi Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

9,4

9,0

8,6

6,9

303

305

306

307

Putih

36,0

39,8

44,2

36,9

477,94349

496,8795

497,154921

503,685604

5

6,5

8

10

8,7

8,5

7,9

6,1

304

305

306

307

Hitam

36,7

39,5

49,5

52,2

484,284279

496,8795

497,15492

503,68560

5

6,5

8

10

9,2

8,7

8,3

7,1

303

304

306

307

Aluminium

Pekat

35,2

37,9

42,0

47,5

477,94349

484,284279

497,154921

503,68560

5

6,5

8

10

8,9

8,3

7,2

6,5

302

303

305

306

Aluminium

Putih

Mengkilap

32,4

39,1

43,7

47,3

471,66517

477,94349

496,8795

497,154921

b. Kubus Terbuka Penghalang Kaca

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (ºC) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (×10-3

)V

Energi Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

27,6

26,7

24,2

21,3

303

304

305

306

Putih

7,8

9,2

11,3

11,9

477,94349

484,284279

496,8795

497,154921

82

5

6,5

8

10

23,8

23,4

21,3

19,5

304

305

306

307

Hitam

3,5

7,3

9,7

11,2

484,284279

496,8795

497,154921

503,68560

5

6,5

8

10

33,5

32,7

30,2

27,9

303

304

305

306

Aluminium

Pekat

8,7

9,5

11,6

14,3

477,94349

484,284279

496,8795

497,154921

5

6,5

8

10

26,9

19,1

18,7

18,2

302

303

305

306

Aluminium

Putih

Mengkilap

11,8

13,2

14,6

15,3

471,66517

477,94349

496,8795

497,15492

c. Kubus Tertutup Penghalang Kertas

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (K) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (×10-

3)V

Energi Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

23,8

21,6

20,9

17,0

304

306

309

313

Putih

7,5

11,5

13,0

10,7

484,284279

497,154921

516,939781

522,66411

5

6,5

8

10

21,2

18,7

17,6

15,2

302

313

314

316

Hitam

11,8

12,3

13,5

14,3

471,66517

544,231139

551,219571

562,398129

5

6,5

8

10

23,9

21,8

20,3

18,2

310

312

313

314

Aluminium

Pekat

7,3

8,1

10,7

13,5

523,664112

537,309368

544,231139

551,219571

83

5

6,5

8

10

24,2

15,2

14,8

13,7

303

306

307

308

Aluminium

Putih

Mengkilap

7,8

9,2

10,7

12,3

477,94349

497,154921

503,68560

510,280418

d. Kubus Terbuka Penghalang Kertas

Power

Setting

Therms Res.

(×103)Ω

Suhu (K) Sisi/

Permukaan

Pembacaan

Sensor (×10-3

)V

Energi

Radiasi

(W/m2)

5

6,5

8

10

41,2

24,0

22,8

21,1

306

307

308

310

Putih

7,5

14,3

15,7

18,6

497,154921

503,685604

510,280418

523,664112

5

6,5

8

10

38,2

36,9

35,3

33,7

308

309

310

312

Hitam

8,8

14,9

15,7

18,6

510,280418

516,939781

523,664112

537,309368

5

6,5

8

10

36,9

35,4

33,9

31,6

303

305

306

307

Aluminium

Pekat

11,9

13,3

16,9

19,4

477,94349

496,8795

497,15492

503,68560

5

6,5

8

10

34,9

33,8

32,2

31,4

304

305

306

307

Aluminium

Putih

Mengkilap

9,3

9,7

12,6

14,8

484,284279

496,8795

497,15492

503,68560

K. Grafik Hubungan Antara Energi Radiasi terhadap Temperatur

Bagian I: Kecepatan Radiasi dari Permukaan yang Berbeda.

Kubus tertutup tanpa penghalang

84

Putih

Hitam

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

85

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

86

Kubus terbuka tanpa penghalang

Putih

Hitam

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

87

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

88

Kubus tertutup penghalang kaca

Putih

Hitam

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

89

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

90

Kubus terbuka penghalang kaca

Putih

Hitam

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0647x - 14.817 R² = 1

4.8

4.85

4.9

4.95

5

5.05

303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5 307 307.5

Ene

rgi R

adia

si (

102

W)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

91

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

y = 0.064x - 14.624 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

302.5 303 303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0638x - 14.542 R² = 1

4.7

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

301 302 303 304 305 306 307

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

92

Kubus tertutup penghalang kertas

Putih

Hitam

y = 0.0667x - 15.426 R² = 0.9998

4.8

4.9

5

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

302 304 306 308 310 312 314

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0703x - 16.552 R² = 1

5.35

5.4

5.45

5.5

5.55

5.6

5.65

5.7

311 312 313 314 315 316 317

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

93

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

y = 0.0688x - 16.105 R² = 1

5.2

5.25

5.3

5.35

5.4

5.45

5.5

5.55

309 310 311 312 313 314 315

Ene

rgi R

adia

si (

102

W)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0646x - 14.79 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

5.05

5.1

5.15

302 303 304 305 306 307 308 309

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

94

Kubus terbuka penghalang kertas

Putih

Hitam

y = 0.0663x - 15.323 R² = 1

4.95

5

5.05

5.1

5.15

5.2

5.25

305 306 307 308 309 310 311

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0676x - 15.724 R² = 1

5.05

5.1

5.15

5.2

5.25

5.3

5.35

5.4

307 308 309 310 311 312 313

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

95

Aluminium pekat

Aluminium mengkilap

L. Interpretasi Grafik dan Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar suhu

atau temperatur suatu bahan, maka tenaga atau energi radiasi yang

dipancarkan juga semakin besar. Juga dapat dilihat bahwa untuk

obyek/permukaan yang berbeda pada temperatur yang hampir sama,

jumlah energi radiasi yang dipancarkan pun berbeda. Hal ini menunjukkan

y = 0.0643x - 14.707 R² = 1

4.75

4.8

4.85

4.9

4.95

5

5.05

302 303 304 305 306 307 308

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

y = 0.0647x - 14.817 R² = 1

4.8

4.85

4.9

4.95

5

5.05

303.5 304 304.5 305 305.5 306 306.5 307 307.5

Ene

rgi R

adia

si (

10

2 W

)

Temperatur (K)

Grafik Hubungan T dan E

96

bahwa permukaan suatu benda juga ikut berperan serta dalam menentukan

pancaran energi radiasi. Pada kubus radiasi, hal ini disebabkan oleh karena

panas yang ada dalam kubus diserap oleh masing-masing permukaan

dengan daya serap yang berbeda-beda, sehingga panas yang diradiasikan

kembali oleh masing-masing permukaan juga berbeda.

Dari percobaan kedua pun dapat dilihat bahwa tedapat bahan-bahan

tertentu yang dapat menghalangi pancaran radiasi, seperti halnya kaca

yang digunakan dalam percobaan ini, bila dibandingkan dengan kertas.

M. Kesimpulan

1. Besar radiasi yang dipancarkan oleh setiap permukaan tergantung pada

temperatur bahan tersebut.

2. Dengan melihat perubahan suhu setiap permukaan yang semakin

meningkat, maka radiasi yang dipancarkan juga semakin meningkat.

3. Pada temperatur yang hampir sama untuk obyek yang berbeda, pancaran

energi radiasinya pun berbeda.

4. Radiasi yang dipancarkan oleh setiap benda sebanding denagan pangkat

empat temperatur mutlak benda tersebut.

5. Benda atau permukaan yang berwarna hitam merupakan penyerap panas

atau kalor yang baik.

6. Kaca merupakan salah satu bahan penghalang radiasi yang paling

efektif.

N. Kemungkinan Kesalahan

1. Posisi atau jarak sensor radiasi yang tidak sama untuk setiap permukaan

pada saat pengambilan data, sehingga mempengaruhi keakuratan data

yang diperoleh.

2. Pengambilan data yang dilakukan ketika kubus belum mencapai

keseimbangan termal, sehingga data yang diperoleh tidak akurat.

3. Adanya intensitas lain atau energi lain yang masuk, sehingga

mempengaruhi pembacaan oleh sensor radiasi.

97

O. Daftar Pustaka

Resnic, Robert dan Halliday, David. 1996. Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga

(terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto), Jakarta:

Erlangga

Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985. Fisika Untuk

Universitas 1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana

dan Drs. Amir Achmad) Jakarta: Binacipta.

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi

http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzmann/(diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 15.50

WITA)

http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL (diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 15.20 WITA)

TOPIK V

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

HUKUM STEFAN-BOLTZMAN

(SUHU TINGGI)

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmariski Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

98

A. Topik :

TETAPAN STEFAN – BOLTZMAN

(SUHU TINGGI)

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan pada percobaan ini adalah :

1. Berapakah nilai ketentuan/besarnya radiasi yang benar-benar proporsional

pada besarnya pangkat empat temperatur?

2. Berapakah nilai temperatur filamen pada masing-masing perubahan

tegangan?

3. Bagaimanakah grafik hubungan antara radiasi terhadap T4?

C. Tujuan

1. Menentukan kekuatan/besarnya radiasi yang benar-benar proporsional

pada besarnya pangkat empat temperatur.

2. Menentukan temperatur filamen pada masing-masing perubahan tegangan.

3. Menentukan grafik hubungan antara radiasi terhadap T4.

D. Landasan Teori

Radiasi adalah Perpindahan energi yang terjadi melalui suatu medium

perantara bisa solid maupun liquid, bisa juga melalui medium ruang hampa.

Benda yang mudah menyerap radiasi akan mudah pula memancarkan radiasi.

Benda yang yang dapat menyerap seluruh radiasi yang diterimanya dan

memancarkan seluruh radiasi yang dikeluarkannya disebut sebagai Benda

Hitam. Benda hitam dimodelkan sebagai suatu rongga dengan celah bukaan

yang sangat kecil. Jika ada radiasi yang masuk ke dalam rongga melalui lubang,

radiasi tersebut akan dipantulkan berulang-ulang oleh dinding dalam rongga

hingga terserap (terabsorpsi) habis energinya. Dinding rongga terus menerus

mengabsorpsi radiasi dan memancarkannya, dan sifat radiasi inilah yang

menarik.

99

(http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzmann/)

Kemampuan radiasi suatu benda sangat berhubungan dengan kemampuan

benda tersebut untuk mengabsorbsi/menyerap radiasi. Hal ini memang

diharapkan, karena benda pada temperatur konstan berada dalam kesetimbangan

termal dengan sekelilingnya, dan harus mengabsorbsi energi dari sekelilingnya

dengan laju yang sama seperti pancaran (emisi) energi benda itu.

Berdasarkan hukum Stefan–Boltzman diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa energi R yang diradiasikan oleh suatu benda setiap detik per satuan luas

sebanding atau berbanding lurus dengan T4. sedangkan emisivitas e bergantung

pada sifat permukaan radiasi dan berkisar antara 0 untuk pemantulan sempurna

yang tidak meradiasi, hingga 1 untuk benda hitam. Beberapa harga tipikal dari e

adalah 0,07 untuk baja halus, 0,6 untuk kuningan dan tembaga oksidasi serta

0,97 untuk bahan zat hitam.

(Agus purwanto,2006:4-5)

Dalam fisika modern rumus Stefan–Boltzman yaitu :

∫ ( )

Dengan

(Siregar,2010:34)

Radiasi yang dipancarkan suatu benda biasa tidak hanya bergantung

padasuhu, tetapi juga pada sifat-sifat lainnya, seperti rupa benda, sifat

permukaannyadan bahan pembuatnya. Tetapi untuk praktikum kali ini, kita tidak

akan meninjaubenda biasa, tetapi benda yang permukaannya yang sama sekali hitam

(bendahitam / Black Body). Jika sebuah benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh

padanya tidak ada yang dia pantulkan. Pada radiasi termal ini, permukaanideal

dalam pengkajian perpindahan kalor radiasi adalah benda hitam tersebutdengan

nilai emisivitas (ε =1), benda hitam ini memiliki kemampuan menyerap

danmemancarkan panas paling sempurna, jadi benda hitam ini menyerap

semuaradiasi termal yang menimpanya, betapapun dia karakteristik spectrum

100

dankarakteristik arahnya. Kalau secara umum untuk kebanyakan benda (ε < 1).

Menurut Stephen Bolzman, energy radiasi yang dipancarkan oleh prermukaan

benda.

(http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL)

Benda dengan suhu utlak lebih tinggi dari 0 K(suhu terendah yang mungkin

terealisasi dalam fisika). memancarkan radiasi elektromagnetik yang membawa

energy.spektrum frekwensi radiasi demikian bersifat continue. Stefan

(1879)menunjukan rumus empiris mengenai energy yang dipancarkan oleh suatu

benda pada suhu T sebagai:

Dengan :

yang dipancarkan persatuan luas

(Kusminarto,2011:25)

E. Alat dan Bahan

1. Radiator sensor

2. Ohmmeter

3. Power supply

4. Milivoltmeter

5. Amperemeter

6. Stefan-bolzman lamp

7. Termometer

101

F. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

Tegangan, disimbolkan dengan V merupakan nilai yang diperoleh dari

pembacaan atau pengaturan pada power supply, yang dalam percobaan

ini divariasikan dari nilai 1 volt sampai 12 volt.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

Kuat arus, disimbolkan dengan I yang nilainya diperoleh melalui

pengaturan tegangan pada power supply, dan diukur dengan

menggunakan multimeter digital pada batas skala pengukuran 20 A.

Adapun kuat arus ini mempunyai satuan ampere.

Tegangan radiasi filamen lampu, yang nilainya diperoleh atau

diukur dengan menggunakan multimeter digital pada batas skala

pengukurang 400 mV, yang dihubungkan langsung dengan sensor

radiasi.

Temperatur filamen, disimbolkan dengan T yang nilainya diperoleh

dengan menggunakan persamaan ref

ref

ref TRx

RRT

Resistansi filamen, disimbolkan dengan R yang nilainya diperoleh

melalui persamaan R = V/I

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

102

Jarak sensor radiasi yang diukur dengan menggunakan mistar

dengan jarak 6 sentimeter (5 cm) dari permukaan filamen lampu Stefan

– Boltzman.

Temperatur ruangan, yang disimbolkan dengan Tref yang nilainya

diukur dengan menggunakan termometer ruangan/dinding.

Hambatan mula-mula lampu Stefan – Boltzman, disimbolkan

dengan Rref besarnya diukur dengn menggunakan multimeter digital

pada batas skala pengukuran 40 ohm.

G. Prosedur Kerja

1. Menghidupkan lampu tetapi sebelumnya mengukur Tref dalam ruangan

dalam derajat kelvin dan Rref resistensi dari frekuensi dari stefan-

boltzman lamp pada suhu ruangan/kamar, kemudian mencatat hasilnya.

2. Merangkai peralatan seperti dalam skema yang ditunjukkan dibawah ini :

Voltmeter harus dihubungkan dengan tiang penopang dari stefan-

boltzman lamp. Sensor harus sama tinggi dengan filament, permukaan

sensor berjarak 6 cm dari filament. Sudut untuk memasukkan termopile

harus dengan tidak menghalangi bagian-bagian lain dari lampu.

3. Menghidupkan power supply mengatur tegangan volt untuk masing-

masing pengaturan pada tabel dan mencatat I (arus dari hasil pembaca

pada milivoltmeter).

103

Tabel Hasil Pengukuran

Tref =……….0C

Rref =………..Ω

Tegangan (volt) Arus (ampere) Rad (mV)

1

2

3

Dst

H. Teknik Analisis Data

Untuk perhitungan hambatan atau resistansi filamen pada setiap pengaturan

tegangan dihitung melalui persamaan R =

, dan untuk mencari nilai

temperatur filamen dengan menggunakan persamaan

I. Tabel Hasil Pengukuran

Tref = 280 C = 302 K

Rref = 0,7 Ω

Tegangan (Volt) Kuat Arus (mA) Rad (mV)

5

6

7

8

9

10

11

12

0,3

0,32

0,35

0,37

0,39

0,41

0,43

0,45

0,8

0,8

1,1

1,4

1,6

1,9

2,3

2,7

104

H. Pengolahan Data, Grafik dan Interpretasi Grafik

Pengolahan Data

1. Tegangan Input

V1 = 5 Volt

∆V1 = Akurasi Catu Daya x V1

= 0,005 x 5 Volt

= 0,025 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V1 ± ∆V1) = (5,000 ± 0,025) Volt

V2 = 6 Volt

∆V2 = Akurasi Catu Daya x V2

= 0,005 x 6 Volt

= 0,03 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V2 ± ∆V2) = (6,000 ± 0,030) Volt

V3 = 7 Volt

∆V3 = Akurasi Catu Daya x V3

= 0,005 x 7 Volt

= 0,035 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V3 ± ∆V3) = (7,000 ± 0,035) Volt

V4 = 8 Volt

∆V4 = Akurasi Catu Daya x V4

= 0,005 x 8 Volt

= 0,04 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V4 ± ∆V4) = (8,000 ± 0,040) Volt

V5 = 8 Volt

∆V5 = Akurasi Catu Daya x V5

= 0,005 x 9 Volt

= 0,045 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V5 ± ∆V5) = (9,000 ± 0,045) Volt

V6 = 10 Volt

∆V6 = Akurasi Catu Daya x V6

= 0,005 x 10 Volt

= 0,05 Volt

KR =

x 100%

105

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V6 ± ∆V6) = (1,000 ± 0,005) 101 Volt

V7 = 11 Volt

∆V7 = Akurasi Catu Daya x V7

= 0,005 x 11 Volt

= 0,055 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V7 ± ∆V7) = (1,100 ± 0,006) 101

Volt

V8 = 12 Volt

∆V8 = Akurasi Catu Daya x V8

= 0,005 x 12 Volt

= 0,06 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(V8 ± ∆V8) = (1,200 ± 0,006) 101

Volt

2. Kuat Arus

I1 = 0,0003 A

∆I1 = Akurasi Amperemeter x I1

= 0,001 x 0,0003 A

= 0,0000003 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I1 ± ∆I1) = (3,000 ± 0,003) 10-4

A

I2 = 0,00032 A

∆I2 = Akurasi Amperemeter x I2

= 0,001 x 0,00032 A

= 0,00000032 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I2 ± ∆I2) = (3,200 ± 0,003) 10-4

A

I3 = 0,00035 A

∆I3 = Akurasi Amperemeter x I3

= 0,001 x 0,00035 A

= 0,00000035 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I3 ± ∆I3) = (3,500 ± 0,004) 10-4

A

I4 = 0,00037 A

∆I4 = Akurasi Amperemeter x I4

= 0,001 x 0,00037 A

= 0,00000037 A

106

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I4 ± ∆I4) = (3,700 ± 0,004) 10-4

A

I5 = 0,00039 A

∆I5 = Akurasi Amperemeter x I5

= 0,001 x 0,00039 A

= 0,00000039 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I5 ± ∆I5) = (3,900 ± 0,004) 10-4

A

I6 = 0,00041 A

∆I6 = Akurasi Amperemeter x I6

= 0,001 x 0,00041 A

= 0,00000041 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I6 ± ∆I6) = (4,100 ± 0,004) 10-4

A

I7 = 0,00043 A

∆I7 = Akurasi Amperemeter x I7

= 0,001 x 0,00043 A

= 0,00000043 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I7 ± ∆I7) = (4,300 ± 0,004) 10-4

A

I8 = 0,00045 A

∆I8 = Akurasi Amperemeter x I8

= 0,001 x 0,00045 A

= 0,00000045 A

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,1% (4 AP)

(I8 ± ∆I8) = (4,500 ± 0,004) 10-4

A

3. Rad (mV)

Rad1 = 0,0008 Volt

∆Rad1 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 0,0008 Volt

= 0,000004 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad1 ± ∆Rad1) = (8,000 ± 0,040) 10-4

V

Rad2 = 0,0009 Volt

∆Rad2 = Akurasi Voltmeter x Rad2

= 0,005 x 0,0009 Volt

107

= 0,0000045 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad2 ± ∆Rad2) = (9,000 ± 0,045) 10-4

V

Rad3 = 0,0011 Volt

∆Rad3 = Akurasi Voltmeter x Rad3

= 0,005 x 0,0011 Volt

= 0,0000055 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad3 ± ∆Rad3) = (1,100 ± 0,006) 10-3

V

Rad4 = 0,0014 Volt

∆Rad4 = Akurasi Voltmeter x Rad4

= 0,005 x 0,0014 Volt

= 0,000007 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad4 ± ∆Rad4) = (1,400 ± 0,007) 10-3

V

Rad5 = 0,0016 Volt

∆Rad5 = Akurasi Voltmeter x Rad5

= 0,005 x 0,0016 Volt

= 0,000008 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad5 ± ∆Rad5) = (1,600 ± 0,008) 10-3

V

Rad6 = 0,0019 Volt

∆Rad6 = Akurasi Voltmeter x Rad6

= 0,005 x 0,0019 Volt

= 0,0000095 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad6 ± ∆Rad6) = (1,900 ± 0,010) 10-3

V

Rad7 = 0,0023 Volt

∆Rad7 = Akurasi Voltmeter x Rad7

= 0,005 x 0,0023 Volt

= 0,0000115 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad7 ± ∆Rad7) = (2,300 ± 0,012) 10-3

V

Rad8 = 0,0027 Volt

∆Rad8 = Akurasi Voltmeter x Rad8

= 0,005 x 0,0027 Volt

108

= 0,0000135 Volt

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad8 ± ∆Rad8) = (2,700 ± 0,014) 10-3

V

4. Hambatan (resistansi) filamen

R1 =

=

= 2,667 Ω

∆R1 = √[

] [

] x R1

= √[

] [

] x 2,667

= √ x 2,667

= 0,005099 x 2,667

= 0,0136 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R1 ± ∆R1) = (2,667 ± 0,014) Ω

R2 =

=

= 2,812 Ω

∆R2 = √[

] [

] x R2

109

= √[

] [

] x 2,812

= √ x 2,812

= 0,005099 x 2,812

= 0,0143 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R2 ± ∆R2) = (2,812 ± 0,014) Ω

R3 =

=

= 3,143 Ω

∆R3 = √[

] [

] x R3

= √[

] [

] x 3,143

= √ x 3,143

= 0,005099 x 3,143

= 0,0160 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP

(R3 ± ∆R3) = (3,143 ± 0,016) Ω

R4 =

=

= 3,784 Ω

∆R4 = √[

] [

] x R4

110

= √[

] [

] x 3,784

= √ x 3,784

= 0,005099 x 3,784

= 0,0193 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R4 ± ∆R4) = (3,784 ± 0,019) Ω

R5 =

=

= 4,102 Ω

∆R5 = √[

] [

] x R5

= √[

] [

] x 4,102

= √ x 4,102

= 0,005099 x 4,102

= 0,0209 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R5 ± ∆R5) = (4,102 ± 0,021) Ω

R6 =

=

= 4,634 Ω

∆R6 = √[

] [

] x R6

111

= √[

] [

] x 4,634

= √ x 4,634

= 0,005099 x 4,634

= 0,0236 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R6 ± ∆R6) = (4,634 ± 0,024) Ω

R7 =

=

= 5,348 Ω

∆R7 = √[

] [

] x R7

= √[

] [

] x 5,348

= √ x 5,348

= 0,005099 x 5,348

= 0,0273 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R7 ± ∆R7) = (5,348 ± 0,027) Ω

R8 =

=

= 6 Ω

∆R8 = √[

] [

] x R8

112

= √[

] [

] x 6

= √ x 6

= 0,005099 x 6

= 0,0306 Ω

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(R8 ± ∆R8) = (6,000 ± 0,031) Ω

5. Temperatur filamen (Tref)

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R1 = 2,667 Ω

∆R1 = 0,0136 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 925,44 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

113

= √[

] [

] [

] x 925,44

= √ x 925,44

= √ x 925,44

= 0,01136 x 925,44

= 10,513 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (9,25 ± 0,11) 102 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R2 = 2,812 Ω

∆R2 = 0,0143 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 971,48 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

114

= √[

] [

] [

] x 971,48

= √ x 971,48

= √ x 971,48

= 0,01136 x 971,48

= 11,036 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (9,71 ± 0,11) 102 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R3 = 3,143 Ω

∆R3 = 0,0160 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1076,56 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1076,56

115

= √ x 1076,56

= √ x 1076,56

= 0,01136 x 1076,56

= 12,229 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (1,08 ± 0,01) 103 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R4 = 3,784 Ω

∆R4 = 0,0193 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1280,05 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1280,05

= √ x 1280,05

= √ x 1280,05

116

= 0,01136 x 1280,05

= 14,541 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (1,28 ± 0,01) 103 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R5 = 4,102 Ω

∆R5 = 0,0209 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1381 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1381

= √ x 1381

= √ x 1381

= 0,01136 x 1381

= 15,688 K

117

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (1,38 ± 0,02) 103 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R6 = 4,634 Ω

∆R6 = 0,0236 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1549,89 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1549,89

= √ x 1549,89

= √ x 1549,89

= 0,01136 x 1549,89

= 17,608 K

KR =

x 100%

118

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (1,55 ± 0,02) 103 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R7 = 5,348 Ω

∆R7 = 0,0273 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1776,56 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1776,56

= √ x 1776,56

= √ x 1776,56

= 0,01136 x 1776,56

= 20,182 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

119

(T ± ∆T) = (1,78 ± 0,02) 103 K

α = 0,0045 K-1

Rref = 0,7 Ω

∆Rref = 0,007 Ω

R8 = 6 Ω

∆R8 = 0,0306 Ω

Tref = 301 K

∆Tref =

( ) ( )

=

x 1

K = 0,5 K

T =

+ Tref

=

+ 301

= 1983,54 K

∆T = √[

] [

]

[

]

x T

= √[

] [

] [

] x 1983,54

= √ x 1983,54

= √ x 1983,54

= 0,01136 x 1983,54

= 22,533 K

KR =

x 100%

=

x 100%

= 1,1% (3 AP)

(T ± ∆T) = (1,98 ± 0,02) 103 K

120

Tabel Hasil-Hasil Perhitungan

R (Ω) T.102 (K) T

4.10

8 (K

4)

(2,667 ± 0,014)

(2,812 ± 0,014)

(3,143 ± 0,016)

(3,784 ± 0,019)

(4,102 ± 0,021)

(4,634 ± 0,024)

(5,348 ± 0,027)

(6,000 ± 0,031)

9,2544

9,7148

10,7656

12,8005

13,81

15,4989

17,7656

19,8354

7334,881

8907,082

13432,379

26847,740

36372,631

57703,679

99613,802

154797,468

Tabel Hasil Perhitungan Lainnya Dalam Angka Penting

(V ± ∆V) V (I ± ∆I) x 10-4

A (Rad ± ∆Rad) x 10-4

V

(5,000 ± 0,025)

(6,000 ± 0,030)

(7,000 ± 0,035)

(8,000 ± 0,040)

(9,000 ± 0,045)

(10,00 ± 0,050)

(11,00 ± 0,060)

(12,00 ± 0,060)

(3,000 ± 0,003)

(3,200 ± 0,003)

(3,500 ± 0,004)

(3,700 ± 0,004)

(3,900 ± 0,004)

(4,100 ± 0,004)

(4,300 ± 0,004)

(4,500 ± 0,004)

(8,000 ± 0,040)

(9,000 ± 0,045)

(11,00 ± 0,060)

(14,00 ± 0,070)

(16,00 ± 0,080)

(19,00 ± 0,100)

(23,00 ± 0,120)

(27,00 ± 0,140)

121

(R ± ∆R) Ω (T ± ∆T).103 K

(2,667 ± 0,014)

(2,812 ± 0,014)

(3,143 ± 0,016)

(3,784 ± 0,019)

(4,102 ± 0,021)

(4,634 ± 0,024)

(5,348 ± 0,027)

(6,000 ± 0,031)

(9,25 ± 0,11) 102

(9,71 ± 0,11) 102

(10,8 ± 0,10) 102

(1,28 ± 0,01) 102

(1,38 ± 0,02) 102

(1,55 ± 0,02) 102

(1,78 ± 0,02) 102

(1,98 ± 0,02) 102

Grafik

Interpretasi Grafik

Berdasarkan grafik diatas nampak jelas bahwa hubungan antara pangkat empat

temperatur suhu mutlak lampu Stefan – Boltzman (T4) berbanding lurus dengan

tegangan sensor radiasi (Rad. V). Hal ini menandakan bahwa pancaran radiasi suatu

y = 0.1249x + 9.5536 R² = 0.9273

0

5

10

15

20

25

30

35

0 50 100 150 200

(Rad

) x

10

-2 V

(T4) x1011 K4

Hubungan Antara Pangkat Empat Temperatur Dengan Tegangan Sensor Radiasi

122

benda dalam keadaan bagaimanapun tergantung pada temperatur benda tersebut.

Dan diperoleh persamaan regresinya sebesar y = 0,1249x + 9,5536 dengan regresi

sebesar R² = 0,9273.

I. Kesimpulan

Semakin besar tegangan yang diberikan, maka semakin besar pula

temperatur filamen lampu stefan – Boltzman.

Semakin besar temperatur dari suatu benda, maka tegangan radiasi dari

benda tersebut akan bertambah.

Pada setiap perubahan nilai tegangan, maka nilai temperatur juga semakin

bertambah.

J. Kemungkinan Kesalahan

Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data

dilakukan, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran dan keakuratan

data.

Kurang telitinya praktikan dalam membaca nilai atau angka hasil

pengukuran yang sering berfluktuasi, sehingga data yang diperoleh

kurang akurat.

K. Daftar Pustaka

Purwanto,Agus. 2006. Fisika Kuantum. Jogjakarta: Gavamedia

Kusminarto.2011.Esensi Fisika Modern. Yogyakarta:Andi.

Siregar,Rustam E. 2010.teori dan aplikasi fisika kuantum. Bandung: Widya

Pajajaran.

http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzmann/(diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 15.50 WITA)

http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL (diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 15.20 WITA)

TOPIK VI

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

HUKUM STEFAN-BOLTZMAN

(SUHU RENDAH)

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

123

A. Topik :

HUKUM STEFAN – BOLTZMAN

(SUHU RENDAH)

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan pada percobaan ini adalah :

1. Bagaimanakah relasi Stefan-Boltzman pada suhu rendah ?

2. Bagaimanakah hubungan antara tegangan radiasi (radiasi termal) dengan

temperatur ?

C. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan percobaan ini adalah :

1. Mengetahui hubungan antara radiasi termal dengan temperatur.

2. Mengetahui hubungan antara tegangan radiasi dengan temperatur.

3. Mengetahui relasi stefan-Boltzman pada suhu rendah.

D. Landasan Teori

“Jika suatu benda hitam memancarkan kalor, maka intensitas pemancaran

kalor tersebut sebanding-laras dengan pangkat empat dari temperatur absolut”.

Pernyataan tersebut merupakan bunyi hukum stefan boltzman.

(http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzman)

Dalam fisika modern rumus Stefan–Boltzman yaitu :

∫ ( )

Dengan

(Siregar,2010:34)

Radiasi atau sinaran merupakan perpindahan kalor melalui

fenomenagelombang elektromagnetik yang digunakan untuk berbagai proses.

Radiasitermal didefinisikan sebagai bagian spectrum yang mempunyai

panjanggelombang antara 1 x 10-7

m dan 1 x 10

-4 m.

”Atau sering kita dengar

124

sebagai energy yang dipancarkan oleh sebuah benda atau permukaan karena

temperature yang dimilikinya. Radiasi termal ini akan dipancarkan oleh benda

panas dalam bantuk gelombang elektromagnetik Benda-benda yang mudah

menyerap panas maka juga mudah memancarkan panas.

(http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL)

Kemampuan radiasi suatu benda sangat berhubungan dengan kemampuan

benda tersebut untuk mengabsorbsi/menyerap radiasi. Hal ini memang

diharapkan, karena benda pada temperatur konstan berada dalam kesetimbangan

termal dengan sekelilingnya, dan harus mengabsorbsi energi dari sekelilingnya

dengan laju yang sama seperti pancaran (emisi) energi benda itu.

Berdasarkan hukum Stefan–Boltzman diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa energi R yang diradiasikan oleh suatu benda setiap detik per satuan luas

sebanding atau berbanding lurus dengan T4. sedangkan emisivitas e bergantung

pada sifat permukaan radiasi dan berkisar antara 0 untuk pemantulan sempurna

yang tidak meradiasi, hingga 1 untuk benda hitam. Beberapa harga tipikal dari e

adalah 0,07 untuk baja halus, 0,6 untuk kuningan dan tembaga oksidasi serta

0,97 untuk bahan zat hitam.

(Purwanto,2006:4-5)

Benda dengan suhu mutlak lebih tinggi dari 0 K(suhu terendah yang

mungkin terealisasi dalam fisika). memancarkan radiasi elektromagnetik yang

membawa energy.spektrum frekwensi radiasi demikian bersifat continue. Stefan

(1879)menunjukan rumus empiris mengenai energy yang dipancarkan oleh suatu

benda pada suhu T sebagai:

Dengan :

yang dipancarkan persatuan luas

(Kusminarto,2011:25)

125

E. Alat-alat

1. Sensor radiasi

2. Kubus radiasi termal

3. Ohmmeter

4. Voltmeter (0-12 V)

5. Termometer

F. Variabel dan definisi Operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

a. Permukaan kubus radiasi yang terdiri dari empat permukaan yang

berbeda yaitu warna hitam, aluminium pekat, aluminium mengkilap,

dan permukaan yang berwarna putih.

b. Power setting, dimana dalam percobaan ini nilai power setting

divariasikan dari 5.0; 6.5; 8.0 dan 10.0.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel bebas pada percobaan ini yaitu:

a. Thermal resistivitas (hambatan panas, yaitu hambatan suatu kubus

zat dengan sisi-sisi sebesar satu satuan panjang. Dimana resistivitas

kubus ini diperoleh dengan adanya perubahan nilai power setting, yang

besarnya diukur dengan menggunakan alat ukur berupa ohm

meter/multimeter digital. Nilai thermal resistivitas ini mempunyai

satuan ohm (Ω).

b. Temperatur (T), yaitu ukuran derajat panas suatu benda atau ukuran

keadaan benda yang menentukan kecepatan benda tersebut dalam

menerima atau melepaskan kalor terhadap sekelilingnya yang

keadaannya bebrbeda dengan benda tersebut. Dimana dalam percobaan

ini temperatur kubus diperoleh dengan menyamakan nilai hambatan

126

yang terbaca pada tabel yang berada pada badan kubus radiasi dan

mempunyai satuan 0C.

c. Energi radiasi termal yang disimbolkan dengan E yaitu pemancaran

atau perambatan energi oleh suatu bahan atau materi dalam bentuk

gelombang elektromanetik yang besarnya diperoleh melalui persamaan

E = σT4 dan mempunyai satuan watt/m

2.

d. Tegangan sensor radiasi, yang nilainya diperoleh dengan

menggunakan multimeter digital, disimbolkan dengan V dan

mempunyai satuan mV.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

a. Jarak sensor radiasi yang diukur 5 sentimeter (5 cm) dari permukaan

dinding kubus radiasi dengan sensor radiasi.

G. Produser Kerja

1. Menghidupkan lampu tetapi sebelumnya mengukur Tref dalam ruangan

dalam derajat kelvin dan Rref resistensi dari frekuensi Stefan-Boltzman

lamp pada suhu ruangan/kamar, kemudian mencatat hasilnya.

2. Merangkai peralatan seperti dalam skema yang ditunjukkan dibawah :

Gambar Susunan Peralatan

127

3. Sensor radiasi harus dipasang tepat pada pusat salah satu permukaan

radiasi terbaik dari kubus (permukaan hitam atau putih) dengan bagian

depan sensor berada pada jarak sekitar 5 cm dengan permukaan kubus dan

sejajar.

4. Menggunakan tabir pemantul panas dengan sisi reflektif dari kubus.

5. Memasang kubus radiasi dan memasang pemilih daya pada alat.

6. Menyalakan lampu ketika temperatur menunjukkan sekitar 12oC di atas

temperatur kamar/ruang. Kemudian menurunkan daya sehingga

temperatur perlahan-lahan berubah. Kemudian mencatat R pada

pembacaan ohmmeter dan rad pada milivoltmeter secara bersamaan

kemudian ditulis dalam tabel hasil pengamatan.

Tabel Hasil Pengamatan

Rrm = ……….

Trm =……….

Trm4 = ……….

R (Ω) T (0C) Rad (mV)

H. Tehnik Analisin Data

Analisis data yang digunakan dalam percobaan ini adalah secara kuantitatif,

dimana untuk menghitung ketidakpastian dari radiasi (rad) dengan menggunakan

128

akurasi multimeter digital 0,5% dengan menggunakan rumus

x 100%

dengan Δrad = 0,5% x rad (hasil pengukuran).

I. Hasil Percobaan

Rrm = 33 Ω

Trm = 280 C+ 273 = 301 K

Trm4 = 8208541201 K

4

R (Ω) T (0C) Rad (V)

23600

21400

19100

16700

14200

11600

8800

54

60

65

71

78

86

95

0,3

0,7

1,1

1,4

1,7

1,9

2,1

T (K) T4.10

10 (K

4) T

4 – Trm

4. 10

9 (K

4)

327

333

338

344

351

359

368

1,1433811041

1,2296370321

1,3051691536

1,4003408896

1,5178486401

1,6610312161

1,8339659776

3,225269840

4,087829120

4,843150335

5,794867695

6,969945200

8,401770960

10,131118575

129

J. Pengolahan Data

Rrm = 33 Ω

Trm = 280C + 273 = 301 K

Trm4 = (301)

4

= 8208541201 K4

Mencari kesalahan relatif

Rad1 = 0,3 V

∆Rad1 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 0,3 V

= 0,0015 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad1 ± ∆Rad1) = (3,000 ± 0,015) 10-1

V

Rad2 = 0,7 V

∆Rad2 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 0,7 V

= 0,0035 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad2 ± ∆Rad2) = (7,000 ± 0,035) 10-1

V

Rad3 = 1,1 V

∆Rad3 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 1,1 V

= 0,0055 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad3 ± ∆Rad3) = (1,100 ± 0,015) V

Rad4 = 1,4 V

∆Rad4 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 1,4 V

= 0,007 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad4 ± ∆Rad4) = (1,400 ± 0,070) V

Rad5 = 1,7 V

∆Rad5 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 1,7 V

= 0,0085 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad5 ± ∆Rad5) = (1,700 ± 0,085) V

130

Rad6 = 1,9 V

∆Rad6 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 1,9 V

= 0,0095 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad6 ± ∆Rad6) = (1,900 ± 0,095) V

Rad7 = 2,1 V

∆Rad7 = Akurasi Voltmeter x Rad1

= 0,005 x 0,3 V

= 0,0105 V

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,5% (4 AP)

(Rad7 ± ∆Rad7) = (2,10 ± 0,011) V

Tabel Hasil Perhitungan

(Rad ± ΔRad) 10-1

Volt T4.10

10 (K

4) T

4 – Trm

4.10

9 (K

4)

(3,000 ± 0,015) 10-1

(7,000 ± 0,035) 10-1

(11,00 ± 0,150) 10-1

(14,00 ± 0,700) 10-1

(17,00 ± 0,850) 10-1

(19,00 ± 0,950) 10-1

(21,00 ± 0,110) 10-1

1,1433811041

1,2296370321

1,3051691536

1,4003408896

1,5178486401

1,6610312161

1,8339659776

3,225269840

4,087829120

4,843150335

5,794867695

6,969945200

8,401770960

10,131118575

131

y = 2.5386x - 2.4877 R² = 0.9097

0

5

10

15

20

25

0 2 4 6 8 10 12

(Ra

d ±

ΔR

ad

) 1

0-1

Vo

lt

T4 – Trm4.109 (K4)

Hubungan Antara T4 – Trm4 Dengan Tegangan

Sensor Radiasi

Grafik Hubungan Antara Selisih Pangkat Empat Antara Temperatur

Dengan Tegangan Sensor Radiasi

Interprestasi Grafik

Dari percobaan Hukum Stevan–Boltzman suhu rendah menghasilkan

grafik diatas yang menyatakan bahwa hambatan panas yang dipengaruhi suhu

tinggi pada kubus radiasi thermal dengan temperatur terdapat hubungan linier

(berbanding lurus), dimana semakin besar tegangan pada sensor radiasi maka

semakin besar pula temperatur yang dihasilkan. Dan diperoleh persamaan

regresinya sebesar y = 2,5386x - 2,4877 dan R² = 0,9097.

K. Kesimpulan

1. Jika radiasi yang dipancarkan kubus maksimum, maka tegangan yang

terbaca pada sensor radiasi pun maksimum, atau dengan kata lain jika suhu

kubus maksimum, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor pun

maksimum. Hal tersebut bisa dilihat berdasarkan hasil grafik antara selisih

temperatur pangkat empat dengan tegangan sensor radiasi yang memiliki

hubungan linier (berbanding lurus).

132

L. Kemungkinan Kesalahan

1. Kurang telitinya praktikan dalam membaca hambatan pada ohm meter

yang sering berfluktuasi, sehingga data yang diperoleh kurang akurat.

2. Keaktifan baterei pada multimeter digital kurang sehingga menunjukkan

angka yang kurang valid.

3. Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data

dilakukan.

M. Daftar Pustaka

Purwanto,Agus. 2006. Fisika Kuantum.Jogjakarta: Gavamedia

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi.

Siregar,Rustam E. 2010.teori dan aplikasi fisika kuantum. Bandung: Widya

Pajajaran

http://pembelajar9993.wordpress.com/2012/04/10/eksperimen-stefan-

boltzmann (diakses pada tanggal 13 desember 2012 pukul 14.21

WITA)

http://www.scribd.com/doc/30100366/EKSPERIMEN-FISIKA-RADIASI-

TERMAL (di akses pada tanggal 13 desember 2012 pukul 14.35

WITA)

TOPIK VII

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

INTRODUCTION TO INTERFEROMETER

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmariski Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

133

A. Topic :

INTRODUCTION TO INTERFEROMETRY

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah prinsip kerja dari interferometer Michelson?

2. Bagaimanakah panjang gelombang dari laser (sumber cahaya) dengan

menggunakan interferometer Michelson?

3. Bagaimanakah pengaruh sudut keping polarisasi terhadap kecerahan pada

fringe yang terbentuk?

C. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui prinsip kerja dari interferometer Michelson.

2. Menentukan panjang gelombang sinar laser dengan menggunakan

interferometer Michelson.

3. Melihat pengaruh sudut keping polaroid terhadap kecerahan fringe yang

terbentuk.

D. Landasan Teori

Interferometer adalah alat yang memecah berkas cahaya dan

menyatukannya kembali sehingga terjadi interferensi, dimana alat ini dapat

digunakan untuk mengukur panjang atau perubahan panjang gelombang cahaya

dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan penentuan garis-garis

interferensi. Devais yang sangat akurat untuk mengukur panjang gelombang

cahaya adalah Interferometer Michelson.

(Halliday,1996:110)

Interferometer Michelson adalah konfigurasi yang paling umum untuk

interferometri optik dan ditemukan oleh Albert Abraham Michelson. Sebuah

pola interferensi yang dihasilkan dengan memisahkan seberkas cahaya menjadi

dua jalur, memantul kembali dan balok mengkombinasikan mereka. Jalan yang

berbeda mungkin dengan panjang yang berbeda atau terdiri dari bahan yang

134

berbeda untuk menciptakan pinggiran gangguan pada detektor kembali.

Michelson, bersama dengan Edward Morley, digunakan interferometer ini dalam

percobaan Michelson-Morley yang terkenal (1887) dalam upaya gagal untuk

menunjukkan efek dari "angin eter" hipotetis pada kecepatan cahaya.

Eksperimen mereka meninggalkan teori cahaya berdasarkan keberadaan aether

luminiferous tanpa dukungan eksperimental, dan menjabat pada akhirnya

sebagai inspirasi untuk relativitas khusus.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Michelson_interferometer)

Interferometri mengacu pada teknik di mana gelombang, biasanya

elektromagnetik, yang ditumpangkan dalam rangka untuk mengekstrak

informasi tentang gelombang. Interferometri adalah teknik investigasi penting

dalam bidang astronomi, serat optik, metrologi teknik, metrologi optik,

oseanografi , seismologi, spektroskopi (dan aplikasi untuk kimia), mekanika

kuantum, fisika nuklir dan partikel, fisika plasma, penginderaan jauh, interaksi

biomolekuler, profil permukaan, mikrofluida, mekanik stress / strain

pengukuran, dan velocimetry.

Interferometer secara luas digunakan dalam ilmu pengetahuan dan industri

untuk pengukuran perpindahan kecil, perubahan indeks bias dan penyimpangan

permukaan. Dalam ilmu analitis, interferometer digunakan dalam gelombang

kontinu Fourier transform spektroskopi untuk menganalisis fitur mengandung

cahaya penyerapan atau emisi terkait dengan bahan atau campuran. Sebuah

interferometer astronomi terdiri dari dua atau lebih teleskop terpisah yang

menggabungkan sinyal mereka, menawarkan resolusi setara dengan yang dari

teleskop berdiameter sama dengan pemisahan terbesar antara unsur-unsur

individu.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Interferometry)

Peralatan Interferometer terdiri atas empat bagian pokok yaitu sinar laser,

detektor, sistem akuisisi data dan komputer. Dalam Interferometer, sumber

cahaya yang digunakan adalah sinar laser. Sinar laser ( light amplification by

135

stimulated emission of radiation ) merupakan cahaya yang intensitasnya

digandakan dan difokuskan pada arah tertentu. Sinar laser bersifat koheren dan

mempunyai intensitas yang sangat tinggi Tahun 1960 untuk pertama kalinya

sinar laser He-Ne di demontrasikan oleh Javan, Bennet dan Heriot. Setelah itu

berkembang sinar laser jenis gas seperti kripton dan sinar laser jenis zat cair

seperti laser dyne.

(Sears,1985)

Supaya dapat mengadakan interferensi, maka sinar laser tersebut dipisahkan

oleh pemisah berkas menjadi dua bagian yaitu berkas uji dan berkas referensi.

Berkas uji adalah berkas cahaya yang dikenakan atau dipantulkan dengan obyek

yang akan diukur. Berkas referensi adalah berkas cahaya yang pola fasanya

dipertahankan tetap. Setelah dilakukan pengujian, maka berkas uji dan berkas

referensi dipertemukan. Interferensi antara keduanya memberikan informasi

mengenai obyek yang memantulkan berkas uji tersebut.

(Kusminarto,2011:45)

E. Alat-alat

1. Basic interferometer 5. Keping polaroid

2. Laser (05-9171) 6. Komponen holder

3. Laser aligment bench (05-9171) 7. Interferemoter accessories

F. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

1. Pergeseran cermin adalah nilai yang terbaca pada saat kita memutar

micrometer knob secara perlahan-lahan sehingga cermin bergeser.

yang disimbolkan dengan dm dengan satuan μm (mikrometer).

136

2. Sudut keping polarisasi adalah sudut tertentu pada keping polarisasi.

Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel bebas pada percobaan ini yaitu:

1. Panjang gelombang, yang disimbolkan dengan λ dengan satuan meter

(m), yaitu jarak yang ditempuh rambatan gelombang selama satu

periode. Adapun nilai panjang gelombang pada percobaan ini

diperoleh dari perbandingan antara pergeseran cermin dengan jumlah

fringe yang teramati, yang secara matematis dituliskan dalam formula

λ = 2 dm/N.

2. Intensitas cahaya adalah berkas cahaya yang keluar dari sumber

cahaya (laser) yang tampak pada layar (cerah dan gelapnya) yang

merupakan hasil pantulan dari ketiga cermin.

Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya selama percobaan

dilaksanakan tidak berubah dan berfungsi mengontrol selama percobaan

dilaksanakan. Adapun variabel kontrol pada percobaan ini yaitu:

1. N, yaitu banyaknya fringe yang keluar pada saat micrometer knob

diputar yang teramati pada layar. Dimana nilai N pada percobaan ini

sebanyak 20.

G. Prosedur Kerja

Bagian I

1. Menyusun peralatan seperti tampak pada gambar berikut:

137

Gambar : Susunan Peralatan

2. Laser dan interferemoter diarahkan lurus dalam michelson mode.

Begitu pula interferometer dengan jelas tanpak pada sumber

penglihatan.

3. Menempatkan micrometer knob di tengah-tengah sehingga terbaca

kira-kira 50 µm, dalam posisi ini hubungan antara pembacaan pada

micrometer dan gerakan cermin sebagian besar hampir linear.

4. Memutar micrometer knob satu kali putaran penuh berlawanan dengan

arah jarum jam kemudian dilanjutkan dengan mengubah sampai titik

nol. Mencatat bacaan pada micrometer.

5. Menempatkan posisi dari wiching screen sedemikian dan pada layar

ditandai dalam skala millimeter tegak lurus dengan salah satu fringe

dalam pola interferensi.

6. Memutar micrometer knob dalam berlawanan arah jarum jam

perlahan-lahan sambil menghitung fringe yang tampak pada layar

sampai beberapa fringe (jumlahnya tidak lebih dari 20 fringe).

7. Mencatat (dm) sebagai jarak pada saat cermin dapat digerakkan

terhadap the beam splitter sesuai dengan yang terbaca pada micrometer

knob.

8. Mencatat nilai N sebagai nomor dari pertukaran keadaan fringe yang

dihitung.

9. Mengulangi langkah 3 sampai 7 beberapa kali, mencatat hasil/nilai

yang diperoleh pada tabel hasil pengamatan.

Tabel Hasil Pengamatan

n = 20 Fringes

n dm (m) dm2 (m

2)

1.

2.

138

3.

4.

5.

n = 5 Σdm= Σdm2 =

(Σdm)2 =

Bagian II

1. Menempatkan keping polarisasi di antara laser dan the beam splitter.

Mencoba beberapa sudut pada keping polarisasi. Bagaimanakah

pengaruh kecerahan dan kejelasan dari pola fringe?

2. Memindahkan keping polarisasi dan menempatkan keping polarisasi di

depan cermin yang ditentukan atau di depan cermin yang dapat

bergerak. Mencoba dengan beberapa sudut dengan pada keping

polarisasi. Bagaimanakah pengaruh dari pola fringe?

3. Mencoba dengan dua keping polarisasi, satu keping berada di depan

cermin tertentu dan satu berada di depan cermin yang digerakkan.

Memutar salah satu keping polarisasi kemudian keping lainnya.

Diulangi sekali lagi, mencatat pengaruhnya atau mencatat apa yang

terjadi.

H. Analisis Data

1. Bagian I

Untuk menghitung panjang gelombang menggunakan persamaan (λ=

2dm/N) lalu hasil yang didapat dirata-ratakan.

2. Bagian II

a. Dari hasil pengamatan pada langkah pertama dari prosedur, dapatkah

kamu menentukan karateristik polarisasi dari sumber cahaya?

Bagaimanakah pengaruhnya setiap waktu?

139

b. Dari hasil pengamatan pada langkah kedua, memberikan keterangan

lebih lanjut tentang polarisasi dari sumber cahaya?

c. Dari hasil pengamatan pada langkah ketiga, bagaimana polarisasi silang

sinar cahaya yang bercampur?

Hasil pengamatan dan Pengolahan Data

N = 20 Fringes

n dm (10-6

m) dm2 (10

-12 m

2)

1

2

3

4

5

7

6

6

7

7

49

36

36

49

49

Σdm = 33 Σdm2 = 219

(Σdm)2 = 1089. 10

-12 m

2

Bagian I (Menghitung Panjang Gelombang)

Menghitung jarak pergeseran cermin

dm = ∑𝑑𝑚

𝑛

= 33 𝑥 10−6

5

= 6,6 x 10-6

m

∆dm = √𝑛.∑𝑑𝑚

2− (∑𝑑𝑚)2

𝑛2(𝑛−1)

= √5.291 𝑥 10−12− 1089 𝑥 10−12

52(5−1)

140

= √5.291 𝑥 10−12− 1089 𝑥 10−12

52(5−1)

= √ 3,66 𝑥 10−10

100

= 1,913 x 10-6

m

KR = ∆𝑑𝑚

𝑑𝑚 x 100%

= 1,913 𝑥 10−6

6,6 𝑥 10−6

= 28,9 % (2 AP)

(λ ± ∆λ) = (6,6 ± 1,9) x 10-6

m

Menghitung Panjang Gelombang

λ = 2dm

N N=20

= 2 x 6,6 x 10−6

20

= 6,6 x 10-7

m

∆λ = 1

10|

∆𝑑𝑚

𝑑𝑚| 𝑥 λ

= 1

10|

1,913 𝑥 10−6

6,6 𝑥 10−6| 𝑥 6,6 x 10−7

= 2,89848 x 10-2

x 6,6 x 10-7

= 0,00000001913 m

KR = ∆𝜆

𝜆 x 100%

= 1,913 𝑥 10−8

6,6 x 10−7 x 100%

= 2,9 % (3 AP)

(λ ± ∆λ) = (6,60 ± 0,19) x 10-7

m

141

Bagian II : Polarisasi

Berdasarkan hasil pengamatan, kita dapat menentukan karakteristik

polarisasi dari sumber cahaya. Hal ini disebabkan oleh karena cahaya

yang masuk pada keping polarisasi adalah murni keluar dari laser,

sehingga dapat dilihat pada saat keping polarisasi berada pada sudut

00, fringe terlihat cerah dan jelas. Namun pada saat salah satu keping

polarisasi kita putar pada beberapa sudut tertentu ( 30 dan 600) , fringe

yang tampak semakin kurang jelas. Pada akhirnya, pada sudut 900

fringe semakin kabur atau kurang jelas. Perubahan pola fringe sesuai

dengan waktu yang digunakan pada saat salah satu keping polarisasi

diputar.

Pada langkah kedua dapat disimpulkan bahwa panjang lintasan sinar

ternyata mempengaruhi hasil polarisasi, karena sinar yang terpolarisasi

merupakan hasil pemantulan dari kedua cermin. Hal ini ditunjukkan

pada saat salah satu keping polarisasi berada pada sudut 0o keadaan

fringe masih terlihat cerah dan jelas, namun ketika keping polarisasi

diputar pada sudut tertentu, fringe yang terlihat pada layar perlahan-

lahan kurang jelas, hingga ketika sudut 90o fringe semakin kurang jelas

atau kabur.

Pada saat kedua keping polarisasi ditempatkan pada kedua cermin

yang berbeda, polarisasi silang dari kedua cermin tersebut berakibat

pada pola fringe yang terbentuk, dimana pada saat tertentu fringe

kelihatan jelas dan pada saat lain kurang jelas dan bentuknya tidak

beraturan.

I. Kesimpulan

Panjang gelombang dari sinar laser pada percobaan ini sebesar 6,6 x 10-7

meter.

Perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas dapat

mempengaruhi hasil polarisasi.

142

Pada sudut 00 fringe yang tampak pada layar kelihatan cerah dan jelas dan

pada sudut tertentu hingga sudut 900 fringe yang teramati tampak kabur

dan bentuknya tidak beraturan, dimana ini menunjukkan bahwa

karateristik polarisasi dapat teramati dengan jelas pada proses perubahan

keadaan fringe yang terjadi.

Penempatan keping polarisasi mempengaruhi polarisasi silang sumber

cahaya.

J.Kemungkinan Kesalahan

Kurangnya ketepatan praktikan dalam merangkai dan menyusun alat

sehingga pola interferensi yang terbentuk kurang baik.

Tidak tepatnya praktikan dalam menghitung jumlah fringe yang keluar,

sehingga mempengaruhi keakuratan data.

Kesalahan dalam membaca skala pada micrometer knob sehingga

mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh.

K. Daftar Pustaka

Resnic, Robert dan Halliday, David. 1996. Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga

(terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto). Jakarta :

Erlangga

Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W,. 1985.Fisika Untuk Universitas

1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana dan Drs.

Amir Achmad). Jakarta : Binacipta

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi.

http://en.wikipedia.org/wiki/Interferometry (diakses pada tanggal 17 Desember

2012 pukul 15.17 WITA)

http://en.wikipedia.org/wiki/Michelson_interferometer (diakses pada tanggal

17 Desember 2012 pukul 15.00 WITA)

TOPIK VIII

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

INDEKS BIAS GELAS

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

TOPIK VIII

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

143

A. Topik :

INDEKS BIAS GELAS

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hubungan antara besar sudut yang terbentuk dengan

banyaknya frinji yang dihasilkan?

2. Berapakah nilai dari indeks bias gelas?

3. Bagaimanakah perbandingan antara indeks bias gelas dengan indeks bias

udara?

C. Tujuan

1. Mengetahui hubungan antara besar sudutyang terbentuk dengan jumlah

banyaknya frinji yang dihasilkan.

2. Mengetahui nilai indeks bias gelas.

3. Mengetahui perbandingan indeks bias gelas dengan indeks bias udara.

D. Landasan Teori

Indeks bias udara pada kondisi standar untuk cahaya violet yang panjang

gelombangnya 436 nm adalah 1,0002957. Sedangkan untuk cahaya merah 436

nm, indeks biasnya 1,0002914. Dengan demikian untuk kebanyakan keperluan,

indeks bias udara dapat dianggap 1. Indeks bias gas bertambah sesuai dengan

pertambahan kerapatan gas yang bersangkutan. Berdasarkan persamaan diatas,

sudut bias φa selalu lebih kecil dari sudut datang φv , untuk sinar yang datang

melewati ruang vakum kesalah satu zat, dimana semua angka indeks lebih besar

dari 1.

(http://sudarmonorasyid.blogspot.com/2011/04/laboratorium-i-indeks-

bias-gelas.html)

Sudut yang terbentuk antara sinar datang dan garis normal disebut sudut

bias. Sedangkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias

disebut dengan indeks bias. Besar atau nilai indeks dari suatu medium terhadap

medium lainnya bergantung bukan hanya pada jenis/macam zat, tetapi juga

bergantung pada panjang gelombang cahaya yang merambat. Bila panjang

144

gelombang tidak disebutkan, biasanya indeks bias yang diambil adalah indeks

bias cahaya kuning lampu natrium yang panjang gelombangnnya 589 nm.

Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara

kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada

suatu medium.

Secara matematis, indeks bias dapat ditulis

Dimana:

n = indeks bias

c = kecepatan cahaya dalam ruang hampa

v = cepat rambat cahaya pada suatu medium

Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 atau (n ≥ 1).

(Halliday, 1996)

Indeks bias udara diukur dengan mengubah secara perlahan berat jenis dari

udara sehingga mendekati panjang tertentu dari satu sinar yang garis berada

dalam interferometer Michelson. Metode ini tidak mudah bekerja pada subtansi

zat padat seperti kaca, oleh sebab itu harus diperhatikan pengukuran indeks bias

kaca yang diubah secara perlahan-lahan sehingga kaca dapat dilewati sinar

melalui interferometer. Dan pada perubahan indeks bias dari kaca dengan secara

tidak langsung dapat memperlambat perubahan panjang kaca secara keseluruhan

oleh interferometer. Dengan eksperimen ini dapat diketahui teknik-teknik dalam

membuat ukuran.

(Kusminarto,2011:89)

Indeks bias gelas yang umum digunakan untuk alat optik terletak antara

1,46 dan 1,96. sedikit sekali zat yang indeks biasnya lebih besar dari harga ini.

Salah satunya adalah intan yang memiliki indeks bias 2,42. benda lainnya yaitu

crystalline titanium dioxide (rutil) yang indeks biasnya 2,7.seperti yang tercantum

pada tabel indeks bias dari beberapa zat yang diukur relatif terhadap vakum untuk

panjang gelombang (λ) = 589 nm (5890 Ǻ). (Weston Sears,1985)

145

Tabel indeks bias dari beberapa medium

Untuk λ = 589 nm (5890 Ǻ)

Zat Indek bias Zat Indeks bias

Zat padat

Es (h2o)

Fluorit

Garam (nacl)

Kuarsa (sio2)

Zirkon (zro2-sio2)

Intan (c)

Fabulit (srtio3)

1,309

1,434

1,544

1,544

1,923

2,417

2,409

Zat cair pada 200C

Metil alkohol (ch2oh)

Air (h2o)

Etil alkohol (c2h5oh)

Karbon tetrakhlorir (ccl4)

Terpentin

Gliserin

Benzena

1,3290

1,3330

1,3618

1,4607

1,4721

1,4730

1,3012

Indeks bias udara diukur dengan mengubah secara perlahan berat jenis dari

udara sehingga mendekati panjang tertentu dari satu sinar yang garis berada

dalam interferometer Michelson. Metode ini tidak mudah bekerja pada subtansi

zat padat seperti kaca, oleh sebab itu harus diperhatikan pengukuran indeks bias

kaca yang diubah secara perlahan-lahan sehingga kaca dapat dilewati sinar

melalui interferometer. Dan pada perubahan indeks bias dari kaca dengan secara

tidak langsung dapat memperlambat perubahan panjang kaca secara keseluruhan

oleh interferometer. Dengan eksperimen ini dapat diketahui teknik-teknik dalam

membuat ukuran. Indeks bias gelas yang umum digunakan untuk alat optik

terletak antara 1,46 dan 1,96. sedikit sekali zat yang indeks biasnya lebih besar

dari harga ini. Salah satunya adalah intan yang memiliki indeks bias 2,42. benda

lainnya yaitu crystalline titanium dioxide (rutil) yang indeks biasnya 2,7.seperti

yang tercantum pada tabel indeks bias dari beberapa zat yang diukur relatif

terhadap vakum untuk panjang gelombang (λ) = 589 nm (5890 Ǻ).

(http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html)

146

E. Alat-alat

a. Dasar interferometer (basic interferometer 05 - 9255 A)

b. Laser (05 - 9171)

c. Bangku optik

d. Perlengkapan interferometer, meja rotasi, dan kaca bening

F. Variabel dan definisi operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah :

1. Sudut yang disimbolkan dengan θ, yang nilainya diperoleh dengan

cara menggeser secara perlahan-lahan jarum rotasi yang berada pada

meja rotasi (rotating pointer) sampai pada sudut tertentu, yang dalam

percobaan ini sudutnya divariasikan dari 00 sampai dengan 30

0 .

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

1. Jumlah frinji, disimbolkan dengan n. Yaitu banyaknya frinji (garis-

garis interferensi yang berupa garis-garis lengkung yang menyerupai

lingkaran) yang muncul pada screen atau layar selama meja rotasi

diputar atau digeser dari sudut 00 sampai dengan sudut tertentu (θ).

2. indeks bias gelas, yang disimbolkan dengan ng. Yaitu bilangan yang

menyatakan perbandingan antara proyeksi sinar datang dengan

proyeksi sinar bias. Dimana dalam percobaan ini besarnya dipengaruhi

oleh banyaknya frinji yang dihasilkan untuk sudut tertentu, dan

dihitung dengan menggunakan persamaan :

( ) ( )

( )

147

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

1. Panjang gelombang yang disimbolkan dengan λ0, yaitu merupakan

panjang gelombang mula-mula dari sumber cahaya dalam keadaan

bias.

2. Ketebalan gelas, disimbolkan dengan t dengan satuan mm yang

besarnya diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup.

G. Prosedur kerja

1. Menyusun peralatan seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar : susunan peralatan

2. Memasang laser dan interferometer pada mode michelson. Memeriksa

susunan dan cara kerja alat.

3. Menempatkan meja rotasi diantara pembelah sinar dan cermin yang dapat

digerakkan, sehingga tegak lurus terhadap garis edar optik.

4. Menempatkan jarum penunjuk supaya ‘0’ sejajar dengan skala derajat

pada kaki interferometri.

5. Melepaskan lensa dari depan laser, menahan layar yang terletak diantara

kaca bening dan cermin yang bisa digerakkan. Jika ada satu titik terang

dan beberapa titik tambahan pada layar, sudut meja rotasi diatur sampai

148

ada satu titik terang. Kemudian mengatur kembali jarum penunjuk skala

kaca bening sampai tegak lurus terhadap garis edar optik.

6. Mengamati layar dan lensa lalu mengatur kembali untuk mendapatkan

nilai konstan dari tepi pada layar.

7. Mengamatai layar dan lensa lalu mengatur kembali untuk mendapatkan

nilai konstan dari tepi pada layar.

8. Memutar meja rotasi secara perlahan-lahan dengan menggeser lengan bias.

Menghitung jumlah perputaran frinji yang terjadi selama meja rotasi

diputar dari nol derajat sampai sudut (θ) yang diinginkan (minimal 10o),

kemudian mencatatnya dalam tabel hasil pengamatan.

Tabel hasil pengamatan

T = ………….m

λ0 =………………m

λ =………………m

θ (0) θ (rad) N

0-10

0-15

0-25

0-30

0,174532925

0,261799387

0,34906585

0,523598775

H. Analisis Data

Pada dasarnya, cara untuk menghitung indeks bias adalah relatif sederhana,

cahaya yang besar akan lewat, melalui kaca selama berotasi. Langkah-langkah

untuk menghitung indeks bias adalah sebagai berikut :

1. Menentukan perubahan panjang garis edar dan sinar cahaya selama

kaca bening berotasi. Menentukan besar perubahan panjang garis edar

melalui gelas (dg(ө)) dan berapa besar melewati udara (du(ө)).

2. Menghubungkan perubahan panjang garis edar untuk pengukuran

setiap perubahan frinji dengan persamaan sebagai berikut :

149

( ) ( )

Dimana na = indeks bias udara

ng = indeks bias gelas

λ0 = panjang gelombang mula-mula dari sumber cahaya dalam

keadaan diam

n = jumlah frinji yang dihitung

Untuk menyelesaikan analisis ini cukup rumit. Jadi yang perlu

diperhitungkan adalah persamaan untuk perhitungan dasar indeks bias

pada hasil pengukuran ini. Namun dianjurkan agar berusaha untuk

menganalisis sendiri sehingga sangat membantu pemahaman terhadap

pengukuran dan kesulitan dalam menganalisa.

( ) ( )

( )

Dimana t = ketebalan gelas

I. Hasil pengamatan dan pengolahan data

Tabel hasil pengamatan

t = 5, 65 mm = 5, 65 x 10-3

m

λ0 = 610 nm = 6,10 x 10-7

m

λ = 6,32 x 10-7

m

θ (0) θ (rad) N

0-10

0-15

0-25

0-30

0,174532925

0,261904761

0,436507936

0,523809523

70

153

283

299

150

Menghitung indeks bias untuk masing-masing sudut

Sudut 0 - 100

ng = ( ) ( )

( )

= [ ( ) ( )( ] ( )

( )( ) [( )( )]

= ( ) ( )

( ) ( )

=

= 1,212741

Sudut 0-150

ng = ( ) ( )

( )

= [ ( ) ( )( ] ( )

( )( ) [( )( )]

= ( ) ( )

( ) ( )

=

= 1,371213

Sudut 0-250

ng = ( ) ( )

( )

= [ ( ) ( )( ] ( )

( )( ) [( )( )]

= ( ) ( )

( ) ( )

=

= 1,799333

151

Sudut 0-300

ng = ( ) ( )

( )

= [ ( ) ( )( ] ( )

( )( ) [( )( )]

= ( ) ( )

( ) ( )

=

= 2,144378

Menghitung indeks bias rata-rata

θ (0) θ (rad) Ng Ng

2

0-10

0-15

0-25

0-30

0,174532925

0,261904761

0,436507936

0,523809523

1,212741

1,371213

1,799333

2,144378

1,470740733

1,880225091

3,237599245

4,598357007

Σng = 6,527665

(Σng)2 = 42,610410

(Σng2) = 11,186922076

ng =

=

=

= 1,63191625

∆ng = √(

) ( )

( ) x ng

= √( )

( ) x 1,63191625

= √

x 1,63191625

= 0,0445266313 x 1,63191625

= 0,07266373

KR =

x 100%

152

=

x 100%

= 4,45% (3 AP)

(ng ± ∆ng) = (1,63 ± 0,07)

Perbandingan indeks bias gelas dan indeks bias udara

1,632 : 1,003

2 : 1

J. Interpretasi data

Berdasarkan data hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa semakin besar

nilai sudut Ө yang diambil maka semakin banyak pula jumlah frinji yang keluar.

Dengan kata lain, banyaknya frinji yang muncul pada layar tergantung pada

besarnya sudut putar oleh meja rotasi.

dengan data hasil perhitungan diatas nampak bahwa indeks bias gelas/kaca

yang diperoleh lebih besar daripada nilai indeks bias udara (1,003) yaitu sebesar

1,63191625, dimana nilai ini merupakan kisaran nilai dari indeks bias gelas

seperti tampak pada tabel indeks bias dari beberapa medium untuk λ = 589 nm

(5890 Å) diatas.

K. Kesimpulan

1. Semakin besar nilai sudut Ө, maka semakin banyak jumlah frinji yang

keluar atau yang dihasilkan.

2. Banyaknya frinji yang muncul pada layar tergantung pada besarnya sudut

putar oleh meja rotasi.

3. Indeks bias kaca/gelas yang diperoleh pada percobaan ini sebesar 1,631.

L. Kemungkinan kesalahan

1. Kurang teliti praktikan dalam menghitung jumlah fringe yang keluar atau

yang tampak pada layar.

153

2. Pengaruh ruangan yang kurang kondusif, yang dalam hal ini adanya

pengaruh cahaya dari luar yang masuk ke ruang gelap, sehingga

mempengaruhi pola fringe yang diamati.

3. Kurangnya ketelitian praktikan dalam menggeser tuas, yang dalam hal ini

kecepatan tangan dalam menggeser tuas tidak sama, sehingga

mempengaruhi perhitungan jumlah fringe.

M. Daftar pustaka

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi.

Resnic, Robert dan Halliday, David. 1996. Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga

(terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto). Jakarta:

Erlangga

Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985, Fisika Untuk

Universitas 1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana

dan Drs. Amir Achmad) Jakarta: Binacipta.

http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html (diakses pada tanggal 13 Desember 2012

pukul 13.40 WITA)

http://sudarmonorasyid.blogspot.com/2011/04/laboratorium-i-indeks-bias-

gelas.html (dikases pada tanggal 13 Desember 2012 pada pukul 13.15

WITA)

TOPIK IX

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

PENGUKURAN LAJU TRAANSMISI CAHAYA

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

154

A. Topic :

PENGUKURAN LAJU TRANSMISI CAHAYA

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kecepatan transmisi cahaya jika merambat melalui serat

optik?

2. Bagaimanakah perbandingan antara laju cahaya dalam serat optik dengan

laju cahaya di udara ?

3. Berapakah indeks bias untuk serat optik?

C. Tujuan Percobaan

1. Mengukur kecepatan transmisi cahaya jika merambat melalui serat optic.

2. Membandingkan laju cahaya dalam serat optik dengan laju cahaya di

udara.

3. Menentukan indeks bias dari serat optik.

D. Landasan Teori

Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari kaca

atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat

digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat

lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED[1]

. Kabel

ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat

optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias

dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan

transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai

saluran komunikasi.

Perkembangan teknologi serat optik saat ini, telah dapat menghasilkan

pelemahan (attenuation) kurang dari 20 decibels (dB)/km. Dengan lebar jalur

(bandwidth) yang besar sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data

menjadi lebih banyak dan cepat dibandingan dengan penggunaan kabel

155

konvensional. Dengan demikian serat optik sangat cocok digunakan terutama

dalam aplikasi sistem telekomunikasi. Pada prinsipnya serat optik memantulkan

dan membiaskan sejumlah cahaya yang merambat didalamnya.

Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun

gelas/kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap

oleh serat optik.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik)

Kelajuan cahaya (kelajuan cahaya dalam ruang vakum; kecepatan cahaya)

adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c, singkatan dari

celeritas (yang dirujuk dari dari bahasa Latin) yang berarti "kecepatan".

Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per

detik. Nilai ini merupakan nilai eksak disebabkan oleh panjang meter

didefinisikan berdasarkan konstanta kelajuan cahaya Kelajuan ini merupakan

kelajuan maksimum yang dapat dilajui oleh segala bentuk energi, materi, dan

informasi dalam alam semesta. Kelajuan ini merupakan kelajuan segala partikel

tak bermassa dan medan fisika, termasuk radiasi elektromagnetik dalam vakum.

Kelajuan ini pula menurut teori modern adalah kelajuan gravitasi (kelajuan dari

gelombang gravitasi). Partikel-partikel maupun gelombang-gelombang ini

bergerak pada kelajuan c tanpa tergantung pada sumber gerak maupun kerangka

acuan inersial pengamat. Dalam teori relativitas, c saling berkaitan dengan ruang

dan waktu. Konstanta ini muncul pula pada persamaan fisika kesetaraan massa-

energi E = mc2 .

(Kusminarto,2011:52)

Sistem transmisi serat optik ini dibandingkan dengan teknologi transmisi

yang lain mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :

156

1. Redaman transmisi yang kecil.

Sistem telekomunikasi serat optik mempunyai redaman transmisi per km

relatif kecil dibandingkan dengan transmisi lainnya, seperti kabel coaxial

ataupun kabel PCM. Ini berarti serat optik sangat sesuai untuk dipergunakan

pada telekomunikasi jarak jauh, sebab hanya membutuhkan repeater yang

jumlahnya lebih sedikit.

2. Bidang frekuensi yang lebar

Secara teoritis serat optik dapat dipergunakan dengan kecepatan yang

tinggi, hingga mencapai beberapa Gigabit/detik. Dengan demikian sistem ini

dapat dipergunakan untuk membawa sinyal informasi dalam jumlah yang besar

hanya dalam satu buah serat optik yang halus.

3. Ukurannya kecil dan ringan

Dengan demikian sangat memudahkan pengangkutan pemasangan di

lokasi. Misalnya dapat dipasang dengan kabel lama, tanpa harus membuat

lubang polongan yang baru.

4. Tidak ada interferensi

Hal ini disebabkan sistem transmisi serat optik mempergunakan

sinar/cahaya laser sebagai gelombang pembawanya. Sebagai akibatnya akan

bebas dari cakap silang (cross talk) yang sering terjadi pada kabel biasa. Atau

dengan perkataan lain kualitas transmisi atau telekomunikasi yang dihasilkan

lebih baik dibandingkan transmisi dengan kabel. Dengan tidak terjadinya

interferensi akan memungkinkan kabel serat optik dipasang pada jaringan

tenaga listrik tegangan tinggi (high voltage) tanpa khawatir adanya gangguan

yang disebabkan oleh tegangan tinggi.

(http://elektro63.blogspot.com/2011/12/serat-optik.html)

Kelajuan cahaya yang merambat melalui bahan-bahan transparan seperti

gelas ataupun udara lebih lambat dari c. Rasio antara c dengan kecepatan

v(kecepatan rambat cahaya dalam suatu materi) disebut sebagai indeks refraksi

n material tersebut (n = c / v). Sebagai contohnya, indeks refraksi gelas

umumnya berkisar sekitar 1,5, berarti bahwa cahaya dalam gelas bergerak pada

kelajuan c / 1,5 ≈ 200.000 km/s; indeks refraksi udara untuk cahaya tampak

157

adalah sekitar 1,0003, sehingga kelajuan cahaya dalam udara adalah sekitar

90 km/s lebih lambat daripada c.

(Siregar,2010:37)

Saat ini serat optik sudah digunakan secara luas dalam sistim

telekomonikasi serta dalam pencahayaan, sensor, dan optik pencitraan. Serat

optik terdiri dari 2 bagian, yaitu cladding dan core. Cladding merupakan

selubung dari core yang mempunyai indeks bias lebih rendah dari core

sehingga dapat memantulkan kembali cahaya yang mengarah keluar dari core

untuk kembali ke dalam core lagi.

Ketika cahaya dilewatkan dari sebuah medium dengan indeks bias m, ke

medium yang lain denagn indeks bias yang lebih rendah m2, dibelokkan

menjauhi garis. Pada sudut yang lain (sudut kritis), cahaya yang dibiaskan

tidak akan menuju m2, melainkan akan diteruskan sepanjang permukaan antara

kedua median (sinus[sudut kritis] = n2/n1 di mana n1 dan n2 adalah indeks

bias [n1 lebih besar n2]. Jika berkas cahaya yang dibiaskan akan dipantulkan

seluruhnya kembali melalui m1 (totalinternal reflection), meskipun melalui m2

mungkin menjadi transparan.

(Purwanto,2006:62)

E. Alat Yang Digunakan

1. Osciloscop

2. Optical receiver

3. Optical transmitter

4. Voltmeter

5. Serat optik yang panjangnya 20 m dan 5 m.

6. Baterai (12 volt) sebagai sumber energi

7. Kabel penghubung

158

F. Variabel Dan Definisi Operasional

a. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

1. Panjang serat optik, disimbolkan dengan L. Dimana dalam percobaan

ini panjang serat optik yang digunakan sepanjang 19,08 m dan 25,65 m

yang diukur dengan menggunakan mistar.

b. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

1. Pergeseran top trace osciloscope, dimana nilai ini terbaca melalui

osciloscope dengan mengatur tombol time/div pada osciloscope.

2. Kecepatan transmisi cahaya dalam serat optik, yang hasilnya

diperoleh melalui perbandingan antara panjang serat optik dengan

besarnya pergeseran top trace.

3. Indeks bias serat optik, yang nilainya diperoleh dari hasil

perbandingan antara kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan

transmisi cahaya dalam serat optik.

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

1. Tegangan zero dan gain pada papan penerima optik atau optical

reciver yang dikontrol dengan voltmeter

2. Tegangan sumber, yang dalam hal ini berkisar 12 volt yang berasal

dari batu baterei.

159

G. Prosedur Kerja

Output I

1. Menyusun peralatan seperti tampak pada gambar berikut, dengan

menggunakan fiber sepanjang 20 m.

Gambar Susunan Peralatan

2. Output 1 digunakan untuk memperoleh ukuran (nilai) yang tepat pada alat

ukur (meter) ± 50-100% dan pada bagian Y digunakan sebagai monitor

output dibawah signal yang ada pada output 1.

3. Mengganti fiber 20 meter dengan yang lebih pendek dan pada ujung

transmitter (dan juga pada receiver jika diperlukan) ditarik keluar sampai

diperoleh angka yang sama seperti semula.

Catatan :

Top trace akan bergeser 2 mm ke kiri menandakan bahwa waktu

yang dicapai untuk perambatan cahaya melalui fiber dengan catatan

waktu: 0,2 div x 0,5 μs/div = 0,1 μs.

Kecepatan cahaya pada fiber adalah 20 m/0,1 µm = 2 x 10-8

m/s

Kecepatan cahaya dalam udara adalah 3 x 108 m

Output 2

1. Menggunakan fiber berukuran 20 m.

2. Monitor output 1v/cm. Merupakan catatan waktu awal yang dipancarkan

dari output tersebut.

160

Catatan :

Output dari “monitor”dan output dari “output dua” akan

menghasilkan angka yang sama. Sebagai tambahan signal yang

datang mengalami perlambatan waktu pada saat melewati fiber dan

ini merupakan perkiraan utama dalam extra deley.

Jika modulasi frekuensinya dikurangi dengan menggunakan energi

dari luar, maka input dan output yang dihasilkan lebih rendah dari

tingkat frekuensi sebelumnya.

H. Teknik Analisis Data

1. Menghitung Kesalahan Relatif (KR) untuk setiap hasil pengukuran.:

Untuk panjang fiber (L)

Ketelitian (

)

KR =

Untuk pergeseran top trace

Pergeseran top trace x time base adalah waktu rambat cahaya pada

serat optik (T).

Ketelitian

KR =

2. Menentukan laju cahaya dalam serat optik

C =

3. Membandingkan laju cahaya dalam serat optik dengan laju cahaya

diudara.

Hasil perbandingan menyatakan indeks bias serat optik.

n =

I. Data Hasil Percobaan

Chanel 1 = 0,2 volt/div

161

Chanel 2 = 0,2 volt/div

Time base = 5 ms/div = 1 ms

Tabel data hasil pengamatan

Panjang serat (L) (meter) Pergeseran top trace (div)

19,08 3,91

25,65 3,94

J. Analis Data

Menghitung Panjang Serat Optik

L1 = 19,08 m

∆L1 =

x Nst Mistar

=

x 0,1 cm

= 0,0005 m

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,003% (6 AP)

(L1 ± ∆L1) = (1,90800 ± 0,00005) 101 m

L2 = 25,65 m

∆L2 =

x Nst Mistar

=

x 0,1 cm

= 0,0005 m

KR =

x 100%

=

x 100%

= 0,002% (6 AP)

(L2 ± ∆L2) = (2,56500 ± 0,00005) 101 m

Menghitung Pergeseran Top Race

T1 = 3,91 x Time base

= 3,91 div x 5 ms/div

= 169,55 ms

= 0,01955 s

∆T1 =

x Nst Osciloscop

=

x 1 ms

= 0,5 ms = 0,0005 s

KR =

x 100%

=

x 100%

= 2,6% (3 AP)

(T1 ± ∆T1) = (1,96 ± 0,05) 10-2

s

T2 = 3,94 x Time base

= 3,94 div x 5 ms/div

= 19,7 ms

= 0,0197 s

162

∆T2 =

x Nst Osciloscop

=

x 1 ms

= 0,5 ms = 0,0005 s

KR =

x 100%

=

x 100%

= 2,5% (3 AP)

(T2 ± ∆T2) = (1,97 ± 0,05) 10-2

s

Menghitung Kecepatan Transmisi

Cahaya

C =

=

=

=

= 43800 m/s

= 4,3800 x 104 m/s

Tabel hasil pengolahan data

Panjang fiber ( L ± ∆L ) meter Waktu rambat cahaya ( T ± ∆T ) sekon

(1,90800 ± 0,00005) 101

(2,56500 ± 0,00005) 101

(1,96 ± 0,05) 10-2

(1,97 ± 0,05) 10-2

Perbandingan Kecepatan Transmisi Cahaya Dalam Serat Optik Eksperimen

Dan Teori

cteori = 2,9978 x 108

m/s

cexperimen = 4,3800 x 104 m/s

% Beda = |

| x 100%

= |

| x 100%

= 99,95%

Menghitung Indeks Bias Serat Optik

n =

=

= 6844,29

163

Menentukan Perbandingan Indeks Bias Serat Optik Eksperimen Dan Teori

nexp = 6844,29

nteori = 1,49

% Beda = |

| x 100%

= |

| x 100%

= 99,97%

K. Interpretasi Data

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diperoleh nilai kecepatan atau laju

transmisi cahaya dalam serat optik sebesar 4,3800 x 104 m/s dan nilai indeks bias

dari serat optik yang digunakan sebesar 6844,29. Bila dibandingkan dengan nilai

teori persentase perbandingan antara nilai laju transmisi experimen dan indeks bias

eksperimen mengalami perbedaan yang terlampau jauh bahkan hampir mencapai

perbedaan 100%. Adapun besar perbedaannya yaitu 99,95 % untuk kecepatan cahaya

dalam serat optik dan 99,97% untuk indeks bias dalam serat optik. Perbedaan nilai

ini terjadi diakibatkan oleh beberapa kesalahan prosedural yang mungkin saja terjadi

selama proses pengambilan data.

L. Kesimpulan

1. Cahaya tidak hanya dapat merambat di udara tetapi juga dapat merambat

melalui medium.

2. Pada serat optik, gelombang cahaya yang bertugas membawa sinyal informasi,

dimana tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau

kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan

komponen opipeltronik yang terdapat pada setiap ujung serat optik

3. Kecepatan cahaya yang merambat melalui medium lebih kecil jika

dibandingkan dengan kecepatan cahaya di udara.

4. Indeks bias dari serat opti secara experimen diperoleh sebesar 6844,29.

164

M. Kemungkinan Kesalahan

1. Kabel penghubung yang dipergunakan tidak dapat berfungsi secara maksimal

(ada yang terkelupas).

2. Tegangan baterei yang dipergunakan sudah melemah, sehingga mempangaruhi

tegangan pada optical receiver yang terbaca pada voltmeter.

3. Sinyal gelombang yang diperoleh tidak berupa sinyal sinusoidal sempurna,

sehingga mempengaruhi penjumlahan sinyal gelombang antara chanel 1 dan

chanel 2.

N. Daftar Pustaka

Kusminarto. 2011. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: Andi

Siregar,Rustam E. 2010. Teori dan Aplikasi Fisika Kuantum. Bandung: Widya

Pajajaran

Purwanto,Agus. 2006. Fisika Kuantum. Jogjakarta: Gavamedia

http://elektro63.blogspot.com/2011/12/serat-optik.html (diakses pada tanggal 13

Desember 2012 pukul 13.15WITA)

http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik (diakses pada tanggal 17 Desember 2012

pukul 15.21 WITA)

TOPIK X

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

SERAT OPTIK DENGAN MENGGUNAKAN

SATU OPTICAL RECEIVER

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

165

A. Topik :

SERAT OPTIK DENGAN MENGGUNAKAN

SATU OPTICAL RECEIVER

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah perbandingan nilai Tegangan Gain Kontrol dan Zero Kontrol

yang terdapat pada papan penerima optik dalam mentransmisikan cahaya?

2. Bagaimana perbandingan Tegangan Gain Kontrol dan Zero Kontrol yang

diperoleh dari hasil eksperimen?

3. Bagaimanakah kelebihan serat optik dalam mentransmisikan cahaya dari

sumber cahaya ke optical receiver?

4. Berapakah tegangan yang diperlukan oleh gain control dan zero control

pada optical receiver dalam mentransmisikan cahaya?

C. Tujuan

1. Menentukan besar tegangan gain kontrol dan zero kontrol yang terdapat

pada papan penerima optik

2. Membandingkan tegangan gain kontrol dan zero kontrol yang diperoleh

dari hasil percobaan.

3. Mempraktekkan dan mengetahui secara langsung kelebihan serat optic

dalam mentransmisikan cahaya

4. Mengukur tegangan yang diperlukan oleh gain control dan zero control

optical receiver dalam mentransmisikan cahaya

D. Landasan Teori Dan Hipotesis

Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari

kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat

digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat

lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini

berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik

tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari

udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan

166

transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai

saluran komunikasi.

Perkembangan teknologi serat optik saat ini, telah dapat menghasilkan

pelemahan (attenuation) kurang dari 20 decibels (dB)/km. Dengan lebar jalur

(bandwidth) yang besar sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data

menjadi lebih banyak dan cepat dibandingan dengan penggunaan kabel

konvensional. Dengan demikian serat optik sangat cocok digunakan terutama

dalam aplikasi sistem telekomunikasi. Pada prinsipnya serat optik memantulkan

dan membiaskan sejumlah cahaya yang merambat didalamnya.

Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun

gelas/kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap

oleh serat optik.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik)

Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari

kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat

digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat

lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini

berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik

tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari

udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan

transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai

saluran komunikasi.

(Soedjojo,1992:170)

Serat optik digunakan sebagai sensor karena mempunyai keunggulan

dibanding sensor yang lainnya, diantaranya adalah tidak kontak langsung dengan

obyek pengukuran, tidak menggunakan listrik sebagai isyarat, akurasi

pengukuran tinggi, relatif kebal terhadap induksi listrik dan magnet, dapat

dimonitoring dari jarak jauh, dapat dihubungkan dengan sistem komunikasi dara

melalui perangkat antar muka (interface), serta ukurannya yang kecil dan ringan.

167

Prinsip kerja dari sensor serat optik dibangun dari 3 macam modulasi, yaitu

modulasi intensitas, modulasi fase dan mosulasi panjang gelombang.

(http://faqihfatony.blogspot.com/2012/12/pemanfaatan-serat-optik.html)

Perkembangan teknologi serat optik saat ini, telah dapat menghasilkan

pelemahan (attenuation) kurang dari 20 decibels (dB)/km. Dengan lebar jalur

(bandwidth) yang besar sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data

menjadi lebih banyak dan cepat dibandingan dengan penggunaan kabel

konvensional. Dengan demikian serat optik sangat cocok digunakan terutama

dalam aplikasi sistem telekomunikasi../../../Dokumen/Semester V/LAB 1/materi

Lab 1/Serat_optik.htm - cite_note-Hecht-2. Pada prinsipnya serat optik

memantulkan dan membiaskan sejumlah cahaya yang merambat didalamnya.

(kusminarto,2011:41)

Sistem masih sederhana dan menjadi dasar bagi sistem generasi

berikutnya, terdiri dari : alat encoding : mengubah input (misal suara) menjadi

sinyal listrik transmitter : mengubah sinyal listrik menjadi sinyal gelombang,

berupa LED dengan panjang gelombang 0,87 mm. serat silika : sebagai

penghantar sinyal gelombang repeater : sebagai penguat gelombang yang

melemah di perjalanan receiver : mengubah sinyal gelombang menjadi sinyal

listrik, berupa fotodetektor alat decoding : mengubah sinyal listrik menjadi

output (misal suara) Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula ia

mengubah sinyal gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik,

kemudian diperkuat dan diubah kembali menjadi sinyal gelombang. Generasi

pertama ini pada tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10

Gb.km/s.(Siregar,2010:8-9)

E. Alat Dan Material

1. Papan penerima optik / Optical Receiver

2. Voltmeter Analog atau Digital

3. Baterai

4. Serat Optik (fibre optic)

168

5. Sumber Cahaya/lampu

F. Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun

variabel bebas pada percobaan ini adalah:

Tombol pengaturan zero dan gain, dimana pengaturan tombol putar

zero dan gain pada optical receiver ini berfungsi mengalirkan cahaya.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari

varibel bebas. Adapun variabel terikat pada percobaan ini yaitu:

Vg adalah tegangan pada gain, merupakan tegangan yang dihasilkan

oleh papan penerima optik yang dihubungkan dengan Multimeter

digital/analog pada tombol gain dan dibaca pada skala pembacaan

tegangan (volt).

Vz Adalah Tegangan Pada Zero merupakan tegangan yang

dihasilkan oleh papan penerima optik yang dihubungkan dengan

multimeter digital/analog pada tombol zero dan nilainya dibaca pada

skala pembacaan tegangan.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol

dalam percobaan ini yaitu :

Panjang serat optik, dimana pada percobaan ini meggunakan serat

optik dengan panjang 19,8 m yang diukur dengan menggunakan

mistar.

Tegangan sumber, yang dalam hal ini berkisar 6 volt yang berasal

dari tegangan batu baterei.

169

G. Prosedur Kerja

1. Menghubungkan power input ke baterai yang tersusun secara seri yang

tegangannya 6 volt dan menyalurkan secara perlahan arus DC dengan

kisaran 5-6 volt.

3. Menghubungkan voltmeter analog/digital dengan kisaran 0-15 volt ke

lubang output.

4. Memutar penuh gain kontrol berlawanan arah jarum jam, maka akan

diketehui bahwa gain zero kontrol dapat digunakan untuk memindahkan

tegangan output antara 0 dan sekitar 0,4 volt. Dengan menggunakan

cahaya untuk menyinari lubang, maka akan diketahui bahwa gain kontrol

dapat mengontrol kepekaan yang lebih dengan kisiran 15:1, juga akan

memberikan efek atas zero control. Tegangan output minimum

kemungkinan akan menjadi sekitar 50 volt gain maksimum.

Catatan : Ketika gain hampir stabil (untuk penerapan yang

benar) cahaya yang masuk kelubang penerima harus teratur ke

minimum dan zero kontrol diputar searah jarum jam sampai

tegangan bertambah 0,43 volt.

5. Output adalah sebuah digital output yang mana tanpa modulasi cahaya.

Keduanya bisa berada di 0 volt sekitar 5,5 volt, terutama jika tegangan

170

lampu berada didekat lubang. Meninjau sebuah lubanggelombang persegi

dan 100 Hz di output 2 (di USA 120 Hz).

Catatan : output 2 sengaja digunakan untuk pemindahan data cepat

dan untuk mengukur kecepatan cahaya dalam serat. Output 1 adalah

sangat cocok digunakan untuk frekuensi diatas 5 KHz. Selain itu bekerja

lebih teliti pada arus DC.

Gambar rangkaian

H. Analisis Data Dan Pembahasan

1. Pada saat gain kontrol berlawanan arah jarum jam, zero kontol

menunjukkan nilai tegangan sebesar 0,51 volt, sehingga dicatat sebagai

tegangan zero (Vz) = 0,51 volt

2. Sesudah diberi cahaya di depan lubang serat, gain kontrol mulai digunakan

untuk memberikan kepekaan yang lebih atau menambah laju penerima

cahaya oleh serat optik, pada saat gain kontrol diputar searah jarum jam

tegangan bertambah sebesar 0,03 volt. Jadi untuk tegangan gain (Vg) =

0,03 volt.

+

+

5-6 volt

zero gain

voltmeter

+ -

171

I. Hasil Percobaan Dan Pengolahan Data

1. Tegangan Zero

VZ = 0,51 Volt

∆VZ = Akurasi Voltmeter x Vz

= 0,005 x 0,51 Volt

= 0,00225 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(VZ ± ∆VZ) = ( 5,100 ± 0,022) 10-1

Volt

2. Tegangan Gain

VG = 0,03 Volt

∆VG = Akurasi Voltmeter x Vz

= 0,005 x 0,03 Volt

= 0,00015 Volt

KR = x 100%

= x 100%

= 0,5% (4 AP)

(VG ± ∆VG) = ( 3,000 ± 0,015) 10-2

Volt

1. Menghitung perbandingan Tegangan Zero dan Tegangan Gain

VZ : VG

0,51 : 0,03

17 : 1

172

2. Perbandingan antara hasil percobaan dengan teori

% Beda = x 100%

= x 100%

= 13,33%

I. Interpretasi Data

Dari data yang diperoleh, dapat diketahui perbandingan tegangan antara

gain dan zero yaitu 1: 17. Dari hasil data percobaan nilai zero 17 kali lebih

besar dari nilai gain, ini membuktikan bahwa zero kontrol mampu memberikan

kepekaan yang lebih besar dan menambah laju penerimaan cahaya melalui serat

optik yang dilaluinya.

J. Pembahasan

Dengan menggunakan cahaya melalui serat optik, dapat dibuktikan bahwa

serat optik dapat mentransmisikan cahaya serta mentransformasikan cahaya.

Peristiwa ini terjadi pada saat memutar gain kontrol secara penuh berlawanan

arah jarum jam. Pada refraksi yang mengharuskan bahwa jika cahaya dibelokkan

ke arah normal ketika merambat di udara ke medan yang rapat secara optis,

maka laju cahaya dalam medium nilainya lebih besar daripada laju cahaya di

udara.

Untuk perbandingan tegangan antara gain dengan zero, yaitu sebesar 1 : 17

menunjukkan bahwa gain kontrol dalam posisi maksimum akan memberikan

kepekaan hampir 17 kali lebih besar. Sebab pada gain kontrol frekuensi

gelombang cahaya yang melalui serat optik akan menghasilkan nilai tegangan

yang mendekati nilai sumber tegangan yang dihubungkan dengan power input.

Pada gain kontrol hampir seluruh tegangan, mampu dipindahkan melalui

serat optik sedangkan pada zero kontrol, besarnya frekuensi gelombang cahaya

hanya menghasilkan tegangan yang kecil.

173

K. Kesimpulan

1. Serat optik mampu menaikkan tegangan menjadi 10 kali lebih besar dari

tegangan semula.

2. Serat optik mampu mentransmisikan cahaya dari ujung satu ke ujung yang

lain.

3. Kenaikan tegangan pada Vg terjadi pada saat gain kontrol diputar penuh

searah jarum jam.

L. Kemungkinan Kesalahan

1. Kesalahan praktikan dalam merangkai/menyusun alat.

2. Sumber tegangan baterai yang dipergunakan tidak maksimal, sehingga

kenaikan tegangan pada gain control tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan.

M. Daftar Pustaka

Kusminarto.2011.Esensi Fisika Modern. Yogyakarta:Andi.

Siregar,Rustam E. 2010.Teori dan Aplikasi Fisika Kuantum. Bandung: Widya

Pajajaran

Soedjojo,peter. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

http://faqihfatony.blogspot.com/2012/12/pemanfaatan-serat-optik.html (diakses

pada tanggal 17 Desember 2012 pukul 11.16 WITA)

http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik (diakses pada tanggal 13 Desember

2012 pukul 13.43 WITA)

TOPIK XI

PRAKTIKUM LABORATORIUM FISIKA I

APPERATURE ACCESSORIES

DISUSUN OLEH

NAMA : Adib Pahrudin

NIM : 421 410 014

KELOMPOK : I (Satu)

KAWAN KERJA : Melinda I Usman

Nikmarizki Wadipalapa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2O12

174

A. Topik :

APPERTURE ACCESSORIES

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi celah terhadap intensitas bayangan?

2. Bagaimana pengaruh variasi celah yang digunakan terhadap intensitas

bayangan?

3. Bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan?

4. Bagaimana aberasi sferis dan aberasi warna pada suatu lensa?

C. Tujuan

1. Menunjukkan pengaruh variasi celah terhadap intensitas bayangan yang

dihasilkan.

2. Menunjukkan pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan.

3. Menunjukkan aberasi warna yang dihasilkan.

D. Landasan Teori

Aberasi merupakan peristiwa dimana bayangan yang dibentuk oleh sistem

optik tidak tepat serupa dengan bentuk bayangan atau dengan kata lain aberasi

yaitu penyimpangan bentuk bayangan dari bentuk bendanya.

Pengertian aberasi sferis tidak hanya ditujukan bagi permukaan lengkung

yang berwujud permukaan bola, melainkan juga untuk sembarang permukaan

lengkung. Jenis kelengkungan permukaan suatu benda akan menentukan

besarnya aberasi sferis yang terjadi. Aberasi sferis terjadi karena adanya

kelengkungan sferis permukaan bidang batas. Rumus optika geometri hanya

berlaku untuk berkas sinar-sinar yang paraksial.

Misalkan sinar paraksial dari titik sumber P membentuk bayangan P’, maka

berkas sinar yang lebih jauh dari sumbu utama akan membentuk bayangan P”

yang letaknya berbeda dengan P’. Sehingga dari berbagai berkas sinar yang

semakin jauh dari sumbu utama akan dibentuk berbagai bayangan sehingga

secara keseluruhan bayangan dari suatu titik sumber cahaya tidak akan berwujud

titik bayangan melainkan akan berbentuk bundaran kabur. Makin besar

bundarannya makin kabur bayangan tersebut, dan bayangan yang paling tajam

175

akan berada di tempat dimana bundaran bayangan paling kecil. Bundaran paling

kecil tersebut disebut dengan “circle of least confucion” yakni bundaran dengan

kekaburan minimum.

(http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html)

Aberasi optik (optical aberration) adalah degradasi kinerja suatu sistem

optik dari standar pendekatan paraksial optika geometris (paraxial optics).

Degradasi yang terjadi dapat disebabkan sifat-sifat optik dari cahaya maupun

dari sifat-sifat optik sistem kanta sebagai medium terakhir yang dilalui sinar

sebelum mencapai mata pengamatnya.

(http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-aberasi-sferis.html)

Definisi aberasi adalah kelainan bentuk bayangan yang dihasilkan oleh lensa

atau cermin. Suatu kesalahan dalam system optis sehingga bayangan yang terjadi

tidak sama dengan bendanya. Pada lensa atau cermin, kadang-kadang terbentuk

bayangan yang tidak dikehendaki. Kelainan atau cacat bayangan inilah yang

disebut dengan aberasi. Misalnya timbulnya jumbai-jumbai berwarna di sekitar

bayangan. Ada dua macam aberasi, yaitu aberasi kromatik dan aberasi sferis.

(Soedjojo,1992:41)

Pengertian aberasi kromatik Jika sinar putih (polikromatik) diarahkan tegak

lurus pada lensa, akan mengalami pembiasan sekaligus disperse. Karena sinar

putih terdiri atas berbagai macam warna dengan indeks bias berbeda, berkas

sinar akan menyebar dengan sederetan jarak focus yang berlainan. Sinar dengan

indeks bias terbesar akan mempunyai jarak pada focus terjauh. Akibatnya,

bayangan yang terbentuk lensa itu tidak tajam. Cacat bayangan pada lensa akibat

pengaruh indeks bias ini.

(Giancoli,1998:346)

Aberasi kromatis terjadi berdasarkan kenyataan bahwa indeks bias cahaya

tergantung pada warna cahaya tersebut. Warna biru akan lebih dibiaskan

176

daripada warna merah. Dengan demikian maka jarak fokus untuk masing-masing

warna dalam pembentukan bayangan oleh sistem optik juga berbeda. Warna biru

mempunyai jarak fokus yang lebih pendek daripada warna merah.

Aberasi kromatis seperti halnya aberasi sferis terdiri atas dua jenis yaitu

aberasi kromatik aksial atau longitudinal, dan aberasi kromatis lateral. Aberasi

kromatik aksial yaitu terjadinya variasi warna bayangan sepanjang arah sumbu

utama, sedangkan aberasi kromatis lateral merupakan uraian warna pada

bayangan yang terlihat jika dipasang tabir pada suatu tempat.

Pada percobaan ini dengan menggunakan piringan lekah (apperture disk),

dimana ketika besar celah diperkecil dengan cara suatu tertentu maka intensitas

cahayanya menembus celah berikutnya.

(Resnic,1996:116)

E. Alat Yang Digunakan

1. Bangku optik (Optical bench)

2. Accessory holder

3. Lensa 100 mm

4. Light source 12 V

5. Apperture accessory (05-8524)

6. Central mask

7. Peripheral (outher mask)

8. Screen

9. Digital photometer ( SE-9087)

F. Variabel-Variabel

1. Variabel bebas

Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau

ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya.

Percobaan pertama :

Lebar celah atau ukuran celah yang digunakan yang disimbolkan

dengan f-4 sampai f-22. Dimana lebar celah yang digunakan bervariasi.

177

Percobaan kedua :

Ukuran celah, yang terdiri dari f-4 sampai f-22.

2. Variabel terikat

Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai

dari varibel bebas.

Percobaan pertama :

Intensitas cahaya yang dapat dilihat pada layar, yang memiliki nilai dan

diukur dengan menggunakan fotometer digital.

Percobaan kedua :

Jarak antara layar yang menangkap bayangan dengan sumber cahaya

yang disimbolkan dengan d, yaitu situasi dimana bayangan benda dapat

ditangkap dengan jelas oleh layar, yang terdapat pada bangku optik

dengan satuan cm.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol

variabel terikat bebas selama percoban dilakukan.

Percobaan pertama :

Posisi lensa +100 mm, dimana posisi lensa dibuat tetap tanpa diubah-

ubah.

Percobaan kedua :

Letak lensa, dimana dalam percobaan ini digunakan lensa dengan

fokus +100 mm.

G. Prosedur Kerja

Bagian I : Aberasi sferis

1. Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan menjadi setengah

dengan tiap-tiap penambahan atau pengurangan pada ukuran celah.

2. Menggunakan lensa 100 mm, dengan piringan lekah dipasang pada

celah yang terbesar (f-4), kemudian memfokuskan bayangan obyek

yang diterangkan pada layar

178

3. Menggunakan sebuah fotometer digital (seperti SE-9087) pada posisi

layar untuk menentukan bayangan, kemudian mencatat nilainya pada

tabel hasil pengamatan.

4. Mengulangi langkah 1 dan 2 dengan memilih celah berikutnya yang

lebih kecil (f-5,6) dan mengukur cahaya yang baru untuk menunjukkan

bahwa intensitas cahaya adalah setengah dari nilai sebenarnya,

mengulangi percobaan ini untuk semua celah.

Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman

medan.

1. Meletakkan layar 50 cm dari sumber cahaya, menggunakan lensa

100 mm dengan celah (f-4) untuk memfokuskan obyek pada layar.

Mengecek seberapa jauh layar dapat digerakkan tanpa

memperhatikan perubahan jelas atau tidaknya bayangan.

2. Mengulangi prosedur bagian tersebut dengan menggunakan celah

yang lebih kecil untuk menunjukkan bahwa stopping down

memberikan ke dalam obyek yang lebih besar dari bidang ( seperti

gambar akan nampak di atas titik focus ke arah yang lebih luas dari

posisi layar).

Menunjukkan aberasi sferis pada lensa

1. Menggunakan lensa 100 mm pada fokus gambar dari obyek yang

bersinar pada layar.

2. Meletakkan alat outher mask aberasi spherical pada lensa kembali

pada fokus gambar dengan memindahkan layar, mencatat layar

mana yang harus digerakkan untuk membawa gambar ke fokus.

Apakah sinar-sinar menembus ujung outher mask dari pada lensa

atau kurang menembus bagian tengah dari pada lensa.

Bagian II : Aberasi warna

Menunjukkan aberasi warna

179

1. Menggunakan lensa 100 mm dengan centre mask ke gambar fokus

obyek yang bercahaya pada layar.

2. Memindahkan layar dari tempatnya dan lensa, hingga gambar

menjadi kabur. Kemudian melihat warna apa yang ditimbulkan

gambar

3. Memindahkan layar terhadap lensa melalui titik fokus sehingga

gambar kabur kembali, kemudian melihat warna gambar apa yang

ditampilkan oleh gambar dan warna mana (merah atau biru yang

diarahkan lebih menembus atau melewati bagian outher mask dari

pada lensa.)

H. Hasil Percobaan dan Pembahasan

Bagian I : Aberasi sferis

Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan untuk setiap

ukuran celah

Ukuran Celah Intensitas bayangan (cd)

f-4

f-5,6

f-8

f-11

f-16

f-22

52

48

44

38

30

22

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran

celah yang digunakan maka semakin kecil intensitas cahaya yang

dihasilkan. Begitu pula sebaliknya semakin kecil celah yang digunakan

maka semakin besar intensitas cahaya yang dihasilkan. Atau bisa

dikatakan bahwa hubungan antara ukuran celah dengan intensitas cahaya

adalah berbanding terbalik.

180

Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada

kedalaman medan.

Ukuran Celah Jarak (d) m

f-4

f-5,6

f-8

f-11

f-16

f-22

0,58

0,585

0,595

0,64

0,69

0,81

Berdasarkan data tabel percobaan kedua di atas dapat dijelaskan

bahwa semakin besar ukuran celah yang digunakan, maka jarak yang dibutuhkan

untuk dapat melihat bayangan pada layar semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Jarak inilah yang merupakan kedalaman medan yang ditunjukkan oleh tingkat

kekaburan bayangan, dimana kekaburan suatu bayangan dapat diperoleh dengan

cara menjauhkan layar dari lensa. Sebaliknya apabila layar digeser mendekati

lensa, maka bayangan akan tampak semakin jelas, sehingga pengaruh ukuran

celah terhadap kedalaman medan tidak teramati. Dengan kata lain hubungan

antara ukuran celah dengan jarak adalah berbanding lurus.

I. Kesimpulan

1. Semakin besar ukuran celah yang dilalui oleh cahaya maka semakin

kecil intensitas cahaya suatu obyek. Sebaliknya semakin kecil ukuran

celah maka intensitas cahayanya semakin besar. Dengan kata lain

hubungan antara ukuran celah dengan intensitas cahaya adalah

berbanding terbalik.

2. Kedalaman medan suatu obyek ditentukan oleh tingkat kekaburan

bayangan, dimana pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan

tidak dapat terlihat bila bayangan suatu obyek semakin jelas/terang.

3. Semakin besar ukuran celah yang digunakan, maka jarak kekaburan

bayangan suatu obyek semakin besar, demikian pula sebaliknya semakin

181

kecil ukuran celah yang digunakan, jarak kekaburan bayangan semakin

kecil.

J. Kemungkinan Kesalahan

1. Kurangnya kecermatan praktikan dalam melihat bentuk bayangan yang

paling jelas pada layar.

2. Tegangan listrik yang tidak stabil, sehingga dapat menyebabkan

intensitas dari sumber cahayanya tidak konstan.

3. Adanya kesalahan paralaks dalam membaca jarak antara layar dan lensa

yang ditunjukkan oleh skala metrik pada bangku optik sehingga

mempengaruhi tingkat keakuratan data.

4. Adanya cahaya lain yang masuk dalam ruangan, sehingga dapat

mengganggu pembacaan intensitas cahaya (data) yang diperoleh tidak

akurat.

K. Daftar Pustaka

Resnic, Halliday. 1996. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Soedjojo,peter. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika.Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Giancoli, Douglas C.1998.fisika edisi kelima jilid 2. Jakarta: Erlangga

http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-aberasi-sferis.html

(diakses pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 15.42 WITA)

http://muhammadarifsoebroto.blogspot.com/2008/12/kumpulan-laporan-

laboratorium-fisika-1.html (diakses pada tangga 17 Desember 2012

pukul 14.54 WITA)

182

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dan pengolahan data dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil eksperimen dipeoleh nilai untuk kecepatan cahaya adalah

2,98366951×108

m/s

2. Energi total dari masing-masing spektrum warna berbanding lurus (linier)

dengan frekuensi dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya

3. Hubungan antara % transmisi dengan potensial henti selalu linear atau

berbanding lurus, dimana semakin besar nilai % transmisi maka nilai dari

potensial hentipun semakin bertambah besar dan tiap sepektrum memiliki

frekuesi yang berbeda

4. Besar radiasi yang dipancarkan oleh setiap permukaan tergantung pada

temperatur bahan tersebut

5. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka semakin besar pula

temperatur filamen lampu stefan – Boltzman dan Semakin besar

temperatur dari suatu benda, maka tegangan radiasi dari benda tersebut

akan bertambah. 6. Jika radiasi yang dipancarkan kubus maksimum, maka tegangan yang

terbaca pada sensor radiasi pun maksimum, atau dengan kata lain jika

suhu kubus maksimum, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor pun

maksimum 7. Panjang gelombang dari sinar laser pada percobaan ini sebesar 7.2 x 10

-7

meter atau sebesar 72000 8. Semakin besar nilai sudut Ө, maka semakin banyak jumlah frinji yang

keluar atau yang dihasilkan dan Indeks bias kaca/gelas yang diperoleh

pada percobaan ini sebsar 1,631 9. Indeks bias dari serat opti secara experimen diperoleh sebesar 6844,29.

183

10. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui perbandingan tegangan antara

gain dan zero yaitu 17 : 1 11. Jika celah yang dilalui oleh cahaya besar maka semakin besar intensitas

bayangan suatu obyek. Sebaliknya jika ukuran celah kecil maka intensitas

bayangannya juga semakin kecil.

B. SARAN

Kepada para pembaca khususnya para mahasiswa fisika di UNG supaya dapat

membuktikan teori fisika dengan eksperimen melalui lab 1 dengan benar!!!

184

LAMPIRAN