cidera kepala (aan, elly).doc

26
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA A. DEFINISI Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya 1

Upload: musadiryanto

Post on 09-Apr-2016

30 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cidera Kepala (aan, elly).doc

ASUHAN KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA

A. DEFINISI

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan

perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta

rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat

perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000)

mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang

mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat

injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan

menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan

otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah

serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma

tembus.

B. KLASIFIKASI

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma Tumpul

Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan

kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat

bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).

b. Trauma Tembus

Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda

tajam/runcing.

1

Page 2: Cidera Kepala (aan, elly).doc

2. Berdasarkan Beratnya Cidera

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian

Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Cedera kepala ringan

GCS 13 - 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau

amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral

dan hematoma

b. Cedera kepala sedang

GCS 9 - 12

Saturasi oksigen > 90 %

Tekanan darah systole > 100 mmHg

Lama kejadian < 8 jam

Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30

menit tetapi < 24 jam

Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Cedera kepala berat

GCS 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24

jam

Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena

aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata

edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka

reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan

traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai

“T”.

3. Berdasarkan Morfologi

a. Cedera kulit kepala

2

Page 3: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat

menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.

b. Fraktur Tengkorak

Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii

secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan

kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis

dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis

dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat

erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi

fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai

dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill

hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii

dan nviii (Kasan, 2000).

Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :

1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,

misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan

sembelit.

2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga,

jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody

otorrhea/otoliquorrhea.

3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody

otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan

kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).

c. Cedera Otak

1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan

karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi

pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan

tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing.

3

Page 4: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak

diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak

diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd

dan antegrad).

Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli

bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih

dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat

dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang

berkepanjangan.

2) Contusio Cerebri (Memar Otak)

Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan

rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang

paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.

Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi

kejadian cidera kepala.

Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai

dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda

koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda

gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang

mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu

badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk

yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

3) Perdarahan Intrakranial

a) Epiduralis haematoma

adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter

akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya.

Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti

pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.

b) Subduralis haematoma

4

Page 5: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara

durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah

atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena

tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat

tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.

Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya

tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).

c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu

perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling

sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan

pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir

aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan

pecahnya pembuluh darah otak.

d) Intracerebralis Haematoma

Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan

subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau

arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.

Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter

bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis

haematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologi

a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)

yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat

terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi

sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan,

dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

5

Page 6: Cidera Kepala (aan, elly).doc

C. ETIOLOGI

1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa

penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan

menjadi 2 faktor yaitu :

a. Trauma primer

Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan

deselerasi)

b. Trauma sekunder

Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,

hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

2. Trauma akibat persalinan

3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan

pada saat olahraga.

4. Jatuh

5. Cedera akibat kekerasan.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebingungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing

7. Nyeri kepala hebat

8. Terdapat hematoma

9. Kecemasan

10. Sukar untuk dibangunkan

11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari

hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. PATOFISIOLOGI

6

Page 7: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa

dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir

seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,

jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan

bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70

% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau

kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme

anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan

normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan

otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan

otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan

vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi

Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit

kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung

terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan

rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya,

kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,

goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari

obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,

kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum

dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur

bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang

tengkorak.

Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat

berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi

7

Page 8: Cidera Kepala (aan, elly).doc

dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya

timbul masa lesi, pergeseran otot.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena

memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau

hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya

meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan

peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial

(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder

meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”

dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan

kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:

cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak

menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena

cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala

menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi

tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan

yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika

sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu

menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma

epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan

mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen

berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.

8

Page 9: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi

otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K

(Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal

sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan

muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).

F. Phatway

9

Luka, trauma/fraktur kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah memenuhi epidural Darah memenuhi epidural

Hematoma

Edema OtakNaiknya volume intrakranial

Herniasi

Penekanan N. Batang otak

Penurunan kesadaran

dan motorik

Hambatan Mobilitas Fisik

Peningkatan TIK

Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri

Gangguan pusat

pernafasan

Pola nafas tidak efektif

Hiperventilasi

Darah keluar dari vaskuler

Syok hipovolemik

Hipoksia otak

Iskemik

Risiko gangguan perfusi jaringan

otak

Page 10: Cidera Kepala (aan, elly).doc

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan

perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya

infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2. MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak

sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG (Elektroencepalograf)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk

mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.

9. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)

jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

10. Kadar Elektrolit

10

Page 11: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial

11. Screen Toxicologi

Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran.

H. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala

adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya

cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari

terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Terapi obat-obatan.

a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema

serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi

vasodilatasi.

c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol

20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)

atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita

mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium

dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak

cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan

dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah

makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).

6. Pembedahan bila ada indikasi.

11

Page 12: Cidera Kepala (aan, elly).doc

I. KOMPLIKASI

1. Hemorrhagie

2. Infeksi

3. Edema serebral dan herniasi

J. PENGKAJIAN

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah

karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis

2) Breathing

Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka

tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji

adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.

3) Sirkulasi

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi,

takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,

penurunan produksi urin.

4) Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

5) Eksposure

Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

b. Pengkajian Sekunder

1) Kepala

Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian

luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital

2) Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

3) Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS

4) Dada

12

Page 13: Cidera Kepala (aan, elly).doc

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan

jantung, pemantauan EKG

5) Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan

trauma tumpul abdomen

6) Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,

memar dan cedera yang lain

K. DIAGNOSA

Menurut Herdman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada

klien dengan epidural hematom sebagai berikut:

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan

neuromuskular.

d. Pola nafas tidak efektif.

13

Page 14: Cidera Kepala (aan, elly).doc

L. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)

DIAGNOSA BATASAN KARAKTERISTIK

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Risiko gangguan perfusi jaringan otak

Pasien mengalami trauma kepala.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral pasien adekuat dengan kriteria hasil:1. TTV normal 2. Urine output dan intake normal 3. Motorik baik

Keterangan: 1: tidak pernah menunjukan2: jarang menunjukan3: kadang-kadang menunjukan4: sering menunjukan5: konsisten menunjukan

1. Monitot TTV klien2. Berikan posisi semi fowler3. Pertahankan tirah baring4. Evaluasi keadaan pupil5. Kaji peningkatan rigiditas,

regangan, dan serangan kejang.

1. Penurunan tekanan sistolik merupakan tanda-tanda gejala peningkatan TIK.2. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi edema.3. Tirah baring membuat konsumsi O2 tidak terlalu banyak.4. Melihat apakah fungsi batang otak masih bai8k.5. Merupakan indikasi in fewksi meningeal.

Nyeri Akut b.d agen injuri fisik

Perubahan tekanan darahPerubahan frekuensi jantungPerubahan frekuensi pernafasanMengekspresikan perilaku

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil:1. Frekuensi nyeri berkurang

1. Kaji nyeri dengan format PQRST.

2. kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu, suara, dan

1. Berguna dalam pengawasan keefektifan terapi yang diberikamn.

2. Lingkungan yang tidak

14

Page 15: Cidera Kepala (aan, elly).doc

(mis.: gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah).Fokus menyempit (mis.: gangguang persepsi nyeri, hambatan proses pikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).Dilatasi pupil.

2. TTV normal 3. Menggunakan non analgetik4. Menggunakan analgetik

Keterangan:1= konsisten2= sering3= kadang-kadang4= jarang5= tidak pernah

cahaya.3. Ajarkan pasien teknik non

farmakologis seperti nafas dalam.

4. Kolaborasikan pemberian farmakologik untuk mengurangi nyeri.

nyaman dapat meningkatkan nyeri bertambah parah.

3. Relaksasi membantu mengurangi nyeri dengan menutup gate receptor.

4. Analgetik cepat menurunkan nyeri.

Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular

Penurunan waktu reaksi.Kesulitan membolak-balikan posisi.Keterbatasan rentang pergerakan sendi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami gangguan mobilitas fisik dengan kriteria sebagai berikut:1. Dapat melakukan mobilisasi

sendiri 2. Tidak tergantung 3. Tidak terjadi dekubitus

Keterangan :1 : Tidak pernah dilakukan 2 : jarang dilakukan3 : Kadang-kadang dilakukan4 : sering dilakukan5 : selalu dilakukan

1. Ubah posisi klien setiap 2 jam sekali.

2. Bantu klien melakukan rentang gerak.

3. Berikan masase.4. Periksa kemampuan dan

keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.

1. Meningkatkan sirkulasi

2. Mempertahankan fungsi sendi, mobilisasi dan menurunkan vena yang statis.

3. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit.

4. Identifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi

15

Page 16: Cidera Kepala (aan, elly).doc

yang dilakukan.

16

Page 17: Cidera Kepala (aan, elly).doc

DAFTAR PUSTAKA

Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom).

Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Japardi. (2002). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA.

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.

Price, D.D. (2003). Epidural Hematoma. www.emedicine.com

McPhee, S. J., dan William F.G. (2006). Vascular Territories and Clinical Features in Ischemic Stroke, Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.

17